Academia.eduAcademia.edu

Makalah Demokrasi Parlementer

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959. Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak awal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus Indonesia mengenal bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan demokrasi kita. Dalam paper ini terutama akan dijabarkan pelaksanaan pasa masa pasca revolusi kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959. Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak awal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus Indonesia mengenal bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan demokrasi kita. Dalam paper ini terutama akan dijabarkan pelaksanaan pasa masa pasca revolusi kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer. Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer? Bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer? Apa kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer? Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia? Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia? Bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia? Tujuan Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia Untuk mengetahui bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia BAB II PEMBAHASAN DAN ISI Pengertian Demokrasi Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Jadi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-ciri tambahan: Konstitusional, yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan dalam konstitusi Perwakilan, yaitu bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang Pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota parlemen Kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik pelaksanaan demokrasi Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan kekuasaan eksekutif,  legislatif dan yudikatif. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan. Macam-macam demokrasi Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat: Demokrasi langsung Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui – secara langsung pula – aspirasi dan persoalan-persoalan yang sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi langsung sulit dilaksanakan karena: Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam membicarakan suatu urusan Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan kompleks Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan berlainan menurut konstitusi negara masing-masing. Demokrasi Parlementer Demokrasi parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi  parlementer karena pada saat itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer Pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan dipergunakan pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa UUDS 1950) dengan pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi negara masing-masing. Negara-negara Barat banyak menggunakan demokrasi parlementer sesuai dengan masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas demokrasi ini adalah adanya hubungan yang erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para menteri yang menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen. Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman atau program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan negara oleh eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil. Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi tidak percaya yang menggoyahkan kedudukan eksekutif. Demokrasi parlementer lebih cocok diterapkan di negara-negara yang menganut sistem dwipartai partai mayoritas akan menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas menjadi oposisi. Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution of powers) antara badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di antara keduanya. Sedangkan badan yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara bebas, tanpa campur tangan dari badan eksekutif maupun legislatif. Demokrasi formal menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan hak yang sama. Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition (persaingan bebas) dalam bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin kian lebar. Kepentingan umum pun diabaikan. Demokrasi formal/ liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya dipraktikkan oleh negara-negara Barat. Kaum komunis bahkan menyebutnya demokrasi kapitalis karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh uang (money politics) yang menguasai opini masyarakat (public opinion). Berikut adalah beberapa ciri dari demokrasi parlementer : Kedudukan DPR lebih kuat atau lebih tinggi daripada pemerintah Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah pimpinan Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen. Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana Menteri. Program kebijakan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen Kedudukan kepala negara terpisah dari kepala pemerintahan, biasanya hanya berfungsi sebagai simbol negara Jika pemerintah dianggap tidak mampu, maka anggota DPR dapat meminta mosi tidak percaya kepada parlemen untuk membubarkan pemerintah Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas Kelebihan dan Kekurangan dari Demokrasi Parlementer Kelebihan Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah sangat besar Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus dimintakan pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada kabinet Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif Menteri-menteri yang diangkat merupakan kehendak dari suara terbanyak di parlemen sehingga secara tidak langsung merupakan kehendak rakyat pula Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat dapat dijatuhkan oleh parlemen Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan Pemerintah baru yang dianggap sanggup menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan keinginan rakyat Kekurangan Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat oleh parlemen melalui mosi tidak percaya Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan program kerja yang telah disusunnya Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945 dan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara, pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa. Salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan mempertahankan kemerdekaan bangsa yang telah lama diraih oleh pejuang-pejuang bangsa. Cara mempertahankannya sendiri adalah diantaranya dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam penentuan sistem pemerintahan yang baik, yang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan belajar dari sejarah, kita dapat memetik ilmu serta dapat menganalisis baik buruknya dampak yang ditimbulkan dari berbagai pelaksanaan demokrasi yang berbeda-beda di Indonesia. Menurut sejarahnya, bangsa indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase demokrasi. Namun, untuk pembahasan kali ini penulis akan mengkhususkan pembahasan mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer 1945 – 1959. Sebelum menginjak ke pembahasan selanjutnya, terlebih dulu penulis akan memaparkan mengenai pengertian dan ciri-ciri dari demokrasi parlementer itu sendiri. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi  parlementer karena pada saat itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer dan berlaku UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Pada masa pasca revolusi kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949) Pada masa ini ternyata masih terbagi lagi ke dalam dua periode, yakni: 18 Agustus 1945-14 November 1945 dimana berlaku sistem pemerintahan presidensiil, dan 14 November 1945 - 27 Desember 1949 dimana berlaku sistem pemerintahan parlementer. Tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pada awal-awal deklarasi kemerdekaan Indonesia, Indonesia menjalankan sistem presidensial dengan bentuk negara kesatuan yang berbentuk republik (sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UUD 1945) yang menyatakan bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Pada tanggal 23 Agustus 1945, Belanda dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Negara lain bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca revolusi kemerdekaan. Sementara lain halnya dengan Belanda yang bermaksud untuk kembali menguasai Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia menghadapi berbagai rongrongan untuk mempertahankan kemerdekaannya. Padahal pada masa ini terdapat indikasi dan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945. Akhirnya dalam perjalanannya terjadilah berbagai penyimpangan-penyimpangan. Contohnya saja beberapa bulan setelah Proklamasi kemerdekaanadanya kesempatan besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah partai-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem politik multipartai. Pada zaman awal kemerdekaan ini, partai politik tumbuh menjamur dengan berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya Maklumat Pemerintah Republik Indonesia 3 November 1945 yang berisi anjuran mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan. Akhirnya secara resmi muncul 10 partai politik. Bukan hanya itu, tetapi penyimpangan konstitusional juga sempat terjadi dengan berubahnya sistem kabinet presidensiil menjadi sistem kabinet parlementer atas usul badan pekerja KNIP yakni pada tanggal 11 November 1945. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer berdasarkan asas-asas demokrasi liberal yang di pimpin oleh perdana mentri Syahrir. Dalam kabinet ini mentri-mentri tidak lagi menjadi pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP.Disamping itu, KNIP menjadi lembaga yang menjadi cikal bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan bersama-sama dengan Presiden berfungsi  menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini dilakukan karena MPR dan DPR belum terbentuk. Bagi bangsa Indonesia, hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Sebagai konsekuensinya, banyak perlawanan-perlawanan dari rakyat kepada tentara sekutu dan NICA dimana-mana. Terbukti dengan adanya pertempuran di Bandung, Surabaya, dan tempat-tempat lain yang mereka datangi. Munculnya perlawanan-perlawanan sengit tersebut memaksa Belanda melakukan perundingan dan perjanjian dengan Indonesia. Akhirnya setelah melalui perjuangan panjang, Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia dengan disetujuinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam. Namun, bangsa Indonesia harus menerima berdirinya negara yang tidak sesuai dengan cita-cita proklamasidan kehendak UUD 1945, sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan konstitusi RIS. Kurun waktu kedua (27 Desember 1949-17 Agustus 1950) Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Dalam sistem parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). RIS intinya terdiri dari negara-negara bagian dan kesatuan kenegaraan. Berubahnya NKRI menjadi negara RIS merupakan konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu: Indonesia merupakan Negara bagian RIS Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur. Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, Kekuasaan negara terbagi dalam 6 lembaga negara (alat-alat kelengkapan federal RIS) yakni sebagai berikut: Badan Eksekutif yakni Presiden dan Menteri-menteri Badan Legislatif yangdibagi menjadi dua bagian yakni Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Yudikatif terdiri dari Dewan Pengawas Keuangan dan MA. Rancangan konstitusi RIS pada saat itu berada di bawah pengawasan PBB, dengan menetapkan : Menentukan negara yang berbentuk serikat (federalistis) yang dibagi dalam 16 derah bagian, yakni : Negara Republik Indonesia Negara Indonesia Timur Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta Negara Jawa Timur Negara Madura Negara Sumatera Timur Negara Sumatera Selatan Wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu: Jawa Tengah Kalimantan Barat (Daerah Istimewa) Dayak Besar Daerah Banjar Kalimantan Tenggara Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir) Bangka Belitung Riau Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan yang liberalistis atau pemerintahan yang berdasarkan demokrasi parlementer. Mukaddimah konstitusi RIS telah menghapuskan semangat jiwa, maupun isi pembukaan UUD proklamasi. Sebenarnya dari awal tidak seluruh rakyat setuju terhadap pemberlakuan sistem pemerintahan parlementer yang menggunakan konstitusi RIS, namun keadaanlah yang memaksa demikian. Banyak aturan di dalam konstitusi tersebut yang menyimpang dari isi jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia. Selain itu, dasar pembentukannya juga sangat lemah dan tidak didukung oleh suatu ideologi yang kuat dan satu tujuan kenegaraan yang jelas Olehkarenatidak mendapatkan dukungan rakyat terhadap sistem pemerintahan ini, akhirnya dalam waktu singkat RIS mulai goyah. Sistem federal seperti apapun juga telah dianggap rakyat sebagai alat Belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia agar Belanda dapat berkuasa di Indonesia, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950. Kurun waktu ketiga (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950. Menurut UUD ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam kabinet parlementar, para menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh karena itu, jatuh bangunyakabinet sangat tergantung pada parlemen.. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan politik, terbukti dengan adanya perpecahan daerah, pertentangan antar partai, bahkan pemberontakan di daerah-daerah seperti pemberontakan DI/TII di berbagai kota, pemberontakan APRA, pemberontakan RMS, pemberontakan PPRI dan Permesta yang tidak dapat dielakkan lagi. Masalah sering terjadinya pergantian kabinet pun tak urung menjadi salah satu penyebab kekacauan yang ada. Dalam sejarahnya saja sudah tercatat dalam kurun waktu sekitar 9 tahun Indonesia telah berganti kabinet sebanyak 7 kali. Kabinet-kabinet tersebut diantaranya : Kabinet Natsir  (7 September 1950-21 Maret 1951) Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi. Program kerja : Menggaitkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat Hasil Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat. Kendala yang dihadapi Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan). Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS.      Berakhirnya kabinet Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD yang terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet Soekiman  (27 April 1951-23 Februari 1952) Setelah Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno menunjuk Sartono, ketua PNI, untuk menjadi formatur. Hampir selama satu bulan Sartono membuat kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi, tetapi gagal. Akhirnya Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 23 hari (28 Maret 1951 – 18 April 1951). Kemudian presiden menunjuk Sukiman Wirosandjojo dari Masyumi dan menunjuk Djojosukarto sebagai formatur, mereka berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi, PNI, dan sejumlah partai kecil. Program kerja : Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah Menyampaikan Undang-Undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya Hasil Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman. Kendala yang dihadapi Adanya pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran, mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dalam MSA ini terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI. Hal ini dikarenakan RI menjadi diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat, bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran terhadap barang-barang mewah. Masalah Irian barat belum juga teratasi. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Berakhirnya kabinet Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet Wilopo  (3 April 1952-3 Juni 1953) Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.Dipimpin oleh Mr. Wilopo. Program kerja : Mempersiapkan pemilu Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan Perbaharui bidang pendidikan dan pengajaran Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif Kendala yang dihadapi Masalah Angkatan Darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952. masalah ini dilatarbelakangi oleh: (1) masalah ekonomi (perkembangan ekonomi dunia kurang menguntungkan hasil ekspor Indonesia), dan (2)  reorganisasi (profesionalisasi tentara) yang menimbulkan kericuhan di kalangan militer yang akhirnya menjurus ke arah perpecahan. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H. Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu, TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan, tetapi saran tersebut ditolak. Akhirnya muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Soekarno agar membubarkan kabinet. Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB, pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa penjajahan Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap sebagai miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya dari peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras. Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang. Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat. Berakhirnya kabinet Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Selain itu, peristiwa tersebut dijadikan sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela pemerintah sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden. Kabinet Ali Sastroamijoyo  ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 ) Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo. Program kerja : Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu. Pembebasan Irian Barat secepatnya. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB. Penyelesaian Pertikaian politik Hasil Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955. Kendala yang dihadapi Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menuntut Aceh sebagai Propinsi. Daud Beurueh (pimpinan PUSA) menilai bahwa tuntutan itu diabaikan dan menyatakan Aceh sebagian dari NII. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955, suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Peristiwa ini adalah masalah TNI-AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Setelah peristiwa 17 Oktober, Nasution mengundurkan diri sebagai KSAD dan digantikan oleh Bambang Sugeng. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti karena tugasnya dirasakan sangat berat dan permohonan tersebut disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya menteri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo, tetapi Angkatan Darat di bawah KSAD Zulkifli Lubis menolak menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Ketika Bambang Utoyo dilantik pada tanggal 27 Juni 1955, TNI AD memboikot pengangkatan itu karena Bambang Utoyo adalah KSAD yang tidak pernah berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Tidak ada seorangpun panglima tinggi yang hadir dalam upacara tersebut meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.  Munculnya konflik antara PNI dan NU. Hal ini menyebabkkan NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Berakhirnya Kabinet NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinet inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956) Dalam kabinet ini Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI membentuk partai oposisi. Program kerja : Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi Perjuangan pengembalian Irian Barat Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif Hasil Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih Konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Hasil seleksi ini menghasilkan empat partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada tanggal 28 Oktober 1955 Kendala yang dihadapi Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Berakhirnya kabinet Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin pun dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinet pun jatuh. Sehingga dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula. Tanggal 3 Maret 1956, Kabinet Burhanudin mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet ini merupakan kabinet peralihan dari DPR. Sementara ke DPR hasil Pemilu. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957) Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo. Program kerjanya disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun, yaitu : Menyelesaikan pembatalan KMB Pembentukan provinsi Irian Barat Menjalankan politik luar negeri bebas aktif Perjuangan pengembalian Irian Barat Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota anggota DPRD. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai. Menyehatkan perimbangan keuangan negara. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif Melaksanakan keputusan KAA. Hasil Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala yang dihadapi Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat. Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer, seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara. Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer. Berakhirnya kabinet Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 ) Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan politik.Dipimpin oleh Ir. Juanda. Program kerjanya disebut Panca Karya (Kabinet Karya ), yaitu : Membentuk dewan nasional Normalisasi keadaan RI Melanjutkan pembatalan KMB Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI Mempercepat pembangunan Hasil Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia karena lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik. Kendala yang dihadapi Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.   Ternyata dengan adanya kinerja kabinet yang berbeda-beda ini telah memunculkan pertentangan dari perlemen karena konstituante nya gagal membentuk undang-undang. Konsekuensi dari kejadian kabinet yang berulang-ulang tersebut adalah munculnya tuntutan rakyat untuk segera dilakukan pemilihan umum, tujuannya adalah untuk menjembatani aspirasi rakyat yang belum tersalurkan oleh wakil dari partai-partai yang ada, serta diharapkan dapat mengakhiri ketidakstabilan politik. Akhirnya pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo I diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu I, tanggal 29 Desember 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR). Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante. Pada saat Indonesia menganut Demokrasi Parlementer dengan sistem multi partai, banyak sekali bermunculan partai politik. Buktinya pemilu pertama dalam sejarah Republik Indonesia pada tahun 1955 berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 diikuti oleh 28 parpol yaitu : diantaranya Perti, Parkindo, Partai Katolik, PSI, PSII, Murba, dan IPKI dan yang lain partai gurem (partai kecil) dan beberapa partai dominan lainnya yakni: Masyumi, PNI, NU dan PKI. Alasan mengapa empat partai tersebut menjadi partai dominan adalah karena : PNI merupakan partai politik tertua yang terbentuk sebelum Indonesia merdeka, dan ikut berperan dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Oleh karena itu partai ini telah mempunyai basis masa yang kuat. Masyumi dan Nahdatul ulama adalah partai politik yang berlandaskan agama islam. Karena Indonesia mempunyai jumlah penduduk muslim yang besar maka basis masa dari kedua partai politik ini juga kuat. PKI dekat dengan orang-orang pemerintahan diantaranya Ir. Soekarno. Dan PKI juga membentuk beberapa perkumpulan dibawah naungannya diantaranya serikat buruh, Gerakan Wanita Indonesia Tanpa kita sadari, ternyata masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer yang berujung pada sistem partai politik yang multipartai. Berikut dampak positif dannegatif adanya multipartai. Dampak Positif : Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar, karena wewenang pemerintah di pegang oleh partai yang berkuasa Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan Dampak Negatif : Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompok sendiri, bukan banyak rakyat. Ada kecenderungsn persaingan tidak sehat, baik dalam parlemen maupun kabinet yang berupa saling menjatuhkan. Walaupun pemilu dapat berlangsung dengan aman, lancar dan tertib, tetapi keadaan politik dan keamanaan belum stabil,hal ini di sebabkan oleh : Badan kontituante gagal menyusun UUD Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik. Sering terjadi pertentangan antar politik Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di parlemen. Anggota DPR hasil pemilu belum dapat memenuhi harapan rakyat Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa Partai politik hanya mempertahankan keyakinan partainya Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri Kebijakan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialamirakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai denganjiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ini membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950, serta pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat. Dekrit presiden 5 Juli 1959 ini menjadi akhir dari sistem demokrasi parlementer. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain : Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. Akhir dan Demokrasi Parlementer di Indonesia Berakhirnya demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kegagalan Kontituante menetapkan UUD membawa Indonesia ketepi jurang kehancuran. Keadaan Negara yang telah merongrong sejumlah pemberontakan menjadi bertambah gawat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden Soekarno terpaksa melakukan tindakan inkontitusional. Tindakan presiden tersebut berupa pengeluaran dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu didukung oleh militer karena mereka sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis politik. Lebih lanjut dekrit presiden 5 Juli dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan diantaranya: Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Kontituante Kontituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah menolak menghadiri sidang. Kemelut dalam Kontituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negera, dan merinangi pembangunan nasional Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah: Konstituante dibubarkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Demokrasi awal yang diberlakukan di Indonesia adalah demokrasi parlementer dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan parlemen. Demokrasi ini berlaku sejak kurun waktu 1945-1959 (yakni bermula dari pasca kemerdekaan Indonesia sampai dengan munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959). Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami pergantian kabinet selama 7 kali. Hal itu disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk membentuk undang-undang serta adanya konflik antar parpol. Selain itu, pada masa demokrasi ini pernah menerapkan UUD 1945, UU RIS, dan juga UUDS 1950. Mulanya demokrasi ini disetujui oleh bangsa Indonesia karena merujuk ke demokrasi liberal dimana kebebasan rakyat lebih diakui, terbukti dengan sistem multipartai dan menjamurnya parpol yang ikut andil dalam kursi pemilu tahun 1955. Namun, ternyata dalam perjalanannya demokrasi ini tidak cocok diterapkan di Indonesia karena menimbulkan banyak penyimpangan, pergolakan, perpecahan, bahkan pemberontakan yang terjadi dimana-mana. Akhirnya muncullah dekrit presiden dari Soekarno yang menyatakan bahwa Indonesia kembali ke konstitusi UUD 1945 dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensiil. Saran Sejarah merupakan acuan yang menjadi pijakan untuk menuju ke masa depan yang lebih gemilang. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita harus berupaya untuk mengisi kemerdekaan bangsa dengan cara mempertahankannya. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi Indonesia. Hal ini menjadi penting manakala dijadikan referensi untuk membentuk sistem pemerintahan yang lebih baik melalui hikmah dan pelajaran yang didapatkan dari sejarah itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA https://onespiritz.wordpress.com/2010/12/11/masa-demokrasi-parlementer-1950-1959/ http://brantar.blogspot.co.id/2014/05/ppt-indonesia-pada-masa-demokrasi.html https://www.google.com/search?q=Demokrasi+Parlementer+ppt&ie=utf-8&oe=utf-8#q=Demokrasi+Parlementer++pada+masa+di+indonesia+ppt https://www.academia.edu/People/Demokrasi_Parlementer https://www.academia.edu/Documents/in/Sejarah_Pelaksanaan_Demokrasi_Parlementer https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-8&oe=utf-8#q=Demokrasi+parlementer+academia https://www.academia.edu/8638920/PEMAHAMAN_DAN_PENERAPAN_DEMOKRASI_DI_INDONESIA https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-8&oe=utf-8  http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7-kabinet-di-indonesia/  http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah-selama.html http://www.scribd.com/doc/99701659/Kabinet-Indonesia-Masa-Demokrasi-Liberal 29