52 102 1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22

Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

KAJIAN PERBEDAAN PREVALENSI BALITA KURUS DAN PENDEK MENURUT STANDAR


WHO 2005 DIBANDING NCHS: Analisis Data SKRT 2004
Sandjaja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Depkes RI
ABSTRACT
THE DIFFERENCE IN THE PREVALENCE OF WASTING AND STUNTING IN CHLIDREN AGE
0-59 MONTHS BY USING NCHS AND NEW WHO ANTHROPOMETRIC STANDARD:
Re-analysis of Indonesian Household Health Survey 2004
WHO introduced new Child Growth Standard for children 0 60 months of age in the early 2006
based on Multi-Centre Growth Reference Study (MGRS) in 6 countries: Brazil, Ghana, India,
Norway, Oman and the United States of America involving healthy children living in healthy
environment that provide possibility for them to grow according to their genetic potential. WHO
recommended that the standard be used as a new anthropometric reference replacing the existing
NCHS-WHO child growth reference. However, some experts demand to evaluate the standard,
before Indonesia adopts it in the nutrition program. This paper tries to compare the consequence
of adopting new WHO standard to the magnitude of stunting and wasting. The main objective of
the paper is to re-analyze the existing anthropometric data on children aged 0-59 months by using
both NCHS-WHO reference and new WHO standard on the prevalence of wasting (W/L or W/H)
and stunting (H/A). This re-analysis is based on anthropometric data of 3,316 children age below 5
years old from Household Health Survey 2004. Child weight and length/height were converted into
z-scores of W/H and H/A by using both NCHS and new WHO Growth Standard, and compared the
prevalence of wasting and stunting. The results showed that the prevalence stunting is higher by
using new WHO Growth Standard (28.6%) compared to that by using NCHS growth references
(24.1%). The difference in the prevalence varied between sex from 4.5-4.7% and across age
groups from 1.3-9.2%. Similar results also found for the prevalence of wasting. The prevalence of
wasting by using WHO Growth Standard and NCHS growth references was 15.1% and 13.8%
respectively. The difference in the prevalence varied between sex from 0.8-2.1% and across age
groups which varied fourfold (21.0% and 5.6%) for children age below 6 month old and only 1.7%
for children age 48-59 month old.
Keywords: anthropometric standard, stunted, wasted, height for age, weight for height
PENDAHULUAN

2006. WHO mendorong agar negara-negara


peserta mengadopsi standar ini karena
adanya keragaman pemakaian standar
antropometri di berbagai negara.
Indonesia
sejak
tahun
1990
menggunakan the United States National
Center for Health Statistics (NCHS) Growth
Reference sebagai standar antropometri gizi
untuk balita. Hal tersebut tertuang dalam
Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor
920 tahun 2002. Standar antropometri WHO
yang baru tersebut mempunyai implikasi
yang luas jika digunakan di Indonesia.
Perbedaan penggunaan standar akan
menyebabkan perubahan prevalensi status

ada tahun 2005 badan kesehatan


dunia, World Health Organization
(WHO),
mengeluarkan
standar
antropometri WHO Child Growth Standards
(WHO-GS). Standar antropometri tersebut
didasarkan pada penelitian Multi-Centre
Growth Reference Study (MGRS) in 6
negara yaitu Brazil, Ghana, India, Norway,
Oman dan Amerika Serikat. Selanjutnya
WHO- South East Asean Regional Office
(WHO-SEARO)
melakukan
sosialisasi
standar baru tersebut di Bangkok pada tahun

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

gizi anak usia 0-59 bulan (selanjutnya ditulis


balita). Dengan demikian membandingkan
prevalensi dengan standar yang berbeda
dapat menyebabkan kesalahan interpretasi.
Selain dari perbedaan besaran prevalensi
status gizi, penggunaan standar WHO yang
baru mempunyai implikasi penggunaan kartu
menuju sehat (KMS) yang masih didasarkan
atas standar NCHS, buku-buku pedoman
dan hal lain yang terkait dengan perubahan
tersebut.
Oleh karena itu, para pakar di bidang
gizi sepakat untuk mengevaluasi dulu
perubahan besaran masalah gizi akibat
penerapan standar baru tersebut. Segera
sesudah sosialisasi WHO-SEARO tersebut,
berbagai pertemuan diselenggarakan oleh
pemangku kepentingan (WHO, UNICEF,
Depkes, Persagi) dan dihadiri oleh para
pakar gizi di beberapa tempat antara lain di
Yogyakarta, Makassar, Bogor, danJakarta.
Tujuan tulisan ini adalah untuk
mengetahui perbedaan prevalensi balita
pendek dan kurus berdasarkan standar
NCHS yang digunakan di Indonesia sampai
dengan saat ini dan standar baru WHO-GS
yang direkomendasikan WHO.

sesuai dengan urutan dalam perangkat lunak


yang disusun WHO untuk kepentingan
pengolahan data antropometri. Kemudian
data disalin ke dalam file perangkat lunak.
Analisis dilakukan dengan menghitung zscore untuk indeks antropometri tinggi badan
menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) dengan
memakai perangkat lunak antropometri yang
disusun WHO.
Indeks TB/U dengan z-score <-3.00 SD
dikategorikan sebagai balita sangat pendek,
<-2.00 sampai -3.00 dikategorikan sebagai
balita pendek, dan >-2.00 dikategorikan
sebagai normal. Indeks BB/TB dengan zscore <-3.00 SD dikategorikan sebagai balita
sangat kurus, <-2.00 sampai -3.00
dikategorikan sebagai balita kurus, dan >2.00 dikategorikan sebagai normal. Analisis
bivariat dilakukan dengan melakukan
krostabulasi yang membandingkan besaran
prevalensi balita menurut indeks TB/U
dengan menggunakan standar antropometri
NCHS dibanding WHO. Analisis krostabulasi
yang sama juga dilakukan untuk indeks
BB/TB. Untuk mengetahui besaran
prevalensi status gizi balita yang lebih rinci,
analisis juga dilakukan untuk mengetahui
perbedaan prevalensi tersebut menurut umur
anak, jenis kelamin, dan daerah tempat
tinggal.

METODE
Data yang digunakan dalam analisis
adalah data sekunder Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004.
Sebanyak 3316 balita berumur 0 59 bulan
dengan variabel umur anak, berat badan,
dan tinggi/panjang badan yang lengkap
dimasukkan dalam analisis ini. Dalam tulisan
ini tidak dibahas tentang metodologi
pengumpulan data SKRT 2004, tetapi lebih
terfokus pada perbedaan status gizi karena
menggunakan dua standar antropometri
yang berbeda. Sebelum analisis data
dilakukan, data disusun kembali menurut
urutan susunan variabel dari tiap sampel

HASIL
a.

Karakteristik Sampel
Tabel 1 menunjukkan karakteristik
sampel balita. Proporsi anak laki-laki dan
perempuan seimbang. Demikian pula
dengan proporsi anak menurut kelompok
umur. Proporsi anak yang tinggal di daerah
perkotaan lebih kecil (42,9%) dibandingkan
dengan anak yang tinggal di daerah
perdesaan (57,1%).

10

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus


Tabel 1
Karakteristik Sampel Balita, SKRT 2004

Karakteristik
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur (dalam bulan)
0 5
6 11
12 23
24 35
36 47
48 59
Daerah tempat tinggal
Perkotaan
Perdesaan
Jumlah

Jumlah sample (n)

Persen

1511
1605

48,5
51,5

214
261
562
637
714
728

6,9
8,4
18,0
20,4
22,9
23,4

1336
1780
3116

42,9
57,1
100

b.

Pola Pertumbuhan
Pada Gambar 1 dan 2 terlihat rata-rata
tinggi/panjang badan anak dari umur 0
hingga 59 bulan dari SKRT dibandingkan
dengan
WHO-GS.
Gambar
1
memperlihatkan rata-rata tinggi/ panjang
badan anak laki-laki yang mengikuti garis
median WHO-GS sampai anak berumur
berumur 12 bulan, tetapi sesudahnya tidak

dapat mengikuti nilai median. Rata-rata


tinggi/panjang badan anak laki-laki terus
menurun di bawah nilai median, sehingga
pada umur 24 bulan dan sesudahnya, nilai
rata-rata tinggi badan hanya sedikit di atas
-2,0 SD dari standar WHO-GS. Pola
pertumbuhan tinggi/panjang badan pada
anak perempuan juga hampir sama dengan
yang terjadi pada anak laki-laki (Gambar 2).

120

Height (Cm)

100

80

SKRT
50th
-2.0
+2.0

60

Age (month)
Gambar 1. Rata-rata tinggi/panjang badan menurut umur pada anak laki-laki
dibanding standar WHO-GS

11

60

57

54

51

48

45

42

39

36

33

30

27

24

21

18

15

12

40

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

120
110

Height (Cm)

100
90
80
70

SKRT
50th

60

-2.0
+2.0

50

60

57

54

51

48

45

42

39

36

33

30

27

24

21

18

15

12

40

Age (month)
Gambar 2
Rata-rata tinggi/panjang badan menurut umur pada anak perempuan
dibanding standar WHO-GS
Pada Gambar 3 terlihat rata-rata berat
badan anak laki-laki menurut tinggi badan.
Terlihat bahwa rata-rata berat badan anak
laki-laki dari berkisar di sekitar nilai median
standar WGO-GS. Pada tinggi badan di
bawah 85 Cm, nilai rata-rata pada nilai
median atau sedikit di bawah median,

sedangkan pada tinggi badan di atasnya,


nilai rata-rata berat badan selalu di bawah
nilai median. Pada tinggi badan di atas 110
Cm, jumlah sampel terbatas sehingga ratarata berat badan berfluktuasi. Pola yang
sama juga terjadi pada anak perempuan
seperti terlihat pada Gambar 4.

30

20
15
10

SKRT
50th
-2.0
+2.0

Height (Cm)
Gambar 3
Rata-rata berat badan menurut tinggi badan pada anak laki-laki
dibanding standar WHO-GS

12

120

117

114

111

108

105

102

99

96

93

90

87

84

81

78

75

72

69

66

63

60

57

54

51

48

0
45

Weight (Kg)

25

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

30

Weight (Kg)

25

20

15

10

SKRT
50th
-2.0
+2.0

120

117

114

111

108

105

99

102

96

93

90

87

84

81

78

75

72

69

66

63

60

57

54

51

48

45

Height (Cm)
Gambar 4
Rata-rata berat badan menurut tinggi badan pada anak laki-laki
dibanding standar WHO-GS
c.

Rata-rata z-score BB/TB dan TB/U


Tabel 2 memperlihatkan rata-rata zscore TB/U menurut standar NCHS dan
WHO-GS. Terlihat bahwa rata-rata z-score
hampir sama menurut standar NCHS
maupun WHO-GS, tetapi terlihat bahwa ratarata z-core menurut standar WHO-GS

cenderung lebih rendah yang mulai terlihat


pada umur di 12 bulan ke atas. Perbedaan
tersebut bervariasi menurut umur, artinya
tidak ada pola yang selalu sama antar umur.
Perbedaan rata-rata z-score antara 0.01
0.46 pada gabungan anak laki-laki dan
perempuan.

Tabel 2
Rata-rata z-score TB/U menurut standar NCHS dan WHO-GS
Umur (bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

TB/U Standar NCHS


Lk
-0.15
0.69
-0.08
0.53
-0.48
-0.48
-0.76
-0.94
0.33
-0.88
-0.33

Pr
1.07
0.54
-0.68
-0.59
-0.24
-0.25
-0.65
-0.46
0.24
-0.15
-0.78

Lk+Pr
0.51
0.60
-0.31
0.08
-0.39
-0.34
-0.70
-0.65
0.27
-0.55
-0.57

13

TB/U Standar WHO-GS


Lk
-0.24
0.72
-0.24
0.58
-0.60
-0.52
-0.78
-0.97
0.55
-0.86
-0.23

Pr
1.22
0.47
-0.91
-0.76
-0.25
-0.21
-0.62
-0.40
0.40
-0.04
-0.76

Lk+Pr
0.55
0.57
-0.50
0.04
-0.47
-0.33
-0.69
-0.63
0.46
-0.49
-0.51

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus


-0.31
-1.62
-0.54
-1.05
-1.64
-1.33
-1.17
-1.08
-1.56
0.85
-2.42
-2.03
-0.16
-1.12
-0.86
-0.76
-0.71
-0.90
-1.36
-0.72
-0.67
-0.97
-0.60
-1.21
-0.43
-0.79
-1.32
-1.06
-0.63
-2.08
-1.96
-1.60
-1.55
-1.47
-1.40
-2.01
-0.74
-1.25
-0.93
-0.84
-1.79
-1.10
-1.45
-2.26
-1.65
-2.23
-2.22
-1.30

0.48
-0.69
-0.53
-0.61
-0.68
-1.20
-1.29
-0.74
-0.51
-1.50
-1.25
-1.68
0.07
-0.56
-0.73
-1.27
-0.54
-1.39
-0.85
-1.52
-1.65
-1.30
-1.63
-1.57
-0.67
-1.35
0.92
-1.74
-0.52
-1.36
-1.10
-0.96
-1.22
-1.87
-1.14
-2.00
-0.82
-1.12
-0.93
-1.33
-1.31
-1.53
-2.41
-1.67
-1.72
-0.84
-1.76
-1.31

0.06
-1.19
-0.53
-0.77
-1.13
-1.27
-1.22
-0.93
-1.07
-0.16
-1.85
-1.86
-0.05
-0.85
-0.79
-0.99
-0.66
-1.13
-1.10
-1.07
-0.96
-1.12
-0.97
-1.40
-0.54
-1.03
-0.51
-1.27
-0.56
-1.68
-1.57
-1.28
-1.42
-1.56
-1.26
-2.01
-0.78
-1.17
-0.93
-1.08
-1.51
-1.37
-1.82
-2.03
-1.69
-1.44
-1.87
-1.30

Bila dilihat menurut jenis kelamin, pola


yang sama juga terlihat antara perbedaan

-0.20
-1.70
-0.48
-1.08
-1.75
-1.42
-1.26
-1.18
-1.74
0.95
-2.73
-2.30
-0.67
-1.66
-1.38
-1.27
-1.21
-1.39
-1.85
-1.17
-1.10
-1.38
-0.98
-1.58
-0.76
-1.10
-1.63
-1.34
-0.88
-2.35
-2.19
-1.80
-1.74
-1.64
-1.54
-2.15
-0.84
-1.34
-1.01
-0.90
-1.85
-1.15
-1.49
-2.29
-1.67
-2.24
-2.22
-1.30

0.64
-0.66
-0.47
-0.56
-0.63
-1.19
-1.29
-0.71
-0.48
-1.51
-1.26
-1.69
-0.31
-0.93
-1.09
-1.63
-0.90
-1.74
-1.18
-1.85
-1.95
-1.60
-1.91
-1.84
-0.96
-1.61
0.60
-1.97
-0.79
-1.58
-1.32
-1.19
-1.43
-2.04
-1.34
-2.14
-1.02
-1.30
-1.12
-1.49
-1.47
-1.66
-2.48
-1.79
-1.83
-1.01
-1.86
-1.44

0.19
-1.22
-0.47
-0.75
-1.16
-1.31
-1.27
-0.97
-1.16
-0.10
-2.01
-2.00
-0.49
-1.31
-1.22
-1.43
-1.12
-1.55
-1.50
-1.46
-1.35
-1.48
-1.31
-1.72
-0.85
-1.32
-0.82
-1.53
-0.82
-1.92
-1.81
-1.50
-1.62
-1.73
-1.43
-2.15
-0.94
-1.32
-1.06
-1.18
-1.63
-1.47
-1.87
-2.09
-1.77
-1.54
-1.94
-1.36

TB/U menurut standar NCHS dan WHO-GS,


tidak banyak perbedaaan pada umur di

14

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

bawah 12 bulan, tetapi ada kecenderungan


z-score lebih rendah menurut WHO-GS pada
umur 12 bulan ke atas. Perbedaan antara
standar TB/U antar dua standar tersebut
bervariasi antara 0.02 0.54 pada anak lakilaki dan 0 0.37 pada anak perempuan.
Tabel 3 memperlihatkan rata-rata zscore BB/TB menurut standar NCHS dan
WHO-GS. Terlihat bahwa pada umur di
bawah 12 bulan rata-rata z-score lebih

rendah bila menggunakan standar WHO-GS


dibanding NCHS, sedangkan pada umur 12
bulan atau lebih tidak terdapat pola yang
jelas, sebagian lebih tinggi dan sebagian
lebih rendah. Perbedaan tersebut bervariasi
menurut umur, artinya tidak ada pola yang
selalu sama antar umur. Perbedaan rata-rata
z-score antara 0.01 0.52 pada gabungan
anak laki-laki dan perempuan.

Tabel 3
Rata-rata z-score BB/TB menurut standar NCHS dan WHO-GS
Umur (bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

BB/TB Standar NCHS


Lk
0.37
0.06
-0.04
-0.54
0.15
0.56
0.14
-0.50
-1.23
-0.51
-0.85
-0.49
-0.81
-0.95
-1.08
-0.77
-1.72
-0.80
-0.87
-1.63
-2.15
-0.25
-1.24
-0.94
-0.27
-0.30
-0.92
-0.45
-1.19
-0.83
-0.25
-1.12
-0.07
-0.52

Pr
-0.32
0.14
1.10
0.21
-0.09
0.24
0.30
-0.98
-0.38
-1.19
-0.17
-0.84
-0.62
-0.78
-0.44
-0.68
-0.85
-1.14
-1.06
-1.25
-1.55
-1.46
-0.70
-0.84
-0.40
-1.22
-0.59
-1.56
-0.73
-1.09
-0.95
-1.07
-1.46
-0.99

Lk+Pr
0.00
0.11
0.39
-0.24
0.06
0.36
0.23
-0.79
-0.68
-0.82
-0.49
-0.65
-0.72
-0.84
-0.67
-0.72
-1.33
-0.95
-0.96
-1.45
-1.89
-0.84
-0.98
-0.89
-0.34
-0.81
-0.77
-0.75
-0.98
-0.96
-0.55
-1.10
-0.68
-0.69
15

BB/TB Standar WHO-GS


Lk

Pr
0.11
-0.42
-0.51
-0.94
-0.07
0.61
0.03
-0.62
-1.13
-0.40
-0.73
-0.25
-0.61
-0.64
-0.74
-0.46
-1.44
-0.47
-0.54
-1.28
-1.90
0.04
-0.96
-0.75
0.12
0.06
-0.72
-0.14
-1.04
-0.58
0.13
-0.98
0.27
-0.25

-1.06
-0.41
0.81
-0.23
-0.46
0.02
0.14
-1.17
-0.27
-1.13
-0.02
-0.55
-0.38
-0.57
-0.08
-0.35
-0.48
-0.88
-0.66
-0.91
-1.08
-1.14
-0.32
-0.58
0.00
-0.99
-0.18
-1.44
-0.35
-0.85
-0.66
-0.75
-1.26
-0.76

Lk+Pr
-0.52
-0.41
-0.01
-0.65
-0.21
0.25
0.09
-0.95
-0.58
-0.73
-0.36
-0.39
-0.50
-0.59
-0.31
-0.41
-1.01
-0.65
-0.59
-1.11
-1.55
-0.54
-0.65
-0.66
0.06
-0.51
-0.48
-0.49
-0.72
-0.71
-0.21
-0.92
-0.40
-0.43

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

-0.38
-0.96
-0.82
-0.95
-0.77
-0.12
-0.00
-0.42
-0.65
-0.55
-0.80
-1.18
-0.31
-0.72
-0.57
-0.79
-0.49
-1.23
-0.55
-0.70
-0.18
-1.14
-0.80
-1.05
-0.98

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus


-0.32
-0.66
-0.19
-1.49
-0.78
-0.76
-1.14
-0.77
-0.45
-1.58
-0.80
-1.25
-0.68
-0.68
-0.92
-0.63
-0.77
-1.03
-0.48
-0.67
-0.38
-0.53
-1.09
-0.92
-0.89

-0.35
-0.82
-0.54
-1.15
-0.77
-0.51
-0.63
-0.58
-0.55
-0.96
-0.80
-1.22
-0.46
-0.70
-0.80
-0.71
-0.63
-1.11
-0.51
-0.69
-0.26
-0.77
-0.97
-0.95
-0.94

Bila dilihat menurut jenis kelamin, pola


yang sama juga terlihat antara perbedaan
BB/TB menurut standar NCHS dan WHOGS, perbedaaan pada umur di bawah 12
bulan lebih tinggi dibanding pada umur 12
bulan atau lebih. Perbedaan antara standar
BB/TB antar dua standar tersebut bervariasi
antara 0.05 0.47 pada anak laki-laki dan 0
0.74 pada anak perempuan.

-0.01
-0.81
-0.63
-0.79
-0.54
0.14
0.40
-0.13
-0.40
-0.38
-0.61
-1.05
-0.08
-0.57
-0.41
-0.63
-0.35
-1.14
-0.43
-0.53
-0.03
-1.05
-0.62
-0.90
-0.92

0.04
-0.47
0.09
-1.62
-0.69
-0.64
-1.04
-0.67
-0.32
-1.58
-0.64
-1.24
-0.54
-0.63
-0.89
-0.60
-0.75
-0.97
-0.38
-0.53
-0.26
-0.45
-1.14
-0.90
-0.95

0.02
-0.66
-0.32
-1.09
-0.58
-0.34
-0.40
-0.37
-0.36
-0.85
-0.62
-1.15
-0.26
-0.60
-0.72
-0.61
-0.55
-1.04
-0.40
-0.53
-0.12
-0.69
-0.92
-0.90
-0.93

Prevalensi balita pendek dan sangat


pendek menurut indeks tinggi badan menurut
umur (TB/U) yang dianalisis dengan standar
NCHS dan WHO-GS terlihat pada Tabel 4.
Secara keseluruhan prevalensi balita sangat
pendek menurut standar NCHS dan WHOGS masing-masing sebesar 9,4 dan 12,0
persen, sedangkan prevalensi balita pendek
masing-masing sebesar 14,7 dan 16,6
persen. Dengan demikian terlihat bahwa
dengan menggunakan standar WHO-GS,
prevalensi balita pendek dan sangat pendek
lebih tinggi 1,9-2,6 persen dibandingkan
prevalensi jika menggunakan standar NCHS.

d. Prevalensi balita pendek dan sangat


pendek

16

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

Tabel 4
Prevalensi status gizi menurut indeks TB/U menurut Standar NCHS dan WHO-GS

Karakteristik

Prevalensi menurut standar


NCHS
S.pendek Pendek Normal

Jenis kelamin
Laki-laki
1511
9,9
15,4
Perempuan
1605
8,7
14,0
Umur (bulan)
0 5
214
5,1
6,1
6 11
261
7,3
14,5
12 23
562
11,4
15,9
24 35
637
10,8
14,9
36 47
714
8,8
15,0
48 59
728
9,1
15,6
Tempat tinggal
Perkotaan
1336
6,7
14,3
Perdesaan
1780
11,2
15,0
Jumlah
3116
9,4
14,7
Catatan: S.pendek: Sangat pendek
Prevalensi balita pendek dan sangat
pendek pada anak laki-laki sedikit lebih tinggi
(25,3%
NCHS,
29,8%
WHO-GS)
dibandingkan anak perempuan (22,7%
NCHS, 27,4% WHO-GS). Dengan demikian
analisis dengan standar NCHS dan WHOGS memperlihatkan perbedaan prevalensi
balita pendek dan sangat pendek lebih tinggi
antara 4,5 4,7 persen dengan
menggunakan standar WHO-GS.
Prevalensi balita pendek dan sangat
pendek menurut daerah tempat tinggal
menunjukkan hal yang sama, yaitu
prevalensi dengan menggunakan standar
WHO-GS lebih tinggi dibanding standar
NCHS. Balita pendek dan sangat pendek
lebih tinggi pada balita di daerah perdesaan
(26,2% NCHS dan 30,7% WHO-GS)
dibanding balita dari daerah perkotaan
(21,0% NCHS dan 25,8% WHO-GS).
Analisis dengan standar NCHS dan WHOGS juga memperlihatkan prevalensi balita
pendek dan sangat pendek lebih tinggi
dengan menggunakan standar WHO-GS
dengan perbedaan prevalensi antara 4,5
4,8 persen.
Prevalensi balita pendek dan sangat
pendek
menurut
kelompok
umur

Prevalensi menurut standar


WHO-GS
S.pendek Pendek Normal

74,7
77,3

13,3
10,7

16,5
16,7

70,2
72,6

88,8
78,2
72,7
74,3
76,2
75,3

7,9
10,7
14.7
16,2
10,5
9,5

8,4
14,2
15,0
18,7
19,4
15,5

83,7
75,1
70,3
65,1
70,1
74,0

79,0
73,8
75,9

9,3
14,0
12,0

16,5
16,7
16,6

74,2
69,3
71,4

menunjukkan bahwa prevalensi dengan


menggunakan standar WHO-GS selalu
konsisten
lebih
tinggi
dibanding
menggunakan standar NCHS. Tingkat
perbedaan prevalensi balita pendek dan
sangat pendek dengan menggunakan
standar NCHS dan WHO-GS berkisar antara
terendah 1,3 persen pada kelompok umur
48-59 bulan sampai dengan tertinggi 9,2
persen pada kelompok umur 24-35 bulan.
Prevalensi balita pendek dan sangat pendek
menurut umur juga memperlihatkan semakin
balita bertambah umur, semakin tinggi
prevalensinya. Prevalensi pendek dan
sangat pendek pada umur 0-5 bulan sudah
di atas 10 persen (12,2% NCHS dan 16,3%
WHO-GS) dan 34,9 persen pada umur 24-35
bulan.

e. Prevalensi balita kurus dan sangat


kurus
Prevalensi balita kurus dan sangat
kurus menurut indeks berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) yang dianalisis dengan
standar NCHS dan WHO-GS terlihat pada
Tabel 5. Secara keseluruhan prevalensi
balita sangat kurus menurut standar NCHS
dan WHO-GS masing-masing sebesar 3,9
17

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

dan 5,9 persen, sedangkan prevalensi balita


kurus masing-masing sebesar 9,9 dan 9,2
persen. Dengan demikian terlihat bahwa
dengan menggunakan standar WHO-GS,
prevalensi balita sangat kurus lebih tinggi 2,0
persen disbanding menggunakan standar

NCHS, sedangkan prevalensi balita kurus


lebih tinggi 0,7 persen. Bila prevalensi
sangat kurus dan kurus digabung,
perbedaan prevalensi lebih tinggi 1,3 persen
jika menggunakan standar WHO-GS
dibanding standar NCHS.

Tabel 5
Prevalensi status gizi menurut indeks BB/TB menurut Standar NCHS dan WHO-GS

Karakteristik
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur (bulan)
0 5
6 11
12 23
24 35
36 47
48 59
Tempat tinggal
Perkotaan
Perdesaan

Prevalensi menurut standar


NCHS
S.kurus
Kurus
Normal

Prevalensi menurut standar


WHO-GS
S.kurus
Kurus
Normal

1511
1605

3,5
4,2

10,1
9,5

86,4
86,3

5,8
5,9

9,9
14,5

84,3
85,5

214
261
562
637
714
728

0,9
5,4
6,9
3,8
4,2
1,7

4,7
12,7
11,2
9,2
11,5
8,2

94,4
81,9
81,9
87,0
84,3
90,1

9,8
6,5
6,7
6,0
6,7
2,9

11,2
13,0
8,6
7,7
9,7
8,7

79,0
80,5
84,7
86,3
83,6
88,4

1336
1780

3,1
4,4

9,4
10,2

87,5
85,4

5,0
6,5

8,6
9,7

86,4
83,8

9,9

86,2

5,9

9,2

84,9

Jumlah
3116
3,9
Catatan: S.kurus : Sangat kurus
Prevalensi balita kurus dan sangat
kurus pada anak laki-laki hampir sama
dengan menggunakan standar NCHS
(13,7%) dibanding dengan standar WHO-GS
(13,6%), tetapi lebih tinggi pada anak
perempuan jika menggunakan standar
WHO-GS (20,4%) dibanding standar NCHS
(15,7%). Dengan demikian analisis dengan
standar
NCHS
dan
WHO-GS
memperlihatkan perbedaan prevalensi balita
kurus dan sangat kurus antara 0,1 4,7
persen menurut jenis kelamin.
Prevalensi balita kurus dan sangat
kurus menurut daerah tempat tinggal
menunjukkan hal yang sama, yaitu
prevalensi dengan menggunakan standar
WHO-GS lebih tinggi dibanding standar

NCHS. Balita kurus dan sangat kurus lebih


tinggi pada balita di daerah perdesaan
(14,6% NCHS dan 16,2% WHO-GS)
dibanding balita dari daerah perkotaan
(12,5% NCHS dan 13,6% WHO-GS).
Dengan demikian analisis dengan standar
NCHS dan WHO-GS memperlihatkan
perbedaan prevalensi balita kurus dan
sangat kurus lebih tinggi dengan
menggunakan standar WHO-GS dengan
perbedaan antara 1,1 1,6 persen.
Prevalensi balita kurus dan sangat
kurus menurut kelompok umur menunjukkan
bahwa prevalensi dengan menggunakan
standar WHO-GS selalu konsisten lebih
tinggi dibanding menggunakan standar
NCHS. Tingkat perbedaan prevalensi balita
18

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

kurus dan sangat kurus dengan


menggunakan standar NCHS dan WHO-GS
sangat tajam berkisar antara terendah 0,7
persen pada kelompok umur 24-47 bulan
sampai dengan tertinggi 15,4 persen pada
kelompok umur 0-5 bulan.

NCHS menjadi standar WHO-GS harus


disiapkan dengan baik, agar tidak terjadi
gejolak pada pelaksana program3.
Hasil analisis anak balita pendek dalam
tulisan ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan standar WHO-GS, rata-rata zscore cenderung lebih rendah yang mulai
terlihat pada umur di 12 bulan ke atas.
Dengan demikian prevalensi balita pendek
dan sangat pendek selalu lebih tinggi antara
1,3 sampai 9,2 persen dibanding
menggunakan standar NCHS. Analisis juga
mendapatkan bahwa prevalensi anak balita
pendek
meningkat
tajam
dengan
bertambahnya umur anak balita. Hal tersebut
menunjukkan potensi tumbuh anak balita
Indonesia masih belum optimal dengan
pencapaian panjang atau tinggi badan
sangat rendah. Selain itu komposisi umur
balita akan mempengaruhi prevalensi anak
balita pendek. Bila sampel balita tidak
proporsional menurut kelompok umur akan
berpengaruh terhadap besarnya prevalensi4
karena perbedaan prevalensi balita pendek
antar kelompok umur. Prevalensi balita
sangat pendek dan pendek tidak banyak
berbeda menurut jenis kelamin, tetapi lebih
terlihat menurut daerah tempat tinggal.
Prevalensi balita pendek dan sangat pendek
yang tinggal di perdesaan lebih tinggi
dibanding di perkotaan. Dengan demikian
faktor-faktor penghambat pertumbuhan balita
di perdesaan perlu mendapat perhatian yang
lebih baik.
Perbedaan prevalensi balita pendek
yang lebih tinggi dengan menggunakan
standar WHO-GS tersebut serupa dengan
analisis yang dilakukan di Peru, India dan
Vietnam yang mendapatkan prevalensi balita
pendek yang konsisten selalu lebih tinggi bila
penggunakan standar WHO-GS yang baru5.
Studi di Gabon6, Bangladesh, Republik
Dominika, Amerika Utara dan negara-negara
di Eropa Utara7, Malawi8 juga mendapatkan
hasil prevalensi pendek yang lebih tinggi
pada anak umur 3 15 bulan. Sumarno
(2006) juga mendapatkan prevalensi balita
pendek dan sangat pendek (TB/U), serta
balita kurus dan sangat kurus (BB/TB) yang
selalu konsisten lebih tinggi dengan
menggunakan standar WHO-GS dibanding

BAHASAN
WHO-SEARO melakukan sosialisasi
standar antropometri baru (WHO-GS) di
Bangkok pada 4-7 Juni 2006 untuk
perencana program gizi, cendekiawan, dan
pengguna standar anthropometri di Asia
Tenggara. Dalam sosialisasi ini WHO
mendorong negara-negara di Asia Tenggara
untuk menggunakan WHO-GS karena
beberapa alasan yaitu standar tersebut
disusun atas dasar hasil studi multisenter di
Brazil, India, Norwegia, Oman dan Amerika
Serikat (USA)11, lebih baik dari standar yang
digunakan sekarang oleh beberapa negara
yaitu NCHS yang hanya didasarkan pada
satu kelompok masyarakat di USA, sampel
adalah bayi dan anak balita yang lahir dari
keluarga mampu, di lingkungan yang
mendukung
pencapaian
pertumbuhan
potensial, ibu berpendidikan minimal SLTA
dan tidak merokok, standar tersebut
didasarkan pada sampel yang mendapat air
susu ibu (ASI) eksklusif. Jadi adopsi standar
baru juga bersamaan dengan penekanan
pelaksanaan ASI eksklusif1.
Penggunaan standar antropometri anak
balita di Indonesia sejak tahun 1976 sampai
dengan tahun 1980-an adalah standar
Harvard, dan kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan standar NCHS sampai
dengan saat ini. NCHS dianjurkan WHO
karena dianggap memenuhi hampir semua
persyaratan untuk menjadi populasi acuan2.
Pada saat itu penggantian standar dari
Harvard
ke
NCHS
tidak
begitu
dipermasalahkan dan pelaksana program di
lapangan tidak menyadari adanya perubahan
tersebut, hanya mengenali bahwa KMS
dengan standar NCHS kurvanya berbeda.
Namun dengan semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan dan semakin kritisnya
masyarakat, ditambah lagi maraknya gizi
buruk, maka penggantian kembali standar

19

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

NCHS, sedangkan untuk balita kurang berat


(BB/U) prevalensinya lebih rendah bila
menggunakan standar WHO-GS dibanding
standar NCHS kecuali pada umur 0-5 bulan1.
Hasil analisis balita kurus dan sangat
kurus menunjukkan rata-rata z-score lebih
rendah dengan menggunakan standar WHOGS pada umur di bawah 12 bulan, tetapi
tidak ada pola yang khas pada umur di
atasnya. Dengan demikian perbedaan
prevalensi balita kurus dan sangat kurus
lebih tinggi pada umur muda yaitu mencapai
15,4 persen pada umur 0 5 bulan (21,0%
dengan WHO-GS dan 5,6% dengan NCHS),
atau hampir empat kali lipat. Sedangkan
pada umur di atas 12 bulan hanya antara 0,7
2,8 persen. Bila hanya balita sangat kurus
yang dilihat, perbedaan tersebut lebih tinggi
lagi yaitu 10 kali lipat pada umur 0 5 bulan
(9,8% menurut WHO-GS dan 0,9% menurut
NCHS), tetapi pada umur di atasnya terdapat
perbedaan antara 1,2 1,7 kali. Secara total
perbedaan prevalensi balita kurus dan
sangat kurus lebih tinggi 1,3 persen dengan
WHO-GS. Perbedaan prevalensi juga terlihat
menurut jenis kelamin yang lebih tinggi
prevalensi balita kurus pada anak
perempuan dan juga menurut daerah tempat
tinggal yang lebih tinggi di perdesaan.
Penggunaan standar WHO-GS di
negara lain menunjukkan variasi antar
negara. Penny (2008) mendapatkan
prevalensi balita kurus yang lebih tinggi di
India dan Peru tetapi lebih rendah di Vietnam
dengan standar WHO-GS5. Di Bangladesh,
Dominika, Amerika Utara dan negara-negara
Eropa Utara, de Onis (2006) juga
mendapatkan prevalensi kurus dan sangat
kurus pada anak 0 5 bulan yang jauh lebih
tinggi, tetapi berbeda 1,5 2,5 kali pada
umur di atasnya7. Di Malawi terdapat
perbedaan prevalensi kurus dan sangat
kurus 8,5 kali pada umur 0 5 bulan bila
menggunakan standar WHO-GS dan tidak
ada perbedaan pada umur sekitar 12 bulan8.
Di Nigeria, prevalensi balita sangat kurus
juga delapan kali lebih tinggi dengan
menggunakan standar WHO-GS9.
Dengan melihat perbedaan prevalensi
balita kurus dan sangat kurus terutama pada
umur di bawah 12 bulan, mempunyai

implikasi dalam program penanggulangan


gizi
buruk
pada
balita.
Dengan
menggunakan standar WHO-GS akan lebih
baik dalam pemantauan pertumbuhan balita
yang sangat cepat terutama pada anak umur
di bawah 12 bulan sehingga penyimpangan
pertumbuhan dapat dikoreksi lebih dini.
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan
makanan pendamping ASI juga dapat
dideteksi
lebih
dini
dan
upaya
penanggulangan dapat dilakukan lebih dini.
Implikasi yang lain adalah dalam
pelayanan kesehatan untuk balita gizi buruk.
Program gizi di Indonesia merujuk ke rumah
sakit balita gizi buruk yang didasarkan pada
indeks BB/TB. Balita di bawah garis merah
pada KMS menurut BB/U perlu dikonfirmasi
oleh Puskesmas untuk rujukan ke rumah
sakit. Bila BB/TB kurang dari -3.0 SD dan
mempunyai tanda-tanda klinis gizi buruk
perlu dirujuk ke rumah sakit. Apabila standar
WHO diterapkan, akan lebih banyak balita,
terutama umur 0 5 bulan, yang dirujuk ke
rumah sakit karena sangat kurus. Oleh
karena itu kemampuan rumah sakit dalam
penanganan balita gizi buruk perlu
ditingkatkan karena jumlah kasus gizi buruk
jauh lebih tinggi (antara 1,2 4 kali lipat)
dengan menggunakan standar WHO-GS.
Isanaka (2008) melakukan kajian
penggunaan standar WHO-GS dalam
program gizi di Nigeria untuk balita kurang
gizi akut/ sangat kurus10. Yang dianalisis
adalah kenaikan berat badan, jangka waktu
perawatan, angka kematian, kepatuhan dan
follow-up, kebutuhan rawat inap dengan
menggunakan dua standar NCHS (< 70%
nilai median) dan WHO-GS (z-score < -3.00).
Dengan standar WHO-GS prevalensi balita
sangat kurus delapan kali lebih banyak, lama
perawatan lebih pendek, perbaikan gizi lebih
baik, angka kematian lebih sedikit,
kepatuhan dan follow-up yang lebih baik,
serta kebutuhan rawat inap yang lebih
sedikit. Hal tersebut bukan karena dampak
dari perawatan, tetapi lebih disebabkan
karena kriteria inklusi untuk pelayanan
kesehatan pada anak yang lebih muda
dimana mempunyai indeks BB/TB yang lebih
tinggi dibanding jika menggunakan standar
NCHS, anak lebih sedikit yang menderita

20

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

komplikasi karena indeks BB/TB yang lebih


tinggi. Hal tersebut berperan pada proporsi
anak yang membutuhkan rawat inap lebih
sedikit, waktu rawat inap lebih pendek, dan
kematian yang lebih sedikit.
Dengan demikian implikasi penggunaan
standar WHO-GS mempunyai dimensi yang
lebih luas dari sekedar perbedaan prevalensi
balita pendek/ sangat pendek dan balita
kurus/ sangat kurus, tetapi juga mempunyai
implikasi
pada
program
pelayanan
kesehatan anak balita yang menderita gizi
buruk.

4.

5. Penny FB. Using the new World Health


Organization
growth
standards:
Differences from 3 countries. J. Pediatr
Gastroenterol Nutr 2008 Mar, 46 (3):
316-21.

KESIMPULAN

6. Schwarz NG, Grobusch MP, Decker

1. Dengan menggunakan standar WHO-

2.

3.

Gegesik Cirebon dan non pertanian


Cibadak Sukabumi. Makalah disajikan
pada Workshop Anthropometri di
Makasar, September 2006.
Sandjaja dan Sihadi. Standarisasi
penghitungan prevalensi status gizi
dengan memperhitungkan komposisi
umur pada beberapa kelompok umur
balita. Jurnal Epidemiologi Indonesia 7
(3), 2005.

ML, Goesch J, Poetschke M,


Oyakhirome S, et al. WHO 2006 child
growth standards: implications for the
prevalence of stunting and underweightfor-age in a birth cohort of Gabonese
children in comparison to the Centers
for Disease Control and Prevention
2000 growth charts and the National
Center for Health Statistics 1978 growth
references. Public Health Nutr 2008
July; 11 (7): 714-9.

GS, rata-rata z-score TB/U cenderung


lebih rendah dibanding standar NCHS
yang mulai terlihat pada umur di 12
bulan ke atas, tetapi sebaliknya ratarata z-score BB/TB lebih rendah
dibanding standar NCHS pada umur di
bawah 12 bulan.
Dengan menggunakan standar WHOGS, menjadikan prevalensi balita
pendek dan sangat pendek, serta balita
kurus dan sangat kurus lebih tinggi
dibanding standar NCHS. Perbedaan
prevalensi tersebut bervariasi menurut
kelompok umur.
Implikasi penggunaan standar WHO-GS
terhadap status gizi bukan hanya
membuat perbedaan dalam prevalensi
balita pendek dan kurus saja tetapi juga
bisa berdampak kepada pelayanan
program gizi untuk balita gizi buruk.

7. de Onis M, Onyango AW, Borghi E,


Garza C, Yang H; WHO Multicentre
Growth Reference Study Group.
Comparison of the World Health
organization (WHO) Child Growth
Standards and the National Center for
Health Statistics/WHO international
growth reference: Implication for child
health programmes. Public Health Nutr.
2006, Oct 9 (7): 942-7.

RUJUKAN

8. Prost MA, Jahn A, Floyd S, Mvula H,

1. Sumarno, Iman, Sosialisasi hasil

Mwaiyeghele E, et al. Implication of new


WHO growth standards on identification
of risk factors and estimated prevalence
of malnutrition in rural Malawian infants.
PLos One 2008, Jul 16, 3 (7): e2684.

workshop on New WHO Anthropometric


standar in Bangkok 5-7 Juni 2006.
Makalah disajikan dalam temu pakar
Gizi. Yogyakarta 14-15 July, 2006.

2. Gibson RS. Principle of Nutritional

9. Seal

A, Kerac M. Operational
implications of using 2006 World Health
Organization growth standards in
nutrition programmes: secondary data

Assessment. Oxford University Press


1990: 209-246.

3. Sumarno, Iman. Petumbuhan bayi


menurut ASI di daerah pertanian padi

21

Gizi Indon 2008, 31(1):9-22


Sandjaja

Kajian perbedaan prevalensi balita kurus

analysis. British Medical Journal 2007;


334: 733.

acute
malnutrition
in
children:
Secondary data analysis. Pediatrics
2008 123 (1): e54-e59.

10. Isanaka S, Villamor E, Shepherd S,

11. Worl Health Organization. The WHO

Grais RF. Assessing the impact of the


introduction of the World Health
Organization Growth Standards and
weight-for-height z-score criterion on
the response to treatment of severe

Child Growth Standards. Avaliable from


www.who.int/childgrowth/en (cited 2008
July 8).

22

You might also like