Michran Marsaoly, Burhanuddin Bahar, Saifuddin Sirajuddin

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Artikel Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (TELUR REBUS DAN BUBUR


KACANG HIJAU) TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH
THE EFFECT OF SUPLEMENTARY FOOD SUPPLY (BOILED EGGS AND GREEN
BEAN PORRIDGE) ON THE NUTRITIONAL STATUS OF SCHOOL-AGE CHILDREN
Michran Marsaoly*1,2, Burhanuddin Bahar2, Saifuddin Sirajuddin2
*E-mail: [email protected]
1

Politeknik Kesehatan Ambon, Maluku


Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstract
There is a significant relationship between nutritional status with food consumption. The study aimed to
determine the effect of giving additional food (boiled eggs and green bean porridge) for school age
children. This study used a quasi experiment design before and after the intervention using an external
comparison group. Population was the entire school-age children who recite the TPA hamlet and village
Manuba Kampung Baru. The sample was selected using a purposive technique, totaling 48 children,
consisting of 24 children in the control group, as well as in the treatment group. The paired t-test
performed to analyze differences in the average nutritional status and nutrient intake before and after
intervention in both groups, and independent t-test test to analyze differences in the average nutritional
status and intake, both before and after intervention between the two group. The results, chi-square test
showed no differences in nutritional status before and after intervention in both groups (p > 0.05).
However, when analyzed using paired t-test , then there are differences in nutritional status before and
after the intervention in the treatment group, but not in the control group. While the independent t-test
that showed there was the effects of differences in both before and after intervention in the treatment
group but in the control grup was not. Intake of protein, vitamin A, iron in the treated group were
significantly different between before and after the intervention. However, B1 and B6 intake appear
higher in the control group compared to the treatment group. It is recommended to provide hard-boiled
eggs and green bean porridge to help improve the nutritional status of children, by placing it as a food
supplement rather than substitute for a main meal.
Keywords : supplementary feeding, nutritional status

Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang


pada anak, yaitu makanan dan penyakit infeksi
yang keduanya saling mendorong.3 Berbagai
penelitian pada bayi di Asia dan Amerika Latin
secara meyakinkan telah membuktikan intervensi
gizi dapat menurunkan angka kematian bayi dan
anak-anak akibat penyakit infeksi.4

Pendahuluan
Gizi menjadi masalah yang penting bagi anak
sekolah, karena gizi dapat mencerdaskan anak.1
Gizi kurang berdampak pada pertumbuhan fisik
dan kecerdasan tidak optimal yang bermuara pada
rendahnya produktivitas dan kemiskinan.2 Anak
yang kekurangan gizi mudah mengantuk dan
kurang bergairah, sehingga dapat menganggu
proses belajar di sekolah dan menurun prestasi
belajarnya. Daya pikir anak juga akan kurang,
karena pertumbuhan otaknya tidak optimal.1

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun


2007, prevalensi nasional status gizi penduduk
umur 6-14 tahun (usia sekolah) kategori kurus
menurut jenis kelamin adalah laki-laki 13,3% dan
perempuan 10,9%. Bila dilihat dari konsumsi
energi dan protein, secara nasional persentase
14

PMT Telur Rebus dan Bubur Kacang Hijau pada Status Gizi Anak (Michran)

rumah tangga dengan konsumsi energi rendah


sebesar 59,0% dan konsumsi protein rendah
sebesar 58,5%. Di provinsi Sulawesi Selatan,
status gizi penduduk usia 6-14 tahun kategori
kurus adalah laki-laki 15,5% dan perempuan
13,4%, lebih tinggi di atas prevalensi nasional, dan
termasuk pula di antara 21 provinsi dengan
persentase konsumsi energi dan protein rendah
lebih tinggi di atas angka nasional, yaitu sebanyak
71,7% dan 61,7%.5

Bahan dan Metode

Bila dilihat per kabupaten/kota di Sulawesi


Selatan, prevalensi status gizi penduduk umur 6-14
tahun kategori kurus di atas prevalensi nasional,
yaitu untuk laki-laki sebanyak 16 kabupaten/kota,
termasuk kabupaten Barru, dan prevalensi anak
perempuan kurus terdapat di 14 kabupaten/kota.
Dilihat dari konsumsi energi dan protein,
persentase RT dengan konsumsi energi rendah di
atas
persentasi
nasional
sebanyak
20
kabupaten/kota dan konsumsi protein rendah
sebanyak 14 kabupaten/kota. Kabupaten Barru
termasuk salah satu kabupaten dengan persentase
konsumsi energi dan protein kurang di atas
persentase nasional, di mana persentasi rumah
tangga dengan konsumsi energi kurang sebanyak
77,9% dan protein kurang sebanyak 64,2%.6

Desain dan Variabel Penelitian

Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan April Juli
2011, di kabupaten Barru pada Taman Pengajian
Al-Quran (TPA) di dusun Kampung Baru,
kecamatan Soppeng Riaja sebagai kelompok
perlakuan, dan TPA di dusun Manuba, kecamatan
Mallusetasi sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi


eksperimen, dengan rancangan sebelum dan
sesudah intervensi menggunakan kelompok
pembanding eksternal. Status gizi anak sebagai
variabel dependen, dan status penyakit infeksi dan
asupan zat gizi, baik yang berasal dari PMT,
asupan keluarga maupun asupan lainnya sebagai
variabel independen.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh anak usia sekolah yang
mengaji/santri TPA di dusun Kampung Baru dan
dusun
Manuba.
Sampel
dipilih
dengan
menggunakan teknik purposive, berjumlah 48
anak, yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
24 anak pada kelompok kontrol, demikian juga
pada kelompok perlakuan. Kriteria inklusi : anak
usia sekolah yang sedang mengikuti pendidikan di
TPA, tidak menderita penyakit serius, dan bersedia
menjadi sampel penelitian. Kriteria eksklusi :
mempunyai riwayat alergi terhadap bahan
makanan intervensi, dan tidak hadir pada saat
pengukuran.

Terdapat kaitan yang sangat erat antara status gizi


dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi
yang optimal akan tercapai apabila memenuhi
kebutuhan zat gizi. Namun demikian, status gizi
seseorang dalam suatu masa tidak hanya
ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada saat itu,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat
gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa
itu. Ini berarti bahwa konsumsi zat gizi masa
kanak-kanak memberi andil terhadap status gizi
setelah dewasa.7

Pengumpulan Data
Status gizi anak
dinilai secara antropometri
berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB;
status penyakit infeksi dinilai berdasarkan
diagnosis petugas kesehatan atau berdasarkan
gejala klinis; asupan zat gizi dinilai berdasarkan
hasil recall 24 jam, kemudian dibandingkan
dengan AKG 2004. Sementara data demografi
diperoleh dari desa/kelurahan setempat.

Perbaikan status gizi anak usia sekolah perlu


dilakukan dengan memanfaatkan bahan pangan
yang berasal atau yang mudah didapat di daerah
setempat. Hal ini didasari bahwa strategi
pendekatan berbasis pangan (food based approach)
merupakan intervensi gizi yang mempunyai daya
terima tinggi, efektif, dan berbiaya rendah
sehingga
berperan
dalam
program
gizi
berkelanjutan
(sustainable).
Penelitian
ini
dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian
makanan tambahan (telur rebus dan bubur kacang
hijau) terhadap anak usia sekolah.

Analisis Data
Analisis univariat dilakukan untuk melihat
distribusi frekuensi masing-masing variabel yang
15

Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1 No. 1 Agustus 2011 :14-20

Tabel 1. Distribusi Anak Usia Sekolah Berdasarkan Status Gizi pada Awal dan Akhir Perlakuan di
Lokasi Penelitian
Kelompok
Status Gizi
BB/U
Normal
Kurang
Buruk
TB/U
Normal
Pendek
BB/TB
Normal
Kurus
Gemuk

Perlakuan
Awal
n=24

Kontrol
Akhir
n=24

Awal
n=24

Akhir
n=24

17(70,8%)
5(20,8%)
2(8,3%)

18(75%)
4(16,7)
2(8,3%)

19(79,2%)
4(16,7%)
1(4,2%)

18(75%)
5(20,5%)
1(4,2%)

20(83,3%)
4(16,7%)

19(79,2%)
5(20,8%)

12(50%)
12(50%)

12(50%)
12(50%)

21(87,5%)
2(8,3%)
1(4,2%)

23(95,8%)
0
1(4,2%)

20(83,3%)
1(4,2%)
3(12,5%)

20(83,3%)
2(8,3%)
2(8,3%)

diteliti. Sedangkan analisis bivariat uji paired t-test


data status gizi dan asupan zat gizi sebelum dan
sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok,
dan uji independent t-test untuk menganalisis data
perbedaan rata-rata dua nilai yang tidak saling
berhubungan, yaitu data status gizi dan asupan zat
gizi, baik pada pengukuran awal maupun
pengukuran akhir antara kedua kelompok.

Penyakit Infeksi
Data pada Tabel 2 menunjukkan pada kelompok
perlakuan terdapat 13 orang (54,17%) yang
menderita penyakit infeksi sebelum diintervensi,
dan menurun menjadi 8 orang (33,33%) setelah
diintervensi. Sementara jenis penyakit yang paling
banyak diderita adalah ISPA (7 orang) dan tetap
sama setelah kedua kelompok diintervensi.

Hasil
Tabel 2. Karakteristik Penyakit Infeksi Sebelum dan
Sesudah Perlakuan di Lokasi Penelitian

Status Gizi
Sebelum kelompok perlakuan diintervensi,
terdapat 70,8% anak berstatus gizi normal, 20,8%
berstatus gizi kurang, dan 8,3% berstatus gizi
buruk. Setelah diintervensi, anak dengan status gizi
normal meningkat menjadi 75%, karena terdapat 1
orang anak dari status gizi kurang, menjadi normal,
sementara anak dengan status gizi buruk, tidak
berubah. Berdasarkan indeks TB/U, diketahui
bahwa sebelum kelompok perlakuan diintervensi,
terdapat 83,3% anak dengan status gizi normal,
dan setelah diintervensi menurun menjadi 79,2%,
karena anak yang pendek, bertambah 4,1% (1
orang). Pada kelompok yang sama, untuk indeks
BB/TB, anak dengan status gizi normal meningkat
sebesar 8,3%, yaitu dari 87,5% menjadi 95,8%,
karena tidak ada lagi anak dengan status gizi kurus
setelah diintervensi (sebelumnya 2 orang),
sementara yang gemuk, tetap 4,2% (1 orang)
(Tabel 1).

Penyakit
Infeksi

Perlakuan
n=24

Sebelum
Ya
13 (54.17%)
Tidak
11 (45.83%)
Sesudah
Ya
8 (33.33%)
Tidak
16 (66.67%)
Jenis Penyakit
Sebelum
Diare
4 (30.77%)
ISPA
7 (53.84%)
Typhoid
1 (7.69%)
Malaria
1 (7.69%)
Sesudah
Diare
0
ISPA
7 (87.5%)
Typhoid
1 (12.5%)
Malaria
0

16

Kelompok
Kontrol
n=24
10 (41.67%)
14 (58.33%)
13 (54.17%)
11 (45.83%)

0
10 (100%)
0
0
3 (23.07%)
10 (76.92%)
0
0

PMT Telur Rebus dan Bubur Kacang Hijau pada Status Gizi Anak (Michran)

Tabel 3. Perbedaan Kategori Status Gizi Sebelum dan Sesudah Perlakuan Antarkelompok
Kelompok
Status Gizi
BB/U
Normal
Kurang
Buruk
TB/U
Normal
Pendek
BB/TB
Normal
Kurus
Gemuk

Perlakuan
Awal
Akhir
n=24
n=24

Kontrol
p value

Awal
n=24

Akhir
n=24

p value

19(79,2%)
4(16,7%)
1(4,2%)

18(75%)
5(20,5%)
1(4,2%)

12(50%)
12(50%)

12(50%)
12(50%)

20(83,3%)
1(4,2%)
3(12,5%)

20(83,3%)
2(8,3%)
2(8,3%)

0.16
17(70,8%)
5(20,8%)
2(8,3%)

18(75%)
4(16,7)
2(8,3%)

20(83,3%)
4(16,7%)

19(79,2%)
5(20,8%)

21(87,5%)
2(8,3%)
1(4,2%)

23(95,8%)
0
1(4,2%)

0.32

1.00

1.00

0.16

0.66

B6, zat besi, dan zink, hanya asupan protein dan


zink yang menunjukkan perbedaan saat sebelum
dan setelah intervensi pada kedua kelompok.
Sementara perbedaan asupan vitamin A, dan zat
besi sebelum dan sesudah intervensi hanya tampak
pada kelompok perlakuan.
Sementara uji
independent t-test menunjukkan perbedaan asupan
zat gizi antar kelompok. Hasilnya menunjukkan
ada perbedaan asupan energi, vitamin A, dan zink
antara kedua kelompok, sebelum dan setelah
intervensi (Tabel 5).

Analisis Perbedaan Status Gizi


Data status gizi secara kategorik dianalisis
menggunakan uji chi-square untuk melihat
perbedaan status gizi sebelum dan sesudah
perlakuan. Indeks BB/U dan TB/U dianalisis
menggunakan Marginal Homogenity test dan
indeks TB/U dianalisis menggunakan McNemar
test. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan status gizi sebelum dan sesudah
intervensi untuk ketiga indeks BB/U, TB/U, dan
BB/TB pada kelompok perlakuan maupun kontrol
(p > 0,05) (Tabel 3). Namun bila perbedaan status
gizi dianalisis berdasarkan perubahan nilai z-score
menggunakan uji paired t-test, sebagaimana yang
dapat dilihat pada Tabel 4, maka diketahui ada
perbedaan status gizi sebelum dan sesudah
pemberian intervensi pada kelompok perlakuan,
sementara tidak demikian pada kelompok kontrol.

Tabel 4. Perbedaan Rata-Rata Z-Score Status Gizi


Sebelum dan Sesudah Intervensi
Antarkelompok
Indikator
Status
Gizi

Kelompok

Rerata z-score
Sebelum

Sesudah

p
value1

BB/U

Untuk melihat efek pemberian intervensi terhadap


perbedaan status gizi, dilakukan uji independent ttest pada kedua kelompok. Hasilnya, tidak ada
perbedaan signifikan antara keduanya, baik
sebelum maupun setelah intervensi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa perubahan status gizi pada
kelompok perlakuan saat sebelum dan sesudah
intervensi, bukanlah efek dari intervensi tersebut,
melainkan secara alamiah terjadi pada tubuh anak
(Tabel 4).

Perlakuan
Kontrol
P value2

-1.52
-1.40
0.6752

-1.36
-1.41
0.862

0.0011
0.751

Perlakuan
Kontrol
P value2

-1.48
1.83
0,232

-1.52
-1.88
0.222

0.001
0.131

TB/U

BB/TB
Perlakuan
-0.77
-0.47
0.001
Kontrol
-0.20
-0.1
0.361
2
2
2
P value
0.75
0.22
Ket : 1 = paired sampel t-test, 2 = independent sampel t-test

Analisis Perbedaan Asupan Zat Gizi


Uji paired t-test menunjukkan dari tujuh zat gizi
yang ada; energi, protein, vitamin A, vitamin B1,
17

Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1 No. 1 Agustus 2011 :14-20

Tabel 5.

Perbedaan Asupan Zat Gizi Sebelum dan Sesudah Perlakuan Antarkelompok


Rerata Asupan
p value1
Sebelum Sesudah
Energi
Perlakuan
1057.7
1168.3
0.1831
Kontrol
791.73
863.53
0.1581
2
2
2
P value
0.004
0.001
Protein
Perlakuan
33.80
41.58
0.011
Kontrol
30.07
34.25
0.041
2
2
2
P value
0.205
0.035
Vitamin A
Perlakuan
120.08
798.76
0.0461
Kontrol
466.5
218.1
0.0921
2
2
2
P value
0.002
0.000
Vitamin B1
Perlakuan
0.261
0.217
0.4551
Kontrol
0.263
0.342
0.0061
2
2
2
P value
0.202
0.932
Vitamin B6
Perlakuan
0.558
0.62
0.1351
Kontrol
0.442
0.525
0.0391
2
2
2
P value
0.030
0.253
Zat Besi
Perlakuan
2.79
4.71
0.0001
Kontrol
2.19
2.63
0.2101
2
2
2
P value
0.063
0.000
Zink
Perlakuan
3.26
1.59
0.0001
Kontrol
2.61
3.07
0.0091
2
2
2
P value
0.026
0.000
1
2
Ket : = paired sampel t-test, = independent sampel t-test
Zat Gizi

Kelompok

Bila dibandingkan dengan AKG, persentase asupan


zat gizi kedua kelompok tidak begitu signifikan.
Pada kelompok perlakuan, asupan energi sebelum
intervensi termasuk dalam kategori kurang,
sementara setelah intervensi termasuk dalam
kategori sedang. Protein sebelumnya berada dalam
kategori sedang, dan setelah intervensi berubah
menjadi baik, vitamin A tetap dalam kategori baik,
sementara vitamin B1, B6, zat besi, dan zink tetap
dalam kategori defisit.

kurang kalori protein yang disebabkan karena


kebiasaan makan yang tidak cukup mengandung
kalori dan protein, sehingga akan menyebabkan
terjadinya defisiensi keduanya atau kekurangan
kombinasi antara keduanya.8
Penyakit Infeksi
Hasil penelitian menyatakan, setelah diintervensi,
jumlah penderita penyakit infeksi mengalami
penurunan sebanyak 5 orang (dari 13 orang
menjadi 8 orang). Penyakit yang paling banyak
diderita adalah ISPA, baik sebelum dan setelah
intervensi. Penderita diare yang sebelum intervensi
berjumlah 4 orang, namun setelah intervensi tidak
ada lagi. Demikian juga dengan penderita malaria.
Jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki
gizi yang mencukupi, orang-orang dengan status
gizi yang buruk lebih cenderung mengalami
penyakit diare, malaria, serta infeksi pernafasan,
dan juga memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk menderita semua penyakit ini dengan durasi
waktu yang lebih lama.9

Pembahasan
Status Gizi
Dari hasil penelitian ini diketahui, bahwa masalah
gizi yang terbanyak dialami pada kelompok
perlakuan adalah masalah gizi akut (BB/U kategori
kurang 20,8%, dan buruk 8,3%), sedangkan
masalah gizi terbanyak yang dialami pada
kelompok kontrol adalah masalah gizi kronis
(TB/U kategori pendek sebesar 50%). Timbulnya
masalah gizi di atas, kemungkinan disebabkan oleh
minimnya asupan zat gizi dan energi. Di Indonesia,
hampir sepertiga anak prasekolah menderita

18

PMT Telur Rebus dan Bubur Kacang Hijau pada Status Gizi Anak (Michran)

anak-anak pada kelompok perlakuan, yang menjual


banyak makanan jajanan, sehingga memengaruhi
perilaku makan anak. Sebab yang lain, daya beli
keluarga sangat dipengaruhi oleh masa panen.
Sementara intervensi diberikan di luar masa panen
keluarga kelompok perlakuan.

Perbedaan Status Gizi


Data hasil penelitian menunjukkan kategori status
gizi BB/U, TB/U, dan BB/TB sebelum dan
sesudah intervensi tidak berbeda signifikan. Ini
dapat dijelaskan melalui analisis hubungan antar
variabel. Satu hal yang harus diperhatikan pada
hubungan antar variabel adalah hubungan sebabakibat, yaitu adanya hubungan yang erat antara
variabel bebas dan terikat, termasuk dalam
hubungan waktu. Status gizi adalah variabel terikat
yang tidak konstan, sehingga amatlah penting
mempertimbangkan durasi (lama) pemberian
makanan tambahan pada anak. Efek perubahan
status gizi kemungkinan dapat terlihat secara
signifikan jika durasi pemberian makanan
tambahan lebih lama. Namun dalam penelitian ini,
intervensi diberikan pada anak hanya selama 8
pekan.
Selain itu, Sandjaya (2002)10 mengatakan bahwa
dari berbagai kajian, intervensi PMT mampu
memberikan dampak positif pada penambahan BB
anak meskipun kecil. Begitu juga dengan
penelitian ini, bila perubahan z-score pada akhir
intervensi dianalisis antara kedua kelompok,
diketahui ada perbedaan namun tidak signifikan.
Hal ini disebabkan karena asupan energi tiap hari
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan anak,
walaupun konsumsi protein sudah lebih dari
kebutuhan. Suplai energi bagi pemeliharaan sel
lebih diutamakan dari suplai protein untuk
pertumbuhan, sehingga bila konsumsi energi dalam
makanan sehari-hari tidak cukup, maka protein
akan dipergunakan sebagai sumber energi.11

Kesimpulan dan Saran


Uji chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan
status gizi sebelum dan sesudah intervensi pada
kedua kelompok (p > 0,05). Namun bila dianalisis
berdasarkan perubahan nilai z-score menggunakan
uji paired t-test, maka ada perbedaan status gizi
sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada
kelompok perlakuan, namun tidak demikian pada
kelompok kontrol. Sementara uji independent t-test
untuk melihat efek pemberian intervensi terhadap
perbedaan status gizi menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan antara keduanya, baik
sebelum maupun setelah intervensi. Asupan zat
gizi protein, vitamin A, zat besi pada kelompok
perlakuan berbeda signifikan antara sebelum dan
sesudah intervensi. Namun asupan B1 dan B6
terlihat lebih tinggi asupannya pada kelompok
kontrol dibandingkan dengan kelompok perlakuan.
Disarankan agar memberikan telur rebus dan bubur
kacang hijau untuk membantu memperbaiki status
gizi anak, dengan menempatkannya sebagai
makanan tambahan bukan pengganti makanan
utama.

Daftar Pustaka
1.

Perbedaan Asupan Zat Gizi


Bila dibandingkan perbedaan asupan zat gizi
sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada
kelompok perlakuan, rerata asupan energi dan
vitamin B6 meningkat, namun tidak signifikan.
Asupan protein, vitamin A, dan zat besi meningkat,
dan berbeda signifikan antara sebelum dan sesudah
intervensi. Sedangkan asupan vitamin B1 dan zink
menurun, sebaliknya pada kelompok kontrol
meningkat.

2.

3.

4.

5.
Jika melihat dari frekuensi makan, ditemukan
sebanyak 3 kali lebih besar pada kelompok kontrol.
Kebiasaan makan sayur tiap hari juga lebih besar
pada kelompok kontrol. Inilah yang menyebabkan
kebutuhan zat gizi mikro pada kelompok kontrol
terpenuhi. Selain itu, lingkungan tempat tinggal

6.
19

Khomson, A. Pangan dan Gizi untuk


Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada; 2003.
FKM Unhas. Buku Acuan Guru: Pengajaran
Gizi Seimbang pada Anak Sekolah Dasar;
2010.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas). Rencana Aksi Nasional Pangan
dan Gizi 2006-2010. Jakarta; 2007.
Siagian, Albiner. Gizi, Imunitas dan Penyakit
Infeksi. USU e-Journals (UJ) Info Kesehatan
Masyarakat. 2006: 10(2).
Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 (Laporan Nasional) Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2008.
Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 (Laporan Sulawesi Selatan)

Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1 No. 1 Agustus 2011 :14-20

Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
7. Wiryo, H. Peningkatan Gizi Bayi, Anak, Ibu
Hamil dan Menyusui dengan Bahan Makanan
Lokal. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2002.
8. Budianto AK. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Umm
Press; 2009.
9. Gibney,
M.J,
dkk.
Gizi
Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009.
10. Sandjaya, dkk, Status Gizi Bayi dan Anak
yang Mendapat Program Makanan Tambahan
dalam JPS-BK. Kongres Nasional Persagi dan
Temu Ilmiah XII Jakarta 8-10 Juli 2002.
Jakarta: Persagi; 2002.
11. Pudjadi. S. dkk. Ilmu Gizi Klinik pada Anak
Edisi Keempat. Jakarta: UI Press; 2003.

20

PMT Telur Rebus dan Bubur Kacang Hijau pada Status Gizi Anak (Michran)

21

You might also like