Academia.eduAcademia.edu

Manajemen Majelis Taklim dalam Meningkatkan Fungsi Masjid

2016

Wakaf produktif merupakan langkah baru dalam memberdayakan potensi wakaf yang ada di indonesia, pengelolaan wakaf menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam mengukur sejauhmana efektifitas dan efisiensi yang didapat dari wakaf produktif tersebut. Oleh karena itu langkah pengorganisasian merupakan langkah awal dalam membangun wakaf produktif yang baik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu untuk menggambarkan keadaan secara riil di tempat penelitian secara sistematis fakta, baik data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang berkaitan dengan pengorganisasian Badan wakaf Indonesia wilayah Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Badan Wakaf Indonesia Wilayah Jawa Barat, Langkah pengorganisasian yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia Jabar yaitu, Pertama Spesialisasi kerja yang telah disusun dalam peraturan Badan Wakaf Indonesia no 1 tahun 2008 dan dalam UUD No 41 tahun 2004, yang dimana anggota memiliki kompetensi dan ah...

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Volume 1, Nomor 1, 2016, 35-50 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur Arip Hidayatulloh*, Herman, & Asep Iwan Setiawan Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung * Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pondok pesantren At Taubah di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Cianjur mengenai pembinaan Akhlak Narapidana. Dengan memahami perencanaan program dan pelaksanaan pembinaan akhlak narapidana. Penelitian ini menggunakan Metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Peran pesantren At Taubah yang berada di LAPAS Klas II B Cianjur dalam membina akhlak narapidana yaitu memberikan sumbangsih besar terhadap pembinaan yang secara umum merupakan tugas dari Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilaksanakan oleh pesantren yang begitu terorganisir. Kata Kunci : Pondok Pesantren, Akhlak, Narapidana ABSTRACT This study aims to determine the role of the At Taubah Islamic boarding school in Cianjur Class II B Correctional Institution regarding the Moral Guidance of Prisoners. By understanding program planning and the implementation of moral guidance for prisoners. This research uses a descriptive method. The results showed that the role of the At Taubah Islamic Boarding School in the Class II B Classroom in Cianjur in building up the morals of prisoners is to contribute greatly to coaching which is generally the task of the Penitentiary. This can be seen from the activities carried out by pesantren that are so organized. Keywords: Islamic Boarding Schools, Morals, Prisoners PENDAHULUAN Dinamika yang terjadi kekinian adalah banyak kalangan terutama dari kalangan masyarakat modern yang mempersepsikan pesantren sebagai salah satu tempat yang jadul (tradisional, kaku dan kurang inovasi) dan secara otomatis akan menghambat pola perkembanga dan gaya hidup masyarakat modern. Apabila dilihat dari pemeliharaan tradisi kepesantrenan yang masih kental dengan kajiankajian kitab klasik (kitab kuning) dan mungkin jauh dari yang namanya penggunaan teknologi pesantren semakin menjadi bulan-bulanan beberapa kalangan yang kurang memiliki apresiasi terhadap eksistensi pesantren itu sendiri. Diterima: Januari 2016. Disetujui: Maret 2016. Dipublikasikan: Maret 2016 35 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. Penafsiran dan penilaian pesantren sebagai suatu lembaga yang hanya bisa membentuk karakter muda-mudi bangsa Indonesia saja itu kurang tepat adanya. Pesantren juga tidak hanya berdiri atau beroprasi dipelosok-pelosok desa saja, selain pesantren saat ini sudah bermunculan di kota-kota besar bahkan di pusat kotanya langsung, pesantren juga sudah bermunculan di tempat-tempat yang mungkin bagi sebagian kalangan terasa aneh dan di luar kebiasaan. Pesantren At Taubah telah mampu memberikan sumbangsih besar terhadap perealisasian program utama lembaga pemasyarakatan yakni untuk menyadarkan para narapidana yang terjerumus kedalam kebiasaan dan perilaku yang kurang baik di dalam kehidupan sebelumnya menjadi pribadi-pribadi yang jauh lebih baik. Eksistensi inilah yang ditunjukkan oleh pesantren At Taubah selama kurun waktu 4 tahun kebelakang ini. Pesantren ini telah banyak mencetak orang-orang yang sebelumnya kurang mengenal ilmu keagamaan menjadi sosok yang paham dalam ilmu agama dalam menyampaikannya kembali kepada orang di sekitarnya. Berdirinya pondok pesantren At Taubah di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Kabupaten Cianjur. Merupakan jawaban dan pembantahan terhadap asumsiasumsi negatif masyarakat yang selama ini ditujukan terhadap pesantren. Pesantren yang diresmikan pada bulan Mei tahun 2012 ini menjadi solusi untuk pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cianjur. Pesantren At Taubah dalam kurun waktu 4 tahun ini telah banyak mengalami metamorfosis dari yang sebelumnya dikelola dengan sistem serba seadanya menjadi pesantren yang dikelola dengan sistem menejerial yang jauh lebih baik. Terlebih pesantren At Taubah sejatinya berada dibawah naungan Lembaga Pemasyarakatan milik negara yang dikelola langsung oleh aparatur negara yang sudah profesional dalam bidangnya. Oleh sebab itu secara hitungan logika-rasio pesantren At Taubah pun berada di dalam sistem pengelolaan yang cukup baik di bandingkan pesantren-pesantren lain di luar sana. Memperhatikan sistem dan tujuan pembinaan yang dilaksnakan di pondok pesantren At Taubah yang berada di Lembaga pemasyarakatan kelas II B Cianjur yang notabenenya adalah mengembangkan kemasyarakatan dan keagamaan. Maka dari itu, penulis tertarik menelusuri apakah dalam pembinaan terhadap narapidana memiliki cara khusus atau metode yang berbeda dengan pesantren yang lainnya Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren At Taubah yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Kabupaten Cianjur. Dengan mengambil rumusan masalah berupa, memahami peran Pondok Pesantren, Program Perencanaan dan Pelaksanaan Program terebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan secara lebih luas (Sugiyono, 2005: 21). 36 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur LANDASAN TEORITIS Peran dalam kamus ilmiah populer berarti peran, pameran, pelaku atau pemain. Sedangkan peranan fungsi, kedudukan, atau bagian kedudukan (Partanto, M. Dahlan Al Barry, 1994:585). Peran atau Role merupakan aspek dinamis suatu kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, seseorang terebut itulah yang disebut peran (Soekanto, 2010: 212). Peran beda artinya dengan posisi. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Posisi dapat diartikan seseorang dalam masyarakat (social position) merupakan unsur statis yang merupakan individu pada organisasi masyrakat (Soerjono sukanto, 2010:212) Pada tingkat selanjutnya pengambilan peran seoolah-olah merupakan bantu yang bermanfaat untuk menolong manusia memahami reaksi manusia lainnya. Konsepnya mengandalkan seperangkat harapan. Kita diharapkan dengan cara tertentu pula (Horton dan Hunt, 1984 :119). Keahlian peran mengacu pada kewajiban, dan tugas yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Tuntutan peran adalah desakan sosial yang memaksa untuk memenuhi peran yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat terwujud sebagai sangsi sosial dan dikenakan individu dari peranannya (Syam, 2012 : 78) Sesuai dengan peran yang berkaitan dengan pekerjaan, Khonh dan Schooler (dalam Horton dan Hunt, 1984:120) berpendapat “Peran yang berkaitan dengan pekerjaan akan menimbukan perubahan kepribadian, sehingga terdapat pengaruh timbal balik dari manusia terhadap pekerjaannya dan pekerjaan terhadap manusia”. Peran begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat peran yang baik dan benar tentunya akan menghasilkan kehidupan yang baik, sedangkan peran yang buruk dan jelek tentunya akan berdampak juga terhadap masyarakat Cara Mendapatkan peran bawaaan dan Peran pilihan. Peran bawaan adalah peran yang didapatkan secara otomatis dan bukan karena usaha atau prestasi yang dilakukannya. Jadi, peran bawaan adalah peran yang melekat pada dirinya. Contohnya peran sebagai orang tua. Peran pilihan adalah peran dari seseorang yang diperoleh melaui suatu usaha, sehingga setiap peran bebas menentukan perannya sendiri sesuai dengan yang diharapkan. Contohnya peran sebagai dokter, tentara atau petani. Cara Mendapatkan Peran bawaaan dan Peran pilihan. Peran ini merupakan peran yang diharapkan oleh masyarakat untuk dilaksanakan sebaikbaiknya dan lengkap, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya peran seorang polisi, hakim, jaksa dan pengacara. Peran tersebut harus dilakukan dengan baik dan tidak boleh ditawar-tawar karena menyangkut hak seseorang. Peran yang disesuaikan adalah suatu peran yang pelaksanaanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Peran ini terjadi bukan karena faktor manusia atau pelakunya saja, tetapi karena adanya kondisi dan situasi yang menyebabkan seseorang melakukan suatu peran. Contohnya seorang pelawak. Cara pelaksanaan Peran yang diharapkan dan Peran yang disesuaikanPeran kunci adalah peran pokok atau inti dari beberapa peran yang dimilikinya. Peran tambahan adalah peran yang dilakukan seseorang setelah melakukan peran utamanya atau peran kunci. Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 37 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. Istilah pesantren disebut juga dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi istilah pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama kecuali sedikit perbedaan, asrama menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok pesantren. Secara etimologis perkataan pondok pesantren berasal dari kata “santri” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti tempat tinggal santri. Nurcholis Majid berpendapat bahwa istilah santri berasal dari perkataan “sastri” berasal dari bahasa sansekerta yang artinya “melek hurup”,sedangkan Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa kata santri dalam bahasa India “shastri” berarti orang yang tahu buku-buku suci agama hindu atau seseorang sarjana ahli kitab suci agama hindu (Yasmadi,2005: 61). Pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, tempat berlangsungnya proses belajar dan mengajar sekaligus pusat pengembangan jama’ah masyarakat pemukiman. Dengan demikian, maka pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memenuhi fungsinya karena tumbuh ditengahtengah masyarakat dan turut mengembangkan nilai-nilai kultural lingkungannya. Pondok dalam sejarahnya menunjukkan simbol kesederhanaan artinya pondok-pondok untuk penginapan santri itu dibangun karena kondisi jarak antara santri dan kiai cukup jauh sehingga memaksa mereka untuk mewujudkan penginapan sekedarnya dalam bentuk bilik-bilik kecil di sekitar masjid dan rumah kiai. Ada tiga alasan utama kenapa harus menyediakan asrama bagi para santri. Pertama, kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman pengetahuannya tentang islam menarik santri-santri dan waktu yang lama, para santri tersebut harus secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman kiai. Kedua, hampir semua pesantren berada di desa-desa di mana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri, dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kiai dan santri, di mana para santri menganggap kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kiai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbal balik itu menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus menerus sikap itu juga menimbulkan perasaan tanggung jawab dipihak kiai untuk menyediakan tempat tinggal bagi para santri. Disamping itu dari pihak santri tumbuh perasaan pengabdian kepada kiai nya, sehingga para kiai memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber tenaga bagi kepentingan pesantren dan keluarga kiai (Dhofier, 1982: 42) Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang Lima waktu, khotbah dan sembahyang jum’at, dan pengajaran kitab- kitab Islam klasik. Masjid adalah sebagai pusat kegiatan ibadah 38 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur dan belajar mengajar dan juga merupakan sentral sebuah pesantren karena disinilah pada tahap awal bertumpu seluruh kegiatan dilingkungan pesantren baik yang berkaitan dengan ibadah, shalat berjamaah, dzikir, wirid, do’a, i’tikaf, dan juga kegiatan belajar mengajar ( Yasmadi, 2002:64). Pengajaran kitab-kitab Islam klasik pengajaran kitab-kitab Islam atau sering disebut dengan kitab kuning (Haedari, 2004: 25). Terutama kenang-kenangan ulama yang menganut faham syafi’iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Sekarang, meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagi upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia kepada faham Islam tradisional. Kesamaan kitab yang diajarkan dan sistem pengajaran tersebut menghasilkan homogenitas pandangan hidup, Kultur dan praktek-praktek keagamaan dikalangan santri di seluruh Jawa dan Madura. Perlu ditekankan disini, bahwa sistem pendidikan pesantren yang tradisional ini, yang biasanya dianggap sangat “statis” dalam mengikuti sistem sorogan dan bandungan dalam menerjemahkan kitab-kitab klasik ke dalam bahasa jawa. Para kiayi juga memberikan pandanganpandangan dari apa yang diajarkan kepada santrinya sesuai dengan pemahaman yang dimili tiap pengajar kepada santrinya. Santri adalah siswa atau murid yang belajar di pesantren. Seorang ulama disebut sebagai kiai kalau memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab-kitab kuning. Oleh karena itu, eksistensinya kiai biasanya juga berkaitan dengan adanya santri di pesantren (Haedari, 2004:35). Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren seorang akan halnya biasa disebut kiai bila mana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren, terdapat dua kelompok santri yakni: 1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. 2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desadesa di sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar sebuah pesantren, akan semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan kata lain, pesantren kecil akan akan memiliki lebih banyak santri kalong dari pada santri mukim (Dhofier, 1990 : 91). Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 39 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. Kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kiainya. Kiai atau ulama adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama. Sebagai ulama, kiai berfungsi sebagai pewaris para nabi (waratsah alanbiya) yakni mewarisi apa saja yang dianggap sebagai ilmu oleh para nabi, baik dalam bersikap, berbuat, dan contoh-contoh teladan baik (al-uswah al- hasanah) (Rofiq dkk, 2005:7). Pondok pesantren salaf (klasik), Pesantren salaf yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian begitu lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. (Yasmadi, 2002:70). Pesantren model ini mempunyai karakteristik di antaranya pengajian hanya terbatas pada kitab kuning (klasikal), intensifikasi musyawarah atau bahtsul masa’il, berlaku sistem diniyah (klasikal), pakaian, tempat dan lingkungannya mencerminkan masa lalu, seperti kemana-mana memakai sarung, songkok, dan banyak yang memasak sendiri, dan kultur paradigma berpikiran didominasi oleh term-term klasik, seperti tawadhu yang berlebihan, puasa Dawud (puasa sehari, buka sehari). Ada beberapa kelebihan dari pesantren model ini, yaitu semangat mengarungi hidup yang luar biasa, mental kemandirian yang tinggi, terjaga moralitas dan mentalitasnya dari virus modernitas, mampu menciptakan insan dinamis, kreatif, dan progresif karena dia tertantang untuk menghadapi hidup dengan tanpa formalitas ijazah, tumbuhnya mental enterpreneurship (kewirausahaan) dan berani sakit dan menderita demi suksesnya sebuah cita-cita (Saiful Huda, dkk, 2003: 8). Pondok pesantren khalaf (modern), Pesantren khalaf yang telah memasukkan pelajaran- pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan nya atau membuka tipe sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren (Dhofier, 1982: 41) Karakteristik pesantren model ini adalah penekanan pada penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris), tidak ada pengajian kitab-kitab kuning (salaf), kurikulum nya mengadopsi kurikulum modern, luntur nya term-term tawadhu, barakah dan sejenisnya, dan penekanan pada rasionalitas, orientas masa depan, persaingan hidup dan penguasaan teknologi. Adapun kelemahan pesantren model ini adalah lemah dalam penguasaan terhadap khazanah klasik, bahkan mayoritas output pesantren ini tidak mampu membaca kitab kuning dengan standar pesantren salaf seperti penguasaan nahwu, sharaf, balaghah, ‘arudh, mantiq, ushul dan qawa’id. Pondok pesantren semi berkembang, Pondok pesantren tipe ini adalah pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (klasikal) dan sistem khalaf (modern) dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum 40 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur (Ridwan Nasir, 2005 : 87). Pesantren semi salaf-semi modern yakni pesantren yang mempunyai karakteristik dengan adanya pengajian kitab salaf (seperti Taqrib, Jurumiyah, Ta’lim Muta’alim,dll) ada juga kurikulum modern (seperti bahasa Inggris dan Arab, Fisika, Matematika, Manajemen dan sebagainya), mempunyai independensi dalam menentukan arah dan kebijakan, ada ruang kreatifitas yang terbuka lebar para santri (seperti berorganisasi, membuat bulletin, majalah, mengadakan seminar, diskusi, bedah buku, dll). Adapun kelemahan pesantren model ini adalah santri kurang menguasai secara dalam terhadap khazanah klasik, bergeser nya keyakinan terhadap barakah, tawadhu, zuhud, dan orientasi ukhrawi dan perjuangan kepada masyarakat menjadi berkurang . Ttujuan pesantren adalah membentuk kepribadian Muslim yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan Negara (Qomar, 2002: 7). Pesantren sebagai lembaga dakwah, dari sisi lain pesantren harus mampu menempatkan dirinya sebagai transformator, motivator dan innovator sebagai transformator pesantren dituntut agar mampu mentrasformasi nilai-nilai agama Islam ke tengah-tengah masyarakat secara bijaksana sebagai motivator dan innovator pesantren dan ulama harus mampu memberi rangsangan ke arah yang lebih maju terutama bagi kualitas hidup berbangsa dan beragama. Secara Etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-din).( Tiswarni, 2007 :1). Akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai menilai perbuatan manusia apakah itu baik, atau buruk. Sedangkan ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat kebaikan dan menghindarkan keburukan. Peneliti menyimpulkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur paksaan. Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu : 1) Tabiat (pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan factor warisan sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya. 2) Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata). 3) Hati nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan yang dapat menilai hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan ini mendapatkan keterangan(ilham) dari allah swt. Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 41 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk. Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat Al-Jatsiyah ayat 1213. Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al- Israa' ayat, 70’. Akhlak mempunyai suatu sifat yang tertanam kuat di dalam jiwa atau lubuk hati seseorang yang menjadi kepribadiannya dan itu akan membuat berbeda dengan orang lain. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam keadaan bagaimana pun juga. Dengan kata lain akhlak merupakan adat kebiasaan yang selalu dilakukan oleh seseorang. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan karena kesadaran sendiri, bukan karena di paksa, atau mendapatkan tekanan dan intimidasi dari orang lain. Akhlak merupakan manifestasi dari perbuatan yang tulus ikhlas, tidak di buat-buat. Indikator manusia berakhlak (husn al-khuluq) adalah tertanamnya iman dalam hati dan teraplikasikannya dalam perilaku. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’al-khuluq) adalah manusia yang ada nifaq (kemunafikan dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah. Tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Ahli tasawuf mengemukakan bahwa indikator manusia berakhlak, antara lain adalah : (1) memiliki budaya malu dalam berinteraksi dengan sesamanya, (2) tidak menyakiti orang lain, (3) banyak kebaikannya, (4) jujur dalam ucapannya, (5) tidak banyak bicara tetapi banyak berbuat, (6) penyabar, (7) tenang, (8) hatinya selalu bersama Allah,(9) suka berterima kasih, (10) ridha terhadap ketentuan Allah, (11) bijaksana, (12) berhati-hati dalam bertindak, (13) disenangi teman dan lawan, (14) tidak pendendam, (15) tidak suka mengadu domba,(16) sedikit makan dan tidur,(17) tidak pelit dan hasad, (18) cinta dan benci karena Allah. Di dalam Al-qur’an banyak ditemukan ciri-ciri manusia yang beriman dan memiliki akhlak mulia, antara lain : Istiqomah atau konsekwen dalam pendirian (QS Al-Ahqaf : 13). Suka berbuat kebaikan (QS Al Baqarah : 112) Memenuhi amanah dan berbuat adil (QS An-Nisa’ : 58). Kreatif dan tawakkal (QS Ali-Imron : 160). Disiplin waktu dan produktif (QS Al-Ashr : 1-4). sesuatu secara proporsional dan harmonis (QS Al-A’raf : 31). Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Penghuni suatu lembaga pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu terdiri dari : 1) Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan; 2) Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara; 3) Orang-orang yang disandera. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, akan tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan. 42 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan atau ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu ialah : 1) Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan; 2) Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak pengadilan; 3) Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang kemerdekaan oleh pengadilan negeri setempat; 4) Mereka yang dikenakan pidana kurungan; dan 5) Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan secara sah. HASIL DAN PEMBAHASAN Pesantren terapadu At Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cianjur tercetus pada saat acara peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, Hari senin tanggal 13 Februari 2012 di lembaga Pemasyrakatan Kelas II B Cianjur yang dihadiri oleh Bupati kabupaten Cianjur, ketua DPRD Kabupaten Cianjur dan Ketua MUI Kabupaten Cianjur serta undangan yang lainnya. Pada saat acara tersebut wakil WBP menyampaikan permohonan kepada ketua MUI untuk membantu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B cianjur tentang pembinaan keagamaan, permohonan ini ditegaskan lagi oleh kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cianjur kepada ketua MUI dan bahwa lembaga Pemasyarakatan didirikan sebuah pesantren mengingat dari segi bangunan sudah ada, santri ada, tinggal ustadz dan program pembinaan yang belum ada. Pembuatan SK bersama antara kepala Lembaga Pemasyarakatan dengan MUI Kebupaten Cianjur. Pesantren terpadu At Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cianjur dibentuk dan dilaksnakan dengan tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan Jangka Panjang Pesantren ini adalah menjadikan Lapas Cianjur sebagai lapas Pusat Pendidikan Islam bagi WBP baik intern maupun ekstren WBP diluar lapas Cianjur, menghasilkan Ex-WBP yang mempunyai pengetahuan tentang agama Islam dan Menjadi pelopor Deradikalisasi dimasyarakat, membangun stigma positif terhadap Lembaga Pemasyarakatan, WBP dan Ex WBp, dan ExWBP mudah diterima masyarakat karena terjadi transpormasi jiwa Ex-WBP bisa menjadi panutan masyarakat. Sedangkan tujuan Jangka Pendek pesantren terpadu ini adalah terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang mampu membaca Al Qur’an dengan baik dan benar, terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyakatan yang mampu membaca kitab kuning, terwujudnya peserta binaan di Lemabag Pemasyarakatan yang taat menjalani ibadah yang wajib dan sunat, terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang mampu mendakwahkan Islam kepada keluarga, kerabat dan masyarkat pada umumnya. Keadaan Pesantren Terpadu Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Cianjur Keadaan Santri/WBP. Dari kurang lebih 653 0rang santri/WBP dikelompokam dalam kelas sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pembelajaran sebagai berikut : Santri Baca Tulis Al Qur’an (BTQ) dan praktek ibadah termasuk Kelompok A dibagi menjadi 18 kelompok denga jumlah rata-rata tiap kelompok 26 orang. Santri Aqidah, Syaria dan Akhlak termasuk kelompok B dibagi menajdi Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 43 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. 8 kelompok dengan jumlah rata-rata tiap kelompok 20 orang. Santri Qira’at dan Akhlak termasuk kelompok C yang terdiri dari 1 kelompok yang berjumlah 18 orang Tempat Pembelajaran Pesantren. Dikarenakan sarana yang terbatas, maka tempat pebelajaran Pesantren memanfaatkan ruangan yang ada, dengan tetap memperhaitkan syarat-syarat pembelajaran yang baik yaitu sebagai berikut : Ruang Mesjid Atas terdiri dari 4 Kelmpok, Masjid Baru terdiri dari 6 kelompok, 6 kamar di blok C : Kamar 3,5,6,7,8 dan 12, 3 kamar diblok narkoba : kamr 1,2 dan 3, 1 kamar diblok E : kamar 9 E, 1 kelompok diblok wanita, 1 kelompok diblok anak di Mushola Depan, 1 kelompok dikamar Mapenaling, 1 kelompok disamping Masjid Baru, 1 Kelompok di ruang perpustakaan, 1 kelompok disamping ruang perpustakaan, 1 kelompok diruang PKBM Jadwal Kegiatan Pesantren Terpadu dilembaga Pemasyarkatan Klas II B cianjur dilaksanakan setiap hari senin, selasa, rabu, dan Kamis Mulai 08.00 s/d 10.00 wib khusus hari selasa kegiatannya istighosah untuk seluruh santri dilaksakan dimasjid At Taubah Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Cianjur. Selain kegiatan pagi, dilaksanakan juga kegiatan sore seriap hari selasa dan kamis jam 15.30 s/d 17.00 dengan materi pembelajaran qira’at dan akhlas termasuk kelompok C terdiri dari 1 kelompok berjumlah 24 orang. Pembina Pesantren Terpadu At Taubah Lembaga Pemasyarakatan Klas II B cianjur adalah para Ustad pimpinan pondo Pesantren se-kabupten Cianjur yang bergabung dalam Organisasi MUI Kabupaten Cianjur, pada saat dibentuk Pesantren Terpadu in tertulis dalam surat keputusan bersama jumlah pembina 22 orang dan seiring perkembangannya bertambah menjadi 36 ustas Pembina Pondok pesantren Terpadu, denga rincian sebagai berikut : 17 Ustadz membina Kelompol A materinya BTQ dan Praktek ibadah, 8 Ustadz membina kelompok B materinya Aqidahm Syariah dan Akhlak, 3 Ustadz membina blok wanita materinya Aqidah, Syariah dan Akhlak, 1 Ustadz membina diblok anak materinya BTQ dan Praktek ibadah, 1 Ustadz membina kelompok Qira’at, dan 1 Ustadz membina kelompok Exekutif. Fungsi Pondok Pesantren At Taubah dalam Pembinaan Akhlak Narapidana Peranan Pondok Pesantren At Taubah dalam pembinaan akhlak Narapidna di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas II B Cianjur yaitu: (1) Peranan sebagai lembaga pendidikan agama non-formal, (2) Peranan sebagai instrumental, (3) Peranan sebagai fasilitator, (4) Peranan sebagai mobilisator, (5) Peranan sebagai wadah pengembangan sumberdaya manusia. Temuan penelitian di atas sesuai dengan yang dinyatakan Departemen Agama (2003:64) bahwa dalam pelaksanaan pendidikan pondok pesantren melakukan proses pembinaan pengetahuan, sikap dan kecakapan yang mencakup segi keagamaan guna mengusahakan terbentuknya manusia berbudi luhur (alakhlak al-karimah) dengan pengalaman keagamaan yang konsisten (istiqomah) (Departemen Agama RI 2003 : 64). Keberadaan Pondok Pesantren At Taubah di 44 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur Dalam LAPAS mendapat sambutan yang baik khususnya di kalangan Narapidana dan stikholder yang berada dalam LAPAS. Hal ini karena, potensi pesantren sebagai sebuah lembaga yang berbasis keagamaan sangat berpengaruh sekali bagi kelangsungan kehidupan beragama para penghuni LAPAS, dan petugas yang bertugas di LAPAS Klas II B Cianjur mempercayakan segala hal yang berkaitan dengan urusan agama kepada lembaga pesantren. Pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan telah cukup jelas, karena motif tujuan serta usahanya bersumber pada agama. Akhir-akhir ini terdapat suatu kecenderungan memperluas fungsi pesantren bukan saja sebagai lembaga agama, melainkan lembaga social. Tugas yang digarapnya bukan saja soal-soal agama, tetapi juga menaggapi soal-soal kemasyarakatan hidup. Pekerjaan social ini semula mungkin merupakan pekerjaan sampingan atau malahan “titipan” dari pihak diluar pesantren. Tapi kalau diperhatikan lebih seksama, pekerjaan social ini justru akan memperbesar dan mempermudah pesantren untuk maksud semula (M Raharjo,1985:17). Pondok pesantren mempunyai peranan dan fungsi yang telah dimilikinya sejak awal perkembanganya, harus diarahkan kepada satu pendirian bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam untuk mengajarkan ilmu agama islam guna mencetak ulama, dan sekaligus juga sebagai lembaga pembinaan untuk mempersiapkan kader-kader pembinaan umat yang berguna bagi pembangunan masyarakat dan lingkungan (M. Sulton dan M. Khusnuridlo. 2006 : 4). Selain itu pesantren juga penuh sarat dengan nilai-nilai normatif sehingga tidak berlebihan jika kemudian petugas dan Sipir yang bekerja di LAPAS ingin juga mengharapkan bimbingan rohani dan perbaikan mental spiritual dari pihak pesantren. Dalam kaitannya dengan hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Mastuhu (1994 : 59) tentang tujuan pendidikan pesantren yaitu: Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad SAW (mengikuti sunnah nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat (al-islam wa al-muslim) dan menciptakan ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia. Dengan demikian peranan Pondok Pesantren At Taubah tersebut nampaknya telah melakukan peran-peran penting terkait dengan pengembangan narapidana secara umum dan lebih khusus lagi dalam pembinaan akhlak Narapidana. Program-program Pondok Pesantren At-Taubah dalam Membina Akhlak Narapidana Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan Di LAPAS Klas II B Cianjur, bahwa sebagai sebuah lembaga Pemasyarakatan yang memiliki fungsi dan tugas serta kewajiban yang dimilikinya, LAPAS Klas II B Cianjur telah melaksanakan tugas Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 45 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. dan fungsinya sebagaimana mana yang telah tertera dalam undang-undang yang mengatur dari pada Lemabaga Pemasyarakatan di Indonesia. Pembinaan yang dilaksanakan di LAPAS Klas II B Cianjur, secara garis besar dibagi menjadi 2 : Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian Pembinaan kepribadian, pembinaan ini berfokus pada kegiatan spiritual keagaaman dari pada santri/narapidana yang menghuni lapas. Kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang wajib seperti sholat fardhu dilakukan secara berjamaah dan diawal waktu, pengajian rutin serta do’a bersama dilakukan secara kontinu. Hal ini dilakukan sebagai proses pembinaan baik mental, aklak dan keagamaan para santrinya. Pemberian materi tentang keagamaan dilakukan setiap hari kecuali hari-hari libur. Materi yang diberikan berkaitan dengan semua ilmu dasar agama mencakup fiqih, akidah, akhlak, qiro’at dan baca tulis Alqur’an. Pembinaan kepribadian ini tidak dilakukan oleh sembarang orang , melalui MUI kabupaten Cianjur yang bekerja sama dengan Pondok Pesantren sekabupten Cianjur. Para Ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren At Taubah LAPAS Cianjur berasal dari tiap pesantren. Yang dimungkinkan sudah memiliki pengalaman yang baik dalam hal pembinaan. Pembinaan Kemandirian, di LAPAS Klas II B Cianjur pembinaan kemamdirian dilakukan guna mencetak kembali warga binaan/santri yang memiliki kemampuan khusus dibidangnya dikembangkan serta di berikan tambahan ilmu sehingga selepas mejalani masa pembinaan di LAPAS para eksnarapidana bisa mandiri dalam hal ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga. Program-program Perencanaan Pondok Pesantren At Taubah Dalam Pembinaan Akhlak Narpidana. Dalam menjalankan program-program kegiatan yang menunjang dalam proses pembinaan bagi para santri atau narapidana, perencanaan mutlak sangat diperlukan demi terlaksanannya pembinaan yang baik dan berkualitas. Di Pondok pesantren At Taubah bentuk perencanaan yang dilakukan yakni dengan pembuatan kurikulum pembelajaran, penjadwalan, pengaturan kelas, setra pengklasifikasian santri untuk menyesuaikan dengan pembinaan yang dilakukan. Dari data yang dimiliki peneliti miliki. Peneliti berkesimpulan bahwa yang menjadi dasar sebagai program-program pesantren At Taubah adalah Tujuan Jangka Panjang yaitu menjadikan Lapas Cianjur sebagai lapas Pusat Pendidikan Islam bagi WBP baik intern maupun ekstren WBP diluar lapas Cianjur, menghasilkan Ex-WBP yang mempunyai pengetahuan tentang agama Islam dan Menjadi pelopor Deradikalisasi dimasyarakat, membangun stigma positif terhadap Lembaga Pemasyarakatan, WBP dan Ex WBp, dan Ex-WBP mudah diterima masyarakat karena terjadi transpormasi jiwa Ex-WBP bisa menjadi panutan masyarakat. Adapun tujuan Jangka Pendek Pesantren At Taubah adalah terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang mampu membaca Al Qur’an 46 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur dengan baik dan benar, terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyakatan yang mampu membaca kitab kuning, terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang taat menjalani ibadah yang wajib dan sunat, terwujudnya peserta binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang mampu mendakwahkan Islam kepada keluarga, kerabat dan masyarkat pada umumnya. Diantara program perencanaan yang akan dilaksanakan di Pondok pesantren At Taubah yaitu pelaksanaan Sholat fardlu dilaksanakan secara berjamaan tanpa terkecuali, pengamalan sunnat seperti sholat Dhua, PBM Keluarga Ibtida, Istighosah, Pengajian Kelas Wushtho, Pengajian Kelas Ulya, Tawasulan, Riyadhoh, Qiro’atul Qur’an / Tilawatil Qur’an, Menjahit, Mebeler, Peternakan, Tataboga, dan Olahraga. Pelaksanaan Pembinaan Pondok Pesantren At Taubah dalam Pembinaan Akhlak Narapidana Pembinaan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren At Taubah meliputi kegiatan kerohaniaan dan kemandirian. Namun yang lebih dominan adalah kegiatan keagamaan. Hal ini terlihat dari kegiatan pembinaan yang merujuk pada kegiatan pembinaan akhlak. Pengklasifikasian tingkat santri ini menunjukan manajemen pesantren sudah dilaksanakan cukup baik guna mengetahui kemampuan tiap santri / narapidana guna menyesuaikan kebutuhan pengajaran yang tepat bagi para santrinya. Pembagian kelas dari mulai pengajaran Iqra sampai pengajian tingkat kitab kuning yang paling tinggi. Metode-metode yang dipergunakan oleh Pondok Pesantren At Taubah LAPAS Klas II B Cianjur dalam pembinaan akhlak narapidana, yaitu: (1) Metode ceramah dan tanya jawab, (2) Mengadakan kajian-kajian intensif keIslaman setiap bulan, (3) Mengadakan program pengajian rutin (da’wah Islamiyah) satu minggu sekali, (4) Pesantren kilat di bulan Ramadhan, (5) Metode tindakan berupa memberikan tauladan yang baik, (7) Pengkajian khusus tentang akhlak pada periode tertentu. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan pendapat M. Dawan raharjo bahwa pondok pesantren merupakan tempat yang tepat untuk membina akhlak remaja. Dengan cara hidupnya yang bersifat kolektif, merupakan salah satu perwujudan atau wajah dari semangat dan tradisi dari lembaga kegotongroyongan, nilai-nilai keagamaan seperti ukhwah (persaudaraan), ta’awun (tolong menolong), ittihad (persatuan) thalabul ilmi (menuntut ilmu), ikhsan, jihad, taat (patuh kepada tuhan, rasul, ulama’, kyai sebagai penerus nabi dan mereka sebagai pemimpin) (M.Dawan Raharjo,1985:7) . Berdasarkan temuan penelitian tentang berbagai metode yang digunakan Pondok Pesantren At Taubah maka sesuai dengan situasi dengan kondisi dimana pembinaan berlangsung. Hal itu sesuai dengan pendapat Humaidi Tatapangarsa (1984:96) bahwa pondok pesantren dalam membawakan ajaran-ajaran moralnya mempunyai cara-cara yang bijaksana yaitu dengan cara langsung, atau cara yang dalam menyampaikan materi – materi ajaran-ajaran di bidang akhlak di tempuh Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 47 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. secara langsung dengan menggunakan ayat-ayat moral al-qur’an dan al-hadist nabi Muhammad SAW dan dengan cara tidak langsung, yaitu cara menyampaikan ajaran-ajaran akhlaknya dengan jalan kisah-kisah yang mengandung nilai-nilai moral, kebijakan atau latihan-latihan peribadahan (seperti sholat, puasa, zakat, haji dan semua bentuk-bentuk peribadatan lainya). Apabila latihan-latihan peribadatan ini betul-betul dikerjakan dan ditaati sebagaimana mestinya, akan lahirlah akhlak Islam pada diri seseorang yang menjalankannya sehingga orang tersebut menjadi orang Islam yang berbudi luhur (Humaidi Tata Pangsara 1984:62). Dalam kegiatan pengajian dan kegiatan pendidikan Pondok Pesantren At Taubah LAPAS Klas II B Cianjur menggunakan beberapa metode yakni, ceramah, lansung tindakan, driil, hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi dan Noor Salami (1991: 198) bahwa akhlak atau system perilaku dapat di didikan atau diteruskan melalui sekurang-kurang nya dua pendekatan : a) rangsangan jawaban (stimulus respon) atau yang disebut proses mengkondisi sehingga terjadi automotisasi dan dapat dilakukan dengan cara melalui latihan, melalui tanya jawab, melalui contoh, b) Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan antara lain melalui da’wah, melalui ceramah, melaui diskusi, dan lain lain (Abu Ahmadi dan Noor Salamin 1991:98) Dengan demikian pembinaan harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan tentang bagaimana orang itu belajar, perumusan tujuan performansi mengenai cara pembinaan dilakukan melalui berbagai kegiatan mendengarkan, mengamati, membaca, meniru, mencoba, melakukan sesuatu hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh K.H Totoy Muhtar Ghozali S.Sy.M.Si dalam pembinan akhlak pada Narapidana menggunakan beberapa metode yakni metode ceramah, yang meliputi pengajian rutin, pengajian intensif khusus untuk narapidana, mengharuskan para Narapidana bealajar Al Qur’an. metode dengan cara tindakan biasanya dengan memberi mereka tauladan yang baik. Metode bimbingan baca tulis al- Qur’an. Pelaksanaan pembinaan dilakukan setiap hari kecuali pada hari libur. Kegiatan rutin dilaksankan mulai pukul 07.00 - 04.00 WIB kembali. Pelaksanaan Pembinaan dilakukan secara kontinu setiap hari terjadwal secara rapi. PENUTUP Penelitian yang dilakukan berfokus proses pembinaan yang dilakukan oleh pesantren At Taubah yang berada di LAPAS Klas II B Cianjur dalam membina akhlak narapidana. Keberadaan pesantren At Taubah memberikan sumbangsih besar terhadap pembinaan yang secara umum meruapakan tugas dari pihak Lembaga Pemasyarakatan. Pondok Pesantren At taubah yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Cianjur Memiliki peran penting dalam membina akhlak santri atau narapidana yang menghuni LAPAS Klas II B Cianjur. Hal ini terlihat dari data atau informasi yang peneilti dapatkakn dari hasil penelitian. Fungsi dari pondok pesantren dalam menjalankan fungsi-fungsi nya telah berjalan 48 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 Pembinaan Akhlak Narapidana di Pondok Pesantren At- Taubah Lembaga Pemasyarakatan Cianjur dengan baik. Hal ini juga terlihat dari kegiatan yang dilaksanakan oleh pesantren yang begitu terorganisir. Sehingga proses pembinaan dapat dilakukan dengan baik. Peranan dari Pesantren At Taubah adalah membentuk kembali watak, mental spiritual narapidana membimbing dan mendidik, mengarahkan dan mengatur perilaku narapidana agara menjadi seseorang yang mandiri dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Jadi peranan menunjukkan keterlibatan diri atau keikutsertaan individu, kelompok yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu atas suatu tugas atau bukti yang sudah merupakan kewajiban dan harus dilakukan sesuai dengan kedudukannya. Peranan Pesantren At Taubah menunjukan bahwa keterlibatan para Ustadz serta aspek lainnya yang tergabung dalam pesantren At Taubah untuk melakukan pembinaan spritual mental dan Akhlak Narapidana. Program Perencanaan yang dilakukan di Pondok Pesantren At Taubah dilakukan berdasar dari tujuan pesantren yakni melaksankan pembinaan terhadap akhlak narapidana. Maka program perencanaan yang dilaksankana oleh Pondok Pesantren At Taubah tidak terlepas dari pembinaan spiritual dari narapidana. Aktualisasi dari program perencanaan tersebut berupa kegiatan pengajian, pemibinaaan ritual ibadah sehari-hari, pengkajian kitab-kitab kuning dan yang paling mendasar adalah pembelajaran baca tulis Al Qur’an. Dan pelaksanaan Pembinaan yang dilakukan pondok pesantren At Taubah dalam membina akhlak narapidana. Kelanjutan dari program perencaan adalah pengimplementasian program tersaebut. Dari penelitian yang dilakuakn terlihat bahwa pelaksanaan program kegiatan pemibinaan dilaksanakan dengan baik. Pengklasifikasian kelas narapidana, penetapan kelas, penentuan jadwal, bahkan penjadwalan ustadz pun sudah tersusun rapi. Sehingga pelaksanaan proses pembinaan akhlak narapidana bisa dilaksanakan secara terorganisir dengan baik dan berjalan dengan efektif dan efisien. Untuk meningkatkan peran serta Pondok Pesantren At Taubah dalam usahanya membina akhlak narapidana agar keberadaannya memberi manfaat yang lebih besar bagi stikholder yang ada di Lapas Klas II B Cianjur, maka perlu terus diupayakan peningkatan pembinaan mental dari sarana yang telah ada dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu peneliti memberi saran dan masukan guna peningkatan kuantitas dan kualitas dari program yang telah dicanangkan sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi A., & Salamin, N. (1991). MKDN Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Agama RI, (2003). Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan danPerkembangannya Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam. Sadiyah, D. (2014). Metode Penelitian, Bandung : Remaja Rosdakarya. Dhofier, Z. (1994).Tradisi Pesantren. LP3ES, Jakarta Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50 49 A. Hidayatullah , Herman & Asep I. S. Priyatno, D. (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara DiIndonesia. PT Refika Aditma. Bandung Pangsara, H. T. (1984). Pengantar Akhlak (Surabaya : Bina Ilmu. Mastuhu, (1994).Dinamika System Pendidikan Pesantren , INIS. Jakarta. Raharjo, M. D. (1985). Pergulatan Dunia Pesantren (Jakarta : P3M, Ridwan, N. M. (2005). Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rofiq dkk, (2005). Pesantren Salaf. Prisma Sophie Pustaka Utama, Yogyakarta. Soekanto, S. (2007). Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: P.T.Raja. Grafindo. Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta Tiswarni, “Akhlak Tasawuf” (jakarta: Bina Pratama, 2007). Partanto, & Al Barry, M. D. (1994). Kamus Ilmiah Populer. Jogjakarta : Arkola Yasmadi. (2005). Modernisasi Pesantren. Ciputat Press, Jakarta. 50 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 (2016) 35-50