Academia.eduAcademia.edu

Teori dan Konsep Bermain

Mo dul 1 Te or i d an Kon se p Be r m ai n Dr. Tadkiroat un Musf iroh, M. Hum. PEN DAH ULUAN ara mahasiswa, selamat bertemu kembali. Bagaimana perkembangan studi Anda sekarang? Tentu baik, bukan? Baiklah para mahasiswa, sekarang siapkan diri Anda untuk mengonstruksi kembali pengetahuan baru. Kali ini, kita akan berbicara tentang bermain. Para mahasiswa, ada pendapat yang mengatakan bahwa bermain adalah kegiatan menyenangkan dan dilakukan oleh hampir seluruh manusia di muka bumi; mulai bayi, usia dini, hingga usia lanjut. Manusia melakukan kegiatan bermain dalam berbagai cara, dalam berbagai jenis, dan dengan berbagai tujuan. Anda mungkin setuju dengan pendapat di atas, bukan? Cobalah Anda ingat-ingat, sebagai manusia dewasa pun Anda juga menghabiskan waktu Anda dengan bermain. Anda mungkin bermain catur, facebook, twitter, bulu tangkis, tenis, bahkan mungkin bermain dengan desain. Anda tentu juga maklum bahwa dalam masyarakat kita berbagai jenis permainan dijadikan ajang untuk menunjukkan keunggulan dan dilombakan. Bagi sebagian besar orang dewasa, bermain mungkin berfungsi sebagai penghilang kejenuhan, pengisi waktu, atau penyeling aktivitas. Orang dewasa bermain catur sambil meronda, bermain facebook setelah bekerja, dan bermain bulu tangkis saat libur kantor atau saat weekend bersama teman dan/atau keluarga. Selanjutnya, pertanyaan yang terlebih dahulu akan dibahas dalam modul ini adalah, bagaimana hakikat bermain bagi anak? Sebagai pendidik atau calon pendidik anak usia dini Anda tentu paham bahwa bermain memiliki fungsi penting bagi anak. Bermain menjadi kegiatan favorite anak sekaligus sebagai cara untuk menambah pengetahuan dalam berbagai level. Bermain juga menjadi sarana bagi anak untuk berkembang, sekaligus sebagai detektor perkembangan mereka. Singkatnya, sebagai pendidik Anda mungkin sependapat bahwa bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Anda juga mungkin sepaham apabila pendidik anak usia dini perlu memiliki pemahaman yang tepat tentang hal ini dan perlu mengembangkan kegiatan bermain untuk anak didik. Tentu saja, kajian teori P 1. 2 B er main D an Per main an A n ak  perlu didalami guna memantapkan konsep Anda tentang bermain. Oleh karena itu, setelah mempelajari Modul 1 ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan 1. pengertian bermain; 2. berbagai teori bermain menurut para ahli; 3. karakteristik bermain; 4. manfaat bermain secara umum; 5. manfaat bermain bagi anak usia dini; dan 6. risiko bermain bagi anak usia dini. Untuk mengantarkan Anda mencapai target kemampuan mata kuliah Bermain dan Permainan Anak, materi yang disajikan dalam modul ini akan dibagi menjadi 2 kegiatan belajar, yakni Kegiatan Belajar 1: Hakikat Bermain dan Kegiatan Belajar 2: Arti Pentingnya Bermain. Agar Anda dapat mempelajari Modul 1 dengan baik, ikuti petunjuk belajar berikut ini. 1. Bacalah secermat mungkin setiap kegiatan belajar pada Modul 1 ini hingga Anda memahami semua informasi dan pengetahuan yang disajikan. 2. Kuatkan pemahaman Anda dengan mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang ada pada Modul 1 ini. 3. Kaitkan dan manfaatkan pengetahuan Anda dengan pengalaman Anda mendidik anak-anak di TPA, KB, atau TK. Selain itu, agar konstruksi pengetahuan Anda terjadi dengan baik, ada baiknya Anda cermati bagan materi berikut ini. Setelah Anda cermati alurnya, coba Anda buat pertanyaan kira-kira apa yang perlu Anda ketahui tentang topik dan subtopik tersebut. Berikut disajikan peta kompetensi Modul 1 agar anda dapat lebih terarah dalam mencapai kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 Pet a Kompet ensi Modul 1 Teori dan Konsep Bermain 1. 3 B er main D an Per main an A n ak  1. 4 K eg ia t a n B el a j a r 1 Hak i k at Be r m ai n ara mahasiswa, berikut ini akan kita bahas hakikat bermain. Untuk P memahami hakikat bermain, Anda perlu memahami pengertian bermain, memahami bagaimana teori bermain menurut para ahli, dan karakteristik bermain itu sendiri. Nah, setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1 dari Modul 1 ini, Anda diharapkan mampu: (1) menjelaskan pengertian bermain, (2) menjelaskan teori bermain menurut pendapat para ahli, dan (3) menjelaskan karakteristik bermain. A. PENGERTIAN BERMAIN Para mahasiswa, coba Anda perhatikan gambar berikut. Sumber : “ Bert aruh Kelereng” M. Ridwan. Menurut Anda, sedang apakah kedua anak dalam gambar di atas? Sedang bermainkah? Keduanya tampak asyik dan menikmati permainan, bukan? Coba perhatikan, anak yang sedang mendapat giliran memantik kelereng itu sampai menjulurkan lidah tanpa sadar. Dengan demikian, apakah bermain itu sebenarnya? Dapatkah Anda mendefinisikannya? Perilaku apa sajakah yang tampak di dalam bermain? Senang, gembira? Adakah tujuan tertentu dari bermain. Coba Anda ingat-ingat bagaimana perasaan, suasana di sekitar, dan perilaku Anda saat bermain. Nah coba Anda rumuskan. Sudahkah Anda berhasil membuat rumusan yang tepat? Setelah itu, tatalah rumusan tentatif Anda dengan bahasa yang baik sehingga tercipta definisi bermain? Sekarang, coba perhatikan  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 5 definisi bermain yang dibuat oleh beberapa ahli berikut. Sama atau miripkah dengan definisi Anda? Bermain, menurut Smith and Pellegrini (2008) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Hal ini berarti, bermain bukanlah kegiatan yang dilakukan demi menyenangkan orang lain, tetapi semata-mata karena keinginan dari diri sendiri. Oleh karena itu, bermain itu menyenangkan dan dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan bagi pemainnya. Di dalam bermain, anak tidak berpikir tentang hasil karena proses lebih penting daripada tujuan akhir. Bermain juga bersifat fleksibel, karenanya anak dapat membuat kombinasi baru atau bertindak dalam cara-cara baru yang berbeda dari sebelumnya. Bermain bukanlah aktivitas yang kaku. Bermain juga bersifat aktif karena anak benar-benar terlibat dan tidak pura-pura aktif. Bermain juga bersifat positif dan membawa efek positif karena membuat pemainnya tersenyum dan tertawa karena menikmati apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan, bersifat pribadi, berorientasi proses, bersifat fleksibel, dan berefek positif. Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar (Hurlock, 1997). Para mahasiswa, Anda sependapat dengan definisi Smith dan Pellegrini, atau justru sependapat dengan Hurlock? Menurut Anda, apakah bermain selalu berefek positif, seperti kata Smith and Pellegrini? Apakah bermain sama dengan eksplorasi? Bagaimana kaitannya dengan bekerja. Walaupun sama-sama mengandung unsur aktivitas, bermain dibedakan dari bekerja. Bekerja merupakan kegiatan yang berorientasi pada hasil akhir, sedangkan bermain tidak. Hasil akhir dalam kegiatan bermain bukanlah sesuatu hal yang penting. Kegiatan dalam bermain menimbulkan kesenangan bagi pelakunya, sedangkan dalam bekerja efek tersebut tidak selalu muncul. Meskipun definisi bermain dan bekerja dapat dibedakan, tetapi mengklasifikasikan suatu kegiatan ke dalam dua kategori tersebut, bukanlah hal mudah. Artinya, hampir tidak ada satu kegiatan pun yang dapat diklasifikasikan secara eksklusif. Apakah suatu kegiatan termasuk dalam satu kategori tertentu, tidak saja ditentukan oleh kegiatan itu sendiri melainkan juga oleh sikap individu terhadap aktivitas tersebut. Kegiatan menggambar misalnya, dapat dikategorikan sebagai bermain dan dapat pula dikategorikan sebagai bekerja. Apabila anak melakukannya dengan tujuan kesenangan maka anak melakukan 1. 6 B er main D an Per main an A n ak  kegiatan bermain. Sebaliknya, apabila anak melakukannya dengan tujuan menyelesaikan tugas maka kegiatan itu tergolong sebagai bekerja. Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi, interaksi, dan aksi. Bermain mengacu pada aktivitas, seperti berlaku pura-pura dengan benda, sosiodrama, dan permainan yang beraturan. Bermain berkaitan dengan tiga hal, yakni keikutsertaan dalam kegiatan, aspek afektif, dan orientasi tujuan. Lebih lanjut, anak-anak mengatakan bahwa bermain bersifat mana suka, sedangkan bekerja tidak demikian. Bermain dilakukan karena ingin dan bekerja dilakukan karena harus. Bermain berkaitan dengan kata “dapat” dan bekerja berkaitan dengan kata “harus”. Bagi anak-anak, bermain adalah aktivitas yang dilakukan karena ingin, bukan karena harus memenuhi tujuan atau keinginan orang lain. Bermain tidak memerlukan konsentrasi penuh, tidak memerlukan pemikiran yang rumit. Sebaliknya, bekerja menuntut konsentrasi penuh, harus belajar, dan menggunakan pikiran secara tercurah. Anak juga memandang bermain sebagai kegiatan yang tidak memiliki target. Mereka dapat saja meninggalkan kegiatan bermain kapan pun mereka mau; dan sebaliknya, bekerja memiliki target, harus diselesaikan, dan tidak dapat berbuat sekehendak hati. Bagi mereka, bermain adalah kebutuhan, sedangkan bekerja adalah sebuah keharusan (Wing, 1996). Lebih lanjut, anak-anak menyatakan bahwa bermain dan bekerja juga tergantung pada niat. Kegiatan di kelas, seperti menulis, mengeja, membaca, dan acara rutin pagi hari adalah bekerja karena aktivitas itu “harus” dilakukan karena anak-anak berniat untuk menyelesaikan tugas. Sebaliknya, kegiatan bermain “dapat” dilakukan kapan pun sekehendak anak. Ketika melihat pasir, misalnya, anak dapat bermain dan melakukan apa yang diinginkan. Anak-anak cenderung menggunakan kata “dapat” ketika berbicara tentang lukisan, pemeliharaan ruang, balok-balok, pasir, material rancang bangun, benda kesayangan, atau game komputer. Meskipun demikian, apabila kegiatan dengan benda-benda tersebut merupakan tugas, anak-anak menyebutnya sebagai bekerja. Perbedaan konsep bermain dan belajar anak tergambar pada matriks berikut ini.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 7 Mat riks 1. Persepsi Para Ahli t ent ang Kont inum Bermain-Bekerj a Anak Bermain Bebas mengeksploit asi benda. Bekerja HAKIKAT KEGIATAN Akt ivit as mungkin didesain guru, t et api memungkinkan penemuan dan kreat ivit as. Umumnya melibat kan benda lain at au manipulat if . Kegiat an diseleksi sendiri t api memerlukan konsent rasi at au perhat ian det il. T idak perlu kesungguhan, berorient asi proses. Permainan berat uran dan bermuat an akademik. Tidak harus diselesaikan Berpusat pada minat anak. Kegiat an dirancang dan di bawah perint ah guru, berorient asi produk. Biasanya melibat kan pensil dan kert as. Kadang-kadang membut uhkan kesungguhan, sepert i proyek (di TK). Harus diselesaikan. KETERLIBATAN ANAK Niat berpusat pada guru, t et api t ersedia pilihan unt uk anak. Biasanya akt if secara f isik dengan sedikit konsent rasi ment al at au akt ivit as kognisi yang dit unj ukkan anak. Membut uhkan konsent rasi dan akt ivit as kognisi anak. Fisik, biasanya t idak akt if disesuaikan dengan j enis pekerj aannya. Dapat berint eraksi secara bebas dengan pasangan. Dapat berint eraksi secara bebas dengan pasangan. Kadang-kadang ada int eraksi dengan pasangan. Selalu menyenangkan. Biasanya menyenangkan. KETERLIBATAN GURU Umumnya ada evaluasi guru. Kadang menyenangkan. Sedikit harapan guru. Jarang dievaluasi guru. Berpusat pada harapan dan niat guru. Keluaran dievaluasi guru. Diolah dari sumber Lisa A. Wing (1996) Melalui matriks di atas dapat diketahui bahwa anak membedakan pengertian bermain, bekerja, dan setengah bermain setengah bekerja. Aktivitas- 1. 8 B er main D an Per main an A n ak  aktivitas di kelas yang diprakarsai dan dirancang guru dapat dikatakan bermain apabila menyediakan berbagai pilihan bagi anak, menyenangkan, dan ada interaksi di antara anak. Bermain, menurut Smith and Pellegrini (2008), berbeda dengan eksplorasi dan bekerja. Di dalam eksplorasi, penyelidikan difokuskan oleh anak demi mendapatkan keakraban lebih dengan mainan barunya atau lebih mengenal lingkungannya. Eksplorasi inilah yang mengantarkan anak ke dalam “alam” bermain. Dalam pengertian ini, eksplorasi dimaknai sebagai aktivitas prabermain karena bermain bersifat aktif, sementara eksplorasi baru pada tahap menuju aktif. Bermain juga berbeda dengan permainan karena permainan lebih bersifat teratur dengan berbagai tujuan, antara lain memenangkan permainan. Tahapan perkembangan bermain anak menuju ke permainan dengan aturan umumnya muncul setelah usia 6 tahun (lihat juga Smith and Pellegrini, 2008). Apakah bermain dalam pengertian ini hanya difokuskan pada anak? Tidak! Pengertian bermain ini tidak hanya terbatas pada anak sebagai subjek. Bagaimana pun kita mengenal kegiatan bermain yang dilakukan oleh orang dewasa. Orang dewasa menyebut bermain sebagai kegiatan selingan, charge (pengisian) energi, menghilangkan kepenatan dan kebosanan, sebagai hiburan. Orang dewasa kadang bermain dengan anak-anak, bahkan dengan bayi. Anda mungkin sering melihat orang melakukan “cilukba” dan “tepuk ame-ame” dengan bayi, bukan? Mungkin Anda juga sering melihat orang dewasa bermain layang-layang dengan anak-anak di lapangan, sementara orang dewasa lain bermain kartu. Masa sekarang, orang dewasa juga bermain game di media komunikasi, seperti handphone dan komputer. Sekarang Anda dapat memahami bahwa bermain itu memiliki konsep yang tidak sama persis dengan konsep awam, bukan? Anda juga memahami bahwa bermain eksplorasi bukanlah bermain, dan bahwa bermain bukanlah bekerja, dan bahwa bermain itu dilakukan oleh siapa pun. Riset Smith dan Pelligrini (2008) menunjukkan bahwa bermain memenuhi 3-20% waktu seorang anak, dan hanya anak yang sakit atau cacat yang tidak melakukan kegiatan bermain. B. TEORI BERMAIN MENURUT PARA AHLI Banyak ahli yang membahas bermain menurut riset dan pandangan mereka masing-masing. Para ahli sepakat, anak-anak perlu bermain agar mereka dapat mencapai perkembangan yang optimal. Tanpa bermain, anak akan bermasalah di  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 9 kemudian hari. Berikut ini, akan Anda baca pandangan singkat para ahli tentang bermain. Sambil membaca, Anda catat poin-poin yang penting. 1. Herbert Spencer Menurut Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) anak bermain karena mereka punya energi berlebih. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan. Hal ini berarti, tanpa bermain, anak akan mengalami masalah serius karena energi mereka tidak tersalurkan. 2. Moritz Lazarus Menurut Moritz Lazarus, anak bermain karena mereka memerlukan penyegaran kembali atau mengembalikan energi yang habis digunakan untuk kegiatan rutin sehari-hari. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila tidak bermain anak akan menderita kelesuan akibat ketiadaan penyegaran. 3. Erikson Menurut Erikson (1963), bermain membantu anak mengembangkan rasa harga diri. Alasannya adalah karena dengan bermain anak memperoleh kemampuan untuk menguasai tubuh mereka, menguasai, dan memahami benda-benda, serta belajar keterampilan sosial. Anak bermain karena mereka berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain merupakan cara dan jalan anak berpikir dan menyelesaikan masalah. Anak bermain karena mereka membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial agar mereka memperoleh dasar kehidupan sosial. 4. Sigmund Freud Sigmund Freud (1920) melihat bermain dari kaca mata psikoanalitis. Dengan demikian, teorinya disebut teori bermain psikoanalisis. Menurutnya, bermain bagi anak merupakan suatu mekanisme untuk mengulang kembali peristiwa traumatik yang dialami sebelumnya sebagai upaya untuk memperbaiki atau menguasai pengalaman tersebut demi kepuasan anak. Dengan demikian, Freud melihat bermain sebagai sarana melepaskan kenangan dan perasaan yang menyakitkan. Hal ini berarti anak bermain karena mereka butuh melepaskan desakan emosi secara tepat (Freud, 1958; Isenberg & Jalongo, 1993). Para mahasiswa juga perlu tahu bahwa Freud lah yang mengembangkan teori perspektif psikoanalisis untuk 1. 10 B er main D an Per main an A n ak  bermain. Gagasan Freud (1958) ini telah mempengaruhi perkembangan terapi bermain, dan wilayah ini cukup diminati sebagai topik-topik penelitian dewasa ini. 5. Froebel Froebel terkenal dengan pendekatan dan ide-idenya yang berpusat pada anak yang kita kenal sekarang sebagai bermain bebas. Froebel percaya bahwa anak-anak membutuhkan pengalaman nyata dan aktif secara fisik. Di sini lah terdapat kaitan antara bermain dan belajar. Lagu dan ritme diperkenalkan dan menjadi stimulasi lanjutan. Froebel juga menunjukkan pentingnya permainan out-door dan alat main natural yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Froebel lalu mendirikan Taman Kanak-kanak yang kemudian banyak berpengaruh terhadap teori-teorinya di kemudian hari. 6. Tahukah Anda, bahwa Froebel mendirikan TK karena ada maksud tertentu, bukan dimaksudkan sebagai sekolah untuk anak. Pada tahun 1837, di Keilhau, Froebel membuka sebuah lembaga yang ia namakan, ”Sekolah Latihan Psikologis bagi Anak-anak melalui Permainan dan Kegiatan”. (Catatan: Kata “sekolah” sendiri tidak begitu disukai Froebel karena tersirat kegiatan yang sistematis dan diatur secara ketat (Downs, 1978). Froebel ingin agar anak-anak tumbuh lebih leluasa, seperti tanaman bunga. Oleh karena itu, saat Foebel bersama teman-temannya berjalan kaki di lembah penuh bunga, ia berhenti sejenak, dan dengan mata berbinar-binar ia berseru, “Wah, saya menemukannya! Die Kindergarten. Itulah nama yang sesuai! Taman Kanak-Kanak (Snider, 1900). Sejak itu, Froebel mempropagandakan gagasan Taman Kanak-kanaknya itu, mulai Dresden dan Leipzig. 7. Perlu juga Anda ketahui bahwa bermain menurut Froebel adalah “cara anak untuk belajar” atau “anak belajar dengan berbuat.” Anak didik bukanlah bejana pasif yang menerima begitu saja apa yang diberikan kepadanya, melainkan ikut ambil bagian dalam pendidikannya. Peran itu tampak dalam beberapa hal, antara lain (a) bermain, (b) bernyanyi, (c) menggambar, dan (d) memelihara tanaman atau binatang kecil. Dengan demikian, bermain menjadi metode andalan di Taman Kanak-kanak.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 8. 1. 11 Lev Vygotsky Bermain, menurut Vygotsky (1969), merupakan sumber perkembangan anak, terutama untuk aspek berpikir. Menurut Vygotsky, anak tidak serta merta menguasai pengetahuan karena faktor kematangan, tetapi lebih karena adanya interaksi aktif dengan lingkungannya. Bermain, dalam perspektif ini, menyediakan ruang bagi anak untuk mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi aktif dengan berbagai aspek yang terlibat, seperti peran dan fungsi. Anak adalah individu aktif, yang di dalam proses bermain melibatkan diri untuk membangun konsep-konsep yang dibutuhkan, seperti memahami bentuk benda, fungsi benda, karakteristik benda. Anak juga membangun konsep-konsep abstrak, seperti aturanaturan, nilai-nilai tertentu, dan kultur. C. KARAKTERISTIK BERMAIN Para mahasiswa, coba Anda perhatikan gambar di bawah ini! Tampak anakanak yang sedang bermain bola di lokasi berair. Semua tampak senang dan ceria. Dengan gaya masing-masing, semua menuju pada satu aktivitas, yakni bermain bersama. Semua memiliki peran yang berbeda-beda, tetapi tetap dalam satu koridor, yaitu bermain. Sumber : Asyif a 85. Sekarang, marilah kita diskusikan apa saja yang merupakan karakteristik bermain. Anda mungkin setuju bahwa karakteristik pokok bermain mudah 1. 12 B er main D an Per main an A n ak  diidentifikasi, tetapi tidak semua ciri dapat diuraikan. Berikut ini kita bahas kekhasan bermain berdasarkan ciri-ciri atau karakteristiknya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bermain memiliki ciri-ciri khas yang perlu diketahui oleh guru dan orang tua. Kekhasan itu ditunjukkan oleh perilaku anak. Kegiatan disebut bermain apabila 1. menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; anak menikmati kegiatan bermain tersebut; mereka tampak riang dan senang (seperti pada gambar di atas); 2. dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; anak melakukan kegiatan karena memang mereka ingin. (perhatikan bagaimana anak yang lebih kecil memilih bermain air, anak yang mahir memilih menguasai bola, anak yang lain berusaha merebut bola dari anak lain; 3. anak melakukan karena spontan dan sukarela; anak tidak merasa diwajibkan; (anak begitu saja berlari, mengejar, mengincar, merebut, dan menendang bola tanpa ada rencana sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang menskenario perilaku anak dalam bermain, seperti tampak pada contoh di atas); 4. semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-masing; (tampak pada gambar, anak memiliki peran masing-masing yang membuat mereka disebut bermain bola, seperti mengejar, merebut, memberi umpan, berusaha menguasai bola, bahkan ada yang asyik dengan air karena tidak mendapatkan bola. Anak menciptakan sendiri “ulah” mereka untuk mendukung kegiatan bermain mereka dan peran yang diambil); 5. anak berlaku pura-pura, tidak sungguhan, atau memerankan sesuatu; anak pura-pura marah atau pura-pura menangis; 6. anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi dari orang lain maupun aturan yang baru; aturan main itu dipatuhi oleh semua peserta bermain; (pada gambar tampak bahwa anak bermain bola di area berair, dengan luas wilayah semau mereka, dengan bola seadanya, dengan aturan yang mereka sepakati sendiri); 7. anak berlaku aktif; mereka melompat atau menggerakkan tubuh, tangan, dan tidak sekedar melihat; (tampak pada gambar tidak ada seorang anak pun pasif, diam. Semua anak bergerak dengan pose masing-masing); 8. anak bebas memilih mau bermain apa dan beralih ke kegiatan bermain lain; bermain bersifat fleksibel. (tampak pada gambar anak boleh pause sejenak dengan bermain air, boleh sambil bergurau, boleh sambil bergaya).  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 13 Berikut ini merupakan ciri-ciri bermain yang ditampilkan secara visual. Menyenangkan & menggembirakan Motivasi dari dalam diri anak Aturan sesuai kebutuhan anak Anak-anak terlibat aktif bersamasama KARAKTERISTIK BERMAIN Fleksibel (anak bebas memilih & beralih bermain) Spontan dan sukarela Berpura-pura, tidak betulan Anak harus aktif bergerak/berpikir Gambar 1. 3 Karakt erist ik Bermain Sumber : Musf ir oh, 2008 L A TI H A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Coba Anda amati anak-anak yang sedang bermain! Analisislah ciri-ciri apa saja yang ada di dalamnya, seperti “anak-anak merasa senang”, “anak-anak memiliki kebebasan untuk berhenti”, dan “anak-anak membuat aturan tersendiri”. Setelah selesai, buatlah sebuah daftar dari ciri-ciri tersebut. Kemudian, rumuskanlah sendiri definisi bermain berdasarkan pengamatan Anda terebut. 2) Amatilah orang bekerja! Uraikanlah ciri-ciri yang ada di dalam kegiatan tersebut, seperti “bersungguh-sungguh”, “bertarget”, dan “mengikuti cara tertentu”. Setelah selesai, buatlah daftar dari ciri-ciri tersebut! Kemudian, Anda bandingkan dengan ciri-ciri bermain! Buatlah kutub yang berlawanan! B er main D an Per main an A n ak  1. 14 Petunjuk Jawaban Latihan Agar dapat mengerjakan soal di atas dengan baik, cermati kembali modul 1 Kegiatan Belajar 1. Lalu diskusikan jawaban Anda dengan teman sejawat. Setelah itu, rumuskan jawaban yang paling tepat. RAN GK UMAN Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak diorientasikan kepada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Bermain berbeda dengan eksplorasi dan bekerja. Eksplorasi mengantarkan anak ke dalam “alam” bermain, sementara bekerja memiliki tujuan yang pasti. Bermain terjadi karena anak-anak mempunyai energi berlebih sehingga mendorong mereka untuk melakukan aktivitas agar mereka terbebas dari perasaan tertekan (Herbert Spencer ) karena anak memerlukan penyegaran kembali atau mengembalikan energi yang habis digunakan untuk kegiatan rutin sehari-hari (Moritz Lazarus) karena bermain membantu anak mengembangkan rasa harga diri melalui kemampuan untuk menguasai tubuh mereka, benda-benda, serta belajar keterampilan sosial (Erikson). Sementara itu, Sigmund Freud melihat bermain sebagai sarana melepaskan kenangan dan perasaan yang menyakitkan. Anak bermain karena mereka butuh melepaskan desakan emosi secara tepat. Bagi Froebel, bermain adalah cara belajar bagi anak karena anak-anak belajar dengan berbuat dari pengalaman nyata dan aktif secara fisik. Bermain, menurut Vygotsky, merupakan sumber perkembangan anak, terutama untuk aspek berpikir karena melalui bermain anak berinteraksi aktif dengan lingkungannya sebagai bahan untuk mengonstruksi pengetahuan. Bermain memiliki ciri (1) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; (2) dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; (3) anak melakukan karena spontan dan sukarela, tidak diwajibkan; (4) semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masingmasing; (5) anak berlaku pura-pura, tidak sungguh-sungguh, atau memerankan sesuatu; (6) anak menetapkan aturan main sendiri yang dipatuhi oleh semua peserta bermain; (7) anak berlaku aktif; (8) bermain bersifat fleksibel.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 15 TE S F O R M A TI F 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Bermain merupakan kegiatan yang …. A. dilakukan di waktu senggang saja. B. memiliki aturan pasti yang tidak boleh dilanggar oleh para pemain. C. ada pembagian peran masing-masing yang menunjang. D. menyenangkan siapa pun yang melihatnya. 2) Pernyataan yang benar tentang bermain dan eksplorasi adalah .… A. Tujuan bermain antara lain adalah untuk eksplorasi B. Eksplorasi dilakukan dengan cara main-main C. Eksplorasi mendahului bermain D. Bermain sama dengan eksplorasi 3) Perbedaan yang tepat antara bermain dan bekerja adalah …. A. Bermain aktif, bekerja pasif B. Bermain berorientasi hasil, bekerja berorientasi proses C. Bermain menyenangkan, bekerja menyebalkan. D. Bermain fleksibel, bekerja taat aturan. 4) Bermain menurut Freud berfungsi sebagai …. A. sarana melepaskan energi negatif secara tepat B. charge energi bagi anak C. cara belajar bagi anak D. pengisi waktu luang anak 5) Bermain menurut Vygostky dapat membantu anak dalam hal .… A. mengisi waktu dan kegiatan B. perkembangan kognisi C. emosi dan psikomotor D. menguasai gerakan lokomotor 6) Bagi Froebel, bermain outdoor ... bagi anak. A. bahaya B. penting C. boleh D. dibatasi B er main D an Per main an A n ak  1. 16 7) Menurut Herbert Spencer, anak memiliki ... sehingga membutuhkan bermain untuk membebaskan diri dari perasaan tertekan. A. energi berlebih B. motivasi intrinsik C. kebutuhan psikis D. tekanan batin 8) Dorongan untuk bermain muncul pada diri anak sendiri dan …. A. dipegang teguh oleh anak B. bukan paksaan dari luar C. harus dilakukan dalam waktu tertentu D. fleksibel waktu 9) Setiap anak, dalam bermain kelompok, memiliki ciri berikut, kecuali…. A. memiliki rasa kekompakan dalam kelompoknya B. berperan aktif C. taat pada aturan main yang dibuat D. berpura-pura mengikuti aturan 10) Bermain memiliki ciri-ciri berikut kecuali…. A. menyenangkan dan menggembirakan bagi anak B. dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain C. anak harus paham aturan baku permainan D. bersifat fleksibel dan tidak kaku Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar  100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 17 Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai. 1. 18 B er main D an Per main an A n ak  K eg ia t a n B el a j a r 2 Ar t i Pe n t i n gn y a Be r m ai n ara mahasiswa, menurut Anda, apakah bermain bermanfaat bagi manusia, P terutama bagi anak-anak? Jika ya, manfaat apa saja yang mungkin diperoleh? Selain itu, apakah bermain tidak mengandung kekurangan? Untuk lebih memahami arti pentingnya bermain, Anda perlu mempelajari manfaat bermain dan risikonya. Nah, setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 dari modul 1 ini, Anda diharapkan mampu: (1) menjelaskan manfaat bermain secara umum, (2) menjelaskan manfaat bermain bagi anak usia dini, dan (3) menjelaskan risiko bermain pada anak usia dini. A. MANFAAT BERMAIN SECARA UMUM Secara umum, bermain memiliki manfaat setidak-tidaknya manfaat fisik dan release. Secara fisik, bermain dipandang sebagai aktivitas menggerakkan badan. Sebagian orang dewasa bahkan memanfaatkan bermain sebagai kegiatan berolah raga, seperti tenis, tenis meja, bulu tangkis, dan golf. Coba Anda amati bapak-bapak yang bermain tenis atau bulu tangkis! Anda akan melihat perilaku yang lepas dari mereka, seperti berteriak, melompat, bersujud, atau bahkan berlari mengelilingi lapangan karena gembira. Bermain dalam konteks ini dianggap memiliki manfaat kenikmatan, kesenangan, relaksasi, pelepasan energi, pengurangan ketegangan, serta ekspresi diri. Secara umum, bermain juga dianggap sebagai kegiatan yang menyalurkan hobi dan menyatukan orang dalam konteks relaks sehingga banyak hal dapat dibicarakan tanpa menimbulkan gejolak yang berarti. Orang dewasa yang gemar bermain, kadang membuat perkumpulan dan menjadikannya hobi yang diakui keberadaannya. Mereka kadang membuat festival atau lomba, seperti festival layang-layang, lomba catur, festival yoyo, dan sebagainya. Bermain dalam situasi demikian, berguna menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang demi membentuk sebuah “keluarga”. Bermain, secara umum, juga berfungsi sebagai pemeliharaan. Banyak orang dewasa yang memanfaatkan bermain sebagai sarana pemeliharaan fungsi tubuh. Mereka berjingkrak-jingkrak, menyapu sambil menggoyang-goyangkan badan, berpura-pura berjalan dalam titian, berjalan cepat sambil memantul-mantulkan bola, dan kegiatan bermain lain yang bersifat spontan. Meskipun demikian, olah  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 19 raga yang lebih bernuansa “mendapatkan keringat” juga dapat dikategorikan bermain. Dalam konteks ini, aturan berolah raga menjadi sangat longgar. Yang dipentingkan bukanlah kemenangan, melainkan kesegaran fisik dan kesenangan saat bermain. Bermain juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana mendidik anak. Seperti Anda tahu, banyak orang dewasa yang bermain bersama anak, bukan karena kelebihan waktu, tetapi lebih karena ingin mendidik anak. Orang dewasa bermain kartu kata, bermain boneka, bermain ular tangga, dan bermain lompat tali bersama anak, adalah karena mereka ingin menanamkan kebersamaan, sportivitas, dan mengajarkan aturan bermain yang lebih baku. Bermain, sebagaimana dinyatakan Sigmund Freud (1958), juga bermanfaat sebagai terapi. Anak-anak atau orang tertentu yang mengalami trauma atau masalah serius diterapi dengan bermain, seperti bermain boneka, bermain pasir, bermain air, bermain dengan melumat kertas, bermain playdough, bermain di titian, memanjat, dan kegiatan bermain yang telah dirancang. Para psikolog banyak memanfaat kegiatan bermain sebagai terapi. Bermain menyediakan ruang untuk memanfaatkan imajinasi (seperti dalam bermain “pengandaian”, belajar perspektif (seperti dalam bermain boneka dan bermain peran), memunculkan ide baru (seperti dalam bermain konstruksi), menemukan solusi (seperti dalam bermain maze), membangun konstruk kerja sama (seperti dalam bermain sepak bola, gobak sodor), dan mendapatkan konsep sistem (seperti bermain mobil-mobilan yang dapat dibongkar-pasang). Hal ini menunjukkan, bahwa bermain mampu menyegarkan, bahkan mengembangkan, kognisi melalui kreativitas, berpikir abstrak, memecahkan masalah, menguasai konsep-konsep baru, dan keterampilan sosial. Para mahasiswa, tahukah Anda bahwa anak-anak yang berhasil dalam bermain cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih baik daripada anakanak yang gagal bermain. Coba Anda tanya anak-anak yang mahir dalam bermain sepak bola, kodok-kodokan, dan kegiatan engklek! Lalu, Anda tanya anak-anak yang gagal bermain ketiganya. Anda, sangat mungkin, akan menemukan jawaban yang bertolak belakang. Anak-anak yang gagal bermain sepak bola karena tidak mahir menendang, tidak kencang berlari, dan tidak terampil mengoper bola, mungkin terlihat rendah diri. Hal itu semakin diperparah dengan olok-olok teman-temannya. Kondisi demikian bertolak belakang dengan anak-anak yang mampu berlari kencang, mengoper bola, menendang bola dengan baik, melompat sambil berjongkok, dan meloncat dengan tumpuan satu kaki. Mereka merasa dirinya pintar, lebih percaya diri, dan 1. 20 B er main D an Per main an A n ak  suka bergaul dengan teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa bermain bermanfaat untuk mengembangkan afeksi pemainnya melalui butir afeksi membangun kepercayaan diri, harga diri, mengurangi kecemasan, dan mendapatkan terapi. Anak-anak yang bermain, juga orang dewasa, terbiasa melakukan kontrak sosial, seperti berbagi beban, saling membantu, atau membuat jaringan dalam berbagai aktivitas. Anak-anak menerapkan keterampilan ini ke dalam aktivitas lain. Dalam kehidupan, mereka cenderung mampu bekerja sama, berbagi, memperoleh kecakapan turn-talking (pola pergiliran bicara), membuat resolusi konflik, dan mengontrol emosi-agresi. Dalam bermain, anak tidak terlayani saja, tetapi juga melayani. Bermain membuat tim harus solid, kuat berperan, aktif, dan tidak egois. Hal ini membawa manfaat bagi anak dalam membangun kecakapan sosial. Anak-anak yang bermain adalah anak-anak yang sehat. Mereka memanjat, berlari, melompat, meloncat, berteriak kegirangan, berjongkok, dan/atau berpegangan kuat. Saat bermain, anak-anak memiliki kesempatan untuk menguji ketahanan fisik mereka, melatih otot-otot tangan, menghasilkan gerakan-gerakan baru, dan menyelesaikan tantangan fisik yang baru. Hal ini menunjukkan bahwa bermain membawa manfaat bagi fisik motorik. Anda mungkin sepakat bahwa bermain menguras perhatian. Saat bermain, anak atau orang tua yang bermain, terlihat menikmati dan fokus. Mereka mengamati jatuhnya kelereng, membuat perkiraan jarak, dan mengontrol kekuatan energi untuk memantik kelereng dengan tepat. Anda melihat bukan, anak-anak bahkan terlihat begitu serius saat akan membidik kelereng tertentu. Matanya tajam menatap posisi kelereng karena dia sedang membuat perhitungan matang dan mengontrol kekuatan tangan untuk membidik sehingga dapat mengenai kelereng yang diincarnya. Nah, pada saat kelerengnya mengenai kelereng bidikan, anak berteriak “yaakkk!!” dan dia tertawa puas. Hal ini menunjukkan bahwa bermain memiliki manfaat terhadap atensi, seperti mengembangkan konsentrasi, membantu regulasi atensi, membangun ketekunan, serta belajar mengambil risiko. Bermain itu aktif, bahkan saat anak-anak sendiri. Mereka berbicara sendiri. Mengandaikan boneka sebagai anaknya atau pasiennya. Ketika bermain bersama teman, anak juga menjalin komunikasi. Demikian halnya dengan kita orang dewasa, saat bermain catur di pos ronda, misalnya kita membuat pernyataan, melempar cerita, memberikan persetujuan, dan membuat kesepakatan. Kita sangat mungkin menemukan kosa kata baru dari teman dan sebaliknya  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 21 memberikan kosakata baru kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa bermain bermanfaat meningkatkan kemampuan komunikasi, menguatkan kemampuan bercerita, menambah kosakata, dan menyediakan wadah bagi pemainnya untuk belajar berkolaborasi secara aktif dengan orang lain. B. MANFAAT BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI Anak pasti suka bermain. Bermain juga membuat anak ceria dan berbahagia. Ya, betul! Bermain memang sangat penting bagi anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Coba sekarang Anda cermati penjelasan berikut ini tentang manfaat bermain bagi anak usia dini. Berbagai pendapat yang didasarkan pada observasi dan riset menunjukkan bahwa anak tidak dapat dipisahkan dari bermain. Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak, meliputi dunia fisik, sosial, sistem komunikasi. Bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan anak (Garvey, 1990). Kegiatan bermain mempengaruhi perkembangan enam aspek perkembangan anak, yakni aspek kesadaran diri (personal awareness), emosional, sosial, komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik (Catron & Allen, 1999). Bermain memiliki kekuatan untuk menggerakkan perkembangan anak. Pada masa anak-anak, bermain merupakan landasan bagi perkembangan mereka karena bermain merupakan bagian dari perkembangan sekaligus sumber energi perkembangan itu sendiri (Hoorn, et al., 1999). Beberapa ahli, pengikut Vygotsky, yakin bahwa bermain mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara. Pertama, bermain menciptakan zone of proximal developmental (ZPD) anak, yakni wilayah yang menghubungkan antara kemampuan aktual anak dan kemampuan potensial anak. Saat bermain, anak melakukan sesuatu yang melebihi usianya dan tingkah laku mereka sehari-hari. Bermain dapat diibaratkan sebagai kaca pembesar (magnifying glass), yang berisi semua kecenderungan perkembangan. Peran, aturan, dan dukungan motivasional dimungkinkan oleh situasi imajiner yang menyediakan bantuan bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih tinggi pada ZPD-nya (Vygotsky dalam Bodrova & Leong, 1996). Kedua, bermain memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi. Di dalam bermain, anak lebih menuruti apa yang ada dalam pikirannya daripada apa yang ada dalam realita. Karena bermain memerlukan penggantian suatu objek dengan yang lain, anak-anak mulai memisahkan makna atau ide suatu objek dengan objek itu sendiri (Berk, 1994). Ketika seorang anak 1. 22 B er main D an Per main an A n ak  menggunakan balok sebagai gelas, dan “minum” dari “gelas” tersebut, anak mengambil makna gelas dan memisahkan makna itu dari objeknya. Sejalan dengan perkembangan anak, kemampuan mereka untuk membuat substitusi (penggantian) ini menjadi lebih fleksibel. Pemisahan antara makna dengan objeknya merupakan persiapan untuk perkembangan membuat gagasan dan berpikir abstrak (Berk, 1994). Dalam berpikir abstrak, anak mengevaluasi, memanipulasi, dan memonitor ide dan pikiran tanpa mengacu pada dunia nyata. Kegiatan ini juga merupakan persiapan untuk transisi menulis (dalam hal ini, kata tidak tampak seperti objek). Akhirnya, tingkah laku anak tidak lagi dikendalikan oleh objek. Dengan menggunakan balok sebagai gelas, misalnya anak dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah, sebagaimana mereka menggunakannya untuk matematika (Bodrova & Leong, 1996). Ketiga, bermain mengembangkan penguasaan diri. Dalam bermain, anak tidak dapat bertindak sembarangan. Anak mesti bertindak sesuai skenario. Anak yang bertindak sebagai bayi, misalnya harus menirukan tangis bayi dan berhenti ketika “sang ayah” membujuknya. Kegiatan menangis ini merupakan tingkah laku yang disengaja menggunakan fungsi mental yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa anak dapat menguasai tingkah laku mereka. Bermain memerlukan kesadaran dan kontrol yang lebih signifikan daripada konteks yang lain. Hal ini memungkinkan suatu ZPD untuk perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi. 1. Bermain Mengembangkan Kognitif Anak Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan. Anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain (Bredekamp & Copple, 1997). Pengetahuan tentang sekolah, misalnya dibangun anak melalui informasi yang didengarnya dari orang lain (termasuk dari teman sebaya), mengamati bangunan sekolah, aturan, atau apa pun tentang sekolah dari berbagai sumber. Begitu anak menyimpan memori tentang sekolah maka hal itu akan diolahnya sehingga membentuk konsep yang semakin lama semakin sempurna. Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain pura-pura. Vygotsky menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum mampu berpikir abstrak. Makna dan objek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak bermain telepon-teleponan, misalnya anak belajar bagaimana memahami perspektif orang lain dan bagaimana menemukan strategi bermain dengan orang lain, serta bagaimana  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 23 anak memecahkan masalahnya. Fokus perkembangan intelektual dapat dilihat melalui bahasa dan literasi, serta berpikir logiko-matematis (Hoorn, et al., 1999). Bermain mendorong anak untuk berpikir kreatif. Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif karena dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai, belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri, dan belajar mengenali makna sosialisasi dan keberadaan diri di antara teman sebaya. Dalam bermain, anak terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban, dan kemudian menguji jawaban, dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. Ketika tidak dihalangi untuk melakukan hal-hal ini, mereka terus melakukannya dan terus berusaha untuk mencapai yang lebih baik lagi. Kreativitas akan terpupuk saat demi saat, tahap demi tahap (lihat juga Holt, 1991). Einstein, sebagaimana disitir Hudson (1973), memiliki keyakinan bahwa “permainan kombinasi” (combinatory play) menjadi bagian penting dari pikiran kreatif anak. Lebih lanjut, Ofsted (1996) menambahkan bahwa permainan membentuk satu bagian dari enam wilayah pembelajaran (yang salah satunya disebut wilayah kreatif). Wilayah-wilayah ini merupakan suatu yang esensial dan harus diberikan oleh Taman Kanak-kanak kepada anak didik (Ofsted, 1996, SCAA, 1997 dalam Craft, 2000). 2. Bermain Mengembangkan Kesadaran Diri Bermain mengembangkan kemampuan bantu-diri (self help). Melalui bermain anak menemukan, mengembangkan, meniru, dan mempraktikkan rutinitas hidup sehari-hari. Kesuksesan terhadap usaha ini menaikkan perasaan kompetensi mereka dan mendorong mereka membuat keputusan sehari-hari, seperti memilih buku cerita, bermain boneka, menyusun balok-balok, serta mengatur tidur, dan mandi. Bermain memungkinkan anak bereksperimen dengan aturan nonstereotip. Melalui bermain, anak mencoba membuat variasi aturan melalui permainan pura-pura. Hal ini mendorong anak melihat berbagai kemungkinan untuk diri sendiri dan membuat banyak keputusan berdasarkan pilihan yang ada. Bermain memberikan pelajaran tentang keselamatan dan kesehatan diri. Melalui bermain, anak belajar peka terhadap isu-isu keselamatan diri, seperti dialog kesehatan, menghindari akibat kejahatan, menghindari pencuri, menyelamatkan diri dari gempa dan tsunami, menyeberang jalan, menghindari 1. 24 B er main D an Per main an A n ak  banjir, bahaya listrik, dan sebagainya. Semua dapat dilakukan dalam kegiatan bermain peran, bercerita, dan permainan lain yang dirancang. Bermain mengembangkan kemampuan anak membuat keputusan mandiri. Melalui bermain, guru dapat membantu anak-anak melaksanakan bermain berbasis proyek. Guru membantu anak menyusun kerangka kerja yang akan mereka gunakan untuk mengatasi sesuatu dengan sedikit risiko. Permainan dengan dasar “Apa yang harus kita lakukan?” mendorong anak untuk saling berbagi ide. Jika ide mereka digunakan dan dikuatkan oleh kelompok, anak telah mengembangkan citra diri positif. Hal ini juga mendorong anak untuk berani mandiri, mengatur diri mereka sendiri. 3. Pengembangan Sosio-Emosional Anak Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain mesti berpikir tentang bagaimana mengorganisasikan materi sesuai dengan tujuan mereka bermain. Anak-anak yang bermain “dokter-dokteran”, misalnya harus berpikir di mana ruang dokter, apa yang akan dipergunakan sebagai stetoskop (stethoscope). Anak juga akan memikirkan tugas dokter dan mempertimbangkan materimateri tertentu, seperti warna, ukuran, dan bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan. Selama bermain itu, menurut Catron dan Allen (1999), anak menemukan pengalaman baru, memanipulasi benda dan alatalat, berinteraksi dengan anak lain, dan mulai menyusun pengetahuannya tentang dunia. Bermain menyediakan kerangka bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan mereka tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Bermain meningkatkan kompetensi sosial anak. Menurut Catron dan Allen (1999), bermain mendukung perkembangan sosialisasi dalam hal-hal berikut ini. a. Interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan memecahkan konflik. b. Kerja sama, yakni interaksi saling membantu, berbagi, dan pola pergiliran. c. Menghemat sumber daya, yakni menggunakan dan menjaga benda-benda dan lingkungan secara tepat. d. Peduli terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima perbedaan individu, memahami masalah multibudaya.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 25 Bermain membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa takut. Suatu studi melaporkan adanya reaksi sekelompok anak setelah mereka menyaksikan kecelakaan di taman bermain dan mendeskripsikan bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain (Brown et al., melalui Brewer, 1995). Anak-anak dalam kelompok yang berbeda (3, 4, dan 5 tahun) menggambarkan kecelakaan itu ke dalam kegiatan bermain yang berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan mereka dan mencoba membebaskannya melalui permainan “rumah-sakit rumah-sakitan” atau permainan lain yang menceritakan orang yang kesakitan. Barnett (dalam Brewer, 1995) menemukan bahwa anak-anak yang ketakutan akan terkurangi rasa takutnya setelah mereka mengekspresikan ketakutannya itu ke dalam kegiatan bermain. Bermain membantu anak menguasai konflik dan trauma sosial. Bermain membantu perkembangan emosi yang sehat dengan cara menawarkan kesembuhan dari rasa sakit dan kesedihan (Cass, 1974; Catron & Allen, 1999). Melalui bermain, anak belajar menyerap, mengekspresikan, dan menguasai perasaan mereka secara positif dan konstruktif. Bermain membantu anak mengenali diri mereka sendiri. Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjadi diri mereka sendiri, untuk mengenal diri mereka sendiri, demi membentuk desain kehidupan yang lebih baik. Anak-anak lebih memahami diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan dunia karena pengalaman bermain memungkinkan mereka menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hati, seperti, “Bagaimana aku dapat meyakini keberadaanku?”, “Apakah maksudnya?” (Bettelheim, 1981 dalam Catron & Allen, 1999). Bermain juga dapat menjadi sebuah alat terapeutik (penyembuh) dalam kehidupan anak-anak. Anak-anak “memerankan” perasaan dan kegelisahan mereka, serta mengambil jalan keluar yang lebih memuaskan dalam suatu lingkungan yang mendukung dan berterima (Catron & Allen, 1999). Mengenal diri sendiri mempunyai implikasi yang penting bagi hubungan antarmanusia. Seeman (1963 dalam Catron & Allen, 1999) menunjukkan bahwa prinsip integrasi psikologis, yakni proses pemahaman seseorang akan diri mereka sendiri, sangatlah relevan bagi proses perkembangan anak. Anak belajar tentang diri mereka sendiri sebagai individu-individu yang terpisah, sendirisendiri, dan unik yang mempunyai pikiran dan perasaan yang bermacam-macam pula, yang direalisasikan melalui pengalaman bermain imajinatif. Selain itu, mendorong anak untuk memahami dan menerima emosi mereka sendiri 1. 26 B er main D an Per main an A n ak  menimbulkan perkembangan diri yang lebih baik, meningkatkan hubungan serta kapasitas mereka untuk menghadapi tekanan dan perubahan. 4. Bermain Mengembangkan Motorik Anak Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik kasar. Anak-anak, melalui bermain, dapat mengontrol gerak motor kasar. Pada saat bermain, mereka dapat mempraktikkan semua gerakan motorik kasar, seperti berlari, meloncat, dan melompat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat, membawa, berjalan atau meloncat, berputar, dan beralih respons untuk irama. Anak usia 5 hingga 6 tahun perlu bermain aktif. Mereka dapat melempar, menangkap, menendang, memukul, bersepeda roda dua, dan meluncur. Saat ini, banyak anak yang menghabiskan waktu untuk aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau video. Anak itu membutuhkan kesempatan untuk memanjat, berayun, mendorong, menarik, berlari, meloncat, melompat, dan berjalan dalam rangka menguasai tubuh mereka (Brewer, 1995). Bermain membantu anak menguasai keterampilan motorik halus. Melalui bermain anak dapat mempraktikkan keterampilan motorik halus mereka, seperti menjahit, menata puzzle, memaku ke papan, dan mengecat. 5. Bermain Mengembangkan Bahasa Anak Bermain membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Bermain menyediakan ruang dan waktu bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lain. Mereka saling berbicara, mengeluarkan pendapat, bernegosiasi, dan menemukan jalan tengah bagi setiap persoalan yang muncul; terlebih-lebih kegiatan bermain peran. Kegiatan bermain peran memiliki manfaat yang sangat besar, terutama untuk menunjang perkembangan bahasa dan berbahasa anak, bahkan bermain peran memiliki andil yang besar bagi perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak (Bredekamp & Copple, 1999). Bermain juga menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak untuk belajar bahasa kedua (Heat, 1983; Bredekamp & Copple, 1999) karena pada saat bermain, anak-anak mempraktikkan serpihan-serpihan bahasa lain, seperti “Hallo, How are you?” (“Hallo, apa kabarmu?”) Oleh karena serpihan-serpihan bahasa memberikan dampak kebanggaan, anak-anak semakin terpacu untuk menambah kosakata bahasa kedua tersebut. Hal ini sangat membantu perkembangan bahasa anak karena masa-masa awal perkembangan anak merupakan waktu yang tepat untuk memperoleh bahasa kedua (second  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 27 language). Anak-anak yang memperoleh bahasa kedua pada masa kritis cenderung dapat berbicara sebagaimana penutur asli bahasa tersebut. C. RISIKO BERMAIN Setiap aktivitas manusia, pastilah mengandung unsur risiko. Risiko tersebut dapat ditengarai berdasarkan tiga unsur. Keberadaan tiga unsur inilah yang menjadi dasar diambil atau tidaknya sebuah kegiatan berdasarkan risikonya, termasuk bermain. Unsur-unsur yang dimaksud adalah 1. kecenderungan dan kemungkinan menyakiti atau melukai atau bahaya; 2. tingkat keparahan dari kemungkinan pertama; dan 3. seberapa besar manfaat atau hasil yang diperoleh dari kegiatan bermain. Penilaian risiko dibuat berdasarkan unsur di atas dan diatasi dengan menyeimbangkan kelola risiko dan mengoptimalkan manfaat. Berkano atau mengayuh perahu, misalnya memiliki kemungkinan risiko yang besar (luka, tenggelam, terseret arus, bahkan kematian), tetapi risiko akan mengecil seiring dengan kemahiran bermain. Sejalan dengan kemahiran yang dipersyaratkan, manfaat yang jelas pun diperoleh secara otomatis. Menurut David Ball (2012), faktor sosial dan psikologis juga penting dalam penilaian risiko. Risiko yang dapat diterima dalam satu komunitas mungkin tidak dapat diterima di tempat lain, dan kebijakan harus mempertimbangkan ini. Bermain pada anak-anak pun mengandung faktor-faktor risiko yang harus diperhatikan agar setiap kegiatan bermain mampu memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi anak. Beberapa psikolog mengidentifikasi beberapa risiko bermain, sementara ahli bermain Amy Dickinson (2012) menegaskan bahwa risiko mengajarkan anak bagaimana rasanya gagal dan mencoba lagi, menguji batas ketangguhan mereka sehingga mampu menguasai keterampilan tertentu. Risiko adalah bagian penting dari bermain. Meskipun demikian, anak-anak perlu dikondisikan dalam situasi yang minim risiko berbahaya. Proteksi berlebihan justru merugikan anak. Anak perlu mengetahui risiko apa saja yang mungkin muncul dari kegiatan bermain agar mereka tetap berhati-hati. Di pihak lain, menurut Tedjasaputra (2001) bermain memang menyenangkan. Meskipun demikian, perlu diwaspadai risiko bermain yang dapat mengarah ke dampak yang tidak diinginkan. Risiko yang mungkin muncul dari bermain sebagai berikut. 1. 28 1. 2. 3. 4. 5. B er main D an Per main an A n ak  Waktu bermain berlebihan. Jika anak terlalu banyak bermain, akan timbul kebosanan dan waktu untuk melakukan aktivitas lain yang bermanfaat jadi berkurang. Porsi main sendiri dan main bersama teman tidak seimbang. Main bersama teman sebaya memang penting untuk mengasah sosialisasi anak, tetapi anak juga butuh waktu untuk bermain seorang diri. Dengan bermain sendiri, anak berkesempatan untuk mengembangkan diri secara personal dan bebas berimajinasi. Jadi, keduanya harus seimbang. Ada penekanan berlebihan untuk main sesuai jenis kelamin anak. Misalnya, anak perempuan hanya boleh main boneka, bukan mobilmobilan, padahal anak di usia dini perlu diperkenalkan dengan berbagai jenis permainan dan mainan. Alat permainan tidak tepat. Alat permainan tidak tepat apabila berbahaya (mengandung cat beracun, misalnya), pilihan orang tua yang dipaksakan, terlalu sedikit jenisnya, terpaku pada label usia pada kemasan mainan (padahal kebutuhan setiap anak berbeda), terlalu rumit atau sebaliknya terlalu mudah, dan terlalu rapuh sehingga mudah rusak (membuat anak enggan memainkannya lagi). Terlalu banyak atau terlalu sedikit campur tangan orang tua. Ada orang tua yang menganggap anak sudah tahu cara memainkan mainannya sehingga merasa tak perlu memberikan arahan. Ada yang merasa anaknya tidak tahu apa-apa sehingga perlu diajari secara detil. Keduanya tidak baik bagi anak. Pada kasus yang pertama, anak akan cepat bosan karena tidak tahu cara lain untuk memainkannya, sedangkan pada kasus yang kedua, anak akan merasa tidak bermain karena terlalu banyaknya hal yang diajarkan. Berdasarkan observasi di lapangan diperoleh beberapa data tentang risiko bermain ini. Risiko tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yakni risiko fisik-kesehatan, risiko psikis, dan risiko sosial. 1. Risiko Fisik-Kesehatan Risiko fisik yang mungkin terjadi dalam kegiatan bermain adalah jatuh, cidera-terluka, keracunan, kelelahan, kurang gerak, sakit mata, dan kotor.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 29 a. Jatuh Jatuh merupakan risiko bermain yang terjadi akibat gerakan yang tidak seimbang. Risiko ini paling sering dijumpai dalam kegiatan bermain pada anakanak. Hampir tidak ada seorang anak pun yang tidak pernah jatuh pada masa kecilnya. Jatuh dipandang sebagai risiko dasar bermain yang menekankan kekuatan fisik dan koordinasi motorik, seperti lompat tali, sepak bola, memanjat, dan permainan tradisional. Meskipun demikian, jatuh tetap harus diwaspadai, terutama apabila membentur kepala, perdarahan, jatuh terduduk, dan jatuh yang mempengaruhi gerakan. Oleh karena itu, para pendidik atau pengasuh perlu mengantisipasi alas main agar bermain tidak berisiko jatuh yang fatal. b. Cidera-terluka Cidera mungkin diperoleh tanpa jatuh. Anak mungkin saja cidera karena tersangkut, atau tergores. Anak mungkin belum memiliki cukup kehati-hatian, mungkin juga karena alat main mengalami penurunan kualitas. Alat main outdoor, misalnya kadang mengalami penurunan kualitas akibat hujan dan panas. Cat terkepulas, paku yang mencuat, kayu yang mulai keropos, bendabenda berbahaya yang masuk ke area main (seperti batu, kayu, tali, batu bata, cuilan reruntuhan tembok) dapat menjadi sumber cidera dan luka bagi anak. Oleh karena itu, perlu sekali bagi pendidik dan orang tua memeriksa keamanan alat main agar risiko cidera-luka tidak terjadi. Selain itu, alat-alat yang digunakan untuk bermain juga harus disesuaikan dengan usia anak. c. Keracunan Keracunan, meskipun jarang dilaporkan tetap perlu diwaspadai. Seperti diketahui, anak-anak kadang masih suka memasukkan alat main ke dalam mulut mereka, menggigitnya, atau membauinya. Kegiatan eksplorasi adakalanya berisiko bagi anak karena kandungan racun pada alat main, seperti cat, bahan plastik yang berkualitas buruk, dan pewarna kain. Perlu ditanamkan pada diri anak bahwa menggigit baju boneka, memasukkan brick ke mulutnya, menjilati pasta pelangi merupakan tindakan yang tidak boleh dilakukan. Hanya makanan yang boleh dimasukkan ke dalam mulut. d. Kelelahan Anak-anak sering kali bermain tak mengenal waktu. Apabila sedang “in” dengan alat main tertentu, anak terus menerus bermain. Anak kadang 1. 30 B er main D an Per main an A n ak  mengorbankan waktu makan demi bermain. Apabila kondisi ini terus menerus terjadi, tidak mustahil anak akan kelelahan dan akhirnya menderita sakit. Stamina anak akan turun sehingga mudah terserang penyakit. Hal ini menuntut kontrol orang dewasa terhadap kegiatan bermain anak. e. Kurang gerak Kegiatan bermain tertentu, seperti game di komputer (termasuk tab) sangat digemari anak. Anak duduk asyik mengutak-atik game dan lupa waktu. Belum lagi camilan biasanya tersedia di dekat mereka. Fakta yang tercatat, anak menjadi kurang gerak, kelebihan asupan, dan akhirnya cenderung obesitas. Oleh karena itu, pengawasan orang tua perlu dilakukan agar anak tidak terpaku pada kegiatan bermain tertentu yang kurang mengakomodasi gerak anak. Perlu diusahakan kegiatan bermain yang lebih bervariasi. f. Sakit mata Sakit mata, dilaporkan oleh orang tua dan tertulis di berbagai situs, merupakan risiko bermain yang relatif besar. Risiko ini diperoleh dari aktivitas bermain pasif dan indoor terus menerus. Beberapa anak mungkin harus berobat dan mengenakan kacamata. Anak-anak dengan risiko demikian membutuhkan keseimbangan bermain indoor dan outdoor. Batasi bermain pasif (seperti game komputer dan menyimak televisi) jika gejala sakit mata mulai terjadi. g. Kotor Kotor merupakan risiko bermain yang dapat dikatakan sebagai konsekuensi logis, terlebih lagi bermain luar ruang yang menguras energi. Anak mungkin sekali berguling-guling di tanah, menceburkan diri ke sawah berlumpur, saling oles pasta pelangi atau mengelapkannya ke baju, mengelapkan oli, dan bahkan mengotori tembok. Kotor bukanlah masalah, sepanjang itu bukan kotor dalam pengertian sarang kuman. Bermain di sawah berlumpur bukanlah hal buruk apabila setelah bermain anak membersihkan diri dengan sabun anti kuman. 2. Risiko Psikis Risiko psikis adalah segala risiko bermain yang berakibat pada kondisi psikologis anak. Risiko psikis tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan dan acap kali sulit dihindari. Psikis sendiri merupakan faktor yang berasal dari dalam individu meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, memori, emosi,  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 31 kepercayaan, dan sikap. Adapun risiko bermain yang dilaporkan melalui observasi adalah kebosanan, motivasi belajar menurun, emosi labil, dan apatis. a. Kebosanan Anak-anak bukanlah manusia dewasa yang dapat bertahan lama dengan satu aktivitas. Anak akan berpindah aktivitas dalam hitungan menit. Mereka cepat bosan. Sebagian anak memang dapat menyelesaikan kegiatan main tertentu dan tekun melakukan eksploitasi. Meskipun demikian, sebagian anak justru tersiksa dengan satu permainan dan adakalanya merusaknya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru menyediakan berbagai alternatif kegiatan agar anak dapat beralih bermain saat mereka mengalami kebosanan. b. Motivasi Kegiatan Lain Menurun Dilaporkan bahwa anak-anak yang menggunakan waktu bermain tanpa manajemen yang baik mengakibatkan menurunnya motivasi untuk melakukan kegiatan lain menurun. Ungkapan, “Bermain membuatnya lupa segalanya” sering terucap dari orang tua yang memiliki anak “gila bermain”. Sebagian kecil anak menemukan keasyikan dengan bermain tertentu, seperti bermain balok, atau game-game online sehingga menolak kegiatan lain. Di KB dan TK, anak yang demikian menolak berbagai alat main dan menolak kegiatan lain. Hal ini ditengarai terjadi pada anak yang semenjak kecil tidak diberi padanan mainan yang bervariasi, berpatok pada satu alat main saja. Meskipun kasus ini tidak mendominasi, guru atau orang tua tetap perlu mengatasinya melalui variasi kegiatan, toleransi, serta aturan, dan jadwal bersama. Tidak perlu memaksa anak beralih main, tetapi pancinglah perhatian anak dengan alat main lain, dan biarkan dia memutuskan sendiri. c. Emosi Labil dan Apatis Belum diketahui pasti kaitan antara bermain pasif dengan kelabilan emosi. Meskipun demikian, ditemukan fakta bahwa bermain membuat anak-anak tertentu mudah marah, mudah sedih, dan mudah bosan. Anak-anak yang bermain kompetitif dan terlibat dengan game-game online cenderung mudah terpancing emosi dan apatis. Mereka menjadikan ajang bermain sebagai ajang kompetisi dan sebagian lagi menjadi apatis pada lingkungan. Ketika terlibat dengan game online, anak selalu berada pada kondisi respons sehingga menganggap tamu datang, orang lewat, pertanyaan orang tua, dan sapaan teman sebaya sebagai gangguan. Sebagian anak bereaksi dengan marah dan sebagian 1. 32 B er main D an Per main an A n ak  lagi tidak bereaksi sama sekali. Bagaimana pun Anda maklum, dewasa ini game online dapat diakses di mana pun, dan anak-anak bebas mendapatkannya dari gadget orang tua. Gadget tersebut dipenuhi dengan game-game yang menyita perhatian anak. 3. Risiko Sosial Bermain, sebenarnya adalah sarana yang tepat untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi, dan memupuk kepercayaan diri. Meskipun demikian, bermain juga memiliki risiko yang bertolak belakang dari manfaatnya, yakni risiko sosial. Risiko sosial adalah segala kemungkinan berkategori negatif terkait dengan hubungan dengan orang lain, masyarakat, dan pandangan kultural. Yang tertengarai sebagai risiko sosial bermain antara lain bertengkar, eksklusivitas, dan minus sosialisasi. a. Bertengkar Bertengkar merupakan risiko bermain yang sangat lazim. Hampir tidak ditemukan anak yang tidak pernah bertengkar pada saat bermain. Benturan kepentingan, keegoisan, dan keengganan berbagi menjadi penyebab timbulnya pertengkaran. Salah satu atau lebih anak mungkin menangis karena pertengkaran itu. Adakalanya, bahkan anak saling memukul dan timbullah perkelahian antaranak. Hal demikian, tidak perlu ditanggapi dengan serius. Sebaliknya, ajak anak untuk menyelesaikan masalah. Orang tua tidak perlu ikut terlibat dalam pertengkaran anak, selain tampil sebagai penengah. Ikut-ikutan dalam pertengkaran anak hanya akan menambah dampak negatif, bahkan ketika anak-anak sudah melupakan pertengkaran mereka. b. Eksklusivitas Bermain sering menimbulkan risiko eksklusivitas karena anak memiliki kecenderungan berkelompok. Anak-anak dengan kegemaran bermain boneka, bermain balok, bermain outdoor, secara tidak sadar membentuk kelompok dan menolak kedatangan anak di luar kelompok. Di beberapa KB dan TK ditemukan fenomena ini. Meskipun kelompok anak tidak bersifat permanen, risiko ini memiliki dua ekses, yakni benturan antarkelompok bermain dan penolakan individu. Anak-anak yang tidak memiliki kelompok bermain cenderung menarik diri, dan anak-anak dalam kelompok bermain cenderung superior dan protektif terhadap kelompok. Risiko ini dapat diatasi dengan pembauran kelompok dan fasilitasi yang baik dari guru dan orang tua.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 33 c. Minus sosialisasi Bermain sesungguhnya membantu anak untuk bersosialisasi. Meskipun demikian, bermain individu yang mendatangkan keasyikan pribadi justru meniadakan keuntungan itu. Kenyaman bermain sendiri, keengganan menunggu dan berbagi, membuat anak tidak mau meninggalkan zona aman bermain. Anak tetap memilih bermain sendiri, asyik sendiri, dan menolak kedatangan anak lain karena dianggap sebagai pengganggu. Orang tua bahkan mengomentari anak yang demikian sebagai anak zombie. Akibat lebih jauh adalah anak tidak mampu membangun afiliasi sosial. Oleh karena itu, penting bagi orang tua membatasi kegiatan bermain sendiri dan menyeimbangkannya dengan bermain dalam tim. Meskipun anak usia dini belum begitu baik dalam bermain tim, anak-anak tetap perlu didukung untuk melakukannya baik dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa. Menurut David Ball dari Children’s Play Council (2012), risiko ringan bermain, seperti memar, keseleo atau merumput merupakan hal biasa yang perlu dipahami. Yang terpenting, bermain tidak menghadapkan anak pada risiko cacat dan mengancam jiwa. Memang mungkin anak-anak mengalami cidera serius, tetapi hal tersebut diharapkan bukan karena risiko bermain. Risiko cidera serius bahkan kematian mungkin tidak dapat dihindarkan, tetapi kejadian tersebut hanya ditolerir apabila berada pada kondisi: 1) kemungkinan terjadinya cidera tersebut sangat rendah; 2) ada petunjuk bahaya yang jelas bagi pengguna; 3) ada manfaat yang jelas; 4) pengurangan risiko berarti menghilangkan manfaat; 5) tidak ada cara praktis untuk mengelola risiko. Demikian pentingnya meminimalkan risiko bermain dan menjaga keselamatan anak saat bermain sehingga di berbagai negara telah berdiri organisasi yang menjaga keselamatan bermain anak. Mereka peduli pada keselamatan anak sebagai bagian dari risiko bermain dan mengawasi produksi alat main yang digunakan anak-anak tersebut. Bagaimana dengan Indonesia? B er main D an Per main an A n ak  1. 34 L A TI H A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Amatilah dan ingat-ingatlah hal buruk apa yang mungkin terjadi pada saat anak bermain dan hal buruk apa yang diperoleh apabila seorang anak terus menerus bermain! Tuliskan butir-butir yang Anda temukan! Tambahkan atau ubah jika Anda belum yakin! Setelah itu kelompokkan! dan buatlah sebuah paragraf dengan butir-butir yang Anda buat! Gunakan kalimat topik berikut, “Bermain mungkin mengandung beberapa risiko, di antaranya adalah sebagai berikut”! Letakkan butir-butir risiko yang Anda buat tersebut di belakang kalimat topik! Dapatkah? Cocokkan jawaban Anda dengan materi di atas! Sudah sesuaikah? 2) Anda pasti pernah bermain. Sekarang, coba Anda ingat-ingat kembali, hal positif apa yang Anda dapatkan melalui bermain! Catat dalam kertas, lalu uraikan! Beri judul “Manfaat Bermain”! Jika selesai, berarti Anda telah membuat daftar tentang manfaat bermain secara umum. Petunjuk Jawaban Latihan Agar dapat mengerjakan soal di atas dengan baik, cermati kembali Modul 1 Kegiatan Belajar 2 lalu diskusikan jawaban Anda dengan teman sejawat. Setelah itu, rumuskan jawaban yang paling tepat! RAN GK UMAN Secara umum, bermain bermanfaat, setidak-tidaknya untuk kenikmatan, kesenangan, relaksasi, pelepasan energi, pengurangan ketegangan, serta ekspresi diri. Selain itu, bermain juga bermanfaat menyalurkan hobi, memelihara kebugaran dan kesehatan, sarana mendidik anak, menerapi anak, mengembangkan imajinasi, belajar perspektif, memunculkan ide baru, menemukan solusi, membangun konstruk kerja sama, dan mendapatkan konsep sistem. Hal ini menunjukkan bahwa bermain mampu menyegarkan, bahkan mengembangkan, kognisi melalui kreativitas, berpikir abstrak, memecahkan masalah, menguasai konsepkonsep baru, dan keterampilan sosial. Bermain juga baik untuk membangun  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 35 kepercayaan diri yang lebih baik daripada anak-anak yang gagal bermain, menumbuhkan kemauan berbagi, memperoleh kecakapan turn-talking (pola pergiliran bicara), membuat resolusi konflik, dan mengontrol emosi-agresi. Bermain juga menguji ketahanan fisik, melatih otot-otot tangan, menghasilkan gerakan-gerakan baru, dan menyelesaikan tantangan fisik yang baru. Selain itu, bermain juga melatih konsentrasi, membantu regulasi atensi, membangun ketekunan, serta belajar mengambil risiko. Bermain bermanfaat meningkatkan kemampuan komunikasi, menguatkan kemampuan bercerita, menambah kosakata, dan menyediakan wadah bagi pemainnya untuk belajar berkolaborasi secara aktif dengan orang lain. Bagi anak usia dini, kegiatan bermain mempengaruhi perkembangan enam aspek perkembangan anak, yakni aspek kesadaran diri (personal awareness), emosional, sosial, komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik. Bermain mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara: menciptakan ZPD, memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi, serta mengembangkan penguasaan diri. Bermain memiliki manfaat: (1) mengembangkan kognisi anak melalui pengembangan konsep dan pengetahuan, kemampuan berpikir abstrak,penumbuhan pikiran kreatif; (2) mengembangkan kesadaran diri anak dengan cara mengembangkan kemampuan bantu-diri (self help) dan kemampuan anak membuat keputusan mandiri; (3) mengembangkan sosio-emosional anak melalui peningkatan kemampuan mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah, meningkatkan kompetensi sosial anak, mengekspresikan dan mengurangi rasa takut, membantu anak menguasai konflik dan trauma sosial, serta membantu anak mengenali diri mereka sendiri (mengenal diri sendiri mempunyai implikasi yang penting bagi hubungan antarmanusia); (4) mengembangkan motorik anak dengan cara membantu anak mengontrol gerak motorik kasar dan membantu anak menguasai keterampilan motorik halus; (5) mengembangkan bahasa anak dengan cara membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi, menyediakan konteks yang aman, dan memotivasi anak belajar bahasa kedua. Kegiatan bermain mengandung unsur risiko. Risiko tersebut ditengarai berdasarkan tiga unsur, yakni (a) kecenderungan dan kemungkinan menyakiti atau melukai atau bahaya, (b) tingkat keparahan yang ditimbulkan, (c) seberapa besar manfaat atau hasil yang diperoleh dari kegiatan bermain. Risiko bermain dapat terjadi karena waktu bermain berlebihan, porsi main sendiri, dan main bersama teman yang tidak seimbang, ada penekanan berlebihan untuk main sesuai jenis kelamin anak, alat permainan tidak tepat, serta terlalu banyak atau terlalu sedikit campur tangan orang tua. Risiko bermain meliputi risiko fisik-kesehatan, risiko psikis, dan risiko sosial. Risiko fisik meliputi jatuh, cidera-terluka, keracunan, kelelahan, kurang gerak, sakit mata, dan kotor. Risiko psikis B er main D an Per main an A n ak  1. 36 meliputi kebosanan, motivasi kegiatan lain menurun, emosi labil, dan apatis. Risiko sosial bermain antara lain bertengkar, eksklusivitas, dan minus sosialisasi. Risiko-risiko tersebut hanya dapat ditolerir apabila (1) kemungkinan terjadinya cidera tersebut sangat rendah; (2) ada petunjuk bahaya yang jelas bagi pengguna; (3) ada manfaat yang jelas; (4) pengurangan risiko berarti menghilangkan manfaat; dan (5) tidak ada cara praktis untuk mengelola risiko. TE S F O R M A TI F 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Bermain maxe sesuai untuk mengembangkan kemampuan …. A. menemukan solusi B. membangun konstruk visual C. berpikir abstrak D. menyelesaikan konflik 2) Manfaat bermain secara umum, terutama bagi orang dewasa sebagai berikut, kecuali …. A. mengurangi ketegangan B. memelihara kebugaran dan kesehatan C. sarana mendidik anak D. membangun karier 3) Membangun konstruk kerja sama dapat dilakukan dengan kegiatan bermain, antara lain …. A. bermain sepak bola B. bermain puzzle C. bermain air dan bermain pasir D. bermain sepeda 4) Bermain menguji ketahanan fisik, melatih otot-otot tangan, menghasilkan gerakan-gerakan baru, dan menyelesaikan tantangan fisik yang baru. Hal ini berarti, bermain bermanfaat untuk mengembangkan …. A. fisik motorik anak B. kesehatan anak C. kekuatan fisik anak D. keberanian anak  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 37 5) Menurut Vygotsky, bermain peran dan bermain pura-pura penting untuk membantu anak mengembangkan …. A. kemampuan menguasai lingkungan B. kemampuan berpikir abstrak C. kemampuan membuat alibi D. kemampuan membina hubungan sosial 6) Bermain mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara, kecuali…. A. menciptakan ZPD B. memfasilitasi separasi pikiran dari objek dan aksi C. mengembangkan penguasaan diri D. menciptakan kecakapan sosial 7) Di dalam bermain, anak memilih sendiri kegiatan mengidentifikasi tentang banyak hal, terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban, dan kemudian menguji jawaban dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. hal ini menunjukkan, bermain membantu anak untuk .… A. berpikir sosial B. berpikir kreatif C. berpikir abstrak D. berpikir ambigu 8) Dalam bermain anak menemukan, mengembangkan, meniru, dan mempraktikkan rutinitas hidup sehari-hari. Hal ini berarti, bermain bermanfaat untuk .… A. mengembangkan kemampuan afiliasi B. mengembangkan kemampuan bantu-diri (self help) C. mengembangkan kemampuan akademik D. mengembangkan kemampuan kognitif 9) Risiko bermain diukur melalui tiga komponen berikut, kecuali .… A. kecenderungan dan kemungkinan menyakiti atau melukai atau bahaya B. tingkat keparahan dari kemungkinan pertama C. seberapa besar manfaat atau hasil yang diperoleh dari kegiatan bermain D. tingkat keberanian anak memainkan kegiatan B er main D an Per main an A n ak  1. 38 10) Risiko fisik dari bermain yang paling sering terjadi, tetapi tetap perlu diwaspadai adalah .… A. jatuh, cidera, luka B. rabun jauh, sakit C. bertengkar, berkelahi D. cacat, luka parah Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar  100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 39 Ku n c i Jaw ab an Te s Fo r m at i f Tes Formatif 1 1) C. Ada pembagian peran masing-masing yang menunjang. 2) C. Eksplorasi mendahului bermain. 3) D. Bermain fleksibel, bekerja taat aturan. 4) A. Sarana melepaskan energi negatif secara tepat. 5) B. Perkembangan kognisi. 6) A. Bahaya. 7) A. Energi berlebih. 8) B. Bukan paksaan dari luar 9) D. Berpura-pura mengikuti aturan. 10) C. Anak harus paham aturan baku permainan. Tes Formatif 2 1) A. Menemukan solusi. 2) D. Membangun karier. 3) A. Bermain sepak bola. 4) A. Fisik motorik anak. 5) D. Kemampuan membina hubungan sosial. 6) D. Menciptakan kecakapan sosial. 7) B. Berpikir kreatif. 8) C. Mengembangkan kemampuan akademik. 9) D. Tingkat keberanian anak memainkan kegiatan. 10) A. Jatuh, cidera, luka. B er main D an Per main an A n ak  1. 40 Gl o sar i u m Abstrak : Afeksi Alternatif Eksklusivitas Ekspresi : : : : Festival : Fokus : Frekuentatif Gejolak : : Hobi Interaksi : : : Isu : Kognisi : proses atau perbuatan memisahkan; penyusunan abstrak; keadaan linglung rasa kasih sayang; perasaan dan emosi yang lunak pilihan di antara dua pilihan terpisah dari yang lain; khusus pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya): pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan seseorang hari atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa penting dan bersejarah; pesta rakyat; perlombaan titik atau daerah kecil tempat berkas cahaya mengumpul atau menyebar setelah berkas cahaya itu menimpa sebuah cermin atau lensa, berkas cahaya yang datang berada dalam keadaan paralel dengan sumbu cermin atau lensa itu; titik api pusat: unsur yang menonjolkan suatu bagian kalimat sehingga perhatian pendengar (pembaca) tertarik pada bagian itu menjelaskan kekerapan dan tindakan ulang luapan (bualan) air, seperti pada waktu mendidih; nyala api yang berkobar-kobar; gerakan (pemberontakan dan sebagainya); huru-hara kegemaran, kesenangan pada waktu senggang hal saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi; antarhubungan masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya); kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar angin; desas-desus kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri; proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang; hasil pemerolehan pengetahuan  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 Kompetensi : Konteks : Perspektif : Kapasitas : Kolaborasi Konsep : : Konteks : : Literasi : Manipulasi : Motivasional : 1. 41 kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); sudut pandang ruang yang tersedia; daya tampung; daya serap (panas, listrik, dan sebagainya); keluaran maksimum; kemampuan berproduksi; kemampuan kapasitor untuk menghimpun muatan listrik kerja sama rancangan atau buram surat dan sebagainya; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian sajak awal (untuk mendapatkan efek kesedapan bunyi); pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan tindakan untuk mengerjakan sesuatu dengan tangan atau alat-alat mekanis secara terampil; upaya kelompok atau perseorangan untuk memengaruhi perilaku, sikap, dan pendapat orang lain tanpa orang itu menyadarinya; penggelapan; penyelewengan bersifat dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan B er main D an Per main an A n ak  1. 42 Negosiasi : Observasi Orientasi : : Psikoanalisis : Regulasi Relaksasi Release : : : Separasi Spontan : : Sportivitas : Superior : Terapi : Transisi : Trauma : perbuatannya proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa peninjauan secara cermat peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar; pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan cara untuk mendapatkan secara terperinci pengalaman emosional yang dapat menjadi sumber atau sebab gangguan jiwa dan represinya pengaturan pengenduran; pemanjangan pembebasan, kelepasan, pelepasan (from jail). 2 pengeluaran (of a new book). 3 pemberhentian, pengunduran (of employes). 4 surat bebas. pemisahan sertamerta, tanpa dipikir, atau tanpa direncanakan lebih dulu; melakukan sesuatu karena dorongan hati sikap adil (jujur) terhadap lawan; sikap bersedia mengakui keunggulan (kekuatan, kebenaran) lawan atau kekalahan (kelemahan, kesalahan) sendiri; kejujuran; kesportifan orang atasan; pemimpin; kepala biara (pembesar) rumah ibadah (wihara dan sebagainya) usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan penyakit: peralihan dari keadaan (tempat, tindakan, dan sebagainya) pada yang lain: masa peralihan; masa pancaroba: pada umumnya keadaan belum stabil keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani; luka berat  PA U D 4 2 0 1 /MOD U L 1 1. 43 Daf t ar Pu st ak a Ball, David. 2012. “Risk and Safety.” Berada pada laman Children's Play Council website at http://www.ncb.org.uk/cpc. Diunduh, 3 Juli 2012. Bodrova, Elena & Leong, Deborah. 1996. Tools of The Mind: The Vygotskian Approach to Early Childhood Education. New Jersey : Merill Prentice Hall. Bredekamp, Sue & Copple, Carol. 1999. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs. Washington, D.C.: National Association for the Education of Young Children. Brewer, J.A. 1995. Introduction to Early Childhood Education: Preschool throough Primary Grades. Boston: Allyn and Bacon. Campbell, Linda., Campbell, Bruce., Dickinson, Dee. 1996. Teaching & Learning Through Multiple Intelligences. Massachusetts : Allyn & Bacon. Catron, Carol E. & Allen, Jan. 1999. Early Childhood Curriculum A CreativePlay Modell. New Jersey: Merill, Prentice-Hall. Dickinson, Amy. “The Benefits of Risk in Children’s Play” edisi 11 Mei 2012. diunduh di http://letchildrenplay.com tanggal 2 Juli 2012. Gleave, Josie. 2008. Risk and Play. http:www.playday.org. Diakses 2 Juli 2012. Isenberg, J.P. & Jalongo, M.R. 1993. Creative Expression and Play in The Early Childhood Curriculum. New York: Merrill, Macmillan Publising Company. Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerdas Melalui Bermain. Jakarta: Grasindo. Smith, Peter K And Pellegrini, Antony. “Learning Through Play”. Minessta: Goldsmiths, University of London, United Kingdom University of Minnesota, USA (Published online September 12, 2008). 1. 44 B er main D an Per main an A n ak  Snider, Denton J. 1900. The Life of Friedrich Froebel, founder of the Kindegarten. Chicago: Sigma Publishing Co . Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.