View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
brought to you by
CORE
provided by Universitas Sriwijaya (UNSRI): E-Journal
MISKONSEPSI PADATOPIK PROGRAM LINEARSISWA SEKOLAH MENENGAH
(Misconception of Linear Progamming in Senior High School)
Riyan Hidayat,Zanaton Binti H Iksan
Fakultas Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia
ABSTRAK
Banyak penelitian yang bertaraf nasional dan internasional yang menunjukkan pencapaian
matematikasiswa sekolah menengah Indonesia berada pada tahap rendah. Salah satu indikator
rendahnya pencapaian matematika adalah lemahnya pemahaman konsep matematika yang
dimiliki oleh siswa. Pemahaman konsep matematika bisa diintegrasikan melalui Pendekatan
Matematika Realistik (PMR).PMR dijalankan untuk melihat efekPMR terhadap miskonsepsi
topik program linear melalui penelitian kuasi eksperimen. Penelitian melibatkan sebanyak 65
orang siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru, Indonesia. Analisis data yang digunakan
analisis deskriptif yang mencakuppersentase danrata-rata.Temuan kajian menunjukkan bahwa
miskonsepsi terhadap topik program linear bagi kelompokeksperimenlebih rendah berbanding
kelompok kontrol. Kedua-dua kelompok menunjukkan miskonsepsi yang dapat dikategorikan
atas kesalahan interpretasi bahasa, kesalahan prosedur dan penjelasannya dan kesalahan teknis.
Implikasi dari penelitian ini dapat membantu pendidik untuk mengatasi masalah
miskonsepsiberdasarkan soal-soalkontekstual yang bersifat terbuka sehingga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengurangi miskonsepsi.
Kata Kunci: Pendekatan Matematik Realistik, Miskonsepsi.
ABSTRACT
A number of nationaland international scale surveys have shown that the mathematics
achievementsof Indonesian secondary school studentsare in thelower level.One of theindicators
of this lowachievement was the insufficient level of understandingof mathematical conceptsof
thestudents.
Understanding
ofmathematical
conceptscan
be
integratedthroughRealisticMathematicsEducation(RME).PMRconducted
to
examine
theeffectiveness of Realistic Mathematical Educationtowards the misconceptions of linear
programming topics through aquasi-experimental study.This study involved 65 students of
Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru, Indonesia. The next conducted data analysis that involves
a descriptive analysis of the percentage and mean. The results revealed thatmisconceptiontoward
linear programming topic forthetreatment group was lower thanthe control group.Both
groupsshowedmisconceptions
thatcanbe
divided
intolanguageinterpretation,
clarificationofproceduresandtechnicalerrors The implications of this study is useful for
educatorsto help their students to understandconcept of mathematicsthrough open and
contextualquestionsso then givestudents the opportunity toreducemisconceptions
Key Words: Realistic Mathematic Education, Misconception.
membangun
kemampuan
sepenuhnya
(Nesusin,
Intrarakhamhaeng,
Supadol,
Piengkes, & Poonpipathana, 2014). Siswa
yang
mempunyai
pemahaman
PENGENALAN
Proses pembelajaran perlu memberi manfaat
kepada siswa supaya mereka dapat
1
matematikayang lebih mendalam akan lebih
mampu bersaing dalam ekonomi dunia yang
semakin meningkat. Matematika dan sains
merupakan sebagian intiuntuk meningkatkan
masyarakat yang kritis (Ndlovu 2011) dan
proses kemampuan penalaran sistematika
(Phonapichat, Wongwanich & Sujiva 2014).
Seseorang yang sukses atau gagal sebagai
masyarakat berpikir dapat dilihat dari
pengajaran matematik dan sains yang
diterapkan di sekolah. Tambahan pula,
matematika itu sendiri merupakan aktivitas
manusia (Freudenthal, 1991; Gravemeijer,
1994), ilmu linguistik, konvensi, peraturan
dan bahasa (Ernest, 1991). Matematikabisa
dipahami oleh seseorang melalui interaksi
sosial melalui bahasa sehingga dapat
mewujudkan ilmu matematika. Seseorang
tersebut telah mempunyai pra pengetahuan
untuk dijadikan sebagai argumentasiargumentasi dalam mencari kebenaran
matematik. Oleh karena itu, diperlukan
kerjasama dan interaksi antara satu individu
dengan individu yang lain dalam membina
pengetahuan matematika. Siswa diberikan
kesempatan untuk belajar secara koperatif
dengan siswa yang lain dalam usaha
meningkatkan
pencapaian
dalam
matematika. Tugas seorang guru adalah
perlu menyediakan rangsangan yang kaya
dengan
berbagai
cara
karena
Vandecandelaere et al. (2012) menyatakan
bahwa lingkungan memainkan peranan
penting dalam membina kesenangan
terhadap
matematika.
Disamping
kepentingan faktor yang lain seperti
kompetensi akademik guru(Dudley 2013;
Leong 2013; Simon 1995).
2011). Pelaksanaan proses pembelajaran
matematika
yang
lebih
baik
dan
berkualitasdi sekolah ialah suatu keharusan
yang tidak dapat dinafikan lagi (Risnawati,
2008). Salah satu usaha meningkatkan
kualitas pengajaran dan pembelajaran ialah
memberikan fokus
kepada proses
pembelajaran yang berpusatkan pada siswa
(student centered) dan berpusatkan materi
pembelajaran.
Matematikamerupakanalatdalam
menentukan
sifatdan
hubunganantarafenomena
secara
natural(Soltani Salout et al. 2013). Tugas
guru
di
kelasbukanlah
sebagai
pemberiinformasi aktif tetapi sebagai
perancang bahan pembelajaran yang sesuai
dengan tingkat pengetahuan siswa dan
sebagai fasilitator. Manakala tugas siswa
adalah
subjek
yang
menemukan
pengetahuannya sendiri. Pengajaran dan
pembelajaran yang efektif khususnya dalam
matematika, tidak hanya melibatkan proses
pemindahan fakta dari guru kepada siswa
semata-mata, siswaharus dilibatkan secara
aktif dalam membina konsep dan
pengetahuan yang saling berhubungan
dengan setiap isi pelajaran yang dipelajari
(Nik Aziz, 1992).
Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
didefinisikan
sebagai
pembelajaran
kontekstual yang bermaksud bahawa siswa
belajar matematik melalui penglibatan dalam
menyelesaikan masalah nyata dalam konteks
yang bermakna bagi mereka (Searle &
Barmby, 2012; Sumitro, 2008). Menurut
Daryanto dan Tasrial (2012), teori PMR
sejalan dengan teori belajar yang
berkembang saat ini, seperti konstruktivisme
dan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning). Namun, baik
pendekatan
konstrutivisme
maupun
pendekatan kontekstual mewakili teori
belajar secara umum, PMR ialah suatu
pendekatan
permbelajaran
yang
dikembangkan
khusus
untuk
Noraini
(2001)
menyatakan
bahwa
matematika
sebagai
suatu
bidang
pengetahuan yang senantiasa berubah dari
segi kandungan, kegunaan dan cara
mempelajarinya. Pada kehidupan moden ini,
kemahiran
membaca,
menulis,
dan
menghitung meskipun masih penting namun
tidak mencukupi (Sri Wardhani & Rumiati,
2
matematika.Secara tegas Freudhental (1971)
dalam Daryanto dan Tasrial (2012)
menyatakanbahwa PMR menggabungkan
pandangan tentangapa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika dan
bagaimana matematika harus diajarkan.
Berdasarkan latar belakang di atas, satu
kajian dijalankan dengan menggunakan
masalah
kontekstual
sebagai
usaha
meningkatkan
pemahaman
konsep
matematikasiswa.
mempunyai pengaruh pada perkembangan
kemampuan-kemampuan yang lain seperti
kemampuan berpikirlevel tinggi.Proses
pengajaran
dan
pembelajaran
yang
dijalankan sebaiknya dapat mengembangkan
kemampuan
pemahaman
sehingga
pencapaian siswa dapat diperoleh dengan
baik. Kawuryan, Sutijan danBudiharto
(2012) menegaskan bahwa keberhasilan
dalam proses pengajaran dan pembelajaran
dapat diukur melalui keberhasilan siswa
dalam memahami bahan pembelajaran yang
diberikan guru. Semakin banyaksiswa yang
dapat mencapai tingkat pemahaman konsep
dan penguasaan bahan pembelajaran, maka
akan semakin tinggi keberhasilan dari proses
pengajaran dan pembelajaran tersebut.
PMR memberikan kesempatan untuk
menterjemahkan pengetahuan non formal ke
pengetahuan formal dengan cara masing
melalui aktivitas pemodelan. Bull et al.
(2010) menyatakan bahwa cara yang paling
efektif dalam mendeteksi miskonsepsi siswa
adalah
melalui
pemodelan.
Model
menghendaki
siswa
menterjemahkan
pengalaman atau pengetahuan informal ke
dalam
konsep
formal.
Siswaakan
menyelesaikan masalah-masalah kontekstual
sesuai dengan tingkat pemahaman atau
pengetahuan yang telah dimilikinya masingmasing. Siswaakan memberikan berbagai
macam
jawaban
atau
interpretasi
berdasarkan pemahaman yang telah ada.
Dengan
demikian
guru
dapat
mengidentifikasi konsep yang telah dimiliki
siswa sebelum mereka diperkenalkan konsep
formal. Selain daripada itu, guru juga
berpeluang memperkecil miskonsepsi siswa
tahap demi tahap melalui berbagai model
tersebut.
Win Afgani, Darma dan Purwoko (2008),
Wiwin dan Norwiani (2009),Miswanto
(2011) dan I Made Asih (2011) mendapati
bahwa pemahaman konsep siswa topik
program linear berada pada tahap yang
rendah. Banyaksiswa tidak memahami
konsep pemodelan dalam matematik seperti
menterjemahkan pengetahuan non formal ke
pengetahuan formal. Siswa tidak dapat
memahami perkataan ‘biaya serendahrendahnya atau untung sebesar-besarnya’,
siswahanya mampu menyelesaikan soal jika
soal tersebut lansung kepada kalimat
perintah seperti ‘hitung nilai minimum atau
maksimum’. Beberapa kesalahan lain yang
dikenaliadalah
seperti
kesalahan
memanipulasi
aljabar,
salah
dalam
perhitungan dan penarikan kesimpulan.
Banyaksiswa
yangsuksesdalam
matematikatetapigagal dalam penyelesaian
masalah nyatadalam kehidupan sehari-hari
(Costu et al. 2009).Berdasarkan temuan
kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kesalahan yang dilakukan siswapada topik
program linear dapat dikategorikan ke dalam
kesalahan penafsiran, prosedur dan teknis.
Tahap pemahaman konsep matematika
mempunyai hubungan terhadap pencapaian
matematika(Istiqomah&Nor Sakinah, 2013;
Hutkemri, 2009). Siswa yang mempunyai
tahap pemahaman matematikayang lemah
akan mempunyai pencapaian matematika
yang rendah.Selain daripada itu, siswa yang
memilki pemahaman konsep yang lemah
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
PMR mampu meningkatkan pemahaman
konsep siswa (Smart, 2009; Kawuryan,
Sutijan & Budiharto,2012; Nurhayati &
Maulana, 2009). PMRmampu menanamkan
konsepoperasi peerkalian dan pembagian
3
bilangan bulat, geometri dan sudut dengan
baik. Selain daripada itu siswa mampu
berpikir secara analitik. Pendekatan ini telah
mampu memotivasi dan menarik perhatian
siswamenyukai pembelajaran matematika ini
dikarenakan suasana pembelajaran yang
kondusif. Lingkungan dijadikan sebagai
konteks yang bermakna dan dapat
dibayangkan oleh siswa merupakaan ciri-ciri
PMR yang meningkatkan pencapaian siswa
dalam memahami konsep matematika
dengan baik.Penelitian Barner (2005) juga
menyatakan
bahwa
PMR
dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan
hubungan berbanding pembelajaran hapalan.
PMR yang berorientasikan pada doing
mathematicsmenjadikan
suasana
pembelajaran yang bermakna sehingga siswa
mempunyai ingatan yang lebih baik.
PERSOALAN KAJIAN
52.78% hingga 69.44%. Nilai reliabilitas
soal ujian pemahaman konsep topik program
linear adalah 0.80. Ini menunjukkan bahwa
reliabilitas soal ujian pemahaman topik
program linear berada pada tahap baik (Lim,
2007). Kedua-dua kelompok diberikan ujian
pra pemahaman konsep yang sama sebelum
penelitian dijalankan. Selepas selesai
pemaparan pengajaran, kedua-dua kelompok
diberi ujian pos pemahaman konsep dan
pencapaian yang sama untuk melihat
perbedaan antara kelompok.Penskoran untuk
pemahaman konsep matematika topik
program linearsiswa dilakukan berdasarkan
skema pemarkahan Rahayu (2013). Siswa
yang memperoleh markah 0,1 dan 2
dianggap sebagai siswa yang mengalami
miskonsepsi terhadap pelajaran yang
disampaikan. Sedangkan siswa yang
memperoleh markah 3 dan 4 dianggap
sebagai siswa yang mempunyai pemahaman
konsep
tersebut.
Apakah miskonsepsi yang ada dalam topik
program linear kelompokeksperimen dan
kelompokkontrol.
METODOLOGI KAJIAN
Desainpenelitian yang digunakan adalah
desainpenelitian kuasi eksperimen kelompok
yang tidak sama(non equivalent control
group design)yang melibatkan siswa
Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru,
Indonesia.Penelitian ini dilaksanakan dalam
tempoh waktu 5 minggu yaitu dengan
delapan kali pertemuan.Nilai indeks
diskriminasi item dalam soal ujian
pemahaman konsep matematika topik
program linearpada tahap baik iaitu antara
33.33% hingga 61.11%. Nilai bagi indeks
kesukaran item dalam soal ujian pemahaman
konsep matematika topik program linear
berada pada tahap sedang yaitu antara
Persentase dan rata-rata pemahaman konsep
matematika topik program linear antara
kelompokeksperimen dan kelompok kontrol
seperti tabel1.
HASIL PENELITIAN
Miskonsepsi
Siswa
Dalam
Ujian
Pemahaman Konsep Matematika Topik
Program Linear
Tabel 1 Persentase dan rata-rata pemahaman konsep matematika topik program linear antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Soal
Persentase Skor
Persentase Kontrol
0
1
2
3
4
Rata0
1
2
3
4
RataRata
Rata
4
Soal 1
Soal 2
Soal 3
Soal 4
Soal 5
Soal 6
0
0
0
0
0
3
0
0
3
9.1
6.1
9.1
9.1
24.2
30.3
30.3
15.2
21.2
36.4
51.5
39.4
36.4
48.5
36.4
54.5
24.2
27.3
24.2
30.3
30.3
3.45
3.00
2.91
2.76
3.03
2.82
0
0
6.3
6.3
3.1
12.5
Tabel 1menunjukkan bahwa siswakelompok
eksperimen cenderung mendapatkan skor
rata-rata yang lebih tinggi berbanding
siswakelompok kontrol. Pada soal yang
pertama, sebanyak 3 orang (9.1%) siswa
kelompok eksperimen dan sebanyak 7 orang
(21.2%)
siswakontrol
mempunyai
miskonsepsi dalam menjawab soal pertama.
Soal kedua menunjukkan sebanyak 8 orang
(24.2%) siswa kelompok eksperimen dan
sebanyak 15 orang (46.9%) siswa kelompok
kontrol mempunyai miskonsepsi
dalam
menjawab soal kedua. Soal ketiga
menunjukkan sebanyak 11 orang (33.4%)
siswa kelompokeksperimen dan sebanyak 14
orang (43.8%) siswa kelompok kontrol
mempunyai miskonsepsi dalam menjawab
soal ketiga. Soal keempat menunjukkan
sbanyak 11 orang (33.3%) siswa kelompok
eksperimen dan sebanyak 24 orang (75.1%)
siswakelompok
kontrol
mempunyai
3
15.6
3.1
18.8
9.4
15.6
18.2
31.3
34.4
50
28.1
40.6
45.5
34.4
37.5
18.8
46.9
21.9
33.3
18.8
18.8
6.3
12.5
9.4
3.09
2.56
2.59
2.00
2.56
2.00
miskonsepsi dalam menjawab soal keempat.
Soal kelima menujukkan sebanyak 7 orang
(21.3%) siswakelompok eksperimen dan
sebanyak 13 orang (40.6%) siswa kelompok
eksperimen mempunyai miskonsepsi dalam
menjawab soal kelima. Soal keenam
menunjukkan sebanyak 11 orang (33.3%)
siswakelompok eksperimen dan sebanyak 21
orang (68.7%) siswakelompok kontrol
mempunyai miskonsepsi dalam menjawab
soal keenam.
Gambar 1 merupakan contoh soalsiswapada
soal topik program linear yang meminta
siswa untuk menjelaskan nilai optimum
berdasarkan grafik yang diberikan.Soal:
Berdasarkan grafik himpunan penyelesaian
dibawah. Jelaskan nilai optimum dari fungsi
objektif 𝑥, 𝑦 = 𝑥 + 2𝑦 ?
(Note : Daerah yang tidak diarsir merupakan Daerah Himpunan Penyelesaian)
Gambar 1 Contoh soal topik program linear.
5
Gambar 2 merupakan contoh jawaban siswa
bagi soal topik program linear yang meminta
siswa untuk menjelaskan nilai optimum
berdasarkan grafik yang diberikan.
Jawaban:
Gambar 2
Contoh jawaban siswayang melakukan miskonsepsi padatopik program linear.
Gambar 2 menunjukkan contoh jawaban
siswayang melakukan miskonsepsi pada
topik program linear.Siswa mengemukakan
beberapa ide matematika yang lebih sesuai
dengan konteks soal namun belum dapat
mempersembahkan konsep dalam berbagai
bentuk perwakilan matematika sebagai suatu
algoritma penyelesaian masalah. Siswa
mengemukakan ide-ide seperti titik potong
antara ketiga-tiga garis merupakan cara
untuk menentukan nilai optimum. Sebagian
penjelasan menunjukkan ke arah jawaban
yang benar namun tidak terperinci tentang
pemahaman
algoritma
penyelesaian
masalah.
menterjemahkan masalah kontekstual ke
dalam perwakilan matematika, tidak
memiliki penjelasan yang konkrit sebagai
algoritma
penyelesaian
masalah
pengaturcaraan linear dan melakukan
kesilapan
prosedur
serta
kesilapan
perhitungan.
Temuan
ini
mendukungpenelitian I Made asih (2011);
Miswanto (2011); Win Afgani, Darma dan
Purwoko (2008) dan Wiwin dan Norwiani
(2009)yaitu banyaksiswa tidak memahami
konsep pemodelan dalam matematika yaitu
menterjemahkan pengetahuan non formal ke
pengetahuan formal dalam topik program
linear. Nahum (2004) menyatakan bahwa
manusia tumbuh serta belajar menyesuaikan
diri dengan keadaan sekeliling dengan
membina pandangan-pandangan umum.
DISKUSI
Miskonsepsi
Siswa
Dalam
Ujian
Pemahaman Konsep Matematika Topik
Program Linear
Miskonsepi juga terjadi pada algoritm yaitu
siswa lebih berfokus pada prosedur
penyelesaian masalah berbanding ke atas
pemahaman algoritma penyelesaian masalah
tersebut.
Siswa
lebih
cenderung
menyelesaikan soal yang bersifat prosedural
tanpa ada penjelasan mengapa cara tersebut
diambil. Kajian ini mendukungpenelitian
yang didapat oleh Suhaidah (2006) iaitu
siswabisa membuat perhitungan tetapi gagal
untuk menjelaskan mengapa sesuatu
Beberapa miskonsepsi yang dilakukan siswa
dalam topik program linear adalah tidak
mempunyai penjelasan yang lengkap tentang
definisi program linear dan lemah dalam
menyebutkan contoh yang berkaitan, belum
dapat menganalisis dan mengkategorikan
pertidaksamaan
dengan
yang bukan
pertidaksamaan, tidak dapat membuat model
matematika
atau
salah
dalam
6
Bull et al. (2010) menyatakan bahwa cara
yang paling efektif dalam mengesan
miskonsepsi
siswa
adalah
melalui
pemodelan. Model menghendaki siswa
menterjemahkan
pengalaman
atau
pengetahuan informal ke dalam konsep
formal. Siswaakan menyelesaikan masalahmasalah kontekstual sesuai dengan tingkat
pemahaman atau pengetahuan yang telah
dimilikinya masing-masing. Siswaakan
memberikan berbagai macam jawaban atau
interpretasi mengikut pemahaman yang telah
ada. Dengan demikian guru dapat
mengidentifikasi konsep yang telah dimiliki
siswa sebelum mereka diperkenalkan konsep
formal.Sebaliknya Karagoz dan Cakir (2011)
menegaskan bahwa pengajaran tradisional
tidak dapat mengubah miskonsepsi siswa.
Ini dikarenakan dalam pengajaran tradisional
tidak memperhitungkancarasiswa dalam
penyelesaian masalah kontekstual.
tindakan itu diambil. Beberapa siswa juga
melakukan kesalahan operasi perhitungan.
Temuan ini mendukungpenelitian Wiwin
dan Norwiani (2009) yang menyatakan
bahwa siswa salah dalam memahami konsep
grafik
himpunan
dan
kesalahan
operasi.Sehingga dapat dirumuskan bahwa
kesalahan yang dilakukan oleh siswa dapat
dibagikan kepada kesalahan interpretasi
bahasa,
kesalahan
prosedur
dan
penjelasannya dan kesalahan teknis.
Miskonsepsi
yang
dilakukan
oleh
siswakelompok eksperimen lebih kecil
berbanding siswa kelompok kontrol.
Penyebab daripada miskonsespsi yang
dilakukan kelompok eksperimen lebih kecil
adalah dengan Pendekatan Matematik
Realistik yang mempunyai kelebihan dalam
mempersembahkan masalah kontekstual
kepada siswa. PMR juga menguraikan
langkah-langkah
pembelajaran
dengan
terstruktur
dan
jelas
sehingga
memungkinkan siswa tidak ada kehilangan
prosedur dalam memahami siswaan. Selain
daripada itu, proses pengajaran dan
pembelajaran selalu diawali dengan masalah
kontekstual sebagai pembinaan konsep
bukan sebagai peerapan konsep. Masalah
kontekstual dijadikan sebagai dasar dalam
membina konsep yang baru melalui
matematisasi atau pemodelan. PMR juga
mempersembahkan berbagai model yang
dapat
membuat
pemahaman
konsep
matematika lebih kokoh.
KESIMPULAN
Kajian ini melihat efektivitas PMRterhadap
pemahaman konsep topik program linear.
Temuanpenelitian menunjukkan bahwa
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pemahaman konsep antara kelompok
eksperimen
dan
kelompok
kontrol.
Miskonsepsi terhadap topik program linear
pada kelompok eksperimen lebih rendah
berbanding kelompok kontrol.Oleh sebab
itu, kesalahan yang dilakukan oleh siswa
dapat
dibagikan
kepada
kesalahan
interpretasi bahasa, kesalahan prosedur dan
penjelasannya dan kesalahan teknis.
framework for teaching low attainers in
mathematics. Pythagoras. 61:42-57.
Bull, S., Jackson, T.J., & Lancaster, M.
J.(2010).
Students'
interest
in
theirmisconceptions
in
first
yearelectrical circuits and mathematics
courses. International Journal of
Electrical
Engineering
Education
47(3), 307-318.
REFERENSI
Amri, S.
& Ahmadi, I. K. (2010).
Konstruksi
pengembangan
pembelajaran. Jakarta: PT Prestasi
Pustakaraya.
Barners, H. (2005). The theory of Realistic
Mathematics Education as a theoretical
7
Coştu, S., Arslan, S., Çatlıoğlu, H. & Birgin,
O. (2009). Perspectives of elementary
school teachers and their students about
relating
and
contextualizing
in
mathematics. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 1(1), 1692–1696.
doi:10.1016/j.sbspro.2009.01.300.
Daryanto. & Tasrial. (2012). Konsep
pembelajaran kreatif. Yogyakarta: Gava
Media.
Dudley, P. (2013). Teacher learning in
Lesson Study: What interaction-level
discourse analysis revealed about how
teachers utilised imagination, tacit
knowledge of teaching and fresh
evidence of pupils learning, to develop
practice knowledge and so enhance
their pupils’ lea. Teaching and Teacher
Education,
34,
107–121.
http://doi.org/10.1016/j.tate.2013.04.00
6
Mathematics
Teaching.
Eurasia
Journal of Mathematics, Science &
Technology Education, 9(3), 319–328.
http://doi.org/10.12973/eurasia.2013.9
Lim, C.H. (2007). Penyelidikan Pendidikan.
Pendekatan
Kuantitatif
dan
Kualitatif. Kuala Lumpur: McGraw
Hill
Education.Marlina
&
Nurhidayah Uzir. 2010. Tahap
kefahaman pelajar tingkatan dua bagi
topik nombor negatif. Johor:
Universiti Teknologi Malaysia.
Mat
Rofa
Ismail.
(2004).Matematik
Merentas Tamadun. Selangor Darul
Ehsan: Dawama. Sdn. Bhd
Miswanto. (2011). Penerapan model
pembelajaran berbasis proyekpada
materi Program Liniersiswa kelas X
SMK Negeri 1 Singosari. Jurnal
Penelitian
Dan
Pemikiran
Pendidikan.1(1): 60-68.
Nahum, T.M., Hofstein, A., Mamlok, R. &
Bar-Dov, Z. (2004). Can final
examinations
amplify students’
misconceptions
in
chemistry?.
Chemistry education: Research and
practice. 5(3): 301-325.
Ndlovu, M. C. (2011). University-school
partnerships for social justice in
mathematics and science education : the
case of the SMILES project at
IMSTUS. South African Journal of
Education, 31, 419–433.
Nesusin, N., Intrarakhamhaeng, P., Supadol,
P., Piengkes, N., & Poonpipathana, S.
(2014). Development of Lesson Plans
by the Lesson Study Approach for the
6th Grade Students in Social Study
Subject based on Open Approach
Innovation. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 116(2014), 1411–
1415.
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.
407
Nurhayati, A. N. & Maulana. (2009).
Penerapan pendekatan matematika realistik
dalam
Fruedenthal,
H.
(1991).
Revisiting
Mathematics Education. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers.
Gravemeijer, K. (1994). Developing
Realistic
Mathematic
Education.
Ultrec: Freudenthal Institute.
I Made Asih. (2011). Peningkatan
kemampuan siswa sman 8 Denpasar
dalam menyelesaikan soal cerita
pokok bahasan Program Linier mata
pelajaran
Matematika.
Jurnal
Udayana Mengabdi.10 (2): 67 – 71.
Karagöz. M.,& Çakir. M. (2011). Problem
solving in genetics: conceptual and
procedural difficulties. Summer.
11(3): 1668-1674.
Kawuryan, S., Sutijan. & Budiharto, T.
(2012). Pemahaman konsep bangun
ruang
melalui
pendekatan
matematika realistik. Tesis Sarjana,
Jabatan
Pendidikan Matematik,
Unversitas sebelas Maret.
Leong, K. E. (2013). Factors that Influence
the Understanding of Good Factors that
Influence the Understanding of Good
8
penanaman konsep perkalian dan
pembagian bilangan bulat. Makalah
dibentangkan
pada
Konferensi
Pendidikan
Dasar
I
Tingkat
Internasional pada tanggal 10-11
Oktober 2009 di UPI Kampus
Sumedang. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Phonapichat, P., Wongwanich, S., & Sujiva,
S. (2014). An Analysis of Elementary
School Students’ Difficulties in
Mathematical
Problem
Solving.
Procedia - Social and Behavioral
Sciences,
116(2012),
3169–3174.
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.
728F
Rahayu, Y. (2013).Efektivitas metode
pembelajaran penemuan terbimbing
melalui pendekatan Open-Ended
terhadap kemampuan pemahaman
konsep dan penalaran matematika
siswa kelas VIII MTs Ma’arif
Kaliwiro. ). Tesis Sarjana. Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Risnawati. (2008). Strategi Pembelajaran
Matematik. Pekanbaru: Suska Press
Searle, J. dan Barmby, P. (2012). Evaluation
Report on the Realistic Mathematics
Education
Pilot
Project
at
Manchester MetropolitanUniversity.
Durham University.
Pendidikan, hlm. 544. Bangi: Awal
Hijrah Enterprise.
Simon, M. a. (1995). Reconstructing
Mathematics
Pedagogy
from
a
Constructivist Perspective. Journal for
Research in Mathematics Education,
26(2),
114.
http://doi.org/10.2307/749205
Smart, A.M. (2009). Introducing angles in
grade four : A realistic approach
based on the van Hiele model.
Canadian journal for new scholars in
education. 2(1): 1-20.
Suhaidah Tahir.(2006). Pemahaman konsep
pecahan dalam kalangan tiga
kelompok pelajar secara keratan
lintang. Tesis Doktor Falsafah.
Unversiti Teknologi Malaysia.
Sumitro, N. K.
(2008). Pembelajaran
matematika realistik untuk pokok
bahasan kesebangunan di Kelas 3
SMP Negeri 3 Porong. Paradigma.
8(25): 204-218.
Willis, J. M. D. (2010). Strategi
Pembelajaran Efektif Berbasis Riset
Otak.
Terj.
Akmal
Hadrian.
Yogyakarta: Mitra Media.
Win
Afgani.M.,
Darmawijoyo.,&
Purwoko.(2008). Pengembangan media
website pembelajaran materi program
linear untuk siswa sekolah menengah
atas. Jurnal Pendidikan Matematika.
2(2): Juli-Des 2008
Wiwin Sri Hidayati., & Nurwiani. (2009).
Analisis kesalahan menyelesaikan
soal program linear siswa kelas XI
SMK Tribuana Jombang Tahun
2008/2009. Tesis SarjanaSekolah
Tinggi
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
PGRI
Jombang.
Sharifah Faizah Syed Husni & Sharifah Nor
Puteh. Pembelajaran Berasaskan
Masalah
Dalam
Pembelajaran
Teknikal. Dlm. Zamri Mahamod,
Jamalul Lail Abdul Wahab dan
Mohammed Sani Ibrahim (pnyt).
(2011). Transformasi dan Inovasi
9