Dr. Pertiwi Febriana Chandrawati MSC, Spa

Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 31

dr.

Pertiwi Febriana Chandrawati MSc,SpA

DEFINISI :
Ialah suatu penyakit dengan
kumpulan gejala edema,
proteinuria,hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia.

Klasifikasi SN :
1. Klinis : a. 1. S.N. Bawaan (kongenital).
2. SN Primer/Idiopatik.
3. SN Sekunder.
b. Respon steroid : sensisitif steroid
dan
resisten steroid.
2. Histopatologi :
a. Kelainan minimal
b. Kelainan non minimal
c. Endapan Ig G, Ig A, Ig M, C3,
fibrinogen
4

S.N. BAWAAN
Jarang.
Autosomal.
Edema pada masa
neonatus.
Resisten terhadap
pengobatan.
Prognosis jelek.

S N SEKUNDER
1. Penyakit keturunan dan
metabolik :
Diabetes, Amilodoisis, Sindrom Alport,
Myxederma.
2. Penyakit Infeksi :
Hepatitis B, Malaria, Schistosoma, Lepra,
Sifilis, Post. Streptokokus.
6

3. Akibat toksin dan alergi :


Logam berat (Au.Hg)probenicid, serangga
dan bisa ular.
4. Penyakit sistemik dan penyakit
immune mediated :
SLE, Sindrom vaskulitis, Poliarteritis, Henoch
Scholein Purpura, Sarcoid Dermatitis,
Herpetifomis.
5. Penyakit Neoplasma :
Penyakit Hodskin.
7

Kriteria Diagnostik SN Primer pada


Anak
1. Edema
2. Proteinuria masif (++ atau dengan
pemeriksaan protein kuantitatif > 40
mg/m2/jam) atau 1 gr/L dalam 24 jam
(Esbach).
3. Hipoproteinemia (< 2,5 mg/dl).
4. Hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl).
5. C3 normal.

PATOFISIOLOGI :
1. Akibat proteinuria.
2. Gangguan permeabilitas

Proteinuria can be caused by systemic


overproduction, tubular dysfunction, or
glomerular dysfunction. It is important to
identify patients in whom the proteinuria is
a manifestation of substantial glomerular
disease as opposed to those patients who
have benign transient or postural
(orthostatic) proteinuria.

Heavy proteinuria (albuminuria)

Figure 3.

Hypoalbuminemia is in part a consequences


of urinary protein loss. It is also due to the
catabolism of filtered albumin by the
proximal tubule as well as to redistribution
of albumin within the body. This in part
accounts for the inexact relationship
between urinary protein loss, the level of
the serum albumin, and other secondary
consequences of heavy albuminuria .

EDEMA

Figure 4.

Most nephrotic patients have elevated levels of


total and low-density lipoprotein (LDL) cholesterol
with low or normal high-density lipoprotein (HDL)
cholesterol . Lipoprotein (a) [Lp(a)] levels are
elevated as well and return to normal with
remission of the nephrotic syndrome. Nephrotic
patients often have a hypercoagulable state and
are predisposed to deep vein thrombophlebitis,
pulmonary emboli, and renal vein thrombosis.

Bagan Proteinuria
-

Tranasferin
Glob. Tiroksin
Glob. Vit D
Faktor pembekuan
VII, IX, XII

PROTEINURIA
Ig G
Ig E
Ig A
Ig M
Fibrinogen
HIPOALBUMINEMIA
B. lipoprot

Hiperlipidemia

TEKANAN OSMOTIK
Lipiduria

EDEMA
HIPOVOLEMIA

Kolaps sirkulasi
perifer

Adolsteron

Retensi Na
H20

Hb

Kematian
Perfusi Ginjal

Vol .Packed
cell
Viskositas

Trombosis vena

Plasma
Renin

Ureum
+
K

Hiponatremia
16

Pembagian morfologik kelainan


glomerulus
(Churg, Habib dan White, 1970)
Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis Fokal
3. Glomerulonefritis Proliferatif
4. Difus Eksudatif
5. Mesangial
6. Dengan Crescent
7. Fokal
8. Membrano-Proliferatif
9. Nefropati Membranosa
10. Glomerulonefritis Kronik Lanjut
1.

17

Laboratorium :

Urin : BJ. Urin menetap (1008 -1012).


Albuminuria.
Eritrosit +.
Leukosit (hilang timbul).

Darah : L.E.D
Ureum
Fasfor
Kalsium
Kalium

Test fungsi ginjal dapat menurun

.
.
.
.
.

18

DOSIS OBAT YANG DIANJURKAN PADA PENGOBATAN


SINDROM NEFROTIK

Prednison :
Tiap harinya : 60 mg/m2/hari dibagi dalam 3 dosis
Intermiten
: 40 mg/m2/hari dibagi dalam 3 dosis tiga
hari berturut-turut dalam 7 hari atau
dengan dosis alternate
(selang sehari) dosis tunggal pada pagi
hari.

Siklofosfamid : 2 - 3 mg/kg/hari selama tidak lebih dari


6 minggu sampai 8 minggu

Klorambusil : Dosis 0,1 - 0,2 mg/kg/hari dalam dosis


terbagi dengan kortikosteroid selang
sehari.

19

Kriteria pengobatan (Standar Nasional/ISKDC)


1.
Pengobatan dengan prednison.
2.
Dosis prednison 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kg BB
selama 4 minggu dilanjutkan dengan dosis 40
mg/m2/hari 2/3 dosis initial secara intermiten
yaitu 3 hari dalam 1 minggu selama 4 minggu
berikutnya atau secara alternate (selang sehari).
3.
Penderita dinyatakan Sensitif Steroid (SS) bila
menunjukan hasil remisi pada pengobatan 8
minggu
tersebut
sedangkan
yang
tidak
menunjukan remisi di sebut Resisten Steroid
(SS)
4.
Kriteria remisi ialah edema menghilang dan
proteinuria negatif selama 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu.

20

Biopsi Renal
1. Semua penderita Resisten Steroid (RS)
2. Prosedur Pelaksanaan :
a. Penentuan titik biopsi melalui USG.
b. Tindakan anti septik.
c. Anestasi lokal pada titik biopsi
d. Melalui alat penunjuk pada USG dimasukan
jarum ginjal dan diaspirasi pelan-pelan dengan
hasil + 1 cm (8-10 ml)
e. Hasil biopsi dilakukan pemeriksaan
histopatologi
dengan Mikroskop Cahaya, Mikroskop
Imunoflorensensi (MI), Mikroskop Elektron
(ME).

21

3. Kontra indikasi biopsi


a. Indikasi relatif : hipertensi, ascites
berat, usia kurang 4 tahun (kurang
kooperatif), uremi, dugaan stenosis
arteria renalis, dugaan trombosis
vena renalis.
b. Indikasi absolut : dialisis hemoragik,
ginjal
polikistik, ginjal soliter.

22

Pengobatan:
1. Kortikosteroid
2. Diuretika
3. Imusupresif

23

Terapi Steroid (ISKDC)


Prednison
60 mg/mg2/hari 28 hari
40 mg/mg2/hari intermiten
4 minggu - I,

4 minggu - II,

R1

Predn Initial
2 mg/ kgBB /dl

4 minggu - III

R2

2/3 dosis
Initial

Resisten steroid
Immuno-supressive
agent

R = remisi
24

Bila remisi terjadi pada 4 minggu pertama (R1)


pengobatan dengan steroid, maka dosis
prednisone AD diberikan selama 4 minggu (total
pengobatan 8 minggu), namun bila remisi baru
terjadi pada 4 minggu ke dua (R2) maka
pengobatan dosis AD diteruskan sampai 8 minggu
(total pengobatan 12 minggu). Bila sampai 8
minggu pengobatan steroid belum juga terjadi
remisi, disebut sebagai steroid resisten. Pada
kondisi ini terapi diganti dengan imunosupresif
lain seperti siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari.

Istirahat/bed rest
Diit TKTP : protein 3-4 g/kg bb/hari dengan
high biologic value protein. Diit TKTP harus
terus diberikan terutama kadar protein
dapat dikurangi sampai 1-2 g/kg bb/hari.
Medikamentosa

Berat badan dan tekanan darah diukur setiap hari.


Air kemih ditampung setiap hari : diukur jumlaghnya dan
berat jenis, pemeriksaan Esbach.
Darah tepi : rutin diulang setiap minggu ; KED waktu
masuk dan diulang setiap 2 minggu
Esbach dilakukan waktu masuk dan diulang waktu remisi
dicapai
Ureum dan kreatinin urin diperiksa setiap 3 hari; klirens.
Ureum dan kreatinin darah diperiksa setiap minggu,
sampai nilai normal.
Protein total, albumin, globulin, kolesterol, diulang
sebulan sekali.
Renogram bila perlu 2 kali : waktu masuk, diulang 3
minggu kemudian waktu edema hilang.
Uji PPD, Ro paru sebelum terapi kartiko steroid.

Edema hilang
Proteinuria negatif selama 3 hari berturut
turut dalam seminggu.
Kolesterol darah normal
Protein total, albumin darah meningkat

Efek Toksin Pengobatan Steroid Jangka


Panjang
Cushingoid
Moon Face
Akne
Triae

Resistensi Cairan
Edema
Hipokalemia
Kelainan Endokrin
Supresi Pertumbuhan
Supresi Fungsi
Adrenal

Oftalmologi
Katarak
Psikologis
Euforia
Iritabilitas
Insomnia
Sirkulasi
Hipertensi
Edema Otak

Kel. Hematologi
Leukositosis
Ekimosis

Tulang
Fraktur Osteoporosis
G.I.
Tungkak lambung
Pankreatitis akut

Sistem Otot
Kelemahan
Atropi

Immunologi
Infeksi Jamur
Aktivasi TBC
29

Respons Penderita SNKM diobati


dengan Predison (ISKDC)
Kelainan minimal

Respons
93 %

Non
relaps
36 %

Relaps
jarang
36 %

100 %

Relaps
sering
3%

Non respons awal


7%

Respons
5%

Non respons
Seterusnya
5%

Non
Respon
2%

Kidney Int. 13-43, 1974

30

Diit :
Rendah garam (1-2 mg/hari)
Protein 2-3 mg/kg BB/hari

Thank
you

31

You might also like