Pogogan Horses. Pogogan Divided Into Two Pure Motion and Means. The Show Pogogan Horses Have A Style or Style

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS

KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK
RIZKE TRIAYU PUSPITA
S-1 Pendidikan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Surabaya, [email protected]
Bambang Sugito, M.Sn.
Dosen S-1 Pendidikan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Surabaya
ABSTRACT
This research aims at identifying the arts Pogogan Horses in Jimbir village of Sugihwaras Village Subdistrict Prambon Nganjuk relating to the formulation of the problem of style and function, as well as aspects of his
supporters ranging from the structure of the performance, range of motion, clothing, makeup, accompaniment, and the
stage. Pogogan Horses who stood in 1956 has a meaning (1) a crown (2) funny; and (3) cuts.
Object arts research using Pogogan in the hamlet of Jimbir Pogogan Horses village of Sugihwaras
Subdistrict Prambon Nganjuk Regency. Research methods using Qualitative methods. The data were analyzed by means
of observation, interviews, and documentation. The theory applied in the study of the theory of the style of Soedarso Sp.
Theory of functions in this study uses the theory of R. M. Soedarsono, namely primary and secondary functions
This research shows the following results (1) structures in performances ranging from genjongan (dancer's
daughter), pogogan, kind, ganongan and the last one is the wayang wong (puppet people). Motion made by dancers
Pogogan Horses. Pogogan divided into two pure motion and means. The show Pogogan Horses have a style or style
itself began from gestures to the layout stage. Staging is done at the time of day, with the accompaniment as the
supporting performances of, among others, kepyek, gong, slompret, kendhang, thimplung, and kenong barrel. (2)
primary Function Pogogan Horses a means of entertainment in society. Pogogan secondary functions Pogogan Horses
as supporting the economy, and as a means of communication.
The conclusions of this research are based on the theory of forms that explain how the structure of the show
and its supporting elements. Function theory to know function Pogogan Horses performances in the community.
Researchers using the sources in question directly with the object of research, therefore the research was relevant in an
effort to preserve the return of artistry Pogogan Horses.
Keyword: Pogogan Horses, Style, Function
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kesenian Jaranan Pogogan di Dusun Jimbir Desa Sugihwaras
Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk yang berkaitan dengan rumusan masalah gaya dan fungsi, serta aspek-aspek
pendukungnya mulai dari struktur pertunjukan, ragam gerak, tata busana, tata rias ,iringan, dan tata panggung. Jaranan
yang berdiri pada tahun 1956 memiliki arti (1) mahkota (2) melawak/ndagel; dan (3) terpotong-potong. Objek
penelitian kesenian menggunakan Jaranan Pogogan di Dusun Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten
Nganjuk. Metode penelitian menggunakan metode Kualitatif. Data dianalisis dengan cara observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teori yang diterapkan dalam penelitian ini teori gaya dari Soedarso Sp. Teori fungsi dalam penelitian ini
menggunakan teori dari R.M Soedarsono yaitu fungsi primer dan sekunder
Penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut (1) struktur dalam pertunjukan mulai dari genjongan (penari
putri), pogogan, kucingan, ganongan dan terakhir adalah wayang wong (wayang orang). Gerak yang dilakukan oleh
penari Jaranan Pogogan dibagi menjadi 2 yaitu gerak murni dan maknawi. Pertunjukan Jaranan Pogogan memiliki
style atau gaya sendiri mulai dari gerak sampai tata pentas. Waktu pementasan dilakukan pada siang hari, dengan
iringan sebagai penunjang pementasan antara lain kepyek, gong, slompret, kendhang, thimplung, dan kenong laras. (2)
Fungsi primer Jaranan Pogogan yaitu sebagai sarana hiburan masyarakat. Jaranan Pogogan mempunyai fungsi
sekunder sebagai penunjang ekonomi, dan sebagai sarana komunikasi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah berpijak pada teori bentuk yang menjelaskan bagaimana struktur
pertunjukan dan unsur pendukungnya. Teori fungsi untuk mengetahui fungsi pertunjukan Jaranan Pogogan dalam

masyarakat. Peneliti menggunakan sumber yang bersangkutan langsung dengan objek penelitian, maka dari itu
penelitian ini relevan dalam upaya melestarikan kembali kesenian Jaranan Pogogan.
Kata Kunci : Jaranan Pogogan, Gaya, Fungsi
PENDAHULUAN

tambahan bentuk pertunjukan berupa wayang wong


di akhir cerita. Pementasan Jaranan Pogogan
menampilkan beberapa adegan secara keseluruhan
dimulai dari genjongan (tari pembuka) yaitu tarian
yang ditampilkan empat penari laki-laki berdandan
perempuan. Pemain Jaranan Pogogan ini memiliki
keterampilan yang lebih, selain bisa menghibur
dengan gerak tari yang luwes, pemain Jaranan
Pogogan juga pandai melawak (ndagel) dan mampu
melantunkan tembang jawa (gendhing).
Jaranan Pogogan ini mengisahkan seorang
senopati diiringi oleh seorang tumenggung yang
suka melucu dan dua prajurit wanita yang telah
melakukan perjalanan panjang dengan menunggang
kuda. Cerita ini sebenarnya diangkat dari siklus
panji sebagaimana yang disajikan oleh kesenian
jaranan pada umumnya. Namun tidak hanya cerita
panji yang dibawakan oleh Jaranan Pogogan
tersebut, cerita ramayana, mahabarata, bahkan
sampai cerita ande ande lumut juga digunakan
sesuai permintaan orang yang mempunyai hajat.
Pada saat mengambil tema mahabarata bagian akhir
pertunjukan menggunakan kostum bambangan- cakil
seperti wayang wong dalam pertunjukan ketoprak.
Tokoh yang terdapat dalam pertunjukan Jaranan
Pogogan antara lain genjongan, pogogan, kucingan,
ganongan dan wayang wong. Ke lima peran tersebut
menjadi tokoh utama dalam pertunjukan Jaranan
Pogogan.
Jaranan Pogogan memiliki sisi unik yang
berbeda dengan jaranan lain. Jaranan Pogogan
tidak terjadi adegan Trance (Kerasukan) karena
mengutamakan penampilan geculan. Jaranan
Pogogan dapat membuat penonton terhibur, ceria,
dan tidak tegang, dengan adegan lucu yang
dibawakan oleh penari. Pada umumnya jaranan
selalu identik dengan kemenyan, sesajen , serta
adegan yang membuat para penonton takut. Pada
zaman dahulu jaranan hanya digunakan sebagai
ritual bersih Desa atau tasyakuran yaitu memberi
ucapan rasa syukur kepada Tuhan. Karena telah
diberi rezeki atau panen yang melimpah pada
wilayah yang mengadakan bersih desa. Berbeda
dengan kondisi pada masa sekarang, jaranan tidak
hanya digunakan bersih desa saja tetapi juga
digunakan untuk acara pernikahan, tasyakuran
jabatan dan khitanan. Berbagai kesenian jaranan
yang berkembang di Kabupaten Nganjuk memiliki
fungsi berbeda-beda dalam masyarakat sekitarnya.

Nganjuk merupakan daerah di Jawa Timur


yang kaya dengan seni pertunjukan. Isi pertunjukan
tersebut ialah tari tayub, wayang timplong, tari
mungdhe, dan jaranan. Sampai saat ini kesenian
tersebut masih aktif dan disukai masyarakat
khususnya Nganjuk. Jaranan merupakan kesenian
yang berkembang pesat di Kabupaten Nganjuk
sampai saat ini. Pada zaman sekarang bermacam
macam kombinasi berbagai penampilan yang
digunakan dalam pertunjukan jaranan di Kabupaten
Nganjuk. Kombinasi yang digunakan antara lain
jaranan dengan dangdut koplo, jaranan dengan
punakawan dan masih terdapat kombinasi lainya.
Semakin majunya zaman ada beberapa
kesenian yang telah diubah atau tidak sesuai dengan
pakem yang mestinya digunakan dalam sebuah
pertunjukan. Kabupaten Nganjuk terkenal dengan
kesenian jaranan. Pada setiap satu tahun sekali Kota
Nganjuk mengadakan festival jaranan seKabupaten Nganjuk yang diadakan di alun-alun
Kota Nganjuk. Festival ini diadakan untuk
meramaikan hari jadi Kota Nganjuk, karena banyak
komunitas- komunitas jaranan yang menampilkan
pertunjukan dalam festival tersebut. Acara festival
ini digelar bertujuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan antar grup jaranan se- Kabupaten
Nganjuk. Berbagai kesenian grup jaranan yang
berkembang di Kabupaten Nganjuk, terdapat salah
satu jaranan yang memiliki ciri khas yang unik dan
menarik yaitu Jaranan Pogogan.
Jaranan Pogogan ini terletak di Dusun
Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon
Kabupaten Nganjuk yang dirintis oleh bapak
Maridjo pada tahun 1956. Perkumpulan atau
paguyuban Jaranan Pogogan diberi nama Teguh
Rahayu yang artinya adalah awet urip, diberi nama
Teguh Rahayu supaya tetap hidup seiring dengan
kemajuan
zaman.
Jaranan
Pogogan
ini
mengisahkan seorang senopati diiringi oleh seorang
tumenggung yang suka melucu dan dua prajurit
wanita yang telah melakukan perjalanan panjang
dengan menunggang kuda. Jaranan Pogogan
memiliki istilah tersendiri yaitu berasal dari bahasa
jawa yang menjadi bahasa komunikasi masyarakat
sekitarnya. Kata pogogan diambil dari kata pogog
yang memiliki makna (1) menunjukkan ciri khas
kesenian ini karena dalam pertunjukan memakai
mahkota (2) memiliki arti kata melawak/ ndagel;
dan (3) terpotong, artinya bentuk pementasannya
bersifat terpisah-pisah adegannya (wawancara
dengan Bapak Eko Kadiono, Mei 2016).
Jaranan Pogogan mempunyai bentuk pertunjukan yang unik yaitu teater tradisional sebagai

Pada pementasan kesenian Jaranan Pogogan


terdapat dialog antar pemain yang bisa menimbulkan
kelucuan dari pemain Jaranan Pogogan. Dialog
tersebut berisi tentang kritik social, permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari, menyampaikan pesan-

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

pesan moral dan sosial dengan ekpresi yang


menghibur. Pada zaman dahulu jaranan berfungsi
sebagai pertunjukan sakral dan hanya dilakukan oleh
orang yang dipercaya dan menguasai ilmu ghaib.
Sekarang pertunjukan tersebut menjadi hiburan
masyarakat secara umum. Pertunjukan Jaranan
Pogogan memiliki gaya pertunjukan yang unik dan
beda dari pertunjukan lainya.
Gaya memiliki banyak makna dan sangat
bergantung pada konteks apa istilah tersebut
digunakan. Menurut Soedarso Sp, gaya dapat
disejajarkan dengan istilah Inggris style.Gaya
mempunyai hubungan dengan bentuk luar dari suatu
karya seni. Gaya pertama kali dapat diamati lewat
perwujudan bentuknya. Perwujudan bentuk seni
itulah yang memunculkan gaya- gaya atau ciri khas
masing- masing seniman dengan seniman lainya.
Masing- masing jaranan yang ada di Kabupaten
Nganjuk mempunyai ciri pembawaan sendiri.
Gaya tersebut terlihat dari cara mereka
membawakan karakter sewaktu ada di pentas. Dalam
penelitian ini, akan megkaji bentuk gaya pertunjukan
Jaranan Pogogan. Gaya yang terdapat dalam
pertunjukan Jaranan Pogogan meliputi gaya gerak,
gaya busana, gaya tata rias, gaya iringan serta unsur
pendukung lainya. Selain memiliki gaya tersendiri,
seni pertunjukan tidak lepas dari kehidupan
masyarakat. Terdapat fungsi yang penting bagi
masyarakat itu sendiri. Menurut R.M Soedarsono
seni pertunjukan memiliki dua fungsi yaitu primer
dan sekunder, fungsi primer yaitu (a) sebagai ritual
yaitu seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana
upacara dan memohon kepada penguasa dunia yang
secara kasat mata. Seni pertunjukan ini biasanya
digunakan untuk memohon akan datangnya suatu
kemuliaan atau digunakan agar seseorang atau
sekelompok masyarakat dijauhkan dari bahaya (b)
sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya
berupa hiburan pribadi, yang dimaksud hiburan
pribadi menurut Soedarsono adalah bagaimana cara
seniman bisa melakukan interaksi dengan penikmat
seni sehingga menimbulkan komunikasi antar
keduanya supaya penikmat seni tersebut terlibat.
Dengan keterlibatan penikmat seni tersebut
menimbulkan rasa bangga, senang, dan merasa
pribadi mereka masing- masing juga terhibur (c) seni
pertunjukan sebagai penyajian estetis, merupakan
pertunjukan dengan penggarapan yang sangat serius,
fungsi sekundernya adalah (a) sebagai sarana
kebutuhan ekonomi, dimana para pelaku dan
seniman Jaranan Pogogan banyak yang sudah lanjut
usia. Pekerjaan mereka juga mayoritas sebagai
petani, peternak, dan pedagang. Pertunjukan
Jaranan Pogogan sedikit membantu perekonomian
para pelaku seni, dikarenakan kurangnya intensitas
masyarakat yang menanggap atau mengundang
Jaranan Pogogan pentas (b) sebagai saranan

komunikasi, karena dipertunjukan Jaranan Pogogan


ini tidak menampilkan adegan- adegan magis tetapi
banyak pesan yang disampaikan para pelaku seni
terhadap penikmat seni.
HASIL PEMBAHASAN
Jaranan Pogogan ini dirintis oleh (Alm.)
bapak Maridjo pada tahun 1956 yang bertempat
tinggal di Dusun Jimbir Desa Sugihwaras
Kecamatan
Prambon
Kabupaten
Nganjuk.
Perkumpulan atau paguyuban Jaranan Pogogan ini
diberi nama Teguh Rahayu yang memiliki arti
awet urip. Maksud dari nama tersebut agar
kesenian Jaranan Pogogan tetap hidup seiring
kemajuan jaman. Sebelum mendirikan Jaranan
Pogogan, beliau berprofesi sebagai pemain
kendhang (panjak) kesenian tayub, ludruk, ketoprak,
dan juga wayang kulit. Awal dari pengalaman beliau
sebagai pemain kendhang, sehingga tidak
mengalami
kesulitan
ketika
mendirikan
perkumpulan jaranan. (Alm.) bapak Maridjo
memiliki alat gamelan sendiri sehingga mudah untuk
membentuk grup kesenian Jaranan Pogogan. Pada
saat mendirikan Jaranan Pogogan (Alm.) bapak
Maridjo sengaja mengumpulkan karang taruna Desa
Sugihwaras untuk dilatih menjadi pemain Jaranan
Pogogan.
Jaranan Pogogan pada waktu itu kurang
lebih beranggotakan 23 orang, mereka merupakan
pemuda Dusun Jimbir dan Desa Sugihwaras yang
telah dilatih (Alm.) bapak Maridjo. Anggota
Jaranan Pogogan tersebut adalah (Alm.) Maridjo
(ketua), Sumiran Gedhe (dhalang), Suparno (sasra/
bambangan), Painem (pogog/ gareng), Sumiran
Pelog (penari putri), Sumiran Angkling (penari
putri), Suratin (ganongan), Klowor (kucingan),
Sukur alm. (petruk), Sudino, Sutaji, Tadjab,
Sumidjan, Kusdi, alm. Sapuan, alm. Untung, alm.
Kliwon (wayang), Sardju (kendang), Sitin
(timplung), Tendji (kenong), Suparno (srompet), alm.
Slamet (gong), Widji (kepyek).
Jaranan Pogogan ini memiliki ciri khas
dalam pertunjukannya. Jaranan Pogogan tidak lepas
dengan adegan- adegan yang lucu. Pogogan seperti
yang diungkapkan oleh (Alm.) bapak Maridjo
merupakan nama irah-irahan yang dikenakan oleh
salah seorang tokoh dengan sebutan pogog.
Pemberian nama kesenian ini hanya mengambil
nama salah satu tokoh, karena tokoh pogog sangat
menonjol dan dominan pada kesenian tersebut.
Pogog juga mengandung pengertian terpotong atau
tidak utuh. Arti tersebut dilihat dari polah tingkah
geraknya seperti kaku dan terpotong-potong
sehingga terkesan mogol, ndagel, dan lucu. Jadi
pada kesenian ini yang berperan sebagai pogog
diharapkan mampu memainkan geraknya menjadi

lucu dan piawai dalam melawak sehingga dapat


membuat penonton terhibur.
Penggunaan irah-irahan dan kelengkapan
busana yang lain pada tokoh pogog ternyata tidak
bertahan lama. Pada tahun 1975 irah-irahan pogog
sudah tidak dipakai lagi, hal ini disebabkan untuk
menyesuaikan dengan gerakan yang dilakukan agar
tidak terbebani oleh kelengkapan busana. (Alm.)
bapak Maridjo pada waktu itu mengganti dengan
topi bayi dan riasan seperti badut supaya terkesan
lebih lucu. (Alm.) bapak Maridjo meninggal dunia
pada tanggal 8 Juli 1979, kemudian kepemimpinan
Jaranan Pogogan dialihkan kepada sepupunya yaitu
bapak H.Moh. Suparno yang juga tinggal di Dusun
Jimbir Desa Sugihwaras.
Sejak tahun 1980 eksistensi Jaranan
Pogogan pelan- pelan sudah mulai menurun. Hal ini
disebabkan karena mayoritas seniman dalam kondisi
lanjut usia. Adanya pertunjukan Jaranan Pogogan
itupun pada saat acara tertentu. Jaranan Pogogan
merupakan pertunjukkan yang menggambarkan
prajurit penunggang kuda yang tengah beraksi di
atas kudanya. Ditarikan oleh empat penari laki-laki
seorang berperan sebagai senopati yang disebut
sasra, seorang sebagai tumenggung gecul dan lucu
yang disebut pogog, dua orang berperan sebagai
prajurit putri. Pada masa tersebut paguyuban
Jaranan Pogogan Teguh Rahayu selalu
menampilkan keseluruhan mulai adegan genjongan
(penari putri) yaitu tarian yang ditampilkan empat
penari laki-laki berdandan perempuan setelah itu
disusul dengan pogogan, kucingan, ganongan, dan
wayang wong. Wayang wong sendiri mengambil
cerita tentang mahabarata, ramayana, ande- ande
lumut atau permintaan pemilik hajat. Jaranan
Pogogan jarang terlihat tampil, hal ini disebabkan
banyak bermunculan kesenian jaranan yang modern
dan banyak diminati oleh kaum muda.
Peneliti mengidentifikasi gaya Jaranan
Pogogan mengacu pada teori yang dikemukakan
oleh Soedarso Sp bahwa, gaya mempunyai
hubungan dengan bentuk luar dari suatu karya seni.
Gaya pertama kali dapat diamati lewat perwujudan
bentuk. Perwujudan bentuk seni itulah yang
memunculkan gaya- gaya atau ciri khas masingmasing seniman dengan seniman lain. Maksud dari
ungkapan Soedarso Sp mengenai teori gaya pada
jaranan pogogan adalah, pertunjukan jaranan
pogogan memiliki identitas ciri khas tersendiri
supaya bisa dibedakan dengan pertunjukan jaranan
lain. Ciri- ciri pertunjukan tersebut meliputi struktur
pertunjukan, gerak yang digunakan jaranan
pogogan, busana, rias Jaranan Pogogan, serta
iringan dan tata pentas. Struktur pertunjukan
Jaranan Pogogan meliputi genjongan, pogogan,
kucingan, ganongan, dan wayang wong.
Genjongan pada pertunjukan Jaranan
Pogogan mempunyai arti yaitu penari putri. Tarian
ini ditampilkan oleh lima penari laki- laki yang
berdandan menyerupai perempuan. Pada awalnya

genjongan dilakukan oleh laki- laki saja, karena


kurangnya regenerasi genjongan bisa dimainkan
oleh
penari
perempuan.
Penari
tersebut
menggunakan kebaya lengkap dengan sampur dan
menggunakan sanggul. Pada awal pertunjukan lima
penari tersebut keluar menuju pentas satu persatu
dengan gerakan yang luwes. Gerakan pada
genjongan menggambarkan perempuan yang sudah
mulai beranjak dewasa sedang bersolek.
Pogogan adalah tokoh utama pada
pertunjukan Jaranan Pogogan. Pogogan ini
bercerita tentang senopati yang bernama sasra
sedang berkelana ditemani seorang tumenggung lucu
yang bernama pogog dan dua prajurit perempuan
dengan menunggang kuda. Senopati tersebut
digambarkan dengan tokoh menyerupai tokoh
gatotkaca, sedangkan tumenggung digambarkan
dengan karakter yang lucu, ceria, dan lincah. Sama
seperti adegan sebelumnya yaitu genjongan, tokoh
pogogan keluar ke pentas satu persatu dengan
menunggang kuda- kudaan.
Pada adegan ketiga terdapat tokoh kucingan.
Kucingan tersebut keluar ke pentas dan
menampilkan gerakan- gerakan merangkak seperti
kucing. Pada karakter ini mempunyai ciri khas yang
gesit, lincah dan akrobatik. Pada tokoh kucingan
dalam pertunjukan Jaranan Pogogan ini tidak
menggunakan adegan trance dan ritual khusus. Hal
ini dimaksudkan supaya ciri khas Jaranan Pogogan
tetap terjaga dan tidak menggunakan ritual magis.
Gerak tari pada kucingan tetap menggambarkan
karakter yang akrobatik tanpa melepas properti
kucingan tersebut.
Adegan ke empat pada pertunjukan Jaranan
Pogogan adalah tokoh ganongan. Ganongan diambil
dari kata pujangga anom. Tidak berbeda dengan
struktur penyajian jaranan pada umumnya, pada
Jaranan Pogogan tetap menggunakan tokoh
ganongan. Terdapat perbedaan dari segi busana,
properti, dan gerak antara Jaranan Pogogan dengan
jaranan lainya. Dari segi busana yang digunakan
Jaranan Pogogan hanya memakai kaos lurik, dan
celana panji lengkap dengan rapek. Tokoh ganongan
juga melengkapi dengan busana tambahan seperti
sepatu sepak bola atau busana unik lainya. Jaranan
Pogogan memang menggunakan identitas sendiri
supaya mudah dikenali oleh masyarakat. Topeng
ganongan juga menggunakan topeng yang sederhana
tidak seperti ganongan dalam pertunjukan jaranan
pada umumnya.
Pada adegan terakhir atau adegan ke lima,
Jaranan Pogogan menampilkan pethilan wayang
wong dengan tema yang sudah ditentukan. Cerita
yang digunakan bisa diambil dari mahabharata,
ramayana, tergantung permintaan pemilik hajat.
Pada gambar diatas cerita Jaranan Pogogan
mengambil lakon Semar mantu. Lakon ini diambil
karena bertepatan dengan pemilik sekaligus
narasumber yang baru saja menggelar pesta
pernikahan putranya. Busana yang digunakan

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

disesuaikan dengan karakter masing- masing. Pada


saat adegan berlangsung diawal cerita memang
terlihat sedikit tegang karena belum ada dialog yang
menghibur. Setelah tokoh semar tampil ke pentas
disitulah dimulai dialog- dialog yang menghibur.
Gerak merupakan unsur pokok yang paling
besar peranannya dalam seni tari. Dengan gerak
terjadinya perubahan tempat, peubahan posisi dan
benda, tubuh penari atau sebagian tubuh. Dalam
ragam gerak dibawah ini dapat dilihat beberapa gaya
yang menjadi ciri khas Jaranan Pogogan. Selain
ragam gerak Jaranan Pogogan gerak dibagi menjadi
2 yaitu gerak murni dan gerak maknawi. Pada
pertunjukan Jaranan Pogogan menggunakan 2
unsur gerak tersebut yang sudah dikaji peneliti pada
tabel dibawah ini.
Gerak murni merupakan gerak yang masih
wantah atau belum ada pengolahan gerakan tubuh
sehingga belum menciptakan keindahan. Gerak
murni yang terdapat pada Jaranan Pogogan
dilakukan pada saat akhir pertunjukan tari. Gerak
murni bebas dilakukan penari Jaranan Pogogan saat
akan melakukan percakapan dan melakukan
lawakan. Penari Jaranan Pogogan melakukan gerak
murni dengan motif yang berbeda- beda, ada yang
berjalan menuju penonton, berputar, menggelengkan
kepala dan menggoyangkan pinggang. Kebebasan
dalam bergerak ini karena tidak adanya gerakan
pakem dan terstruktur saat akan melakukan lawakan.
Gerak murni tanpa pakem ini yang paling banyak
digunakan oleh seniman Jaranan Pogogan
mengingat kurang adanya regenerasi dan pelatihan
khusus untuk penari, gerakan inti digunakan pada
saat awal pementasan setiap karakter.
Gerak maknawi merupakan gerak yang sudah
diolah dan menghasilkan keindahan gerak, gerak
tersebut
bisa
menimbulkan
makna
atau
penggambaran suasana hati melalui ekplorasi
gerakan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Jaranan Pogogan menggunakan gerak maknawi
pada awal pertunjukan seperti adegan pertama
genjongan, pogog, klono, dan barongan. Gerakan
tersebut tidak utuh dilakukan karena pada
pertengahan adegan penari berinteraksi dengan
penonton. Pada saat adegan pertama yaitu
genjongan masih menggunakan gerak maknawi
seperti tari gambyong pada umumnya, disusul
dengan adegan kedua pogog, klono, dan barongan.
Gerakan tersebut berfungsi sebagai penguat karakter
dan jalan cerita yang terdapat pada Jaranan
Pogogan.
Gaya gerak Jaranan Pogogan tersebut
tentunya sangat berbeda dengan gerakan jaranan
yang ada di Kabupaten Nganjuk. Perbedaan tersebut
terlihat dari gerakan tangan, ogek lambung, dan cara
menunggang kuda. Jaranan pada umumnya di
Kabupaten Nganjuk tidak memiliki gerakan

terstruktur. Gerakan tersebut hanya menunggang


kuda, memainkan cambuk dan trance atau ndadi.
Tidak ada gerakan seperti Jaranan Pogogan yang
memiliki ciri khas gerak ukel sampur, ogek
lambung, seblak sampur dan masih banyak lagi.
Gerak ukel sampur pada Jaranan Pogogan tangan
kiri atau diputar kedalam sambil jari menjepit
sampur. Gerak ogek lambung Jaranan Pogogan
meletakan kedua tangan dipinggang dengan posisi
jari ngithing, setelah itu bagian perut atas digerakgerakan kekanan dan kiri.
Sedangkan seblak sampur yaitu kedua tangan
memegang sampur dan dilemparkan ke kanan dan
kiri secara bersamaan. Gerak Jaranan Pogogan
mulai dari awal sampai akhir menggambarkan
karakter mereka masing- masing. Saat menunggang
kuda penari pogogan menggunakan gerak ciri khas
yaitu tangan kanan memegang kuda dan sampur di
kaitkan tangan kiri. Pada saat narasi dibacakan dan
alunan musik slompret dibunyikan, tokoh pogogan
keluar satu persatu ke pentas. Pada awalnya mereka
melakukan gerakan lembehan dan dilanjutkan
gerakan menunggang kuda.
Perbedaan gerak Jaranan Pogogan dengan
jaranan lain terdapat pada gaya geraknya. Pogogan
menggunakan gaya gerak yang terlihat humoris dan
menghibur, karena tidak semua tokoh pogogan
melakukan latihan supaya gerakan tersebut sama.
Ada beberapa gerakan yang masih pada pakemnya,
selain itu para penari pogogan menggunakan
gerakan bebas atau disebut gerak murni. Gerakan
penari pogogan yang tidak terstruktur, sebisa
mungkin dapat mengibur masyarkat yang melihat
sehingga menimbulkan reaksi dan interaksi
penonton untuk ikut berapresiasi.
Busana adalah pakaian penunjang dalam
pementasan Jaranan Pogogan. Adanya dukungan
dari busana, akan memperindah suatu karakter yang
dimainkan. Berikut ini adalah gaya busana yang
digunakan pada tokoh pogogan :
a. Pogog :
Pogog merupakan tokoh utama
dalam peruntunjukan. Busana yang digunakan pada
tokoh pogog memiliki gaya tersendiri sebagai
pembeda dengan tokoh lainya. Dalam cerita
Jaranan Pogogan, tokoh pogog adalah seorang
tumenggung. Tumenggung tersebut tidak memakai
atribut seperti yang ada di kerajaan. Busana
sederhana ini yang menjadi ciri khas Jaranan
Pogogan. Berhubung dengan nama pogog yang juga
memiliki arti mahKota, maka tokoh pogog
menggunakan kupluk sebagai pengganti mahKota
tersebut. Penggunaan kupluk sebagai pengganti
mahkota, karena terbatasnya properti pendukung
pada Jaranan Pogogan. Tokoh pogog tetap memakai
properti kuda kepang yang ditalikan pada pundak.
Gaya busana pogog yang sederhana terdiri dari :

1.
2.
3.

4.

Kupluk penutup kepala


sebagai pengganti mahkota
Rompi, baju yang tidak
berlengan
dan
tidak
berkancing
Celana Panji, celana yang
panjangnya setinggi lutut
dan
bagian
ujungnya
terdapat
hiasan
payet
( manik- manik berbentuk
bunga)
Sabuk,terbuat dari kain
berwarna hitam polos yang
diikatkan dipinggang.

3.

b.

Sasra :
Sasra dalam pertunjukan Jaranan Pogogan
merupakan seorang senopati yang ditemani oleh
seorang tumenggung yaitu pogog. Busana sasra
sangat berbanding terbalik dengan gaya busana
pogog. Sasra menggunakan busana cenderung
seperti tokoh gatotkaca. Dalam tokoh sasra tidak ada
maksud tertentu menggunakan busana seperti
gatotkaca, hal ini digunakan sebagai ciri khas
tersendiri saja. Menggunakan busana seperti tokoh
gatotkaca, sasra tetap membawa properti kuda
kepang. Busana sasra memang sedikit rumit dan
banyak dibandingkan busana tokoh pogog. Busana
sasra terdiri dari :
1. Kuluk,
penutu
p
kepala
seperti
yang
dikena
kan
oleh
tokoh
gatotka
ca,
dibuat
dari
kulit
yang
ditatah
dan
disung
ging
dengan
polesan
warna.
2. Sumpin
g,hiasa
n
telinga
yang
terbuat
dari
kulit
dan

4.

5.

ditatah
lengka
p
dengan
polesan
warna.
Kalung
Ulur,
kalung
dari
rantai
kuning
an/tem
baga
yang
disepuh
berwar
na
kuning
emas,y
ang
panjan
gnya
sampai
di
bawah
pingga
ng lalu
ujungn
ya
dikaitk
an pada
sabuk.
Prabha,
hiasan
punggu
ng
berbent
uk
segitiga
seperti
sayap
terbuat
dari
kulit
yang
ditatah
dan
disung
ging
(model
surakar
ta).
Klat
bahu,
seperti
gelang
terbuat
dari
kulit

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

6.

7.

8.

9.

ditatah
dengan
motif
seperti
kepala
naga
dipasan
g pada
lengan
atas.
Gelang,
terbuat
dari
kain
hitam
beludru
yang
dipasan
g
hiasan
mote.
Stagen
cindhe,
lebar
15 cm
dan
panjan
g 5 m
yang
dililitka
n pada
perut
sebagai
pengik
at kain
panjan
g.
Epek
timang,
sabuk
yang
terbuat
dari
kain
beludru
hitam
yang
dipasan
g
hiasan
mote
dipake
setelah
stagen
cindhe.
Boro
Samir,

kain
berwar
na
hitam
yang
dihiasi
dengan
mote
dan
dipasan
g pada
paha
kiri
kanan
dan
berjunt
ai
ke
bawah.
10. Keris,
pusaka
jawa
yang
diselip
kan di
badan
bagian
belakan
g
bersam
a
kerang
kanya
berbent
uk
ladrang
an.
11. Kain
panjan
g/ jarit,
kain
batik
bermoti
f
parang
sebagai
bebet
pendek
yang
diwiru.
12. Celana
Panji,
celana
yang
panjan
gnya
setingg
i lutut

bagian
bawah
dan
ujungn
ya
dihiasi
dengan
mote.
13. Sampur
, kain
polos
transpa
ran
dengan
lebar
45 cm
panjan
g 3cm
sebagai
keleng
kapan
busana
dan
propert
y
dalam
menari.

6.

Gelang, terbuat dari kuningan dipakai


prajurit
putri
untuk
memberi
keindahan.
Tata rias sangat penting hubunganya dengan
suatu pementasan, karena dengan adanya tata rias,
dapat membedakan karakter masing- masing tokoh.
Tata rias juga tidak lepas kaitannya dengan tata busana
karena keduanya sangat berpengaruh dalam
pementasan. Dalam pertunjukan Jaranan Pogogan
rias yang digunakan adalah rias karakter dan rias
cantik. Rias karakter tersebut dipakai pada tokoh
pogog, semar, dan tokoh yang memainkan karakter
lucu. Sedangkan rias cantik digunakan pada tokoh
penari putri, prajurit putri. Rias garang dan brangasan
digunakan pada tokoh wayang wong.
Rias yang digunakan pogog adalah rias gecul
(lucu), pada bagian bibir digambar dibentuk lebar,
begitu juga mata dan kumisnya dibentuk tidak
sewajarnya. Rias gecul dapat menarik perhatian para
penonoton, karena bentuk wajahnya yang unik dan
menghibur. Bahan rias yang digunakan adalah body
painting khusus dan dibeli ditoko kosmetik. Body
painting tersebut memang khusus untuk melukis
bagian tubuh sehingga aman digunakan. Jaranan
Pogogan dahulunya menggunakan rias wajah dengan
bahan pembuat cat. Semakin lama dapat menimbulkan
iritasi pada kulit dan diganti dengan bahan yang lebih
aman.
Pada karakter tokoh sasra menggunakan
busana menyerupai gatotkaca. Rias yang digunakan
adalah rias alusan. Maksud dari rias alusan disini
adalah tidak garang ataupun terlihat brangasan. Rias
wajah pada tokoh sasra memang sengaja tidak diberi
aksen kumis dan alis yang tebal, karena tokoh sasra
masuk kedalam adegan utama yang lucu. Walaupun
tokoh sasra mempunyai ciri khas yang berbeda
karena menggunakan atribut pewayangan.
Pada saat Jaranan Pogogan ini berdiri
sampai pada kisaran tahun 1980 rias prajurit putri
menggunakan rias tokoh Srikandhi dan Larasati.
Tetapi pada perkembangan berikutnya menggunakan
rias cantik, karena dipengaruhi adanya kesenian
ludruk. Prajurit putri memakai riasan cantik
sederhana seperti riasan sinden. Hiasan rambut yang
digunakan pada tokoh prajurit putri tidak
memerlukan pernak- pernik yang berlebihan. Hanya
menggunakan bunga diselipkan di sanggul mereka.
Sanggul parjurit putri juga tidak terlalu tertata rapi,
karena menyesuaikan dengan keterampilan mereka
masing- masing. Pada pertunjukan jaranan lain,
tidak ada laki- laki yang berperan sebagai penari
perempuan. Mereka membawakan peran yang
mempunyai sifat garang, dan brangasan.
Bentuk dan gaya musik yang digunakan
dalam pertunjukan Jaranan Pogogan merupakan
ansambel musik yang terdiri dari : kendhang gedhe,
thimplung/ ketipung, gong, kenong laras pelog/
slendro, slompret, kepyek. Para pemain musik
Jaranan Pogogan rata- rata berusia sekitar 40

c.

Prajurit Putri :
Pada awalnya prajurit putri menggunakan
irah-irahan beserta sumping (seperti tokoh wayang
wong Srikandhi dan Larasati) akan tetapi pada
perkembangan selanjutnya dengan keterbatasan
busana dan adanya pengaruh dari busana tandak
ludruk maka busana yang dikenakan prajurit putri
pada Jaranan Pogogan sangat sederhana. Tidak jauh
dengan pogog dan sasra prajurit putri juga memakai
properti kuda kepang. Berikut ini adalah busana
yang digunakan pada oleh prajurit putri :
1. Sanggul atau rambut palsu yang
digunakan untuk merapikan rambut
bagian belakang.
2. Kebaya polos tradisional. Kebaya
yang digunakan prajurit putri adalah
kebaya yang tidak terlalu banyak
menggunakan hiasan maupun payet.
Hal ini bertujuan untuk tetap
mempertahankan keaslian kesenian
Jaranan Pogogan dan tidak termakan
oleh modernisasi.
3. Kain sewek atau jarit, digunakan
sebagai penutup bagian bawah akan
tetapi tidak terlalu ketat supaya
prajurit putri bisa menggunakan
properti kuda kepang.
4. Suweng, biasa disebut anting
digunakan untuk menghiasi telinga.
5. Kalung, untuk memberi keindahan
meskipun karakter yang dibawakan
adalah seorang prajurit putri.

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

sampai 50 tahun. Hal ini disebabkan karena


kurangnya minat kawula muda dalam berksenian.
Musik Jaranan Pogogan selain berfungsi sebagai
iringan pada saat pertunjukan, akan tetapi berfungsi
juga untuk memberi dinamika. Dinamika yang
dimaksud adalah adanya kekontrasan sehingga
efektivitas dan kualitas dari segala aspek
pemyajianya terjangkau.
Iringan yang digunakan dalam pertunjukan
Jaranan Pogogan adalah sebagai berikut
a. Kendhang
dengan
ukuran
panjang
90
cm,
bagian
bem (besar)
dengan garis
tengah 40 cm,
bagian
kempyang
(atas) dengan
garis tengah
25
cm.
Terbuat dari
bahan kayu
nangka dan
kulit
sapi
serta
jejet
(tali) kawat.
b. Thimplung
merupakan
miniatur dari
kendhang
karena
bentuknya
sama dengan
kendhang
hanya
saja
beda ukuran
yaitu panjang
40 cm, lebar
bem (bawah)
20
cm,dan
bagian
kempyang
(atas)
15
cm,serta
dengan jejet
(tali) kawat
menggunakan
kulit
sapi,
yang
membedakan
lagi
cara
memainkanny
a
dipukul

c.

d.

e.

i.
ii.

iii.

iv.

dengan
menggunakan
sebatang kayu
kecil dengan
ujungnya
diberi ikatan
karet
agar
suaranya
tidak keras.
Kenong
terbuat dari
bahan
besi
yang
bagianatasnya
/pencon
terbuat dari
kuningan
dengan lebar
ukuran garis
tengah 25 cm
dan tinggi 10
cm. Kenong
yang dipakai
tidak
jauh
berbeda
dengan
gamelan pada
umumnya.
Gong terbuat
dari
bahan
besi dengan
pencon bahan
besi
pula
dengan
ukuran lebar
garis tengah
60 cm dan
tinggi 20 cm.
Sompret
terdiri dari 5
bagian yaitu :

Kepikan sebagai sumber bunyi terbuat


dari blarak (daun kelapa kering) pada
bagian yang ditiup.
Brengosan yang terbuat dari tempurung
kelapa berfungsi sebagai penahan udara
yang keluar dari mulut agar terpusat pada
kepikan.
Cangak (leher sompret) terbuat dari kayu
yang bagian dalamnya berlubang
berfungsi mengantarkan udara dari
kepikan.
Awak sompret (tubuh) terbuat dari
bambu,pada bagian ini sangat vital
karena berfungsi sebagai pembentuk
nada terdiri dari 6 lubang dengan nada
pelog

f.

Kepyek
terbuat dari
lempengan
besi dengan
ukura 15 X 10
cm berjumlah
dua
bilah
berfungsi
untuk
memberikan
aksentuasi/tek
anan
pada
gerakan.

keprungu
sambate
bojoku ora
mentolo,
dak
kongkon
menyang
panggonan
sing
dinggo
mrikso.
Nolahnoleh
mantrine
tetep ora
ana,
ora
sabar
bojoku tak
suntik
dhewe.
Wah kok
bedo karo
nek
sing
nyuntik
mantri.
(wah, kemarin saya bawa ke Puskesmas.
Nasib lagi tidak mujur, mantrinya tidak
ada. Mendengar istri kesakitan saya tidak
tega, saya suruh tidur di tempat untuk
memeriksa. Di tunggu-tunggu mantrinya
tetap tidak ada, akhirnya saya tidak sabar
istri saya, saya suntik sendiri. Wah kok
berbeda dengan kalau di suntik mantri ).
g. Sosro
:
Bedane
nggon
ngendi
( Bedanya di mana ? )
h. Pogog
:
Nek sing
nyuntik
mantri sak
kala
mbentol.
Bareng
sing
nyuntik
aku dhewe,
telung sasi
lagi
mbentol.
(Kalau yang nyuntik mantri, langsung
bengkak. Sedangkan yang menyuntik
saya sendiri, tiga bulan lagi baru
bengkak ).
Dari contoh cuplikan dialog pada kesenian
Jaranan Pogogan tersebut rasanya tidak patut apabila
didengar oleh anak-anak, karena dalam percakapannya
ada kata-kata yang kurang berkenan walaupun tidak
seluruhnya, ada bagian yang hanya dapat dicerna oleh

Berikut ini adalah beberapa percakapan atau


dialog yang dilakukan disela-sela menari pogog. Ini
bercerita tentang 2 penari putri sebagai istri pogog dan
sasra, namun istri pogog lupa akan kewajibanya sebagai
istri :
a. Pogog : Mesthine yen wis dadi keluarga/
bojo kudu ngerti, nek wis bojone mulai
kaku ndang toto-toto di siapne piye carane.
(mestinya sebagai istri harus tahu, kalau
suami mulai kram/sakit maka segera
mengambil tindakan)
b. Putri 1 : Lha aku yo wedi lo mas, la sing
kaku sak kojur jare.
(Saya takut mas, yang kaku itu
seluruhnya).
c. Putri 2 : Aku yo melok wedi, mosok kaku
kok koyok ayam panggang.
(Saya juga takut, masa kaku kayak ayam
panggang)
d. Pogog :
Mangkane kok di endhengendheng, apa arep di endum ?
(Makannya kok di buat rebutan, apa mau di
bagi ?)
e. Sosro
:
Piye mas
Pogog
kabare
kesehatane
bojomu,
apa
wis
sehat
temen ?
(Bagaimana mas Pogog kabarnya
kesehatan istri mas apa sudah sehat
betul ?)
f. Pogog
:
Wah, dhek
wingi tak
gowo
menyang
puskesmas.
Apese
awak,
mantrine
ora
ana.
Bareng

10

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

orang dewasa/ sudah berkeluarga, sehingga kurang


pada tempatnya apabila di dengar oleh anak-anak.
Harus adanya pendampingan orang tua terhadap anak
supaya tidak mudah ditiru.
Dari masing- masing iringan yang sudah
dijelaskan oleh peneliti, Jaranan Pogogan memiliki
gaya tersendiri dalam perunjukannya. Mulai dari
pembukaan, awal adegan sampai selesai iringan
slompret terus dibunyikan sesuai dengan tembang
yang dibawakan. Satu tembang tersebut dibawakan
secara utuh sebagai melody utama iringan Jaranan
Pogogan. Jarang sekali seniman jaranan yang
membunyikan slompret utuh satu tembang atau satu
lagu. Dari sini merupakan ciri khas iringan Jaranan
Pogogan yang tidak bisa tergantikan.
Pentas yang digunakan pada pertunjukkan
Jaranan Pogogan lebih cenderung pada pentas arena
yaitu di pelataran pemilik hajat atau di tempat lapang.
Jaranan
Pogogan
memang
sengaja
tidak
menggunakan panggung bertigkat. Tujuan tidak
menggunakan panggung bertingkat supaya terjalin
komunikasi dan kedekatan antara pelaku seni dan
penikmat seni. Jaranan Pogogan menyampaikan
pesan- pesan dan nasihat terhadap penikmat seni
maupun pelaku seni lainya,
Maka dari itu pementasan Jaranan Pogogan
dibuat sederhana tanpa menggunakan panggung
bertingkat. Iringan Jaranan Pogogan juga diletakkan di
pelataran tepatnya dibelakang para pemain Jaranan
Pogogan. Gaya tata panggung yang dimiliki Jaranan
Pogogan tersusun sesuai pola. Susunan tersebut
dimaksudkan memberi estitika keindahan pada
pertunjukan Jaranan Pogogan yang masih bertahan
sampai saat ini. Penataan iringan Jaranan Pogogan
juga tidak sembarangan diletakan, namun tetap pada
konsep yang sudah ada sejak tahun 1956. Penataan
panggung seperti ini merupakan ciri khas dan menjadi
identitas sendiri pada perunjukan Jaranan Pogogan.
Waktu
pementasan
Jaranan
Pogogan
berlangsung pada saat hajatan khitanan, pernikahan,
peringatan bersih Desa atau nyadran. Pementasan
Jaranan Pogogan tidak lepas dari kondisi Desa. Seperti
pada saat Desa Sugihwaras sedang mendapatkan
limpahan panen, masyarakat mengadakan iuran desa
untuk menampilkan kesenian Jaranan Pogogan. Tidak
dalam lingkungan Desa Sugihwaras saja yang
menampilkan kesenian Jaranan Pogogan. Dari Desa lain
seperti Desa Betet, Desa Kampungbaru juga mengadakan
pementasan Jaranan Pogogan pada saat panen untuk
kalangan masyarakatnya.
Pementasan biasanya dilakukan pada siang hari
atau malam hari. Kebanyakan pementasan Jaranan
Pogogan dilakukan pada siang hari. Apabila
pementasan dilakukan pada malam hari, maka akhir
pertunjukan akan selesai pada larut malam. Pada siang
hari pementasan Jaranan Pogogan diadakan pada hari
minggu, hal ini dikarenakan bertepatan dengan hari

libur masyarakat. Setiap adegan dibatasi waktu tampil 1


jam. Pada tokoh pogogan penampilan kurang lebih 1
jam, karena disela- sela adegan terdapat lawakan yang
melibatkan masyarakat penikmat seni. Pementasan
Jaranan Pogogan di siang hari dimulai pukul 11.00
17.00 WIB. Apabila pementasan Jaranan Pogogan
tidak menggunakan adegan tambahan seperti wayang
orang, pertunjukan tersebut dapat selesai pukul 15.30
WIB.
Fungsi seni menurut R.M. Soedarsono bahwa
fungsi seni pertunjukan dapat dikelompokan menjadi 2
yaitu : fungsi primer dan fungsi sekunder. Secara garis
besar fungsi primer dikelompokan menjadi tiga yaitu ;
a). Sebagai sarana ritual, b). Sebagai sarana hiburan c).
Sebagai sarana presentasi estetis, sedangkan fungsi
sekundernya adalah a). Sebagai sarana kebutuhan
ekonomi, b). Sebagai sarana komunikasi. Pada
pertunjukan Jaranan Pogogan tidak lepas dari
kepentingan yang bersangkutan yaitu pendukung
kesenian tersebut yaitu masyarakat Desa Jimbir Desa
Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk,
maka dapat dikatakan bahwa seni memiliki peran
penting dalam kehidupan masyarakat bagi secara
individu atau kelompok.
Berdasarkan fungsi Jaranan Pogogan yang
bersifat kerayatan memiliki fungsi yang sangat
kompleks. Pertunjukan Jaranan Pogogan memiliki
fungsi primer antara lain seperti yang diungkapkan
pada Soedarsono yaitu sebagai berikut (1) Setiap
karya seni yang diciptakan oleh seniman pada
umumnya disajikan untuk masyarakat, begitu juga
Jaranan Pogogan masyarakat dapat melihat,
menikmati, dan melakukan apresiasi karya seni itu.
Sehingga pertunjukan tersebut dapat terpengaruh dan
juga mendapat kesenangan tersendiri. Jaranan
Pogogan menjadi salah satu hiburan masyarakat
Dusun Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon
Kabupaten Nganjuk.
Hiburan tersebut sudah memikat hati
masyarakat khususnya Dusun Jimbir pada jaman
kejayaannya. Hal ini terbukti dari antusisas
masyarakat yang tertarik dengan adegan yang
ditampilan Jaranan Pogogan sehingga membuat
penonton terhibur dengan lawakannya. Pada saat
pertunjukan berlangsung, Jaranan Pogogan mulai
mengeluarkan adegan lucu atau lawakan dengan
menggunakan bahasa jawa kasar maupun halus.
Bahasa halus (krama alus) dipergunakan saat
pemain Jaranan Pogogan menyampaikan pesan
kepada masyarakat, sedangkan bahasa kasar (ngoko)
digunakan pemain Jaranan Pogogan untuk saling
berkomunikasi dengan lawan mainya pada saat
saling mengejek.
Sarana hiburan disini juga melibatkan
penonton untuk berdialog dan mengajak penonton
untuk terlibat dengan pemain Jaranan Pogogan, hal
ini sengaja dilakukan untuk menarik perhatian

11

penonton dan memunculkan interaksi antara


seniman dan penikmat seni. Dengan adanya adegan
yang melibatkan penikmat seni kedalam lingkungan
pertunjukan tersebut, maka dalam diri mereka
masing- masing timbul rasa terhibur.
Dengan adanya Jaranan Pogogan yang
mayoritas pemainya berusia lanjut ini membantu
sekali untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Walaupun pendapatanya tidak seberapa, namun itu
membantu bagi mereka apalagi kebanyakan dari
mereka tidak memikirkan berapa penghasilan sekali
melakukan pertunjukan, akan tetapi kepuasan batin
dalam melestarikan budaya Jaranan Pogogan.
Jaranan Pogogan memang memiliki target harga
lebih mahal dibandingkan jaranan pada umumnya.
Upaya ini dilakukan pemilik Jaranan Pogogan
untuk menghargai dan membantu perekonomian
para seniman Jaranan Pogogan yang masih
bertahan dengan usia yang sudah lanjut.
Pada jaman sekarang ini kemajuan alat
komunikasi semakin canggih, yang dahulu hanya
berasal dari surat menyurat, lalu muncul telefon
rumah, dan tidak lama lagi muncul handphone
disertai media sosial yang semakin mudah
digunakan untuk mendapatkan info secara cepat.
Namun berbeda dengan Jaranan Pogogan yang
masih menggunkaan komunikasi dengan cara
tradisional yaitu menyampaikan pesan- pesan sosial
supaya bisa didengarkan oleh penonton yang melihat
pertunjukan tersebut. Karena ciri khas dari Jaranan
Pogogan adalah ndagel didalam dagelan terdebut
dimasukan pesan yang bermanfaat bagi masyarakat
sekitar.

Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk. Hiburan


tersebut sudah memikat hati masyarakat khususnya
Dusun Jimbir pada jaman kejayaannya.
Sarana hiburan yang dimaksud melibatkan
penonton untuk berdialog dan mengajak penonton
untuk terlibat dengan pemain Jaranan Pogogan, hal
ini sengaja dilakukan untuk menarik perhatian
penonton dan memunculkan interaksi antara
seniman dan penikmat seni. Dengan adanya adegan
yang melibatkan penikmat seni kedalam lingkungan
pertunjukan tersebut, maka dalam diri mereka
masing- masing timbul rasa terhibur. Sedangkan
fungsi sekundernya sangat menunjang sekali
perekonomian pihak yang terlibat dalam pertunjukan
Jaranan Pogogan tersebut. Dapat menjadi inspirasi
generasi penerus yang mencintai seni terutama
menambah banyak pembelajaran dalam penguasaan
seni, seperti pemain Jaranan Pogogan yang
mempunyai jiwa multitalen.
SARAN
1) Paguyuban Jaranan Pogogan yang ada di
Dusun Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan
Prambon Kabupaten Nganjuk harus
diperkenalkan kembali melalui selaku
pemilik Jaranan Pogogan kepada karang
taruna dan pemuda di Dusun Jimbir supaya
tercipta kembali bibit penerus seniman yang
mempunyai nilai jual tinggi.
2) Dinas pariwisata Kabupaten Nganjuk
mampu mengangkat kembali eksistensi
Jaranan Pogogan supaya lebih dikenal lagi
oleh masyarakat luas. Karena pada dasarnya
Kesenian mengandung banyak nilai- nilai
yang mampu merubah pola fikir masyarakat
agar lebih baik lagi.
3) Melalui kepustakaan diharapkan dapat
dijadikan
referensi
tambahan
untuk
melengkapi materi tentang Jaranan
Pogogan. Semoga juga dapat dijadikan
rujukan
dalam
pengembangan
dan
pelestarian yang selanjutnya sebagai
kekayaan seni tradisi asli yang ada di
Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.

KESIMPULAN
Dalam melakukan penelitian ini peneliti
menggunakan sumber yang bersangkutan langsung
dengan objek penelitian, maka dari itu penelitian ini
sangat relevan dalam mendapatkan hasil penelitian.
Jaranan Pogogan yang lahir pada tahun 1956 di
Dusun Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon
kabuparen Nganjuk mempunyai bentuk gaya dalam
pertunjukannya. Bentuk gaya tersebut mulai dari
gerak, busana, tata rias, iringan dan tata panggung
yang memiliki perbedaan dengan kesenian jaranan
di Kabupaten Nganjuk. Gaya tersebut memberi
identitas yang berbeda dengan jaranan pada
umumnya, karena terdapat tokoh- tokoh yang
tergabung dalam satu pertunjukan.
Fungsi Jaranan Pogogan itu sendiri sudah
banyak perubahan mulai dari sarana ritual sampai
menjadi hiburan masyarakat. Lebih jelas lagi
Jaranan Pogogan mempunyai 2 fungsi yaitu fungsi
primer dan sekunder. Fungsi primer biasanya lebih
cenderung kepada bentuk pertunjukan bagi
masyarakat, apakah pertunjukan tersebut menghibur
atau hanya diperbolehkan untuk acara tertentu saja.
Jaranan Pogogan menjadi salah satu hiburan
masyarakat Dusun Jimbir Desa Sugihwaras

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Kasim.2006.Mengenal
Teater
Tradisional di Indonesia. (Jakarta : Dewan Kesenian
Jakarta)
Bastomi,Suwaji,1992.Wawasan
Seni.
( Semarang : IKIP Semarang)
Budiarti. Suryati Pesinden Banyumas.
(Surakarta: ISI Press, 2014)
Djoko Surjo, R.M Soedarsono, Djoko
Soekiman, 1985. Gaya Hidup Masyarakat di
Pedesaan : Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan

12

GAYA DAN FUNGSI JARANAN POGOGAN DI DUSUN JIMBIR DESA SUGIHWARAS


KECAMATAN PRAMBON KABUPATEN NGANJUK

Budaya, ( Yogyakarta : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan,

Direktorat

Jenderal

Suanda,

Kebudayaan,

Komunal.

(Jl.Sawahlunto 65, Jakarta 12970)

Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan

Sugiyono,

Nusantara),

2005.

Memahami

Penelitian

Kualitatif (Bandung : CV Alfabeta)

Karoso,Subianto.1993.Musik

Tari.
Suharsimi

(Surabaya : University Press IKIP)

Sugiyono,

2006.Metode

Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung :


Alfabeta)
Sp, Soedarsono. Trilogi Seni, Penciptaan
Eksistensi dan Kegunaan Seni. ( Yogyakarta: BP ISI

(Penerbit : ITB)

Yogyakarta, 2006)

Soedarsono.2002.Seni Pertunjukan di Era


Globalisasi, (Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud)
Soemaryono.2007.Jejak Problematika Seni
kita

Arikunto,1991.Prosedur

Penelitian.(Jakarta : Rineka Cipta)

Murgianto,Sal.1993.Koreografi Pengetahuan
Dasar Komposisi Tari. Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan
K. Jakarta
Pigeaud,
Th.G.
1938.
Javaanse
Volksvertoningen, Batavia : Volkslectuur.
Sumardjo,Jakob.2000.Filsafat Seni.Bandung.

Pertunjukan

Endo.2006.Tari

(Yogyakarta

Prasista,

Smith,Jacqueline.1985.Komposisi
Tari,Yogyakarta : Ikalasti Yogyakarta

Jl.

Tim Pelaksana Penelitian dan Pencatatan


Kebudayaan Daerah Jawa Timur, Ensiklopedi Seni
Musik dan Seni Tari Daerah ( Surabaya : Dinas P
dan K Daerah Propinsi Jawa Timur, 1996/1997)

Jomboran 303 A Sidoarum)


Sedyawati, Edi. 1981.Pertumbuhan Seni
Perunjukan, (Jakarta : Sinar Harapan)

Tim Penyusun. 2005.Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta. Hal. 322
Tim redaksi. Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua. (Jakarta : Balai Pustaka, 1989)

Smith,Jacqueline.1985.Komposisi
Tari,Yogyakarta : Ikalasti Yogyakarta
Smith,Jacqueline.1985.Komposisi
Tari,Yogyakarta : Ikalasti Yogyakarta

Wawancara dengan Bapak Eko Kadiono di


Dusun Jimbir Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon
Kabupaten Nganjuk pada tanggal 16 April 2016

Soetedjo.Tebok,1983.Diktat Komposisi Tari.


Akademi Seni Tari Indonesia. Yogyakarta
Soedarsono,R.M.2002.Seni

Pertunjukan

Indonesia di Era Globalisasi.Yogyakarta: Gajah


Mada Press

13

You might also like