Jurnal

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI, VITAMIN A DAN VITAMIN C DENGAN

KADAR HEMOGLOBIN PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK


DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP
Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Ijazah S1 Gizi

Disusun Oleh:

YONI WIBOWO
NIM : J 310 080 001

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
DEPARTEMENT OF NUTRITION
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA
THESIS

ABSTRACT

YONI WIBOWO. J 310 080 001

CORRELATION BETWEN INTAKE OF IRON, VITAMIN A, VITAMIN C AND


HEMOGLOBIN LEVEL IN HEMODIALYSIS OUTPATIENTS AT Dr. SOERADJI
TIRTONEGORO HOSPITAL OF KLATEN.

Background. Chronic Renal Failure (CRF) is a disease that has bad prognosis,
It happens when the function of renal decreases gradually. One of the
complication that often appears in CRF is anemia or the decrease of hemoglobin
level in the blood that is related to the intake of iron, vitamin A and vitamin C.
Objective. This researchs aims were to investigate the corelation betwen intake
of iron, vitamin A, vitamin C and hemoglobin level in hemodialysis outpatients at
Dr. Soeradji Tirtonegoro hospital of Klaten.
Research Method. Type of the research was analytical observasional
research with cross-sectional approach. Subjects were obtained by consecutive
sampling with total research subjects were 22 subjects. Percentages of iron,
vitamin A and vitamin C were obtained by recall 3x24 hour method, hemoglobin
level was obtained by spectrofotometric method. While pearson product moment
was used to investigate the correlation.
Result. The percentages of outpatiens who had adequate intake of iron, vitamin
A and vitamin C were 22,8%, 68,2% and 4,5% respectively. Meanwhile most of
patients had low hemoglobin level which was 86,4%.
Conclusion. There was not any correlation between intake of iron, vitamin A,
vitamin C and hemoglobin level in hemodialysis outpatients at Dr. Soeradji
Tirtonegoro hospital of Klaten.

Keywords : Chronic Renal Failure, Iron, Vitamin A, Vitamin C, ,


Hemoglobin.
Bibliography : 39 : 1992-2008
PENDAHULUAN

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penyakit yang mempunyai prognosis

buruk dimana akan terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap. Pada tahap

awal penderita mungkin tidak merasakan keluhan tetapi setelah beberapa tahun

atau beberapa puluh tahun penyakit ginjal ini sering berkembang cepat menjadi

gagal ginjal terminal dimana akan membutuhkan terapi renal seperti dialisis atau

transplantasi untuk memperpanjang usianya. Di Amerika Serikat diperkirakan

19,5 juta orang menderita GGK, angka ini lebih tinggi dibandingkan penderita

Diabetes Millitus (17 juta penderita) dan mendekati hampir setengah penderita

hipertensi (diperkirakan 50 juta). The National Institute of Diabetes and Degestive

and Kidney Disease memperkirakan antara tahun 1995-1999 pada penderita

ginjal terminal dilakukan dialisis sebanyak 329.874 penderita dan transplantasi

pada 8.287 penderita, sedangkan prevalensi gagal ginjal terminal akan

meningkat mendekati 50.000 penderita pada tahun 2010 (Goodnough,2002).

Rekam medik RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menunjukkan bahwa

jumlah pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis pada bulan Januari,

Februari dan Maret tahun 2010 sebanyak 91 pasien dan pada tahun 2011

berjumlah 114 orang. Dari hasil perbandingan antara tahun 2010 dan 2011

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien yang cukup signifikan,

yaitu sebesar 25,3 %. Anemia merupakan komplikasi yang sering timbul pada

gagal ginjal kronik, hal ini diperkirakan karena ketidakmampuan ginjal untuk

mensekresi eritropoetin untuk menstimulasi hematopoesis yang adekuat.

Sebagai faktor penyebab tambahan yang lain adalah kekurangan besi,

pemendekan paruh hidup sel darah merah, hipotiroidisme dan hemoglobinopati

seperti talasemia. (Goodnough, 2002).


Kadar hemoglobin yang disarankan untuk penderita dengan gagal ginjal

kronik adalah 11 g/dL bagi penderita wanita premenopouse dan prepubertas.

Penderita laki-laki dewasa dan wanita pasca menopouse kadar hemoglobin yang

disarankan 10 g/dL (Pernefri,2001). Anemia mempunyai pengaruh negatif yang

sangat besar dan secara bermakna menurunkan kemampuan fungsional pada

pasien yang mendapatkan dialisis. Anemia berat juga merupakan salah satu

faktor utama yang berperan dalam keterbatasan abilitas fungsional dan

rehabilitasi pada pasien dialisis (White, 2005).

Penyebab langsung terjadinya anemia beraneka ragam antara lain :

defisiensi asupan gizi dari makanan (zat besi, asam folat, protein, vitamin C,

ribovlavin, vitamin A, seng dan vitamin B12), konsumsi zat-zat penghambat

penyerapan besi, penyakit infeksi, malabsorpsi, perdarahan dan peningkatan

kebutuhan (Ramakrishnan, 2001). Ditinjau dari berbagai latar belakang tersebut,

peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul tentang Hubungan antara

asupan zat besi, vitamin A dan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada

penderita Gagal Ginjal Kronik.

TINJAUAN PUSTAKA

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,

berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra

posterior terdapat di peritonium dan terletak pada otot punggung bagian dalam.

Ginjal terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis

ketiga. Dalam kondisi normal ginjal kiri lebih tinggi 1,5- 2 cm dari ginjal kanan

karena posisi anatimis hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm

dan memiliki berat 120-150 gram (Potter & Perry, 2006). Gagal ginjal kronik

adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,


mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan

klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu

derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau

transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang

terjadi pada suatu organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit kronik

(Suwitra, 2006).

Anemia sering timbul pada awal gagal ginjal kronik sebelum berkembang

menjadi gagal ginjal terminal, dimana akan memburuk bersama dengan

perjalanan penyakit ginjalnya sendiri. Anemia merupakan salah satu

permasalahan penting untuk jutaan orang di Amerika yang menderita gagal ginjal

kronik stadium 3 sampai 5 (Goodnought, 2002). Kebanyakan pada penderita

gagal ginjal kronik pada akhirnya mengalami anemia. Pada gagal ginjal kronik,

secara progresif akan kehilangan nefron sehingga tubuh akan berusaha

mempertahankan hemostatis dengan berbagai macam cara termasuk dengan

proses biokimia dan fisiologis yang abnormal. Kebanyakan organ dan sistem

organ akan terpengaruh, tetapi komplikasi utama terdapat pada sistem

kardiovaskuler, sistem saraf, hematologi, muskuloskeletal dan imunologi, dimana

semuanya akan memburuk sesuai dengan penurunan fungsi ginjal (Nurko,

2006).

METODE PENELETIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan mengukur variabel

dependen dan independen secara bersamaan. Penelitian dilakukan di RSUP Dr.

Soeradji Tirtonegoro Klaten, Waktu penelitian dilakukan pada bulan September


2011 sampai bulan Maret 2012. Teknik atau cara yang digunakan dalam

pengambilan sampel adalah consecutive sampling yaitu cara pemilihan sampel

yang termasuk dalam nonprobability sampling yang dilakukan dengan cara

semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi pemilihan sampel

dimasukan sebagai subjek penelitian. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada

di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah Unit Hemodialisis. Struktur

organisasi di unit ini terdiri dari direktur pelayanan, unit hemodialisis, dokter, dan

perawat. Perawat merupakan tim pelaksana dalam pelayanan di unit

hemodialisis sebanyak 9 orang, 4 orang bekerja shift pagi, 3 orang bekerja shift

siang, dan 2 orang bekerja shift malam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Usia dan Jenis Kelamin

Karakteristik Kategori N Persentase (%)


Usia Remaja 1 4,5
Dewasa (25-49 tahun) 14 63,6
Lansia (> 50 tahun) 7 31,9
Jenis Kelamin Laki- laki 11 50,0
Perempuan 11 50,0
Hasil penelitian menunjukan bahwa separuh lebih subyek berusia

dewasa. Bersamaan bertambahnya usia, fungsi ginjal juga akan menurun.

Fungsi renal dan fraktus urinarius akan berubah bersamaan dengan

bertambahnya usia. (Brunner dan Sudarth, 2001).

B. Asupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin C dan Kadar Hemoglobin Subyek

Kategori N Persentase (%)


Asupan Zat Besi Adekuat 5 22,8
Tidak adekuat 17 77,2
Asupan Vitamin A Adekuat 15 68,1
Tidak adekuat 7 31,9
Asupan Vitamin C Adekuat 1 4,5
Tidak adekuat 21 95,5
Kadar Hemoglobin Rendah 19 86,4
Normal 3 13,6
Berdasarkan data dari 22 subyek, hanya 22,8% yang asupan zat
besinya adekuat dan sebesar 77,2% yang memiliki asupan tidak adekuat.
Subyek yang memiliki asupan vitamin A adekuat sebanyak 68,1% dan
sebesar 31,9% yang memiliki asupan tidak adekuat. Sedangkan subyek
yang memiliki asupan vitamin C adekuat sebanyak 4,5% dan sebesar 95,5%
yang memiliki asupan tidak adekuat. Asupan gizi sebagian besar
dipengaruhi masalah gastrointestinal yang dikeluhkan oleh penderita.
Sementara beberapa penderita lain mengeluh tidak memiliki nafsu makan.
Pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis cenderung mengalami
anoreksia, penyakit-penyakit intercurrent dan pengurangan diit, semua
pasien harus diamati keadaan malnutrisi dan kelainan defisiensi vitamin
(Basarab,1999).
C. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin
Kadar Hemoglobin
No Asupan Zat Rendah Normal Total P
Besi N % N % N %
1 Adekuat 4 18 1 4,8 5 100 0,934
2 Tidak Adekuat 15 68,2 2 9 17 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 subyek yang mempunyai

asupan zat besi yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar

hemoglobin rendah (68,2%) dan (9%) normal. Sedangkan 5 subyek yang

mempunyai asupan zat besi yang adekuat sebagian besar memiliki kadar

hemoglobin rendah (18%) dan (4,8%) normal. Hasil pengujian hubungan

asupan zat besi dengan kadar hemoglobin mengunakan uji Pearson

Product Moment diperoleh nilai rhitung sebesar -0,019 dengan p-value =

0,934, sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar

hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh

Bandaria (2003) bahwa pemberian suplementasi terapi besi dapat


mencegah anemia defisiensi besi pada penderita GGK. Menurut Sudoyo

(2006) hal ini dapat dikarenakan pada penderita GGK yang menjalani

hemodialis regular mengalami kehilangan darah selama proses dialisis,

perdarahan tersembunyi (occult blood loss), meningkatnya tendensi untuk

terjadinya perdarahan, dan seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan

laboratorium.

D. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kadar Hemoglobin


Kadar Hemoglobin
No Asupan Rendah Normal Total P
Vitamin A N % N % N %
1 Adekuat 13 59,1 2 9,1 15 100 0,919
2 Tidak Adekuat 6 27,3 1 4,5 7 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 subyek yang mempunyai

asupan vitamin A yang adekuat sebagian besar memiliki kadar hemoglobin

rendah (59,1%) dan (9,1%) normal. Sedangkan 7 subyek yang mempunyai

asupan vitamin A yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar

hemoglobin rendah (27,3%) dan (4,5%) normal. Hasil pengujian hubungan

vitamin A dengan kadar hemoglobin mengunakan uji Pearson Product

Moment diperoleh nilai rhitung sebesar 0,023 dengan p-value = 0,919,

sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan kadar

hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh

Gillespie (1998) yang menyatakan bahwa vitamin A berperan dalam

memobilisasi cadangan besi di dalam tubuh untuk dapat mensintesis

hemoglobin. Status vitamin A yang buruk berhubungan dengan perubahan

metabolisme besi pada kasus kekurangan besi. Penelitian yang mendukung


teori tersebut dilakukan oleh Palapox et al (2003) yang menyimpulkan bahwa

dengan perlakuan suplementasi vitamin A akan meningkatkan kadar

hemoglobin, kemungkinan mekanismenya dapat menurunkan anemia,

karena vitamin A berperan memobilisasi cadangan besi di dalam hati,

meningkatkan erytropoiesis, dan menggurangi anemia yang disertai infeksi.

Vitamin A berperan memobilisasi cadangan besi di dalam hati meskipun

asupan vitamin A cukup tetapi pada pasien GGK yang menjalani

hemodialisis terjadi gangguan metabolisme besi sehingga cadangan besi

tidak dapat dipergunakan untuk sintesa hemoglobin dan sel darah merah

(Ponka,1999).

E. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin


Kadar Hemoglobin
No Asupan Rendah Normal Total P
Vitamin C N % N % N %
1 Adekuat 1 4,5 0 0 1 100 0,710
2 Tidak Adekuat 18 81,8 3 13,7 21 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 subyek yang mempunyai

asupan vitamin C yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar

hemoglobin rendah (81,8%) dan (13,7%) rendah. Sedangkan 1 subyek yang

mempunyai asupan vitamin C yang adekuat sebanyak 4,5 % memiliki kadar

hemoglobin rendah. Hasil pengujian hubungan asupan vitamin C dengan

kadar hemoglobin mengunakan uji Pearson Product Moment diperoleh nilai

rhitung sebesar 0,084 dengan p-value = 0,710, sehingga H0 diterima.

Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita

GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Tidak adanya hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar

hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik karena anemia pada gagal
ginjal kronik disebabkan oleh defisiensi besi, yaitu keadaan dimana besi

yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan untuk eritropoiesis

(Bandaria,2003). Penyerapan zat besi dibantu oleh vitamin C namun pada

pasien GGK yang menjalani dialisis mengalami gangguan metabolisme besi,

meskipun cadangan besi mencukupi namun cadangan besi tidak dapat

dipergunakan untuk sintesa hemoglobin dan sel darah merah (Ponka,1999).

Pembatasan asupan kalium sangat diperlukan pada pasien gagal ginjal

kronik, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan sangat

dibatasi, hal itu yang menyebabkan asupan vitamin C pada pasien tidak

adekuat (Sudoyo, 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Asupan zat gizi yang adekuat pada penderita GGK dengan hemodialisis

rawat jalan didapatkan Zat Besi (22,8%), vitamin A (68,2%), vitamin C

(4,5%). Sedangkan asupan zat gizi yang tidak adekuat didapatkan Zat

Besi (77,2%), vitamin A (31,8%), vitamin C (95,5%). Sebagian besar

pasien memiliki kadar hemoglobin rendah (86,4 %).

2. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin.

(p=0,934).

3. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin.

(p=0,919).

4. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin.

(p=0,710).
B. Saran

1. Bagi instalasi gizi rumah sakit

Instalasi gizi rumah sakit diharapkan dapat memberikan diet yang tepat

dan sesuai untuk pasien GGK dengan hemodialisis agar kesehatan

pasien tetap terjamin.

2. Bagi pasien

Pasien diharapkan mematuhi diit yang diberikan oleh ahli gizi rumah sakit

supaya kebutuhan zat gizi terpenuhi.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti yang akan datang hendaknya memperkaya jumlah variabel

independent yang mempengaruhi perubahan Hemoglobin, sehingga

dapat diketahui faktor-faktor yang dominan seperti penyakit komplikasi

yang menyertai, obat-obatan, ataupun aktifitas fisik yang mempengaruhi

kadar hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik dengan

hemodialisis.

DAFTAR PUSTAKA

Almatzier, Sunita. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

Bandaria R.2003. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada pasien yang


menjalani hemodialisis. Jurnal. Subbagian Ginjal dan Hipertensi bag ilmu
penyakit dalam FK UNPAD, Bandung.

Basarab, A dan Samarangapuavan, D.1999. Treatment of Anemia in Dialisys


Patient, in Principle and Practicle of Dialisys. 2 ed. By Henrich, WL,
Williams& Wilkins, A Waterly Compani. London: 398-436.

DeMaeyer, EM.1995. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi.


Terjemahan Arisman M.B. Jakarta : Widya Medika.
.
Gandasoebrata, R.2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat

Goodnough, I.T.2002. Anemia: A Hidden Epidemic. NAAC, 11-8.


Guyton, AC., Hall., John, E.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC.
Jakarta; 659.

Hardinsyah., Briawan, D., Retnoningsih., Herawati, T. 2004. Analisis Kebutuhan


Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.74-93.

Hoffbrand AV, Pettit JE, 1993. Essential Haematology, 3 rd Edition, Carlto


Blackwell Sciencific Publications, 13-51.

Kartasapoetra dan Marsetyo.2005. Med ILMU GIZI Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. RINEKA CIPTA, Jakarta.

Lemeshow. S.,Hosmer, D.W.&Klar.J.1997.Besar Sampel Penelitian Dalam


Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Linder, MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI-Press. Jakarta: 265-278.

Murti, Bisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk penelitian kuantitatif dan
kuaitatif di bidang kesehatan. Penerbit: UGM pres. Yogyakarta: 136.

Nelson, 2003. Ilmu kesehatan anak. Penerbit buku kedokteran: 1691-1693.

Palafox, NA et al. 2003, Vitamin A deficiency, iron deficiency, and anemia among
preschool children in the Republic of the Marshall Islands, Nutrition 19 :
405-408.

Parakkasi, A 1992, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (Nutritional Biochemistry


and Metabolism karangan asli Linder) Universitas Indonesia, Jakarta,
hal.169-269.

PERNEFRI, 2001. Manajemen Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Perhimpunan


Nefrologi Indonesia.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Edisi 6, Vol.2. Penerbit :EGC. Jakarta: 865-914.

Pranawa.1993. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Jurnal. Seksi ginjal dan
hipertensi FK UNAIR-RSUD Dr Soetomo. Surabaya.

Ponka, P.1999. Cellular Iron Metabolism, Kidney Int 55Supp(69):s-2-2-11.

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses
dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC.

Pusparini, 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Jurnal. Bagian patologi klinik fakultas
kedokteran universitas trisakti. Jakarta.
Rahardjo, Pudji. 2006. Hemodialisis dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid: 1. Edisi:
IV. Penerbit:FKUI. Jakarta: 579

Ramakrishnan, U. 2001. Nutritional Anemias. CRC Press, Boca London, New


York Washington, DC.

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. EGC. Jakarta.

Sudoyo. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 13. Jakarta: FKUI.

Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Penerbit: CV Alfabeta. Bandung: 84.

Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Gagal Ginjal Kronik dalan ilmu penyakit dalam.
Jilid: 1. Edisi : IV. Penerbit : FKUI. Jakarta: 570.

Suhadjono. 2001. Gagal Ginjal Kronik dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi: III.
Penerbit: FKUI. Jakarta: 427- 429.

Supariasa, ID. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran.

Suhardjo dan Clara , 2002 Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi, KANISIUS, Bogor.

Santoso S, dan Anne Lies Ranti. 2004.Kesehatan dan gizi,.RINEKA CIPTA


JAKARTA.

Tarng DC. Intravenous ascorbic acid as adjuvant theraphy for recombinant


erythropoeitin in hemodialisis patiens with hyperferritinemia. Kidney
International1999;55:2477-86.

White, R.B. 2005. Funtional Ability of Patiens on Dialisis : The Critical Role of
Anemia. Nephrol. Nurs. J. 32 :79-82.

Wilkens, Katy G. 2000. Medical Nutrition Therapy for Renal dalam Krauses
Food, Nutrition, & Diet Therapy. Penerbit : W.B. Saunders Company. Ney.

Wirakusumah, ES 1999, Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi, Jakarta :Trubus


Agrowidya, hal.1 -30.

World Health Organization, 2002. Iron Deficiency Anemia, Assesment,


Prevention, and Control. A. Guide Programme Manager. WHO/NHD/01.3.

Wulandari DC, Suryana K, Suwitra K.2008. Pengaruh vitamin C terhadap R-


Reactive protein sebagai petanda inflamasi Pada Gagal Ginjal Kronik
dengan Hemodialisis Reguler. Jurnal. Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD.
Bali.

You might also like