Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 5

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia

Yogyakarta, 22 Februari 2011

ISSN 1693 4393

Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa
Yustinah, Hartini
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jln. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Telp : 021 4244016, Fax : 021 4256023 Email : [email protected]

Abstract This research studies the ability of a black carbon from rugs (coco fiber) to decrease the concentration of peroxide value (PV), and to purify the color of reused oil. The treatment with carbon black is expected to improve the quality of reused oil in order to extend the using time of the oil. Cleaned agriculture waste (coco fiber) was grinded to make powder. The powder was conducted by aktivation process using phosphate acid (H3PO4) 1 M for 24 hours. Then the powder was furnace on 170oC for 1 hour, after that temperature was increase to 500oC for 1 hour. Carbon was washed by aquadest until neutral. After neutralization, then it was dried to obtain Carbon Black. The variable of the adsorption process is mass black carbon as a adsorbent for ; 2, 4, 6, 8, 10, 12 gram. The used oil 200 ml was heated on 100oC. Then it was mixed together with carbon black at mixing speed 1000 rpm for 1 hour and after that it was filtrated vacuumly. The treated oil was analyzed to determine the concentration of PV and the color. Our results show that carbon black from coco fiber can be used reduce the concentration of PV, and the darkness color of reused cooking oil. Using carbon black 10 gram is able to decrease the concentration of PV, 10.88 meq H2O2/ kg oil, and using carbon black 12 gram, the color absorbance decreases 0,833 Abs. Keywords: adsorbtion, carbon black,used cooking oil,coco fiber

Pendahuluan Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan produk pertanian dan perkebunan beserta dengan limbahnya. Limbah pertanian dan perkebunan dapat tersedia sepanjang tahun, setiap tahun terdapat sekitar 160 miliar ton limbah dari areal pertanian dan 80 miliar ton dari areal perhutanan. Pada umumnya limbah pertanian tersebut berkualitas rendah dari segi kandungan protein tetapi kandungan serat tinggi. Bila tidak ditangani dengan baik, limbah pertanian dan perkebunan akan menjadi masalah dalam hal lingkungan hidup. Selama ini sebagian kecil limbah pertanian digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan sebagian lainnya dibuang atau dibakar saja. Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis untuk memasak (Arini, 1999). Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003). Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180 oC) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya B05-1

reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang (Maskan, 2003). Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Lee, 2002). Walaupun menimbulkan dampak yang negatif, penggunaan jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk menggoreng (minyak goreng bekas), adalah hal yang biasa di masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi, apalagi masa-masa krisis seperti sekarang ini. Upaya untuk menghasilkan bahan pangan yang berkualitas serta pertimbangan dari segi ekonomi, memacu minat penelitian untuk pemurnian minyak goreng bekas agar minyak dapat dipakai kembali tanpa mengurangi kualitas bahan yang digoreng. Pemurnian minyak goreng bekas merupakan pemisahan produk reaksi degradasi dari minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pemurnian minyak goreng bekas, salah satunya adalah pemurnian dengan menggunakan adsorben.

Pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorben merupakan proses yang sederhana dan efisien (Maskan, 2003). Pada penelitian ini dilakukan pemurnian minyak goreng bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa. Tujuan penelitian mempelajari kemampuan arang aktif dari sabut kelapa untuk menurunkan Bilangan Peroksida (PV) dan warna gelap minyak goreng bekas dari minyak kelapa sawit. Landasan Teori Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap (adsroben). Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya. Adapun syarat-syarat untuk berjalannya suatu proses adsorbsi, yaitu terdapat : 1. Zat yang mengadsorbsi (adsorben), 2. Zat yang teradsorbsi (adsorbat), 3. Waktu pengocokan sampai adsorbsi berjalan seimbang. Adsorbsi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu adsorbsi secara kimia dan secara fisika. Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Adsorbsi jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara kimia, sehingga diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru. Pada kemisorbsi permukaan padatan sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan sehingga sukar untuk dilepas kembali, sehingga proses kemisorbsi sangat sedikit. Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor adsorbsi yang kecil (10 kkal/mol). Molekul-molekul yang diadsorbsi secara fisik tidak terikat secara kuat pada permukaan dan biasanya terjadi pada proses reversible yang cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul lain. Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam(Arini, 1999). Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003) Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002). Produk reaksi oksidasi minyak, seperti peroksida, radikal bebas, aldehid, keton, hidroperoksida, polimer dan oxidized monomer dan berbagai produk oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan (Paul dan Mittal, 1997). B05-2

Oksidasi juga menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui (Moreira, 1999; Maskan, 2003). Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap. Komponen bahan yang digoreng juga berinteraksi dengan minyak atau senyawa senyawa produk reaksi degradasi dalam minyak membentuk senyawa berwarna, seperti misalnya produk reaksi Maillard browning. Oleh karena itu warna dapat dipakai sebagai salah satu kriteria kualitas minyak goreng (maskan, 2003). Kadar melanoidin dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 550 nm, dan absorbansi pada 460 nm dipakai sebagai indeks warna minyak (Miyagi, 2001). Selama dipanaskan minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih. Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya bebrapa asam lemak dari minyak, menghasilkan Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi lebih lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin dkk, 2001). Lin dkk, (1998) melakukan penelitian dengan campuran adsorben yeng terdiri atas 4,5% clay, 0,5%charcoal, 2,5% MgO dan 2,5% celite dapat menurunkan FFA sebesar 74%. Maskan (2003) melaporkan bahwa campuran yang terdiri dar 2% pekmez earth,3% bentonit, dan 3% magnesium silikat dapat mengurangi FFA minyak goreng bekas dari 0,29% menjadi 0,175%. Yuliana dkk, (2005) melaporkan dengan adsorben Magnesium silikat 10% berat, PV minyak goreng bekas dapat direduksi dari 16,4930 meq H2O2/kg minyak menjadi 0,8918 meq H2O2/kg minyak. Sedangkan kalsium silikat 10% berat dapat mereduksi PV menjadi 0,7463 meq H2O2/kg minyak. Harga PV yang dapat dicapai dengan perlakuan adsorben tersebut lebih kecil daripada PV minyak goreng yang sama dalam keadaan baru dan belum dipakai untuk menggoreng, yaitu sebesar 7,5280 meq H2O2/kg minyak. Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut). Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan.

Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya. Arang adalah suatu produk kayu yang diperoleh dari proses karbonisasi, arang adalah risidu yang sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi karena penguraian kayu akibat perlakuan panas. Karbon aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia, sehingga poriporinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya serap karbon aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya serap. Metodologi Bahan dan Alat Minyak goreng bekas diperoleh dari pedagang gorengan yang banyak terdapat dipinggir jalan. Limbah pertanian yang digunakan yaitu sabut kelapa diperoleh dari penjual kelapa di pasar. Sedangkan bahan-bahan kimia untuk analisa diperoleh dari laboratorium Teknik Kimia UMJ. Peralatan untuk pembuatan arang aktif dan proses adsorbsi yang digunakan adalah : blender, ayakan, motor pengaduk, pemanas, oven dan alat-alat gelas. Untuk analisa digunakan spektrofotometer dan alat-alat gelas. Minyak goreng bekas 200 ml

Rancangan Penelitian Limbah sabut kelapa yang sudah dibersihkan dan digiling, dilakukan proses aktivasi menggunakan asam phosphat (H3PO4). Selanjutnya serbuk dipanaskan dalam furnace pada temperatur 170oC selama satu jam, kemudian temperatur dinaikkan 500oC selama satu jam. Karbon yang diperoleh didinginkan sampai temperatur kamar, kemudian dicuci dengan aquadest sampai netral. Setelah netral padatan dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan karbon aktif. Sedangkan proses adsorbsi dilakukan sesuai dengan Gambar 1, menggunakan massa arang aktif bervariasi : 2, 4, 6, 8, 10, 12 gram.

Gambar 2. Rangkaian Alat Adsorbsi Pemanasan 100 C


o

Penambahan adsorben arang aktif sesuai variabel

Hasil dan Pembahasan Pemurnian minyak merupakan proses adsorbsi, kemampuan adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu adsorbsi, kecepatan pengadukan, serta massa adsorben. Mutu minyak pangan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain warna dan bilangan peroksida. 1. Analisa Bilangan Peroksida (PV) Angka peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Jumlah peroksida ini ditentukan dengan metode Iodometri. Reaksi antara peroksida dengan senyawa lain dapat terjadi beberapa kemungkinan, mula-mula komponen tidak jenuh dari asam lemak mengalami oksidasi membentuk peroksida yang labil dan akan mengalami reaksi lanjut membentuk aldehid. Aldehid yang terbentuk dapat mengalami oksidasi lanjut menjadi asam, jika hal ini terjadi maka jumlah peroksida berkurang karena mengalami penguraian.

Pengadukan (1000 rpm, selama 60 menit)

Penyaringan dengan vakum

Filtrat dianalisa PV, dan warna Gambar 1. Skema proses adsorbsi minyak goreng bekas B05-3

Degradasi lain dapat terjadi melalui pembentukan radikal. Radikal - radikal yang terbentuk akan mengalami reaksi lanjut dengan komponenkomponen didalamnya sedemikan hingga akhirnya akan terbentuk senyawa stabil dapat membentuk aldehid, keton, dan sebagainya.

Pemurnian minyak bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa dapat menurunkan kekeruhan (absorbansi / ABS) dalam minyak tersebut. semakin banyak adsorben semakin kecil Absorbansi pada minyak hasil adsorbsi. Massa adsorben 12 gram menghasilkan nilai absorbansi paling kecil yaitu 0,127 ABS. Hubungan antara Absorbansi dengan massa adsorben arang aktif menghasilkan persamaan linier yaitu : y = -0,055x + 0,764, diperlihatkan Gambar 4. Kesimpulan Arang aktif dari sabut kelapa dapat digunakan untuk mengadsorbsi minyak bekas, sehingga diperoleh kualitas minyak bekas yang lebih baik. Proses adsorbsi yang optimum menggunakan massa arang aktif 10 gram, yang menghasilkan minyak dengan PV sebesar 1,99 meq/kg dan Absorbansi 0,244 Abs. Hubungan antara bilangan peroksida dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan y = 0,198x2 3,405x + 15,91. Sedangkan hubungan antara Absorbansi dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan linier yaitu y = -0,055x + 0,764. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat melalui program hibah penelitian yang telah membiayai penlitian ini. Daftar Pustaka Arini. 1999. Minyak Jelantah, Amankah?. Jurnal LP POM MUI, No. 25 Azeredo, H.M.C., Faria, J.A.F., dan M.A.A.P. da Silva. 2004. Minimization of Proxide Formation Rate in Soybean Oil by Antioxidant Combinations. Journal of Food Research International 37 : 689-694 Hamm, W. and Hamilton, J.R. 2000. Edible Oil Processing. Sheffield Academic Press, England. Lawson, Harry W. 1985. Standards for Fats and Oil. The AVI Publishing company, Inc. Weat Port, Connecticut Lee, J., Lee, S., Lee, H., Park, K. dan E. Choe. 2002. Spinach (spinacia oleracea) as a Natural Food Grade Antioxidant in Deep Fat Fried Products. Journal of Agricultural and Food Chemistry 50 : 5664-5669 Lin, S., Akoh, C.C dan A.E. Reynold. 1998. The Recovery of used frying oils with various adsorbents. Journal of Food Lipids 5: 1-16 Lin, S., dan C. Casimir. 2001. Recovery of used Frying Oil with Adsorbent Combination : Refrying and Frequent Oil Replenishment. Journal of Food Research International 34 : 159-166 Maskan, M. dan H.I. Bagci. 2003. Effect of Different Adsorbents On Purification of Used B05-4

Gambar 3. Hubungan PV dengan massa adsorben. Pemurnian minyak bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa dapat menurunkan bilangan peroksisa dalam minyak tersebut. Bilangan peroksida sebelum proses adsorbsi adalah 12,87 meq/kg. Setelah proses adsorbsi turun menjadi 1,99 meq/kg pada massa arang aktif 10 gram. Grafik hubungan antara bilangan peroksida dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan y = 0,198x2 3,405x + 15,91, diperlihatkan pada Gambar 3. 2. Analisa Warna Analisa dengan menggunakan spektrofotometri ini untuk mengetahui tingkat kekeruhan warna pada minyak. Dari hasil analisa didapat minyak murni sebesar 0.161 ABS, sedangkan minyak bekas pakai sebesar 0.96 ABS. Hasil perbandingan antara minyak murni dengan minyak bekas pakai berbeda jauh, hal ini dikarenakan minyak bekas pakai mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan warna aslinya, hal ini diduga sebagai akibat teroksidasinya komponen minyak seperti karotenoid dan vitamin, karena bereaksi dengan peroksida, juga kemungkinan adanya bahan yang dimasak terlarut dalam minyak.

Gambar 4. Hubungan ABS dengan massa adsorben

Sunflower Seed Oil Utilized For Frying. Journal of Food Research Technology 217 : 215-218 Maskan, M. dan H.I. Bagci. 2003. The Recovery of Used Sunflower Seed Oil Utilized in Repeated Deep Fat Frying Process. Journal of European Food Research and Technology 218 : 26-31 Miyagi, A., et al. 2001. Feasibility Recycling Used Frying Oil Using Membrane Process. Journal Lipid Science Tecnology 103 : 208-215 Moreira, R.G. 1999. Deep-Fat Frying Fundamentals and Aplication. Aspen Publishers Inc., Weat Port, Connecticut Paul, S dan G.S. Mittal. 1997. Regulating the Use of Degraded Oil / Fat in Deep Fat / Oil Food Frying. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 37 : 635-662 Sudarmadji, S., dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Bandung. Widjanarko, P.I., dkk. 2006. Kinetika Adsorpsi Zat Warna Congo Red dan Rhodamine B dengan Menggunakan Serabut Kelapa dan Ampas Tebu. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. Vol. 5, No. 3l: 461 - 467 Yang, R.T., 2003. Adsorbents : Fundamentals and Aplications .John Wiley & Sons, Inc., New Jersey. Yuliana, dkk. 2005. Penggunaan Adsorben Untuk Mengurangi Kadar Free Fatty Acid, Peroxide Value dan Warna Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. Vol. 4., No. 2 : 212-218

B05-5

You might also like