Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Di Hutan Lindung Kecamatan Alu Kabupaten Polman Propinsi Sulawesi Barat

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Jurnal Perennial, 2012

Vol. 8 No. 2: 93-98


ISSN: 1412-7784

Tersedia Online:
http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN DI HUTAN LINDUNG KECAMATAN


ALU KABUPATEN POLMAN PROPINSI SULAWESI BARAT
The Utilization of Forest Resources in Alu Village Protected Forest, Polewali Mandar Distrinc,
Province of West Sulawesi
Asrianny1, Muhammad Dassir2 dan Asrianty3
1

Lab. Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
2
Lab. Pemanenan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
3
Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin,
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar 90245

ABSTRACT
This study aims to determine the activity of the utilization of forest resources and to know local community wisdom
related to protection forest in the Alu Village areas. This research was conducted by using Rapid Rural Appraisal (RRA)
method. Respondents in this study were communities living in and around the protection forest area and conducting
activities in the forms of utilizing the forest resources. The observed variables were the forms of community activities
in the protection forest and local community wisdom in using the forest resources. The results show that activities of
villagers consist of: 1) the use of timber for home construction or repair and for fuel wood, 2) the utilization of rattan, 3)
the utilization of bamboo, 4) the utilization of palm, 5) the utilization of honey bee and other forest products. In addition,
local community wisdom in the utilization of forest products was found to be in the form of prevailing institutions in the
village of Alu. The forms of institutions are forest harvesting institutions, forest land use institutions, and forest protection
and security institutions. In general, Alu Villagers have the awareness to preserve the environment, ecological balance
and sustainability of the population to be bequeathed to their generation. Yet, the wisdom is prone to turn down
particularly in the institution of timber utilization.
Key words: Forest resource utilization, protected forest, local wisdom, Alu Villagers

PENDAHULUAN
Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat
sekitar hutan perlu menjadi bahan pertimbangan
bagi pemerintahan pusat dan daerah dalam
membuat kebijakan berkaitan dengan kehutanan.
Konflik kehutanan yang sering terjadi belakangan
ini disebabkan oleh karena pemerintah tidak
mengikutsertakan atau tidak mengaitkan peran serta
masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan.
Masyarakat sekitar hutan adalah sekelompok orang
yang masih memiliki dan mempertahankan peri
kehidupan tradisional dari leluhurnya yang tinggal
di daerah hutan yang di dalamnya masih terdapat

Diterima: 8 Juni 2012; Disetujui: 28 Agustus 2012


Penulis korespondensi (corresponding author):
[email protected]

keanekaragaman biologi yang khas (Iskandar,


1992).
Pemanfaatan hasil hutan sebagai sumber
penghidupan bagi masyarakat Desa Alu sudah
dilakukan semenjak dulu. Ketergantungan
masyarakat Desa Alu terhadap hutan sangat besar.
Mereka hidup dari hasil mengumpulkan hasil hutan
seperti kayu bakar, madu, aren, bambu, rotan,
membuka kebun coklat, kelapa dan kemiri di dalam
hutan, menanam pisang dan ubi, memanfaatkan
tanaman obat-obatan, mengambil pakan untuk
ternak mereka serta memanfaatkan sumber daya
air untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk memahami sejauh mana aktivitas dan
kearifan lokal masyarakat Desa Alu yang ada di
sekitar Kawasan Hutan Lindung Desa Alu akan
hasil hutan, dipandang perlu untuk melakukan
penelitian ini. Penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui aktivitas masyarakat Desa Alu pada

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan ...

Kawasan Hutan Lindung Kecamatan Alu Kabupaten


Polman Propinsi Sulawesi Barat, serta kearifan lokal
masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan
pada Kawasan Hutan Lindung.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai dengan bulan September 2010 di Kawasan
Hutan Lindung Desa Alu Kecamatan Alu Kabupaten
Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat. Populasi
dari penelitian ini adalah masyarakat di sekitar
Kawasan Hutan Lindung tersebut.
Metode yang digunakan dalam pengambilan
data menggunakan Metode Rapid Rural Apraisal
(RRA), meliputi pengumpulan data primer dan
data sekunder. Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif.
Analisis deskripsi kualitatif ini akan mendeskripsikan
tingkat aktivitas masyarakat di dalam pemanfaatan
kawasan hutan lindung. Data yang telah
dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan unit analisis yang didasarkan
pada data primer dan data sekunder. Hasil analisis
kemudian ditabulasikan dan diklasifikasikan sesuai
dengan tujuan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Kepemilikan Lahan di Desa Alu
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
tokoh-tokoh masyarakat Desa Alu diketahui bahwa
sejarah kepemilikan lahan di dalam kawasan hutan
lindung maupun di luar kawasan hutan lindung
Desa Alu bermula dari budaya masyarakat dalam
pengelolaan hutan yang ditunjukkan melalui
model penguasaan lahan yang diwariskan secara
turun temurun dari orang tua dengan istilah lita
sossorang. Penguasaan lahan tersebut tidak bisa
dipindahtangankan dan tidak bertentangan dengan
penguasaan negara terhadap kawasan hutan
lindung. Saat ini masyarakat menyadari bahwa
lahan yang mereka kuasai merupakan lahan negara
dengan status kawasan hutan lindung. Penguasaan
atas lahan tersebut mereka manfaatkan untuk
pemungutan hasil hutan berupa pemungutan
rotan, pemanfaatan aren dan bambu, pengolahan
madu, gula merah, minyak goreng dan kopra serta
pemungutan kayu bakar dan pemanfaatan kayu
sebagai bahan untuk membuat dan memperbaiki
rumah, sedangkan kegiatan pemanfaatan lahan

94

dilakukan dalam bentuk aktifitas berkebun dan


bertani.
Karakteristik Kawasan Hutan Lindung Desa Alu
dan Komposisi Jenis Penggunaan Lahan
Karakteristik hutan di Desa Alu terdiri atas
komposisi jenis tumbuhan serta pemanfaatan di
dalam kawasan hutan lindung. Pemanfaatan lahan
di kawasan hutan lindung sebagian besar digunakan
untuk berkebun dan berladang yang di dalamnya
ditumbuhi coklat (Theobrama cacao), mangga
(Mangifera indica), ubi kayu (Manihot utilsima),
pisang (Musa sp), kelapa (Cocos nucifera), kemiri
(Aleurites moluccana), jambu mete (Anacardium
occidentale), kopi (Coffeea sp), jambu biji (Psiduim
guajava), jambu air (Zyzigium aquatica), nangka
(Arthocarpus heterophylla) dan sayuran seperti
lombok (Capsicum annum) sedangkan penutupan
lahan di hutan alam terdiri atas tumbuhan
seperti jenis paku-pakuan (Pteridophyta), bambu
(Bambusa sp), bitti (Vitex cofassus), rotan
(Calamus sp), aren (Arenga pinnata), beberapa
jenis anggrek (Orchidaceae) dan masih banyak
lagi tanaman lainnya. Pada hutan sekunder terdiri
atas tanaman seperti jati (Tectona grandis), gmelina
(Gmelina arbrea), gamal (Glicidia sepium), mahoni
(Swietenia macrophylla), rotan, bitti, aren dan masih
banyak lagi tanaman lainnya, sedangkan untuk
semak belukar terdiri atas padang rumput, bambu,
paku-pakuan, aren, jenis tanaman holtikultura
seperti mangga, nangka, pisang dan jambu serta
banyak lagi jenis tanaman lainnya.
Jenis-jenis tumbuhan alami antara lain pakupakuan, bambu, aren, rotan dan jenis-jenis tanaman
hutan lainnya sedangkan tanaman hasil budidaya
yang dijumpai di kawasan hutan lindung seperti
coklat, kelapa, kemiri, pisang, gmelina, mahoni,
kopi, sengon dan tanaman yang paling banyak
dan sering dijumpai yaitu tanaman bambu, coklat,
kelapa, aren, ubi dan pisang.
Aktivitas Masyarakat Desa Alu pada Kawasan
Hutan Lindung
Bagi masyarakat Alu, hutan tidak hanya
dipandang sebagai sekumpulan pepohonan dan
tumbuh-tumbuhan lainnya yang tumbuh dalam
suatu kawasan, melainkan mengandung nilai yang
sangat kompleks. Ketergantungan masyarakat Alu
terhadap hasil hutan sangat tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari sebagian besar masyarakat Desa Alu
Jurnal Perennial, 8(2): 93-98, 2012

Asrianny, Muhammad Dassir dan Asrianty

95

Tabel 1. Aktivitas masyarakat Desa Alu di kawasan hutan lindung


No.

Aktivitas

Lokasi

Pemanfaatan Hasil Hutan

1.

Pemanfaatan Bambu

Hutan Alam, Semak belukar, Pinggir sungai,


Kebun dan Ladang, Pemukiman, Hutan Sekunder,
Pagar Kebun dan Ladang

Bambu, Rebung

2.

Pemanfaatan dan pemungutan


Kayu

Hutan Alam, Hutan Sekunder, Semak Belukar,


Kebun dan Ladang

Kayu bakar, Kayu bangunan

3.

Pemanfaatan Aren

Hutan Alam, Hutan Sekunder, Jalan antar dusun

Nira, Batang

4.

Pemanfaatan Madu

Hutan Alam, Hutan Sekunder, Kebun dan Ladang

Madu

5.

Pemanfaatan Rotan

Hutan Alam

Rotan

yang mengandalkan pendapatan mereka dari


berkebun di dalam dan di luar kawasan hutan
lindung, mengumpulkan hasil hutan kayu, hasil
hutan bukan kayu seperti madu, aren, rotan, bambu,
dan berbagai jenis buah-buahan serta mengambil
pakan untuk ternak mereka. Aktivitas masyarakat
Desa Alu pada kawasan hutan lindung dapat dilihat
pada Tabel 1.
Pemanfaataan lahan hutan dilakukan oleh
masyarakat di luar dan di dalam kawasan hutan
lindung. Jenis pemanfaatan lahan hutan yang
dilakukan oleh masyarakat yaitu berkebun dan
lahan ternak. Selain membudidayakan tanaman
kayu-kayuan untuk menjaga kelestarian alam
dan keberlangsungan ekosistem, lahan juga
dimanfaatkan sebagai kebun yang ditanami
dengan tanamantanaman yang bernilai ekonomi
tinggi seperti cokelat dan kelapa. Masyarakat juga
menanam pisang dan lombok untuk dikonsumsi
sendiri/keluarga dan juga menjualnya ke pasar
yang letaknya cukup jauh dari ibukota kecamatan.
Pengelolaan tanah yang dilakukan oleh masyarakat
di kebun adalah membuat teras atau bedenganbedengan untuk membatasi kebunkebunnya.
Masyarakat biasanya menggunakan pal-pal batas
dari tumbuhan tanaman berkayu dan bambu.
Selain beberapa jenis tanaman, lahan hutan juga
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat
penggembalaan ternak (kuda dan sapi).
Pemanfaatan Bambu
Bambu merupakan salah satu hasil hutan
bukan kayu yang sangat banyak ditemukan di
Desa Alu. Jenis bambu tersebut tumbuh dan
berkembang biak dengan sendirinya baik di dalam
maupun di luar kebun dan ladang masyarakat yang
berada di luar serta di dalam kawasan hutan lindung
Desa Alu. Jenis tanaman ini dapat tumbuh di daerah
pegunungan, lembah dan paling banyak tumbuh di

Jurnal Perennial, 8(2): 93-98, 2012

sekitar sungai. Bambu juga banyak tumbuh di semak


belukar, pemukiman warga dan di ladang atau
kebun karena sering juga dijadikan pagar kebun,
baik berupa pagar mati maupun pagar hidup.
Bambu banyak fungsi di antaranya untuk
membuat dapur (paceko), tempat untuk menjemur
pakaian, pagar, bahan pengikat, pipa irigasi, koker/
pot tanaman, alas untuk menjemur coklat dan
pemenuhan kebutuhan bahan rumah tangga
lainnya. Bambu juga banyak digunakan pada
upacara adat pernikahan dan kematian. Masih ada
pula masyarakat yang menggunakannya sebagai
bahan untuk membuat dinding rumah. Pemanfaatan
bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu
oleh masyarakat Desa Alu belum banyak berubah.
Hal ini terkait dengan pengetahuan dan teknologi
yang dimiliki oleh masyarakat yang masih sangat
minim.
Masyarakat Desa Alu pada umumnya
mengambil bambu hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan belum merupakan sumber
pendapatan bagi masyarakat setempat. Meskipun
aktivitas pemanfaatan bambu masih tergolong
rendah, namun keberlangsungan fungsi tanaman
bambu mengalami degradasi yang cukup
memprihatinkan karena selain dimanfaatkan
sebagai bahan baku
alat-alat rumah tangga, masyarakat juga
menebang bambu muda sebagai bahan sayuran
(rebung), baik untuk dikonsumsi sendiri, maupun
untuk dijual di pasar. Rebung yang dipanen di sini
adalah rebung yang mempunyai tekstur agak lunak.
Teknik pemotongan rebung yaitu memotong bagian
bawah yang agak mengeras. Bagian yang terlalu
keras memiliki rasa agak pahit. Bagian rebung yang
dikonsumsi adalah bagian dalam yang berwarna
keputihan, bagian ini lunak dan memiliki rasa yang
enak.

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan ...

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


Pemanfaatan kayu juga merupakan salah
satu aktivitas yang dilakukan masyarakat Desa
Alu pada kawasan hutan. Kayu digunakan untuk
membuat atau memperbaiki rumah, membuat
perabot rumah tangga dan kayu bakar. Pemilihan
berbagai jenis kayu bergantung pada kebutuhan
mereka. Untuk membuat rumah dan perabot rumah
tangga, masyarakat Desa Alu memilih jenis
kayu yang kuat seperti kayu jati, gmelina, bitti dan
mahoni. Sedangkan kayu bakar mereka ambil
dari ayu ranni (dahan dari berbagai jenis kayu yang
berukuran kecil) dan beberapa jenis kayu yang cepat
kering antara lain ayu bonga (gamal), ayu jolengjoleng (jambu), ayu kumil (nangka), ayu anging dan
tippulu (Arthocarpus tejmanii).
Kayu bakar digunakan untuk perapian dan
alat penerang pada malam harinya. Selain itu,
kayu bakar kadang juga digunakan untuk perapian
hewan peliharaan mereka seperti sapi, kambing
dan kuda agar terhindar dari serangan serangga
ataupun udara dingin pada malam hari atau disaat
cuaca lagi dingin. Kayu bakar digunakan pula dalam
industri kecil masyarakat Desa Alu untuk membuat
dan memasak gula merah dan minyak kelapa serta
digunakan pula untuk pembuatan kopra.
Pengambilan hasil hutan kayu digunakan
untuk keperluan mereka sehari-hari dan tidak untuk
dipasarkan. Kayu bakar biasanya diperoleh dengan
beberapa cara yaitu memotong bagian-bagian
tertentu dari pohon seperti ranting atau cabang,
mengambil ranting-ranting pohon pada saat ada
penebangan, untuk batang pohon yang masih
basah dipotong lalu dibelah menjadi beberapa
bagian lalu dikeringkan agar mudah menyala.
Mereka mengumpulkan kayu dalam jumlah yang
cukup banyak di musim kemarau untuk persediaan
di musim penghujan.
Pemanfaatan Aren
Aren termasuk ke dalam jenis tanaman
yang cenderung untuk berkembang biak dengan
sendirinya karena mempunyai biji yang sangat
banyak. Menurut masyarakat Alu tanaman aren yang
mereka miliki sudah ada sejak dahulu dan mereka
tidak pernah menanam aren karena tumbuh dengan
sendirinya. Tidak banyak yang bisa dilakukan
masyarakat Desa Alu untuk keberlangsungan
tanaman ini karena menurut mereka biji tanaman

96

aren agak susah dikecambahkan dan juga


memerlukan waktu yang sangat lama. Kesulitan
perkecambahan biji ini menjadi penyebab utama
keengganan masyarakat membudidayakan aren
secara besar-besaran, sehingga orang-orang lebih
menyerahkannya pada perkecambahan alam.
Sayangnya, pada saat mencabut bibit yang tumbuh
secara alami ini, kemudian ditanam di lahan, banyak
tanaman yang akhirnya mati sehingga masyarakat
hanya membiarkan saja tanaman ini tumbuh secara
alami.
Masyarakat Desa Alu sangat menjaga dan
memelihara tanaman aren ini, anakan tanaman
aren akan dipelihara dengan cara dipagari agar
terhindar dari segala macam gangguan khususnya
dari gangguan binatang seperti babi hutan. Aren
banyak tumbuh di dalam hutan alam dan kebun
karena tanaman aren mempunyai sifat dapat
hidup berdampingan dengan jenis tanaman lain.
Kegiatan mengambil aren oleh masyarakat Desa
Alu tergolong sebagai kegiatan sampingan diselasela aktivitas berkebun. Karena itu aktivitas ini tidak
menjadi kegiatan pencaharian pokok untuk ekonomi
keluarga. Cara pemanenannya pun masih sangat
tradisional sebagaimana yang secara turun temurun
telah dilakukan. Aren selain dikelola menjadi gula
merah untuk konsumsi sendiri dan untuk dijual, juga
dikelola menjadii minuman tradisional yang dikenal
dengan sebutan mayang atau tuak. Selain nira,
batang aren pun sangat berguna untuk pembuatan
jembatan untuk sungai-sungai kecil di desa,
juga untuk pembuatan alat-alat penenunan kain
tradisional Lita Mandar (Tanah Mandar).
Pemanfaatan Madu
Kegiatan mengumpulkan lebah madu oleh
masyarakat Desa Alu tergolong sebagai kegiatan
yang dilakukan pada masa-masa senggang
setelah berkebun. Karena itu pula, aktivitas ini
tidak menjadi kegiatan pencaharian pokok untuk
ekonomi keluarga. Cara pengambilannya pun masih
sangat tradisional, sebagaimana yang secara turun
temurun telah dilakukan. Cara pengambilan madu
tersebut yaitu dengan cara mengasapi supaya
lebah tidak mati dan ketika lebah sudah terbang
maka petani akan mengambil madu dengan cepat
sebelum lebah kembali ke pohon tersebut, cara ini
dipercaya dapat menjaga ketersediaan madu dan
keberlangsungan fungsi.

Jurnal Perennial, 8(2): 93-98, 2012

97

Asrianny, Muhammad Dassir dan Asrianty

Pemanfaatan Rotan
Rotan banyak tumbuh di dalam kawasan hutan
lindung dan tanaman ini merupakan salah satu
jenis hasil hutan bukan kayu yang banyak dipanen
dari hutan, walaupun hanya beberapa orang saja
yang melakukan pekerjaan ini. Hal ini karena jarak
hutan yang ditumbuhi rotan terbilang cukup jauh,
sehingga beberapa masyarakat memilih untuk
berkebun coklat dan kelapa dan menjual rotan
mereka ke pappajak. Pappajak adalah pedagang
pengumpul rotan sekaligus yang memanen rotan
tersebut karena mereka mempunyai kendaraan dan
peralatan yang memadai untuk mengangkut rotan
tersebut.
Pengelolaan rotan oleh masyarakat masih
mengandalkan persediaan rotan alami. Sedangkan
budidaya rotan belum dikenal sama sekali oleh
masyarakat. Karena itu ketersediaan rotan alam
merupakan jaminan bagi eksistensi aktivitas ini.
Satu-satunya pranata yang ada tentang rotan adalah
dilarang menebang rotan yang masih berumur muda
dan di bawah panjang 4 meter serta meninggalkan
beberapa rotan dalam satu rumpun pada saat
pengambilan. Masyarakat pun tidak pernah tertarik
untuk menanam rotan karena lebih tertarik untuk
berkebun. Hal ini tentu saja mengancam eksistensi
tanaman rotan ini dikawasan hutan lindung Desa
Alu.
Kegiatan memanen rotan tidak mengenal
musim kecuali pada saat intensitas hujan yang
tinggi karena akan menyulitkan dalam melakukan
kegiatan pengangkutan karena jalan yang tidak
memungkinkan. Kegiatan memanen rotan dilakukan
pada kawasan hutan belantara yang sangat jauh
dan memakan waktu yang lama serta secara
berpindah-pindah dan hal ini menyebabkan banyak
masyarakat yang tidak tertarik merotan.
Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat
Ketergantungan hidup pada alam melahirkan
pengetahuan untuk hidup selaras dengan alam.
Pengetahuan untuk hidup selaras dengan alam
tersebut kemudian digunakan oleh masyarakat untuk
berinteraksi dengan lingkungan dimana mereka
tinggal dan menetap. Menurut Radjam (2004) dalam
Nurhayati (2005), kearifan lokal secara sederhana
dapat diartikan sebagai sekumpulan tata nilai yang
dipegang dan dijalankan masyarakat tradisional
dengan mengacu pada nilai-nilai hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan hidup,
Jurnal Perennial, 8(2): 93-98, 2012

budaya setempat dan nilai-nilai yang berlaku di suatu


masyarakat yang dapat ditemui pada pola bercocok
tanam, tata ruang kampung, cerita rakyat bahkan
permainan rakyat. Sedangkan Njurumana & Gerson
(2006) mengemukakan bahwa kearifan lokal dalam
pemanfaatan hutan, tanah dan air memiliki ciri yang
berbeda pada setiap komunitas masyarakat yang
merupakan bagian integral dari aspek budaya dan
religius masyarakat lokal sehingga banyak kearifan
lokal memiliki nilai-nilai konservasi karena dibangun
atas dasar kesadaran menyelaraskan kehidupan
dengan alam.
Pranata-pranata sosial masyarakat di Desa
Alu dalam memanfaatkan sumber daya alam
mengindikasikan adanya kearifan lingkungan dan
kearifan dalam pelestarian fungsi hidrologi hutan
(konservasi air) dan pelestarian ekologi. Kearifan
tersebut berupa larangan-larangan dan ajakan
seperti larangan memanfaatkan lahan dan menebang
pohon dalam kawasan pangngale piparakkeang.
Ajakan untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan
untuk keberlangsungan ekosistem, menanam
sebelum menebang agar fungsi hutan dapat terus
dirasakan oleh anak cucunya kelak dalam hal ini
kontinuitas fungsi hutan (konsevasi tanah).
Kearifan lokal dalam bentuk larangan
Sesuai dengan adat dan kebiasaan yang dimiliki
oleh masyarakat di Desa Alu dalam mengelola hutan
terdapat kegiatan yang dilarang dilakukan karena
dapat merusak fungsi hutan yaitu sebagai sumber
air yang dapat menyebabkan kelestarian lingkungan
terganggu. Larangan-larangan tersebut yaitu
larangan memanfaatkan lahan dan menebang kayu
dalam kawasan pangngale piparakkeang. Larangan
ini mengandung makna untuk mempertahankan
kelestarian hutan dan sebagai sumber air untuk
berbagai kebutuhan masyarakat. Apabila hutan
tersebut terganggu dan berubah fungsinya maka
kesejahteraan masyarakat juga akan terancam.
Larangan tersebut juga mengandung makna untuk
mencegah banjir dan tanah longsor. Selain itu,
kerusakan hutan ini juga berarti merusak ekosistem
yang ada di dalamnya sehingga hutan tersebut tidak
dapat lagi tumbuh menjadi habitat bagi tumbuhtumbuhan dan hewan.
Kearifan lokal dalam bentuk ajakan
Kerarifan lokal masyarakat dalam bentuk
ajakan dapat dilihat pada konsep menanam kayukayuan pada kebun mereka, ajakan untuk menanam

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan ...

sebelum menebang. Kearifan ini mengandung


makna untuk melestarikan lingkungan, keberlanjutan
fungsi hutan, dan mencegah bencana-bencana
alam yang sering terjadi seperti banjir dan longsor.
Konsep untuk membuat teras dan bedeng-bedengan
merupakan usaha konservasi tanah yang dilakukan
oleh masyarakat berdasarkan pengetahuan dan
pemahaman yang mereka miliki, serta ritual bacabaca maccera manurung dianalisis agar ada
penekanan untuk menebang pohon.
Perubahan Kearifan Lokal Masyarakat
Awalnya masyarakat Desa Alu memiliki
kearifan-kearifan terhadap lingkungan sekitar
kebebasan pencurian hasil alam. Sedangkan
Njurumana & Gerson (2006) mengatakan bahwa
banyak dijumpai kearifan lokal yang sudah tererosi
dan memudar sehingga tidak lagi dipatuhi dan
dihormati karena tingginya interaksi masyarakat
lokal terutama kaum mudanya dengan budaya
luar yang tanpa disadari memiliki peran terhadap
melemahnya kearifan lokal. Hilangnya kearifan
lokal berakibat pada hilangnya salah satu instrumen
kepedulian memelihara sumber daya hutan, tanah
dan air.
Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan
kebutuhan akan sumber daya hutan semakin
meningkat. Pertambahan jumlah penduduk yang
diikuti oleh peningkatan kebutuhan ekonomi
membuat masyarakat menggunakan segala
cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
termasuk memanfaatkan sumber daya hutan
secara berlebihan. Penduduk Desa Alu mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2004
sebanyak 12.119 orang, tahun 2005 12.204 orang,
tahun 2006 12.368 orang, tahun 2007 12.429 orang
dan tahun 2008 12.492 orang.
Wilkinson (1973) dalam Dassir (2007)
menyatakan bahwa pada umumnya masyarakat
tradisional dalam kehidupannya mencoba melakukan
pengelolaan sumber daya alam untuk mencapai
keseimbangan ekologis. Pengelolaan yang biasa
dilakukan antara lain dengan melalui pranata sosial
budaya dan kepercayaan mereka. Keseimbangan
ekologis itu akan rusak atau berubah apabila
masyarakat tradisional mengadakan hubungan yang
intensif dan bebas dengan dunia luar atau adanya
misi (program atau kebijakan) dari luar yang datang

98

pada lingkungan masyarakat tradisional. Akibatnya


segala kepercayaan tradisional atau pantangan
tradisional itu menjadi hilang. Untuk mengatasi
kerusakan keseimbangan ekologis, masyarakat
tradisional beradaptasi dengan mengembangkan
teknologi baru untuk mendapatkan peningkatan
produktivitas sumberdaya alam. Sedangkan
keseimbangan hubungan ekologi akan ambruk
apabila masyarakat tradisional telah dipengaruhi
budaya luar atau masyarakat telah mengubah
keseimbangan dan tatanan baru maka sistem
teknologi baru akan berkembang.
KESIMPULAN
Aktivitas masyarakat Desa Alu pada kawasan
hutan lindung di Desa Alu adalah melakukan
pemanenan kayu-kayuan sebagai bahan pembuat
dan perbaikan rumah serta kayu bakar, pemanenan
rotan, bambu, aren, lebah madu dan hasil hutan
lainnya. Kearifan lokal masyarakat Desa Alu dalam
memanfaatkan sumberdaya hutan di kawasan
hutan lindung sudah mengalami pengikisan
nilai. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
pemberdayaan nilai kearifan lokal oleh pihak-pihak
terkait dalam kegiatan pemanfaatan kawasan
hutan lindung serta memotivasi masyarakat untuk
tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungan
hutan dan eksistensi dari setiap hasil hutan yang
dimanfaatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dassir, M. 2007. Dinamika Usaha Wanatani dan Sistem Tenur
pada Sub DAS Minlareng Hulu di Kabupaten Maros Provinsi
Sulawesi Selatan, Disertasi tidak diterbitkan. Program
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Iskandar. 1992. Teknologi Perdagangan di Indonesia Studi
Kasus dari Daerah Badui Selatan Jawa Barat. Djambatan.
Jakarta.
Njurumana dan N. D. Gerson. 2006. Nilai Penting Kearifan
Lokal dalam Rehabilitasi Lahan. http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/MKI/06VI/06INilai%20penting.htm. [diakses
tanggal 1 Agustus 2010].
Nurhayati. 2005. Kearifan Tradisional Masyarakat Adat
dalam Pengelolaan Hutan Adat Rumbio di Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Jurnal Info Sosial Ekonomi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Budaya dan
Ekonomi Kehutanan. Vol. 5 (1) : 81-89.

Jurnal Perennial, 8(2): 93-98, 2012

You might also like