Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA
PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz 1, Nurhadi 1, Abdul Rahman 1
1
Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta
*Corresponding email:
[email protected]
Naskah diterima: 25 Juli 2021| Disetujui: 22 Agustus2021 | Diterbitkan: 24 Agustus 2021
Abstract: Boarding school education instills various kinds of values and characters to improve
student discipline, both while undergoing education at school and when completing education. This
study aims to explain the formation of student discipline in boarding schools. This study uses a
qualitative method with an ethnographic approach. Data collection comes from the results of
participatory observation, documentation, and in-depth interviews. Data analysis used disciplinary
mechanism theory and Foucault's Panopticon. The results of this study indicate that the active role
played by the teacher council, vice principal for student affairs, and school administrators in
enforcing school rules has a significant relationship in shaping student discipline attitudes. The
formation of students' disciplined attitudes is reflected in the various activities found in Islamic
boarding schools and schools. Not arriving late at school, performing prayers on time, dressing
neatly, participating in afternoon apple activities, cleaning the environment, and not violating the
rules that have been set are activities carried out by students in forming their disciplinary attitude.
Discipline formation is also carried out through two disciplinary mechanisms, namely by supervision
through rules and punishments.
Keywords: boarding school. disciplinary practice, punishment, sociology of education
Abstrak: Pendidikan sekolah asrama menanamkan berbagai macam nilai dan karakter untuk
meningkatkan kedisiplinan siswa, baik pada saat menjalani pendidikan di sekolah maupun ketika
selesai menjalani pendidikan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pembentukan sikap disiplin siswa
di sekolah asrama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi.
Pengumpulan data berasal dari hasil observasi partisipasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam.
Analisis data menggunakan teori mekanisme pendisiplinan dan Panopticon Foucoult. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa peran aktif yang dilakukan oleh dewan guru, wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan, dan pengurus sekolah dalam menegakkan tata tertib sekolah memiliki kaitan yang
signifikan dalam membentuk sikap kedisplinan siswa. Pembentukan sikap disiplin siswa tercermin
dari berbagai aktivitas yang terdapat di pesantren maupun di sekolah. Tidak terlambat tiba di sekolah,
menunaikan solat tepat waktu, berpakaian rapih, mengikuti kegiatan apel sore, bersih-bersih
lingkungan, dan tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan merupakan aktifitas yang dilakukan
siswa dalam membentuk sikap disiplinnya. Pembentukan kedispilinan juga dilakukan melalui dua
mekanisme pendisplinan yaitu dengan pengawasan melalui tata tertib dan pemberian hukuman.
Kata kunci: pemberian hukuman, praktik pendisiplinan, sekolah asrama, sosiologi pendidikan
2656-9779 © 2020 The Author(s).
Published by Lembaga Penerbitan dan Publikasi Ilmiah Program Pascasarjana IAI Sunan Giri Ponorogo. This is an
open access article under the CC BY-SA 4.0 license. DOI: 10.37680/qalamuna.v13i2.902
309
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
PENDAHULUAN
Sekolah asrama atau yang sering disebut sebagai boarding school telah muncul sejak
pertengahan 90-an. Sekolah asrama pada zaman dulu identik dengan sebutan pondok pesantren
internat atau perguruan (Atmaja, 2019). Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam
membuat kebanyakan sistem asrama dikemas dengan bentuk pesantren agar nilai keislaman dapat
disebarluaskan kepada para generasi remaja yang lain. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu
masyarakat merasa sistem pendidikan pesantren banyak kekurangan dan kelemahan sehingga
membuat perubahan besar bagi sistem pendidikan Islam dan terjadilah modernisasi sistem pendidikan
yang menggabungkan sistem pendidikan pesantren (ilmu agama) dengan madrasah (sekolah umum)
(Maksudin, 2012). Hal inilah yang memprakarsai perkembangan sekolah asrama di Indonesia.
Sekolah asrama menjadi lembaga pendidikan yang memiliki fasilitas untuk membentuk sikap
disiplin siswa tanpa mengesampingkan aspek intelektualitas dan spritualitasnya (Setiawan & Nisa,
2018). Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari pendidikan sekolah asrama yaitu untuk membentuk
kedisiplinan. Sekolah asrama juga dikenal memiliki standar peraturan dan sistem pendidikan yang
ketat. Terdapat berbagai macam peraturan tertulis yang mengatur aktivitas siswa sepanjang hari.
Semua peraturan wajib dikerjakan dan bila siswa melanggar akan dikenakan sanksi (Sulistyorini &
Fathurrohman, 2014).
Hadirnya sekolah asrama memberi beberapa perubahan terkait pembelajaran yang diberikan
kepada siswa. Pendidikan yang terjadi mengintegrasikan nilai-nilai madrasah (sekolah) dengan
pesantren untuk menanamkan kecerdasan, penguatan karakter, kedisiplinan, dan keterampilan
(Susiyani, 2017). Melalui mekanisme pembelajaran 24 jam mengharuskan para siswa untuk mengatur
waktunya dengan efektif. Para siswa akan terus diawasi dan diarahkan untuk menjalankan segala
ketentuan dan tata tertib yang berlaku (Syafe’i, 2017).
Penyesuaian sistem pendidikan sekolah asrama terlihat pada pengaturan semua kegiatan siswa
yang dijadwalkan dengan jelas. Setiap kegiatan dan jadwal yang dibuat selalu disertai tata tertib yang
menyertainya. Pada saat jam pelajaran di sekolah, siswa harus memakai seragam sekolah seperti
sekolah pada umumnya. Kemudian pada saat kegiatan mengaji di pesantren (asrama), siswa harus
tertib dan tenang dalam mengikuti pengajian (tidak mengobrol satu sama lain). Disamping itu, baik
pada jam sekolah maupun jam mengaji, siswa diwajibkan tiba 10 menit sebelum waktu pengajian
dimulai. Secara tersirat, kedisiplinan siswa akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan serta
tata tertib yang berlaku sehingga dapat mengelola kehidupan pribadi dan masyarakat sekitar dengan
lebih bertanggung jawab (Afiati, 2018).
310
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
Sering kali kita melihat bahwa pendidikan di beberapa sekolah non asrama kurang memadai
untuk menanamkan intelektualitas dengan sikap disiplin secara bersamaan. Seperti yang terjadi di
SMA Negeri 8 Banjarmasin terdapat berbagai perilaku yang menandakan siswa tidak disiplin.
Diantaranya sering bolos sekolah, ribut saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas, tidak
menghargai saat guru menyampaikan pelajaran, dan merokok di sekolah (Ramadhania, 2014). Hal
inilah yang menjadi pertimbangan bagi orang tua siswa untuk menempatkan anaknya di sekolah
asrama. Menyekolahkan anak di sekolah asrama merupakan keputusan orang tua yang didasari atas
rasa khawatir terhadap pengaruh negatif teknologi informasi kepada perkembangan psikologis
anaknya (Nurhadi, 2018). Kekhawatiran orang tua dalam menyekolahkan anaknya di sekolah non
asrama juga didasari oleh faktor pergaulan dan lingkungan pertemanannya. Permasalahan anak
Indonesia yang diinformasikan (Ikhsanudin, 2018) dalam artikel online detik.com bahwa “Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). telah mencatat ada 1.885 kasus kenakalan remaja pada tahun
2018 seperti mencuri, memakai narkoba, dan pesta miras”. Dampak negatif yang tercipta secara tidak
langsung akan mempengaruhi moral dan kedisplinan anak.
Berbagai permasalahan remaja di atas cukup sulit ditemui di dalam sekolah asrama. Pada tata
tertib yang dibuat, telah tercantum larangan bagi siswa untuk membawa handphone ke asrama. Selain
itu, perbuatan-perbuatan tidak terpuji seperti merokok, mencuri, dan menggunakan narkoba juga
sudah tertuang ke dalam aturan yang dilarang dalam tata tertib sekolah. Kondisi degradasi moral yang
terjadi pada remaja Indonesia memperlihatkan penanaman nilai agama dan budi pekerti yang diterima
dari sekolah umum kurang efektif karena tidak menampakkan hasil yang diinginkan terhadap
perbaikan sikap siswa dalam kehidupannya (Sholihah & Maulida, 2020). Di sinilah pentingnya sikap
disiplin ditanamkan pada siswa untuk meningkatkan kualitas cara belajar dan menjalankan proses
perubahan yang lebih baik (Manshur, 2019).
Pembentukan sikap disiplin siswa di sekolah asrama memerlukan berbagai strategi, diantaranya
pemberian sanksi, pemberlakuan aturan yang ketat, dan konseling kelompok untuk meningkatkan
kedisiplinan (Afiati, 2018) hingga memberikan pelatihan kedisiplinan dalam menumbuhkan motivasi
belajar anak (Dewi & Alsa, 2016). Berbagai macam aspek harus dipenuhi untuk menunjang segala
kebutuhan dan membentuk sikap disiplin siswa di sekolah asrama agar menjadi generasi yang
bermanfaat di masyarakat. Berhasil atau tidaknya pembentukan kedisiplinan siswa di sekolah asrama
memerlukan peran aktif dari para pengurus sekolah. Kejelian pengurus sekolah dalam bertanggung
jawab akan mengarahkan pada hal yang baik atas penumbuhan sikap disiplin siswa (Dewi & Alsa,
2016).
311
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
Sikap disiplin siswa ditumbuhkan di sekolah sebagai lembaga pendidikan yang menerapkan
kebijakan tertentu dalam bentuk tata tertib dan peraturan. Masing-masing siswa diharapkan dapat
berperilaku sesuai dengan peraturan yang diterapkan di sekolahnya. Menurut Tulus Tuu (dalam
Sa’adah, 2017) disiplin berarti tertib dan patuh dalam mengendalikan tingkah laku serta terlatih dalam
meluruskan sikap untuk meningkatkan kualitas mental. Untuk menjadi pribadi yang lebih tertib dan
patuh diperlukan pemberian hukuman. Pemberian hukuman dilakukan untuk mengarahkan atau
memperbaiki sikap. Kedisiplinan juga diartikan sebagai proses pelatihan karakter dan pikiran anak
secara terencana dan bertahap. Hal ini akan menjadikan anak sebagai individu yang dapat menguasai
dirinya dan berguna di dalam masyarakat (Lestari, 2019). Disiplin cenderung bersifat membimbing
dan menciptakan suasana dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan ketaatan siswa (Widodo,
2013). Keadaan tersebut akan menjadikan siswa patuh dalam menjalankan aturan yang berlaku,
sehingga mendorong tumbuhnya kesadaran terhadap sikap disiplin.
Foucault menjelaskan disiplin merupakan seni latihan yang tepat dalam melatih individu
menjadi bagian dari masyarakat yang patuh dan berperilaku sesuai norma yang ada (Sholikhah, 2015).
Melalui kebiasaan berperilaku tertib dan disiplin akan tertanam di dalam diri siswa untuk berperilaku
yang sama di dalam masyarakat. Pembentukan sikap disiplin siswa di sekolah asrama dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah sikap aktif dan pengawasan dari dewan guru dalam
mengarahkan dan menanamkan nilai serta norma yang berlaku. Dalam prosesnya para pendidik harus
berusaha memahami masing-masing siswanya dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar proses
penanaman nilai yang diberikan dalam membentuk kedisiplinan siswa terjadi secara alamiah melalui
kesadaran siswa.
Pada proses pendisiplinan diperlukan pembinaan perilaku terhadap para siswa. Pembinaan
perilaku merupakan usaha yang dijalankan pihak sekolah dalam menerapkan kedisiplinan terhadap
setiap siswa (Srijatun, 2012). Hal ini sebagai proses yang mengarahkan untuk memperbaiki siswa
dalam berhubungan sosial di lingkungannya. Pembinaan perilaku menjadi cara yang dipilih dalam
mempengaruhi dan membentui sikap berinteraksi siswa. Praktek pembinaan perilaku dapat berupa
sanksi-sanksi yang menjadikan efek jera dan proses penekanan kedisiplinan kepada peserta didik
dengan cara tidak langsung (Patria & Arief, 2003).
Foucault juga menjelaskan sebuah mekanisme pendisiplinan yang dinamakan Panotipcon
(Martono, 2014).. Panoptticism adalah suatu model pendisiplinan yang dapat berbentuk dalam
metode-metode atau sarana-sarana keras dan ketat seperti yang dirancang oleh J. Bentham dengan
model arsitektural. Panoptikon merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan modern di sekolah.
Pada pembelajaran di sekolah, mekanisme panoptikon dapat memberikan kemudahan bagi guru
312
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
dalam mengawasi aktivitas siswanya. Ada beragam bentuk sistem panoptikon diantaranya adalah
sistem pendaftaran, pencatatan laporan pelanggaran siswa, memakai seragam sesuai ketentuan
berlaku, mematuhi tata tertib, dan pembuatan jadwal yang ketat.
Berbagai aktivitas dan pembelajaran yang telah diprogramkan di sekolah asrama akan
membentuk pola perilaku serta kedisiplinan bagi siswa. Teori panopticon Michel Foucault digunakan
dalam penelitian ini untuk mengungkapkan pembentukan sikap disiplin siswa melalui pengawasan
yang diterapkan oleh pengurus sekolah. Mekanisme pendisiplinan Foucault dalam pemberian
hukuman dan penegakan tata tertib yang berlaku dapat memperlihatkan bagaimana proses sikap
disiplin siswa di sekolah asrama terbentuk. Selain itu, dengan adanya pengawasan serta mekanisme
pendisiplinan yang diterapkan dapat mengetahui respons siswa sebagai pihak yang ditanamkan sikap
disiplin melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang dijalani selama menjalani proses pendidikan di
sekolah asrama.
Beberapa penelitian terdahulu telah banyak menjelaskan pembentukan sikap disiplin siswa
yang ada di sekolah maupun pesantren. Penelitian yang dilakukan oleh Fatah Yasin mengungkapkan
bahwa kedisiplinan menjadikan siswa merasa aman karena dapat memahami hal baik dan buruk
sebelum bertindak sehingga siswa dapat mengendalikan dirinya. Hal ini menuntut siswa untuk
memiliki keteraturan jam belajar dan kedisiplinan maksimal yang pada akhirnya akan menciptakan
siswa mandiri dan profesional dalam meningkatkan keberhasilan belajar siswa (Yasin, 2018).
Penelitian dari Mulyadin di SMA Negeri 1 Wawo mengungkapkan peran guru, menegakan
peraturan, dan pemberian sanksi akan meningkatkan ketaatan siswa. Peran guru berfungsi
memberikan penekanan dan arahan terhadap siswa terkait dengan tata tertib yang berlaku.
Mengingatkan dalam pidato upacara bendera setiap Senin kepada siswa untuk menjaga tata tertib
sekolah. Hal ini bermanfaat bagi siswa dalam memperbaiki pola perilakunya sehingga siswa dapat
menemukan jati dirinya dalam menjunjung tinggi peraturan sehingga tidak mendorong untuk
berperilaku negatif atau tidak disiplin (Mulyadin, 2019). Penelitian lain yang dilakukan oleh Julhardi
Nursin di SMP Negeri 5 Luwuk Kabupaten Banggai menjelaskan penerapan kedisiplinan siswa yang
efektif dimulai dari pembiasaan terhadap tata tertib dan peraturan yang berlaku. Kinerja kepala
sekolah dalam merencanakan serta menerapkan program pembentukan etika, sikap, dan norma-norma
siswa memiliki dukungan yang besar untuk meningkatkan sikap disiplin siswa (Nursin, 2017).
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, pembentukan sikap disiplin siswa di
sekolah asrama memiliki kaitan erat dengan tata tertib, nilai, dan norma yang dimiliki sekolah
tersebut. Namun demikian, penelitian yang menjelaskan tentang pembentukan sikap disiplin siswa di
sekolah asrama berdasarkan aturan yang berlaku dan peran aktif pengurus sekolah dalam melakukan
313
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
pengawasan secara terstruktur belum banyak dibahas. Oleh karena itu, peneliti memiliki ketertarikan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan teknik pembentukan sikap disiplin dan pola
kedisiplinan siswa dalam melakukan kegiatan sehari-hari di sekolah asrama.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian ini
dilaksanakan di SMP Al-Madani Boarding School Sukoharjo berlangsung selama 4 bulan dari Maret
2020 sampai Juni 2020. Langkah pertama dalam proses pengambilan data adalah melakukan
observasi. Peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi, yaitu melakukan pengamatan dengan
terjun langsung ke lapangan dan hidup berdampingan serta mengikuti kegiatan bersama yang
dilakukan oleh para siswa dalam menjalani kehidupannya di sekolah asrama. Proses observasi ini
ditujukan untuk memahami memahami lebih lanjut terkait aktivitas-aktivitas yang dijalankan siswa
setiap harinya.
Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan data adalah dengan mengumpulkan
dokumentasi, tata tertib sekolah, dan sanksi-sanksi yang diterapkan. Langkah terakhir adalah
melakukan wawancara mendalam. Proses wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih
detail dan valid. Dalam proses wawancara, data dikumpulkan dengan teknik purposive sampling.
Wawancara dilakukan terhadap informan yang berjumlah 17 orang. Terdiri dari seorang kepala
sekolah, seorang wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, dua guru yang mengajar di sekolah, enam
guru yang mengajar di pesantren, satu siswa kelas 7, satu siswa kelas 8, dua siswa kelas 9, dan tiga
orang tua siswa.
Informan-informan yang dipilih didasarkan dengan berbagai pertimbangan yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Kepala sekolah dipilih karena memiliki kriteria sebagai sosok pemimpin utama
di sekolah dan memiliki tanggung jawab penuh kepada proses pembelajaran yang ada di sekolah.
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dipilih karena sebagai pihak yang paling dekat dengan
seluruh siswa dan sebagai pihak yang membantu dalam menangani permasalahan siswa serta tinggal
berdampingan bersama siswa di dalam asrama setiap harinya. Guru pesantren dipilih karena sebagai
pihak yang menanamkan nilai-nilai spiritual dan agama kepada siswa serta panutan bagi siswa dalam
beraktivitas sehari-hari. Guru sekolah dipilih sebagai pihak yang mengetahui kegiatan pembelajaran
di sekolah dan sebagai pihak yang memberikan pengajaran dalam bidang akademis. Orang tua
sebagai pihak yang mengetahui keberadaan dan perkembangan siswa di rumah pada saat libur
sekolah. Siswa dipilih sebagai pihak yang menerima proses pembentukan sikap kedisplinan agar
sejalan dengan visi, misi, dan tujuan sekolah.
314
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
Data yang terkumpul dianalisis secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus hingga
data mencapai titik valid. Kegiatan analisis data ini menerapkan tiga komponen utama yaitu, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Setelah data yang didapatkan sudah dianggap valid,
peneliti akan menyajikan data dengan naratif sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan
dan sesuai dengan kaidah penelitian yang berlaku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
SMP Al-Madani Boarding School sebagai Sekolah Berpola Asrama
Penyelenggaraan pendidikan di SMP Al-Madani Boarding School menggunakan manajemen
sekolah asrama. Penerapan manajemen sekolah asrama ditujukan agar siswa dapat fokus dalam
menempuh pendidikan umum dan pendidikan agama. Siswa memiliki status sebagai santri di
pesantren dan siswa umum di madrasah. Aktifitas kegiatan siswa dilakukan secara terus menerus
setiap harinya. Siswa diarahkan untuk selalu patuh dan taat terhadap jadwal yang ada sehingga dapat
mengikuti segala kegiatan dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung dari pagi hingga
malam hari membuat siswa memiliki kebiasaan yang teratur dalam kesehariannya di sekolah asrama
(Suntiah, Fikri, & Assidiqi, 2020).
Pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan sikap disiplin siswa di SMP Al-Madani Boarding
School diterapkan oleh dewan guru yang mengajar di pesantren, wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan, dan petugas keamanan sekolah. Sedangkan pihak-pihak lain seperti kepala sekolah, dewan
guru yang mengajar di sekolah, pengurus sekolah, dan orang tua siswa bukan pihak aktif dalam
pembentukan sikap disiplin siswa. Guru yang mengajar di sekolah tidak selalu berada di lingkungan
sekolah asrama, dikarenakan mereka bertempat tinggal di luar sekolah. Sedangkan guru pesantren
dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan tinggal berdampingan dengan para siswa di dalam
asrama. SMP Al-Madani Boarding School menerapkan dua sistem pembelajaran, yaitu pembelajaran
di sekolah (madrasah) dan di pesantren (asrama). Pembelajaran di sekolah berlangsung di pagi hari
dan pembelajaran di pesantren berlangsung dari siang hingga malam hari.
Pada saat proses pembelajaran, dewan guru yang mengajar memperlihatkan diri mereka sebagai
pihak utama dalam menanamkan sikap disiplin pada siswa. Tujuannya agar siswa memenuhi nilainilai yang diharapkan sekolah guna menciptakan generasi yang mandiri, intelektual, dan berbudi
pekerti yang baik. Hal ini terpancarkan dari sikap dan perilaku dewan guru ketika berinteraksi dengan
siswa saat kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung. Interaksi yang terjadi antara siswa dengan
dewan guru juga dilakukan dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan asrama di luar jam pelajaran.
315
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
Kegiatan pembelajaran di SMP Al-Madani dimulai dari pukul 02.30 yaitu apel pagi dilanjutkan
dengan solat dan doa malam. Sehabis solat subuh dilanjutkan dengan pengajian. Setelah subuh, piket
pagi, dan sarapan. Pukul 07.30 semua siswa menuju gedung sekolah untuk mengikuti pendidikan
formal di sekolah. Selepas belajar di sekolah, siswa kemudian mengerjakan solat dhuhur berjamaah,
makan siang, dan pengajian siang. Setelah solat ashar, siswa mendapatkan jam bebas. Mereka
diperbolehkan untuk berolahraga, mengerjakan tugas sekolah, bercerita dengan temannya, latihan
silat, dan menghafal ayat-ayat Al-Quran. Kemudian dilanjutkan dengan mandi sore, makan sore, solat
maghrib dan solat isya berjamaah. Pada malam harinya setelah solat isya berjamaah, terdapat jadwal
pengajian di malam hari hingga pukul 21.30. Pada pukul 22.30 semua siswa diwajibkan untuk
istirahat dan tidur di tempatnya masing-masing.
Bentuk Kedisiplinan Siswa
Pembinaan terhadap siswa agar berperilaku teratur dan terarah merupakan upaya sekolah
sebagai lembaga pendidikan (Sagala, 2015). Tata tertib sebagai aspek yang mengatur seluruh perilaku
siswa selama mereka bersekolah dan menjadi faktor dalam menciptakan suasana pendidikan yang
lebih baik. Tata tertib yang ditegakan akan mendorong siswa untuk meningkatkan kedisiplinanya.
Kedisiplinan dapat terbentuk melalui serangkaian sikap dan perilaku yang memuat nilai-nilai seperti
ketertiban, kepatuhan, ketaatan, dan keteraturan. Nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada peserta didik
sebagai warga sekolah untuk berbuat baik dalam bertingkah laku.
Hasil penelitian dari pembentukan kedisiplinan siswa dilakukan melalui kontrol aktivitas.
Dewan guru di sekolah maupun di pesantren sebagai pihak yang membentuk sikap disiplin siswa
memberikan contoh secara langsung agar para siswa juga mampu bersikap disiplin. Mereka
melaksanakan solat tepat waktu, menempati barisan depan saat solat, bertutur kata yang baik, dan
berpakaian rapih. Kebiasaan-kebisaan tersebut perlahan-lahan mulai ditiru oleh siswa. Siswa juga
mengikuti para dewan guru ketika berpakaian rapih dan sopan dalam beraktifitas di sekolah, di
pesantren, dan pada saat beribadah. Para siswa belajar mengenakan pakaian berkerah (seperti hem
dan kemeja), memakai peci atau sorban, dan menyetrika pakaian mereka sebelum menghadiri
pengajian. Ketika siswa telah berpakaian sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka para siswa
mulai memenuhi salah satu aspek kedisiplinan yang berlaku di SMP AL-Madani Boarding School
yaitu disiplin dalam berpakaian.
Akan tetapi, dalam realita yang terjadi di lingkungan sekolah, dijumpai beberapa siswa yang
tidak mengikuti ketentuan dalam berpakaian, Misalnya, pada saat pembelajaran di pesantren siswa
hanya memakai kaos oblong dan sarung. Pada saat pembelajaran di sekolah, siswa mengenakan
seragam yang tidak sesuai dengan harinya, dan siswa perempuan yang pakaian bawahnya tidak
316
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
melebihi mata kaki sehingga terlihat auratnya. Para siswa berpakaian tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku akan dilakukan pencatatan oleh siswa yang bertugas. Kemudian dilaporkan kepada
wakil kepala sekolah bidang kesiswaan untuk diperingatkan.
Bentuk kedisiplinan siswa juga terlihat pada saat apel sore membersihkan lingkungan. Hitungan
mundur dilakukan oleh koordinator apel agar para siswa segera merapat ke titik berkumpul. Jika siswa
datang ke titik pertemuan melebihi hitungan mundur yang telah disepakati, maka siswa akan dihukum
push-up sebenayak 10 kali. Selain itu, ketika kegiatan olah raga sore hari telah selesai, tetapi masih
ada siswa yang tetap bermain bola atau bersantai-santai, maka satpam asrama akan memperingati
mereka dengan mengambil bola yang sedang dimainkan dan memerintahkan siswa segera bergegas
mempersiapkan diri untuk mandi, makan sore, dan solat maghrib. Arahan-arahan tersebut
disampaikan dengan cara yang tegas agar siswa mau mengerjakannya tanpa bisa ditolak. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan sikap, patuh, taat, dan disiplin terhadap tata tertib dan peraturan yang
berlaku. Kebiasaan terus menerus seperti ini akan membentuk pola alami tersendiri bagi siswa untuk
bersikap lebih disiplin dalam mengatur waktunya.
Peraturan
dan
pembiasaan
yang
diterapkan
sehari-hari
di
lingkungan
sekolah
menumbuhkembangkan sikap mandiri dan disiplin siswa. Hal ini terlihat ketika siswa akan
melaksanakan kegiatan akademis sekolah di pagi hari. Setelah pengajian subuh siswa dituntut untuk
segera mempersiapkan dirinya agar tidak terlambat tiba di sekolah. Siswa dengan mudah melakukan
hal tersebut karena sudah terbiasa dengan rutinitas mandi di pagi hari dan menyetrika pakaiannya
sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan sarapan bersama di ruang makan sekolah sebelum
pembelajaran sekolah dimulai. Peningkatan kedisiplinan terhadap siswa juga diikuti oleh arahan
dewan guru yang tinggal di asrama setiap paginya untuk mengarahkan siswa agar mengerjakan
kegiatan rutin sehari-harinya sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Menurut informan A
selaku dewan guru di pesantren, apabila setelah diarahkan untuk mengerjakan aktifitas yang telah
dijadwalkan siswa tidak mengerjakannya, maka dewan guru akan mengarahkan dengan sikap tegas
beruppa paksaan.
“Biasanya kalo masih ada yang tidur-tiduran di kamar setelah ngaji subuh, kita nyuruh anak
yang lain mas buat bangunin mereka. Kalo semisal siswa yang tidur tadi masih belum bangun,
kita yang turun tangan mas. Pertama ya dibangunin dengan omongan dulu, kalo misalnya masih
belum bangun juga baru kita tarik bajunya terus kita buat diri supaya sadar dan langsung mandi,
setelah itu sarapan”. (Wawancara dengan informan A selaku dewan guru pesantren tanggal 14
Mei 2020).
317
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
Proses penanaman nilai untuk membentuk sikap disiplin siswa juga dilakukan dengan
pemberian tugas kepada siswa untuk membantu para pengajar dalam meramut fasilitas sekolah. Siswa
akan terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya kelompok amal sholeh (membersihkan
lingkungan), kelompok masjid (membersihkan masjid), dan kelompok kamar mandi (membersihkan
kamar mandi dan alat-alat kebersihan). Adanya kelompok-kelompok tersebut membuat siswa
memahami peran dan tugasnya masing-masing di setiap harinya.
Menurut Informan B selaku kepala sekolah SMP Al-Madani Boarding School, dewan guru
harus memberikan contoh sikap disiplin terlebih dahulu sebelum menanamkannya secara langsung
kepada siswa. Dewan guru yang mengajar di sekolah diwajibkan datang tepat waktu serta berpakaian
rapih. Hal ini juga berlaku bagi dewan guru yang mengajar di pesantren. Ketika dewan guru telah
memberikan contoh sikap disiplinnya serta selalu mengarahkan para siswa dalam bersikap dan
berperilaku untuk menjalani aktifitasnya di lingkungan sekolah, siswa perlahan-lahan akan terbiasa
menerima nilai-nilai yang ditanamkan pada mereka.
Penerapan Pengawasan Sesama Teman dan Tata Tertib SMP Al-Madani Boarding School
sebagai Bentuk Panapticon
Pembentukan sikap disiplin melalui teknik “pengawasan” menampilan suatu pengetahuan baru
tentang manusia. Foucault mengibaratkannya sebagai sebuah bangunan. Tujuan diciptakan bangunan
untuk mengawasi individu, mengetahui keberadaan individu dan menjadikan individu tersebut patuh.
Istilah ini disebut ”panopticism”. Foucault menjelaskan lebih detail bahwa panapticon dapat
menumbuhkan kesadaran dan penglihatan seperti yang terjadi pada narapidana di penjara. Panapticon
juga menunjukkan fungsinya dalam melakukan kekuasaan secara otomatis dan seolah-olah kekal
(Martono, 2014).
Terlaksananya pembentukan sikap disiplin di sekolah memerlukan pengawasan sehingga siswa
dapat disebut sebagai pribadi yang mempunyai sikap disiplin yang optimal. Pengawasan biasanya
dilakukan secara langsung oleh dewan guru dan petugas keamanan (satpam) yang bertugas.
Pengawasan dilakukan untuk memantau setiap aktivitas siswa jika ditemukan pelanggaran atau halhal yang tidak sesuai dengan tata tertib yang berlaku. Seiring dengan perkembangan yang terjadi
dalam pembentukan kedisiplinan siswa di SMP Al-Madani, mekanisme pengawasan siswa juga
dilakukan dengan spionase dari sesama siswa kepada siswa yang lain. Foucault mengungkapkan
bahwa spionase juga diibaratkan sebagai panoptikon yang dapat menjadi alat pengawasan atau
pemantauan (Aulianida et al., 2013).
Praktek spionase yang terjadi adalah bentuk pengawasan dari sesama siswa terhadap siswa lain.
Siswa yang dianggap memilki kepintaran lebih, kekuatan fisik yang lebih besar, dan dianggap dapat
318
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
dipercaya ditunjuk oleh dewan guru sebagai pengawas tidak langsung terhadap siswa yang lain.
Interaksi antara sesama siswa memiliki pengaruh dalam melakukan penyesuaian diri di sekolah
asrama (Najmuddin et al., 2019).
Dalam kesehariannya, ketika ada siswa yang mengerjakan sesuatu tidak sesuai dengan
ketentuan yang disepakati, mereka akan saling mengingatkan satu sama lain untuk tidak melakukan
kesalahan di kemudian hari. Hal ini terlihat ketika memasuki jam makan sore. Jika terdapat siswa
yang santai-santai di kamarnya atau masih bermain tenis meja, siswa lain akan segera mengarahkan
siswa tersebut untuk segera menuju tempat makan. Hal ini senada dengan yang dikatakan Foucault
(dalam Marice & Taqwa, 2020), disiplin merupakan teknik kuasa yang menempatkan individu
sebagai objek sekaligus sebagai bagian dari pelaksanaan mekanisme-mekanisme.
Pada kasus lain, dewan guru menunjuk beberapa siswa untuk menjadi spionase terhadap siswa
yang sedang dicurigai terlibat beberapa masalah di sekolah. Spionase ini bertujuan untuk melaporkan
kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang sedang dicurigai ketika melakukan permasalahan di sekolah.
Jika siswa yang ditunjuk sebagai pengawas melihat teman yang sedang dicurigai dewan guru
melakukan hal-hal yang melanggar aturan sekolah, maka siswa yang ditunjuk tersebut akan
melaporkannya secara langsung kepada dewan guru. Kemudian dari bukti-bukti yang telah terkumpul
akan dilanjutkan proses tabayyun. Berdasarkan wawancara dengan informan D sebagai dewan guru
di pesanteren, bentuk spionase ini pernah dilakukan ketika ada kasus pencurian atau siswa yang
kehilangan uangnya.
Pemberian Hukuman dalam Pembinaan Perilaku Siswa
Praktik pendisiplinan kepada siswa SMP Al-Madani Boarding School juga diterapkan dengan
menggunakan hukuman (punishment). Hukuman dapat diberlakukan ketika terjadi kebuntuan kultural
atau ketika dewan guru saat memberikan arahan dan binaan kepada siswa terdapat siswa-siswa yang
menolak mengikuti arahan tersebut. Siswa yang melakukan pelanggaran atau melakukan perbuatan
yang tidak pantas pada temannya tidak akan langsung diberikan kafaroh (sanksi). Laporan yang
sampai kepada dewan guru akan di tabayyunkan (dilakukan proses klarifikasi) kepada siswa-siswa
yang bersangkutan. Setelah proses tabayyun, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang ditunjuk
sebagai mediator permasalahan siswa, akan memberikan nasehat dan arahan kepada siswa yang
terlibat dalam permasalahan. Nasihat yang diberikan tidak akan langsung menyimpulkan
bahwasannya siswa tersebut bersalah secara mutlak. Akan tetapi, digunakan analogi agar siswa juga
ikut berpikir dan lebih paham terhadap kesalahan yang telah diperbuat dan dampaknya terhadap orang
lain.
319
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
Ketika ada siswa yang tidak mengikuti peraturan sesuai tata tertib yang berlaku maka akan ada
sanksi yang diberikan untuk memberikan efek jera agar kesalahan yang mereka perbuat tidak diulangi
dikemudian hari. Sanksi akan diberikan sesuai dengan tingkat kesalahannya. Sanksi diberikan kepada
siswa jika telah melakukan kesalahan lebih dari tiga kali. Dewan guru dan pengurus sekolah yang
berwenang melakukan pendisiplinan kepada siswa yang terbukti melakukan kesalahan. Pemberikan
nasihat dan teguran lisan diberikan pada kesalahan pertama dan kedua.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, sanksi yang biasanya diberikan berupa
jalan jongkok (bila tidak sholat berjamaah dan telat salat di masjid), penggundulan rambut (bila
melakukan bullying), mengucapkan dan menulis istighfar (bila telat mengaji). Apabila pelanggaran
atau kesalahan yang dilakukan siswa dianggap melampaui batas, seperti mencuri atau merokok, maka
sanksi yang diberikan akan berbeda dengan siswa yang melakukan kesalahan ringan. Sanksi yang
diberikan berupa pemberian Surat Peringatan 1 atau SP 1 (teguran keras secara lisan dan siswa
berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya secara tertulis), SP 2 (orang tua siswa dipanggil ke
sekolah), dan SP 3 (siswa) dikeluarkan dari sekolah.
Teknik Pendisiplinan dalam Pembinaan Perilaku Siswa
Salah satu peran dari dewan guru adalah melakukan pembinaan perilaku terhadap siswa.
Pembinaan perilaku terhadap siswa dapat dilakukan dengan pendisiplinan (Setiawan & Nisa, 2018).
Hal ini berutujuan untuk membentuk siswa yang taat dengan tata tertib atau aturan yang berlaku.
Hasil wawancara dilakukan dengan informan F dan informan L selaku guru yang mengajar di sekolah,
diperoleh informasi bahwa SMP Al-Madani menerapkan teknik disiplin demokratis. Teknik disiplin
demokratis dilakukan dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk menjelaskan sesuatu
yang mereka perbuat, berdiskusi, dan melakukan penalaran untuk membantu memberikan
pemahaman dan kesadaran terkait pentingnya mematuhi peraturan yang berlaku (Marice & Taqwa,
2020). Pengendalian dari pihak sekolah atas pelanggaran yang dilakukan siswa dilakukan dengan
memberikan teguran, nasihat, dan pemahaman kepada siswa. Apabila siswa masih mengulangi
pelanggaran tata tertib, maka siswa akan diberikan peringatan lebih lanjut oleh pihak sekolah berupa
pemberian SP 1, SP 2 (pemanggilan orang tua ke sekolah), dan peringatan terakhir yaitu SP 3
(dikembalikan kepada orang tua siswa).
Teknik disiplin demokratis juga diterapkan ketika menangani siswa yang melakukan
pelanggaran berat, seperti mencuri, berkelahi, dan merokok di dalam lingkungan sekolah. Upaya
dalam menyelesaikan permasalahan siswa tersebut dilakukan dengan mengadakan musyawarah
dalam forum rapat guru. Dewan guru secara bersama-sama merundingkan apa yang akan diputuskan
dengan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang melakukan pelanggaran
320
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
berat juga dipanggil oleh dewan guru untuk menjelaskan apa yang telah mereka perbuat serta
melakukan pembelaan jika siswa merasa tidak bersalah.
Bentuk penalaran yang dilakukan salah satunya dengan menggunakan analogi (perumpamaan).
Proses analogi dilakukan untuk menyimpulkan suatu permasalahan atau memberikan pemahaman
baru dengan membandingkan antar objek analogi terhadap pengetahuan-pengetahuan yang telah ada
sebelumnya. Pelaksanaan penanaman nilai melalui proses analogi menciptakan penalaran untuk
menyelesaikan suatu masalah atau menjelaskan suatu tujuan yang ingin disampaikan secara tidak
langsung (Kristayulita et al., 2017). Proses analogi sering dilakukan oleh dewan guru ketika sedang
menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an pada saat pembelajaran di pesantren yang dikaitkan dengan
realita kehidupan sehari-hari. Selain itu proses analogi juga terjadi pada saat menyampaikan nasihat
di depan umum atau memberikan nasihat secara langsung maupun secara pribadi kepada siswa.
Salah satu analogi yang pernah disampaikan yaitu saat Informan C (guru pesantren) mengajar
Al-Qur’an. Dalam penyampaiannya, Informan C memberikan perumpamaan terkait perjuangan para
siswa dalam mencari ilmu di SMP Al-Madani diibaratkan seperti sebuah masakan yang akan dimasak
dan disajikan dengan lezat. Makanan yang disajikan dengan lezat akan mengalami berbagai proses di
dalamnya, seperti dicuci, dipotong-potong, direbus, dan digoreng. Setelah masakan sudah matang
baru disajikan untuk dimakan. Begitu pula dengan para siswa yang menimba ilmu di SMP Al-Madani.
Mereka akan dituntut menjadi pribadi yang disiplin menjalani berbagai proses pembelajaran baik
suka dan duka sehingga ketika mereka telah matang secara keilmuan, mental, dan spiritual, mereka
sudah siap untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan bermasyarakat setelah lulus. Melalui
proses analogi ini, siswa menjadi berpikir lebih kritis terkait materi pengajian yang telah disampaikan.
Analogi-analogi yang disampaikan dewan guru pada saat pembelajaran di sekolah dan di
pesantren cukup untuk mengurangi tekanan yang dialami siswa agar mereka tetap merasa betah dalam
menjalani aktivitas di sekolah asrama. Akan tetapi, berdasarkan hasil wawancara dengan informan V
dan informan D selaku siswa kelas 7 dan 8, 70% siswa mengalami fase kebosanan dan berasa seperti
terkekang di dalam sekolah. Mereka merasa tidak bisa bergerak bebas dan tidak dapat mengerjakan
apa yang diinginkannya. Sistem pembelajaran dan tata tertib yang berlaku membuat mereka hidup
layaknya di dalam sebuah penjara.
Mekanisme pendisiplinan di SMP AL-Madani juga menerapkan sistem panopticon. Bentuk
bangunan sekolah asrama dianggap menyerupai dengan bentuk penjara panopticon. Tujuan sistem
panopticon di sekolah adalah untuk memudahkan guru mengawasi aktivitas muridnya. Menurut
Martono (dalam Marice & Taqwa, 2020) sekolah layaknya karantina. Selama siswa berada di sekolah,
mereka merasa terpenjara selama beberapa saat pada setiap harinya. Mereka berada di sebuah tempat
321
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
penuh pengawasan setiap saat. Siswa yang melakukan kesalahan, seperti terlamat tiba di sekolah,
tidak memakai pakaian sesuai aturan yang berlaku, akan terdeteksi melalui sistem pencatatan dalam
jurnal pelanggaran siswa yang dilakukan oleh siswa lain yang telah ditunjuk berdasarkan jadwal piket
masing-masing.
“Kalo bosen ya udah pasti ya mas. Kita selama disini setiap saat diawasin sama pengurus
sekolah. Sama warga komplek, bahkan sama temen kita sendiri mas. Kita ga boleh bawa HP ke
sekolah. Terus kalo misalnya ga ngikutin kegiatan disini, kayak apel pagi, apel sore, ngaji telat,
atau solat ga tepat waktu, langsung dicatet dan sehabis itu pasti dikasih kafaroh (hukuman).
Apalagi pas corona sekarang ini mas. Dulu kita setiap kelas punya jadwal keluar sekolah. Tapi
sekarang pas corona, udah ga boleh lagi mas”. (Wawancara dengan informan E selaku siswa di
SMP Al-Madani, tanggal 14 Juni 2020).
Pembentukan kedisiplinan di sekolah asrama berbeda dengan sekolah non asrama pada
umumnya. Pembentukan kedisplinan siswa di sekolah non asrama terfokus pada perbaikan
pengelolaan diri (self management) siswa pada saat di sekolah (Hasbahuddin & Rohmawati, 2019).
Ketika pulang sekolah penanaman dan pembentukan sikap disiplin pada siswa menjadi tidak efektif
karena tidak adanya pengawasan lebih lanjut dari pihak sekolah kepada siswa saat di luar sekolah.
Jika dibandingkan dengan pembentukan sikap displin siswa di sekolah asrama, hal ini dianggap
kurang dan belum memenuhi beberapa indikator pembentukan kedisiplinan. Penanaman sikap
disiplin siswa di sekolah asrama berlangsung secara berkesinambungan dari hari ke hari. Hal ini
karena siswa tetap berada di dalam asrama yang diawasi oleh para pengurus sekolah selama 24 jam
penuh. Penegakan peraturan, sanksi yang diberikan jika siswa melakukan pelanggaran, dan
penanaman nilai-nilai yang dilakukan para dewan guru baik saat di sekolah maupun di pesantren
menjadi faktor signifikan dalam membentuk sikap disiplin siswa (Najmuddin et al., 2019)
Meskipun di sekolah siswa merasa bosan, terkekang, dan selalu diawasi, tetapi ketika pulang
ke rumah pengaruh dari pembentukan kedisiplinan di sekolah Al-Madani Boarding School dirasakan
oleh orang tua siswa. Pada saat sekolah memasuki masa liburan, siswa pulang ke rumahnya masingmasing. Kegiatan siswa dirumah akan dipantau dan kembali diawasi oleh orang tua masing-masing.
“Anak saya mas setelah disekolahkan di SMP Al-Madani ini ya mulai ada perubahannya. Udah
bisa nyetrika baju sendiri, udah mau bantu-bantuin bersihin rumah, sekarang kalo udah
waktunya adzan langsung berangkat ke masjid tanpa disuruh lagi” (wawancara dengan
informan F selaku orang tua siswa, tanggal 9 Mei 2020).
Berdasrkan laporan dari orang tua siswa, mayoritas siswa sudah mengalami banyak perubahan
setelah menjalani pendidikan di SMP Al-Madani. Siswa terlihat sudah memiliki inisiatif sendiri untuk
322
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
mengerjakan kegiatan sehari-harinya tanpa harus disuruh oleh orang tua mereka. Kedisiplinan siswa
juga mulai terlihat ketika berada di rumah. Pola perilaku yang dilaksanakan secara terus menerus dan
berulang-ulang menjadi salah satu faktor utama yang menumbuhkan sikap disiplin. Pendidikan
sekolah asrama yang menanamkan berbagai life skill (keahlian hidup) bertujuan untuk menunjang
kehidupan santri pasca mengikuti pendidikan di sekolah asrama (Syafe’i, 2017).
KESIMPULAN
Pendidikan di SMP Al-Madani Boarding School merupakan sekolah berbasis asrama yang
memiliki dua sistem pembelajaran di sekolah dan pesantren. Diterapkannya dua sistem
pendidikan/pembelajaran membuat jam kegiatan dan aktivitas siswa menjadi lebih padat dibanding
dengan sekolah regular/non-asrama. Hal ini menuntut siswa untuk menjadi lebih disiplin dalam
mengatur waktu dan menaati peraturan yang berlaku. Pembentukan sikap disiplin merupakan salah
satu hal utama yang ditanamkan oleh dewan guru yang mengajar di sekolah maupun di pesantren,
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, pengurus sekolah yang lain, dan petugas keamanan sekolah
(satpam sekolah) kepada siswa di SMP Al-Madani Boarding School.
Pembentukan kedisiplinan siswa di SMP Al-Madani menggunakan dua mekanisme
pendisiplinan Michel Foucault. Mekanisme pendisiplinan pertama berupa panopticon dan
pemantauan dalam tata tertib serta pengawasan melalui spionase antar siswa. Mekanisme
pendisiplinan yang kedua berupa pemberikan hukuman dan penanaman sikap disiplin melalui proses
analogi. Melalui mekanisme pendisiplinan tersebut, siswa juga mengalami perasaan seperti terpenjara
karena bentuk bangunan sekolah seperti gedung penjara yang dikelilingi tembok. Selain itu, tata tertib
dan pengawasan yang dilakukan pihak sekolah terkadang membuat mereka merasa terkekang dalam
melakukan kegiatan yang diinginkannya.
Pembentukan sikap disiplin pada SMP Al-Madani dapat terlihat dari berbagai aktifitas yang
dilakukan di lingkungan pesantren dan lingkungan sekolah. Kegiatan apel pagi, sarapan bersama,
berangkat sekolah tidak terlambat, berpakaian rapih saat proses belajar mengajar di pesantren dan
menunaikan solat tepat waktu menjadi contoh bentuk kedisiplinan siswa. Padatnya kegiatan yang
terdapat di SMP AL-Madani Boarding School secara alamiah dapat menumbuhkan sikap disiplin
mereka secara bertahap. Hal ini dirasakan oleh orang tua siswa ketika siswa pulang ke rumah pada
saat libur sekolah yang melihat anaknya menjadi lebih disiplin.
323
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
DAFTAR PUSTAKA
Afiati, N. S. (2018). Asrama Pondok Pesantren Quality of School Life and Discipline on Islamic
Boarding School Students. Jurnal Ilmiah Psikologi, 20(1), 15–28.
Atmaja, S. (2019). Sistem Pembelajaran Boarding School Dalam Pengembangan Aspek Kognitif,
Psikomotorik, dan Afektif Siswa Man Insan Cendekia Bengkulu Tengah. Jurnal Al-Bahtsu,
4(1), 96–103.
Aulianida, D., Liestyasari, S. I., & Rochani, S. (2013). Penggunaan Closed Circuit Television Sebagai
Mekanisme Pendisiplinan Di SMAN 2 Karanganyar. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Dewi, I., & Alsa, A. (2016). Pengaruh pelatihan kedisiplinan dalam meningkatkan disiplin belajar
siswa di sekolah menengah pertam. Jurnal Psikologi Integratif, 4(1), 73–82.
Hasbahuddin, & Rohmawati. (2019). Implementasi Teknik Pengelolaan Diri Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan
Siswa.
Jurnal
Ilmiah
Bimbingan
Konseling,
1(1),
11–18.
https://doi.org/10.31960/konseling.v1i1.325
Ikhsanudin, A. (2018). Ada 504 Kasus Anak Jadi Pelaku Pidana, KPAI Soroti Pengawasan Ortu.
DetikNews.Com. Retrieved from https://news.detik.com/berita/d-4128703/ada-504-kasusanak-jadi-pelaku-pidana-kpai-soroti-pengawasan-ortu
Kristayulita, K., Asari, A. R., & Sa’dijah, C. (2017). Masalah Analogi : Kajian Teoritik Skema
Penalaran Analogi Masalah Analogi : Kajian Teoritik Skema Penalaran Analogi. Jurnal Ilmiah
MIPA, 1(1), 378–384.
Maksudin. (2012). Sistem Boarding School SMP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta
(Transformasi dan Humanisme Religius). Jurnal Cakrawala Pendidikan, 31(1), 38–54.
https://doi.org/10.21831/cp.v0i1.1465
Manshur, A. (2019). Strategi Pengembangan Kedisiplinan Siswa. Al Ulya: Jurnal Pendidikan Islam,
4(1), 16–28.
Marice, L. D., & Taqwa, R. (2020). Pola Kekuasaan Pendisiplinan dalam Membina Perilaku Peserta
Didik di SMA Negeri Olahraga Sriwijaya. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
10(2), 122–133. https://doi.org/10.24246/j.js.2020.v10.i2.p122-133
Martono, N. (2014). Pendidikan Michel Foucoult Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman, dan
Seksualitas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
324
Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama | Vol. 13 No. 2 (2021)
309-326
Mulyadin. (2019). Upaya Peningkatan Ketaatan Siswa Terhadap Peraturan Kedisiplinan Di SMA
Negeri 1 Wawo. Fitrah, 10(1), 39–55.
Najmuddin, Fauzi, & Ikhwani. (2019). Program Kedisiplinan Siswa di Lingkungan Sekolah : Studi
Kasus di Dayah Terpadu (Boarding School) SMA Babul Maghfirah Aceh Besar. Jurnal
Pendidikan Islam, 08(02), 183–206. https://doi.org/10.30868/ei.v8i2.430
Nurhadi, N. (2018). Pemilihan Sekolah Swasta Berbasis Agama dalam Perspektif Angst Society.
JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo, 2(2), 203–216. https://doi.org/10.21580/jsw.2018.2.2.2906
Nursin, J. (2017). Strategi Kepala Sekolah dalam Menerapkan Kedisiplinan Siswa di SMP Negeri 5
Luwuk Kabupaten Banggai. Jurnal Pendidikan Glasser, 1(2), 24–30.
Patria, N., & Arief, A. (2003). Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni (E. Prasetyo, ed.).
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Ramadhania, N. (2014). Pembinaan Kedisiplinan Siswa Di SMA Negeri 8 Banjarmasin. Jurnal
Socius, 3(2), 100–106.
Sagala, S. (2015). Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan Pondok Pesantren. Jurnal Tarbiyah,
22(2), 205–225.
Setiawan, W., & Nisa, A. K. (2018). Sekolah Menengah Atas Berasrama (A. Salim & N. Mahfudi,
eds.). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA.
Sholihah, A. M., & Maulida, W. Z. (2020). Pendidikan Islam sebagai Fondasi Pendidikan Karakter.
QALAMUNA:
Jurnal
Pendidikan,
Sosial,
Dan
Agama,
12(1),
49–58.
https://doi.org/10.37680/qalamuna.v12i01.214
Sholikhah, U. S. (2015). Strategi Pendisiplinan Siswa Asrama Putri SMA MTA Surakarta Tahun
Ajaran 2014/2015. Sosialitas, 6(2), 1–14.
Srijatun. (2012). Pendidikan Anak Usia Dini Perspektif dalam Islam. Jurnal At-Taqaddum, 4(2), 25–
36.
Sulistyorini, & Fathurrohman, M. (2014). Pengelolaan Lembaga Untuk Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.
Suntiah, R., Fikri, M., & Assidiqi, M. H. (2020). Perbandingan Akhlak Siswa Berasrama dengan Non
Asrama SMA Boarding School. Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning Journal,
5(1), 24–36. https://doi.org/10.15575/ath.v5i1.5216
325
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA PADA SEKOLAH BERBASIS ASRAMA
Fajar Ridho Fatan Faiz, Nurhadi, Abdul Rahman
Susiyani, A. S. (2017). Manajemen Boarding School dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan
Islam di Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Madrasah,
2(2), 327–347. https://doi.org/10.14421/jpm.2017.22-08
Syafe’i, I. (2017). Pondok Pesantren: Lembaga Pendidikan Pembentukan Karakter. Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 61–82. https://doi.org/10.24042/atjpi.v8i1.2097
Yasin, F. (2018). Penumbuhan Kedisiplinan Sebagai Pembentukan Karakter Peserta Didik Di
Madrasah. Jurnal El-Hikmah, 1(1), 123–138.
326