As - S A B I Q U N
Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
p-ISSN : 2656-4912
e-ISSN : 2656-4785
Terindeks : SINTA 5, Crossref,
Garuda, Moraref, Google
Scholar, dan lain-lain.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP NFT DI ERA DIGITAL
Hisny Fajrussalam1, Nur Fadilah2, Masruroh3, Febby Putri Marini4, Fya Syaikha
Fatimah5, Weby Khamelia6
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstract
In this modern era, everything has started to enter the digital realm. This can make things
easier in everyday life considering the digital concept is easy access anywhere and anytime
without limits. However, this can be a double-edged sword, instead of making work easier,
digital concepts can be detrimental too. Therefore a policy in using and utilizing technological
advances is very necessary, in order to maintain security for all users. Lately we often hear the
term Non-Fungible Token or NFT for short, NFT is often associated with finance and
digital economic systems that can represent a valuable item or asset. In Islam, of course, we
have our own views, laws and norms in life, one of which is in economic terms. What is the
Islamic view on NFT? Is NFT allowed in Islam? This research will discuss and examine
these questions.
Keywords: Digital Era, NFT, Islam
Abstrak : Di era modern ini, segala hal sudah mulai memasuki ranah digital. Hal ini bisa
mempermudah segala hal dalam kehidupan sehari-hari mengingat konsep digital merupakan
kemudahan akses dimanapun dan kapanpun tanpa batas. Akan tetapi hal tersebut dapat
menjadi pedang bermata dua, alih-alih mempermudah pekerjaan, konsep digital dapat
merugikan juga. Maka dari itu kebijakan dalam menggunakan dan memanfaatkan kemajuan
teknologi sangat diperlukan, guna menjaga keamanan bagi seluruh penggunanya. Belakangan
ini kita sering mendengar istilah Non-Fungible Token atau bisa disingkat NFT, NFT sering
dikaitkan dengan keuangan dan sistem ekonomi digital yang dapat mewakili suatu barang
berharga atau aset. Dalam Islam tentu kita memiliki pandangan, hukum dan norma tersendiri
dalam berkehidupan, salah satunya dalam hal ekonomi. Bagaimana pandangan Islam
terhadap NFT? Apakah NFT diperbolehkan dalam Islam? Riset ini akan membahas dan
mengkaji pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kata Kunci : Era Digital, NFT, Islam
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022; 151-162
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/assabiqun
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
PENDAHULUAN
Arsip konvensional bentuk lukisan memiliki nilai jual yang tergantung pada
kelangkaannya. Siapa yang membuat dan hal lain yang membuat karya tersebut,
menjadi hal dan jual beli arsip dalam bentuk lukisan, lagu, pakaian, sudah menjadi hal
umum. Kita belum lazim mendengar jika ada seseorang yang menjual/membeli karya
seni baik itu berupa lukisan, musik, puisi atau informasi apapun melalui bentuk digital
dengan harga yang sangat fantastis. Pada bulan Desember 2021 The Merge karya Pak
secara resmi menjadi NFT termahal yang pernah dijual, dengan hampir 30 ribu
kolektor bergabung dan mencetak total penjualan US$91,8 juta atau sekitar Rp1,318
triliun. Arsip digital memiliki karakteristik dapat disalin, dipindah, diedit, diakses
secara bersamaan dan dalam waktu yang sama pula. Bagaimana bisa hal itu dapat
terjadi? Fenomena ini sangat mungkin terjadi dengan menggunakan NFT (NonFungible Token).
NFT pertama kali dikenalkan pada 2012. Kemudian pada 2015 NFT mulai
digunakan dalam sebuah game yang menggunakan blockchain untuk menerbitkan
aset di dalam game tersebut yang semakin populer hingga saat ini. NFT ini
diperjualbelikan di marketplace dengan berbagai jenis marketplace yang berbeda-beda
tergantung jenisnya. Sebagai contoh Nike meluncurkan NFT berupa sneakers dalam
bentuk digital. NBA men menggunakan NFT untuk membuat kartu-kartu pemain
basketnya dalam bentuk digital, yang nantinya dikoleksi sebagai kartu basket
konvensional. NFT diprediksi dapat diimplementasikan kedalam hal lain, termasuk
informasi apapun dapat terekam dalam bentuk digital.
NFT secara sederhananya merupakan sekumpulan data atau informasi yang
tersimpan di dalam buku besar digital yang dikenal sebagai bitcoin. NFT berjalan di
platform blockchain. Bedanya, pada mata uang kripto seperti bitcoin, coin tersebut
sebenarnya berupa kumpulan kode yang dapat dipecah menjadi banyak bagian,
sedangkan NFT bersifat non- fungible, yaitu tidak dapat dipecah seperti koin.
Transaksi arsip digital yang sudah masuk kedalam platform NFT, maka akan
tercatat siapa yang memiliki arsip digital tersebut. Maraknya NFT ini, timbullah
berbagai macam persepsi terhadap transaksi NFT ini. Salah satunya pandangan islam
152
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
terhadap transaksi NFT ini. Terdapat beberapa ulama yang mengatakan haram, dan
terdapat beberapa ulama pula yang menyebutkan halal.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan pada penelitian adalah metode studi literatur. Belum
populernya NFT sendiri menjadi alasan mengapa pendekatan ini digunakan, secara
global NFT pun masih menjadi hal yang baru dan dianggap sebagai terobosan dalam
hal komersialisasi karya seni, informasi, arsip dalam bentuk digital. Studi literatur atau
kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan menganalisis dan telaah
terhadap berbagai sumber seperti buku, literatur, laporan, dan catatan yang ada
sehingga diperoleh data-data yang diperlukan terkait dengan masalah yang sedang
dibahas. Dalam artikel ini penulis kembali mengulas sedikit mengenai blockchain
karena NFT memerlukan platform berbasis blockchain agar dapat berjalan. Lukisan,
gambar, karya tulis dan gambar bergerak yang dianggap sebagai karya seni pada
konteks ini penulis menganggap hal tersebut bagian dari arsip, Dan penulis istilahkan
sebagai arsip digital. Dimana arsip digital yang dimaksud memiliki karakteristik yang
sama dengan beberapa yang sudah disebutkan sebelumnya. Sehingga dalam konteks
penulisan NFT ini tetap berkaitan dengan erat dengan arsip digital sebagai hal yang
dikomersialisasikan dalam konsep NFT.
Teknik analisis data yang digunakan sebagai berikut. Pertama, deskripsi untuk
menjelaskan dan mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau
segala sesuatu yang terkait dengan variabel yang bisa dijelaskan. Penelitian Ini
menggunakan kajian deskriptif analisis dan kepustakaan. Deskriptif analisis digunakan
untuk presentasi objek tentang realitas yang terdapat dalam bidang yang diteliti,
metode sistematis dilakukan untuk mendeskripsikan objek selanjutnya melalui data
yang terkumpul akan dianalisis. Kepustakaan akan digali data yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Artikel ini terbatas pada implementasi NFT yang telah
dilakukan di dunia. Belum banyaknya artikel yang membahas konsep NFT juga
menjadi keterbatasan pada penulisan ini, namun penyusun berupaya memberikan
analisisnya terhadap perkembangan NFT yang mungkin dapat terjadi di masa yang
akan datang berdasarkan perkembangan konsep yang mengiringi konsep NFT seperti
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022
153
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
konsep Blockchain dan Arsip Elektronik yang telah lebih dulu berkembang dan
bagaimana Islam memandang akan hal ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian NFT ( Non-Fungible Token)
Secara umum, NFT adalah token digital yang ditautkan ke sistem besar blockchain.
Dengan kata lain, sebenarnya NFT itu sendiri tidak jauh beda dengan beberapa aset
mata uang kripto. Hanya saja NFT tidak bisa dipertukarkan, tetapi bisa
diperjualbelikan. NFT sederhananya adalah sekumpulan data yang tersimpan pada
buku besar digital yang kita kenal sebagai blockchain. Sama seperti halnya mata uang
digital seperti bitcoin, NFT berjalan pada platform blockchain. Bedanya, jika pada
mata uang kripto seperti bitcoin, coin tersebut, yang sebenarnya adalah berupa
kumpulan kode, dapat dipecah menjadi banyak bagian, sedangkan NFT bersifat nonfungible. Yaitu tidak dapat dipecah layaknya koin . Karena pada NFT, kumpulan
kode tersebut dapat di embed dengan arsip digital sehingga membuat kumpulan kode
pada NFT menjadi unik satu dengan lainnya. Hal ini menjadi pembeda paling dasar
antara NFT dengan mata uang kripto konvensional.
NFT saat ini secara umum digunakan untuk membeli dan menjual karya seni digital.
Yang dibeli di sini adalah NFT-nya, sebagai tanda kepemilikan suatu karya seni.
Selain karya seni, masih banyak bentuk NFT lainnya yang bisa diperjualbelikan.
Bentuknya bisa berbeda-beda sesuai dengan barang apa yang mau disematkan NFTnya, bisa barang koleksi atau bahkan objek fisik. NFT biasanya digunakan untuk
membeli dan menjual karya seni digital dan dapat berbentuk GIF, tweet, kartu
perdagangan virtual, gambar objek fisik, skin video game, real estat virtual, kartu
Pokémon, koin langka, sepasang sepatu Jordan edisi terbatas, dan masih banyak lagi.
NFT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 oleh sebuah platform bernama
Counterparty, dengan NFT pertama yang dibuat berjudul “Quantum”, kini karya
tersebut bernilai 7 juta dollar Amerika.
154
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
Pemahaman Umum Mengenai NFT
Non-Fungible token jika diterjemahkan secara harfiah adalah token yang tidak
sepadan. Namun untuk dapat memahami dalam konteks yang lebih tepat kita dalam
melihat mulai dari sudut pandang ekonomi. Disebut bahwa aset yang fungible adalah
sesuatu yang dapat didefinisikan dengan unit seperti halnya uang (kertas/koin).
Sebagai contoh, jika kita memiliki 1 lembar uang pecahan 1000 maka kita bisa
menukarnya dengan 2 koin 500 dan nilainya sama persis maka uang disebut sebagai
aset yang fungible. Namun jika item tersebut non-fungible maka hal ini tidak
mungkin ditukar dengan hal yang lainnya karena nilainya bersifat unik. Sebagai
contoh, item seperti lukisan yang dimana adalah entitas tersendiri tidak mungkin
dipecah menjadi setengahnya dan memiliki nilai setengah dari yang dipecah tadi.
Sehingga pada dunia nyata maka item tersebut tidak akan bisa diduplikasikan atau
dibagi dan hanya akan menjadi satu objek tersendiri. Konsep tersebut mirip dengan
konsep autentik pada dunia arsip, artinya item tersebut bersifat unik.
Namun sebagaimana kita pahami, konsep non-fungible tadi lebih mudah diterapkan
pada objek riil. Sedangkan dalam dunia digital memiliki karakteristik yang khas, yaitu
objek digital dapat dengan mudah disalin atau diduplikasikan. Kondisi tersebut
menjadikan konsep satu item satu entitas tidak dapat diaplikasikan di dunia digital.
Maka dalam hal ini NFT merubah konsepsi tersebut dan menjadikan suatu objek
digital dapat dijadikan satu entitas yang dapat dijual belikan layaknya objek properti
analog seperti yang disebut di atas, yaitu lukisan.
Dengan NFT suatu karya atau objek digital dapat dibuat ―token‖ nya. Token
tersebut berfungsi sebagai bukti kepemilikan yang sah. Bedanya, pada objek non
digital, umumnya.
Bukti kepemilikan tersebut dalam bentuk tercetak dan dapat dipegang, sedangkan
token pada NFT adalah berupa kode-kode dalam bentuk digital yang disebut smart
contract (kontrak cerdas), smart contract tersebut disimpan dan diproteksi pada
jaringan blockchain pada platform khusus NFT salah satunya Ethereum.
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022
155
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
Pada prosesnya NFT membutuhkan platform blockchain untuk dapat menjalankan
kontrak pintarnya (smart contract), sehingga NFT membutuhkan jaringan dan
platform yang dapat tetap menaungi proses transaksi NFT. Adapun NFT berjalan
pada blockchain dengan standar atau protocol tertentu salah satunya ERC-721 dan
ERC-1155. Standar ERC-721 dibekali dengan kemampuan protocol yang
memungkinkan menambahkan kode untuk melacak dan merekam jejak kepemilikan
baik pemindahan kepemilikan atau pengalihan kepemilikan dari arsip digital yang ada
pada NFT nya , standar ini dikembangkan oleh Crypto Kitties, perusahaan
blockchain dari Kanada. Hingga tahun 2021 terdapat beberapa jaringan blockchain
yang sudah mendukung NFT antara lain, Ethereum, FLOW dan Tezos.
Token NFT tersebut dicatat pada satu ledger besar (blockchain) yang mencatat
siapa yang memiliki objek digital apa dan jika terjadi transaksi di dalamnya akan
terekam, maka jika terjadi perpindahan kepemilikan dapat langsung diketahui dalam
jaringannya. Hal ini dimungkinkan karena token pada NFT dapat pula disisipi
kontrak-kontrak yang dikehendaki, seperti sebagai contoh, kontrak dengan artis yang
membuat objek digital tersebut, sehingga dia dapat memperoleh royalty dari
penjualan objek digital tersebut apabila di lain waktu objek digital tersebut kembali
diperjual belikan. Atau klausul-klausul lain yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dari penjual maupun artisnya. Meskipun suatu objek digital sudah terjual dalam
jaringan NFT tidak berarti objek digital tersebut tidak lagi dapat diakses oleh publik.
Publik tetap dapat dengan bebas mengakses, melihat, mendengarkan atau bahkan
mengunduhnya dan menyimpannya di komputer atau gawainya masing-masing.
Konsep pada NFT tidak menjual arsip digitalnya, namun yang diperjual- belikan
adalah sertifikat kepemilikannya tersebut. Sedangkan public ―hanya‖ mengunduh
arsip digitalnya, yang seperti kita tahu, arsip digital memiliki karakteristik mudah
disalin. Pada NFT yang dipertahankan adalah bukti kepemilikannya, dan bukti
kepemilikannya tetap ada pada yang memiliki karya digital tersebut yang tercatat pada
jaringan blockchain NFT. Konsep ini mirip dengan mengoleksi karya seni, sebagai
contoh siapapun dapat membeli poster Mona Lisa (repro-nya) namun hanya ada satu
orang atau badan yang dapat memiliki karya aslinya.
156
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
Pada praktiknya proses jual beli NFT dilakukan di Marketplace yang sudah
mendukung atau sengaja dibuat untuk bertransaksi NFT. Siapapun dapat membuat
atau mengubah arsip digitalnya menjadi NFT, lalu kemudian menaruhnya di jaringan
NFT, proses ini disebut―minting‖
Namun
proses
minting
dan
menjualnya
pada
marketplace
NFT.
ini membutuhkan sumber daya komputasi yang tidak
ringan dan membutuhkan waktu, namun demikian hal ini tetap menjadi peluang
bahwa teknologi NFT bukanlah ilmu roket yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun .
Selain itu pada NFT, arsip digital yang dapat dijual belikan tidak terbatas pada satu
jenis tertentu, namun termasuk diantaranya gambar diam, gambar bergerak, suara,
domain internet, objek 3D, dapat dikatakan apapun yang berbentuk digital dapat
dimasukkan ke dalam NFT. Hal tersebut menunjukkan bukti kepemilikan tersebut
dalam bentuk tercetak dan dapat dipegang, sedangkan token pada NFT adalah
berupa kode-kode dalam bentuk digital yang disebut smart contract (kontrak cerdas),
smart contract tersebut disimpan dan diproteksi pada jaringan blockchain pada
platform khusus NFT salah satunya Ethereum.
Pada prosesnya NFT membutuhkan platform blockchain untuk dapat menjalankan
kontrak pintarnya (smart contract), sehingga NFT membutuhkan jaringan dan
platform yang dapat tetap menaungi proses transaksi NFT. Adapun NFT berjalan
pada blockchain dengan standar atau protocol tertentu salah satunya ERC-721 dan
ERC-1155. Standar ERC-721 dibekali dengan kemampuan protocol yang
memungkinkan menambahkan kode untuk melacak dan merekam jejak kepemilikan
baik pemindahan kepemilikan atau pengalihan kepemilikan dari arsip digital yang ada
pada NFT nya , standar ini dikembangkan oleh Crypto Kitties, perusahaan
blockchain dari Kanada. Hingga tahun 2021 terdapat beberapa jaringan blockchain
yang sudah mendukung NFT antara lain, Ethereum, FLOW dan Tezos.
Token NFT tersebut dicatat pada satu ledger besar (blockchain) yang mencatat
siapa yang memiliki objek digital apa dan jika terjadi transaksi di dalamnya akan
terekam, maka jika terjadi perpindahan kepemilikan dapat langsung diketahui dalam
jaringannya. Hal ini dimungkinkan karena token pada NFT dapat pula disisipi
kontrak-kontrak yang dikehendaki, seperti sebagai contoh, kontrak dengan artis yang
membuat objek digital tersebut, sehingga dia dapat memperoleh royalty dari
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022
157
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
penjualan objek digital tersebut apabila di lain waktu objek digital tersebut kembali
diperjual belikan. Atau klausul-klausul lain yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dari penjual maupun artisnya. Meskipun suatu objek digital sudah terjual dalam
jaringan NFT tidak berarti objek digital tersebut tidak lagi dapat diakses oleh publik.
Publik tetap dapat dengan bebas mengakses, melihat, mendengarkan atau bahkan
mengunduhnya dan menyimpannya di komputer atau gawainya masing-masing.
Konsep pada NFT tidak menjual arsip digitalnya, namun yang diperjual- belikan
adalah sertifikat kepemilikannya tersebut. Sedangkan public ―hanya‖ mengunduh
arsip digitalnya, yang seperti kita tahu, arsip digital memiliki karakteristik mudah
disalin. Pada NFT yang dipertahankan adalah bukti kepemilikannya, dan bukti
kepemilikannya tetap ada pada yang memiliki karya digital tersebut yang tercatat pada
jaringan blockchain NFT. Konsep ini mirip dengan mengoleksi karya seni, sebagai
contoh siapapun dapat membeli poster Mona Lisa (repro-nya) namun hanya ada satu
orang atau badan yang dapat memiliki karya aslinya.
Meskipun NFT pada dasarnya memberi peluang besar dalam menjadikan objek
digital sebagai aset atau item untuk diperjual belikan. Namun dari kondisi yang sudah
berkembang dan nilainya yang sangat jauh dari harga masuk akal, penulis
berpendapat bahwa fenomena NFT masih berupa bubble yang sewaktu-waktu bisa
menurun bahkan tidak bernilai. Dalam pandangan penulis, NFT dapat sustain apabila
harga pasar objek NFT tidak terlalu fantastis, salah satu pendapat dari Newitz
mengatakan bahwa NFT bisa menjadi konsep yang menarik untuk karya seni digital,
namun sulit tidak mengatakan bahwa itu hanya permainan finansial. Lebih lanjut,
skeptis terhadap penggunaan koin digital sebagai cara membeli NFT, NFT belum
menjadi standar yang dapat diterima banyak orang. Selain itu, Menurut Gabriel Rey,
pelaku pasar cryptocurrency, aset digital dalam bentuk arsip digital yang
diperjualbelikan menggunakan NFT di pasar NFT masih dianggap sebagai bagian
dari investasi aset kripto. Tingginya tingkat volatilitas nilai dari koin Ethereum yang
digunakan untuk membeli NFT membuat NFT masih sangat beresiko tinggi dan
tidak untuk semua orang . Berdasarkan hal tersebut, masa depan NFT masih perlu
dilihat dan ditinjau Kembali dari tingkat keamanan dan penerimaan dari semua
pelaku ekonomi.
158
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
Salah satu hambatan NFT yang sedikit banyak mengganggu adalah kenyataan masih
besarnya jejak karbon yang ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena NFT
membutuhkan sumber daya komputasi yang tinggi untuk menjalankan platform
blockchain dan koin krypto sebagai pembayarannya. Sebagai gambaran bitcoin, yang
sama-sama membutuhkan blockchain untuk dapat berjalan menghasilkan jejak
karbon antara 22.0 – 22.0 MtCO2 (metrik ton per kapita) atau kurang lebih sama
dengan yang dihasilkan negara Yordania dan Sri Lanka dalam setahun . Dari hitungan
matematis tersebut menjadikan implementasi NFT tidak semudah yang dibayangkan,
dan menghasilkan jejak karbon yang signifikan dan menjadi ancaman serius terhadap
lingkungan. Di era yang semakin kritis terhadap kondisi lingkungan yang semakin
menuju titik nadir tentu ini bukan kabar baik bagi implementasi NFT. Perlu ditinjau
metode komputasi yang lebih efisien dan lebih ramah energi, jika dapat mencapai
tingkat efisiensi yang diharapkan, maka sustainability NFT tidak menjadi masalah.
Cara Menggunakan NFT dengan Bijak di Era Digital
Seperti yang kita ketahui bahwa NFT merupakan aset digital yang tidak bisa
ditukarkan tetapi bisa diperjualbelikan. Barang yang bisa dijual dengan bentuk NFT
bisa berupa karya seni seperti aset game, foto, video, musik dan lain-lainya. Sebagai
kaum milenial kita harus bisa lebih pintar dalam menggunakan sesuatu, seperti
contohnya saat menggunakan NFT. Sebagai kaum awam kita bisa saja menggunakan
NFT untuk menjual karya seni, tetapi kita juga harus menggunakannya dengan bijak,
seperti memastikan terlebih dahulu platform yang digunakan agar tidak memfasilitasi
penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan saat transaksi
NFT. Baik berupa pelanggaran ketentuan pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan
intelektual. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kita harus lebih teliti
dan hati-hati serta juga harus meningkatkan literasi digital agar semakin baik dalam
mengkonsumsi teknologi digital secara efektif dan juga produktif.
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022
159
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
Pandangan Islam terhadap NFT di Era Digital
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Oni Sahroni,
menjelaskan tuntutan umum seputar Non-Fungible Token (NFT) menurut syariat
islam. NFT yaitu sebuah aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti contoh
karya seni, musik, foto, video, dll.
NFT tidak bisa dijadikan sebagai alat tukar, tetapi bisa dijual belikan seperti aset
fisik. Menurut Oni, terdapat beberapa tuntutan yang dapat dijadikan sebagai pijakan
dalam transaksi NFT.
Tahap kepemilikan karya cipta. Diantara hasil karya yang dijual didapatkan dengan
cara yang halal, bukan plagiat, dimiliki secara sempurna, dan tidak mengandung unsur
pornografi.
1. Memastikan bahwa NFT dijadikan bukti kepemilikan yang sah.
2. Tahap penjualan NFT harus jelas dan disepakati.
3. Memastikan ada aset digital yang menjadi underlying asset, terjadi
perpindahan riil NFT dan alat bayarnya.
4. Hak dan kewajiban antara pihak jelas, terjamin, memitigasi risiko, serta
terhindar dari penyalahgunaan transaksi seperti untuk maksiat, menzalimi,
atau merugikan.
"Pendapat ulama salaf dan khalaf, mayoritas ulama mazhab Maliki, Syafi'i, dan
Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat adalah
harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara'," kata Oni,
dikutip Konsultasi Syariah Republika, Jumat (21/1/2022).
Keputusan Komisi Fatwa MUI menyebutkan, HKI dipandang sebagai hak
kekayaan yang dilindungi oleh hukum sebagaimana kekayaan ini tidak bertentangan
dengan hukum.
Salah satu Muqtadha (tujuan) setiap perjanjian yang disepakati artinya perpindahan
kepemilikan. Pembeli mempunyai NFT atau barang, penjual memiliki uang kripto
sesuai kesepakatan. Ketentuan jual beli dalam syari'ah seperti barang alat bayar yang
berwujud, halal, jelas, bisa diserah terima, serta peruntukannya halal.
160
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
"Bahkan, saat rugi karena abai terhadap mitigasi risiko itu menjadi maksiat.
Sebagaimana firman Allah, 'Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan.' (QS Al-Baqarah: 195)."
KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan diatas, NFT adalah token digital yang ditautkan ke
sistem besar blockchain. Dengan kata lain, sebenarnya NFT itu sendiri tidak jauh
beda dengan beberapa aset mata uang kripto. Karena pada dasarnya NFT kumpulan
kode tersebut dapat di embed dengan arsip digital sehingga membuat kumpulan kode
pada NFT menjadi unik satu dengan lainnya. Maka dalam hal ini NFT merubah
konsepsi tersebut dan menjadikan suatu objek digital dapat dijadikan satu entitas yang
dapat dijual belikan layaknya objek properti analog seperti yang disebut di atas, yaitu
lukisan. Bedanya, pada objek non digital, umumnya bukti kepemilikan tersebut dalam
bentuk tercetak dan dapat dipegang, sedangkan token pada NFT adalah berupa kodekode dalam bentuk digital yang disebut smart contract (kontrak cerdas), smart
contract tersebut disimpan dan diproteksi pada jaringan blockchain pada platform
khusus NFT salah satunya Ethereum. Cara Menggunakan NFT dengan Bijak di Era
Digital Seperti yang kita ketahui bahwa NFT merupakan aset digital yang tidak bisa
ditukarkan tetapi bisa diperjualbelikan. Sebagai kaum awam kita bisa saja
menggunakan NFT untuk menjual karya seni, tetapi kita juga harus menggunakannya
dengan bijak, seperti memastikan terlebih dahulu platform yang digunakan agar tidak
memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan saat
transaksi NFT. Pendapat ulama salaf dan khalaf, mayoritas ulama mazhab Maliki,
Syafi'i, dan Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan
manfaat adalah harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara
syara'.
Volume 4, Nomor 1, Maret 2022
161
Hisny Fajrussalam, Nur Fadilah, Masruroh, Febby Putri Marini, Fya Syaikha Fatimah, Weby Khamelia
DAFTAR PUSAKA
Annalee Newitz, ―Who Wants to Be an Animated Gif Millionaire?, New Scientist
249, no. 3326 (2021): 24, https://doi.org/10.1016/S0262-4079(21)00467-X.
Christian Stoll, Lena Klaaßen, and Ulrich Gallersdörfer, The Carbon Footprint of
Bitcoin,
Joule
3,
no.
7
(2019):
1647–61,
https://doi.org/10.1016/j.joule.2019.05.012.
Coggan, Confused about NFTs? Here„s All You Need to Know.
Dina Mirayanti Hutauruk, Mengoleksi Aset NFT Di Ranah Seni Digital Wajib HatiHati, Investasi Kontan, 2021; Sarah Cascone, It„s Whiplash„: After a
Record-Setting Run, NFT Artwork Prices Have Plummeted Nearly 70
Percent
in
Four
Weeks,
Artnet
News,
2021,
https://news.artnet.com/market/nftmarket-1957770.
Oswaldo,G.
2022. Pengertian
NFT, Cara Buat, Jual
dan
Belinya
: https://finance.detik.com/fintech/d-5895980/pengertian-nft-carabuat-jual-dan- belinya/2. Diakses pada tanggal 15 Maret 2022
William Entriken et al., EIP-721: ERC-721 Non-Fungible Token Standard‖
(Ethereum Improvement Proposals, 2018).
162
As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini