Academia.eduAcademia.edu

Facilitated Learning Pada Pembelajaran Orang Dewasa

Penerapan dan Pengukuran Hasil Belajar dengan Facilitated Learning pada Pembelajaran Kelompok Orang dewasa Mata Kuliah Psikologi Orang Dewasa (Pelatihan) Dosen Pengampu: Dr. Seta Wicaksana M. Psi., Psikolog Kelompok 2 Nama Anggota: Syahrani Ramadina (6020210056) Dini Aulia (6020210057) Nadiah Salsabila (6020210058) Nisrina Hasna (6020210059) Bianca Lastatia P (6020210060) Dhinda Ryanda A (6020210061) Nanda Ayu Sekarini (6020210074) Ghaisani Aqilah Azra (6020210077) Regita Mutia Cahyani Hadi (6020210078) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PANCASILA 2022 A. LATAR BELAKANG Sebuah yayasan non-profit dunia, yaitu World Economic Forum mengungkapkan bahwa berpikir kritis menjadi suatu keharusan yang dimiliki setiap orang bahkan menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) berpikir kritis menjadi salah satu dari lima soft skills yang wajib dimiliki di tahun 2030. Di Indonesia sendiri berpikir kritis masih kurang ditekankan dalam dunia pendidikan, justru menjadi kelemahan sistem pendidikan di Indonesia karena dalam praktiknya pun masih kurang untuk membantu pelajar berpikir kritis. Hal ini terbukti bahwa masyarakat Indonesia mudah mempercayai berita-berita yang tidak kredibel (Sampoerna University, 2022). Salah satu penelitian yang ingin melihat kemampuan berpikir kritis dalam membaca pada pelajar di Indonesia yang mana hasilnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan pelajar Indonesia cukup mampu berpikir kritis, tetapi kemampuan berpikir kritis tersebut masih perlu dilatih secara koheren di lingkungan belajar yang tepat (Mbato, 2019). Kreber (2005) berpendapat bahwa pendidikan tinggi juga memiliki peran dalam menjalankan keadilan sosial, demokrasi, dan tanggung jawab. Hal ini dapat membantu pembelajar untuk memperoleh rasa otonomi pribadi dalam arti kapasitas berpikir kritis dan pengembangan intelektual serta rasa tanggung jawab sosial dalam arti perkembangan moral. Ada banyak dan berbagai cara untuk mengkonseptualisasikan pengajaran yang efektif. Namun, ada kesepakatan bersama bahwa pengajaran yang efektif harus menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik (Mashau & Maphosa, 2014). Pengajaran dan pembelajaran yang efektif terjadi ketika berbagai strategi pengajaran disediakan di kelas dan ketika penekanannya adalah pada memperoleh pemahaman daripada hanya memahami jawaban yang salah dan benar (Munna & Kalam, 2021). Pengajar yang efektif harus menyadari cara menangani keragaman pembelajar sebagaimana diinformasikan oleh teori-teori keberagaman. Keragaman mengacu pada “ketidaksamaan dalam sifat, kualitas, karakteristik, keyakinan, nilai, dan tingkah laku yang ada dalam diri dan orang lain” (Abacioglu et al., 2020). Sejalan dengan keragaman di ruang kelas, pedagogi yang tepat harus diadopsi. Selain itu, pengajar harus memiliki pemahaman dan apresiasi yang jelas tentang peran yang dimainkan budaya dalam proses belajar mengajar. Faktanya, pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches) adalah fitur utama DPT (Diversity Pedagogy Theory). Salah satu cara untuk menerapkan student-centered approaches adalah dengan melakukan facilitated learning (Mashau & Maphosa, 2014). Untuk memfasilitasi pengajaran dan pembelajaran yang efektif terjadi, pembelajaran perlu mengurangi teoritis dan menerapkan aplikasi praktis untuk kehidupan nyata dan dunia kerja. Oleh karena itu, penting bagi pengajar untuk menghubungkan apa yang diajarkan dengan situasi kehidupan nyata dan juga benar-benar melibatkan pelajar dalam pembelajaran (Tovaglieri, 2022). Berdasarkan pemaparan di atas, maka dibutuhkannya pembelajaran yang difasilitasi tidak hanya bentuk sarana prasarana, tetapi juga pendamping seperti seorang fasilitator, sehingga teknik pembelajaran yang tepat untuk kelompok orang dewasa adalah facilitated learning. Dalam sebuah buku modul Facilitating Adult Learning mengungkapkan terdapat lima metode yang fokus pada kelompok partisipan orang dewasa, yaitu reflecting, summarizing, sharing knowledge, teaching, dan receiving. Kelima metode tersebut mampu untuk mengasah dan membantu melatih kelompok orang dewasa dalam belajar (Thiagarajan, 2005). Dengan adanya facilitated learning ini, dapat menjadi jembatan bagi kelompok orang dewasa untuk tetap belajar khususnya bisa belajar melalui course-course yang diambil atau pelatihan yang sangat memerlukan seorang fasilitator seperti mentor atau pembimbing. B. LANDASAN TEORI Facilitated learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang mendorong seseorang untuk lebih bisa mengontrol proses belajarnya. Metode tersebut didapat dari pelatihan yang menjadi fasilitator dan penyelenggara dengan menyediakan sumber daya serta dukungan kepada peserta didik. Fasilitas pembelajaran tersebut didapat dengan membentuk sebuah kelompok yang berkumpul untuk belajar dalam suatu pertemuan. Kelompok tersebut bertujuan untuk bisa belajar dengan satu sama lain sehingga dapat mengimplementasikan solusi dalam sebuah tantangan, masalah atau perkembangan lainnya, dan juga menetapkan tujuan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk menilai pembelajaran. Dalam facilitated learning menggunakan prinsip bahwa pengajar tidak banyak mengajar atau “menceritakan” sesuatu dalam kelas. Pengajar tersebut hanya membimbing untuk bisa menemukan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara mandiri dalam kegiatan berbasis kelompok. Dengan menggunakan metode facilitated learning, pengajar akan mendukung dan memfasilitasi peserta yang mengembangkan dan membentuk tujuan dan pencapaian pembelajarannya sendiri. Untuk itu, facilitated learning mempunyai makna bahwa pengajar harus siap dalam materi sehingga terjadi diskusi yang akan berlangsung dan harus mempunyai jawaban yang bisa membuat seseorang menjadi lebih ingin tahu akan suatu hal. C. STUDI KASUS I.I Sebelum sesi pembelajaran menggunakan facilitated learning 1. Mengemukakan inklusi topik yang ingin dipelajari Dalam hal ini pengajar membagikan sebuah penelitian yang relevan dengan topik yang ingin dipelajari. 2. Mengembangkan strategi untuk sesi pertanyaan Dalam hal ini pengajar membentuk diskusi studi kasus terkait petunjuk untuk pembelajar melakukan brainstorming terkait pertanyaan yang ingin diajukan dan mengantisipasi kemungkinan tanggapan terhadap petunjuk diskusi studi kasus atau pertanyaan potensial yang mungkin muncul. 3. Membentuk kelompok Pengajar merumuskan teknik keterlibatan membentuk kelompok yang akan digunakan dalam sesi pembelajaran. Pengajar memberikan sesi waktu untuk berdiskusi dengan kelompok maupun individu. Selanjutnya, mengidentifikasikan apakah sesi pembelajaran yang akan dilakukan lebih baik menggunakan kelompok atau tidak. 4. Refleksi Pengajar dan pembelajar mengidentifikasi tujuan menyeluruh untuk sesi pembelajaran yang akan dilakukan dan mengkonfirmasikan bahwa studi kasus mencerminkan tujuan pembelajaran. II.I Selama sesi pembelajaran menggunakan facilitated learning 1. Sampaikan Masalah Keragaman dan Inklusi • Mengingatkan kepada audiens untuk mempertimbangkan suatu topik melewati lensa keragaman. • Berbagi hasil dari riset tentang keragaman yang relevan saat berdiskusi. • Menanyakan bagaimana suatu topik dapat dialami secara berbeda melalui lensa identitas sosial yang berbeda. 2. Kembangkan Strategi Bertanya dan Mengkoreografi Dinamika Kelompok • Memberikan porsi waktu yang cukup untuk refleksi setiap individu, interaksi kelompok, dan pelaporan. • Mengumumkan kepada para partisipan tentang strategi yang digunakan untuk mendorong keterlibatan (misalnya: “Kita akan membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan studi kasus individual. Setelah itu, kita akan berkumpul kembali untuk melaporkan kesimpulan dan solusinya”). • Mengumpulkan berbagai macam suara yang berkontribusi (misalnya: individu yang berbeda, ruangan yang berbeda). • Gunakan teknik pembelajaran aktif untuk mengajak para partisipan dalam mendiskusikan pertanyaan yang timbul (misalnya: berbincang dengan tetangga; berpikir, berpasangan, berbagi). • Berikan kesimpulan untuk memutuskan suatu perbincangan jika beberapa individu mendominasi. • Membatasi siapa yang bertanya dan dari bagian ruangan yang mana. Dapatkan berbagai macam suara (misalnya: junior dan senior dari fakultas, laki-laki dan perempuan). 3. Evaluasi Sesi • Perhatikan apa yang bekerja dengan baik dan apa yang tidak. Buat catatan tentang hal apa yang perlu diubah dan hal apa yang tidak. • Meminta audiens untuk memberi kesimpulan dari keseluruhan sesi. • Perhatikan pada studi kasus mana yang mendapatkan perhatian dan umpan balik; simpulkan dengan segera dan bagikan hasil dari pengamatan di akhir sesi. • Ingatlah untuk selalu meminta partisipan untuk menyelesaikan evaluasi. • Tinjau umpan balik evaluasi peserta. • Tinjau catatan-catatan sesi. Seorang pengajar melakukan lebih sedikit “mengajar” dan lebih banyak “memfasilitasi”. Seperti pengajar lebih berfokus untuk menggali “lebih dalam” topik yang akan dibahas, melalui pembelajaran yang difasilitasi. Oleh karena itu, terdapat pengurangan jam kontak tatap muka kepada pembelajar, Misalnya, jumlah kuliah dalam semester tertentu dapat dikurangi karena jumlah pengajaran berkurang sehingga yang perlu dipertahankan adalah sesi pembelajaran yang difasilitasi, melalui kelas tutorial atau praktik. D. PEMBAHASAN I.I Karakteristik: • Menempatkan penekanan yang kuat di tempat belajar untuk memberikan konteks yang bermakna untuk belajar. • Mendorong pendekatan “langsung” dan interaktif untuk kegiatan pembelajaran yang dapat memungkinkan pembelajar menerapkan dan berinteraksi secara setara dengan aspek berpikir dan melakukan pembelajaran dengan baik. • Menetapkan hasil belajar yang jelas dalam niat mereka untuk mencapai “kesiapan belajar” bagi pembelajar. • Memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berkolaborasi dan bernegosiasi dalam menentukan proses pembelajaran dan penilaian mereka. • Memahami pembelajar sebagai “co-produsen” pengetahuan dan keterampilan baru. • Mengakui bahwa pembelajaran sebelumnya dan pengalaman hidup pembelajar adalah dasar yang berharga untuk membangun pengetahuan dan keterampilan baru. • Menggunakan pendekatan pengajaran yang fleksibel yang membahas gaya belajar pembelajar yang berbeda. • Menghargai interaksi sosial yang terlibat dengan pembelajaran dalam kelompok. II.I Cara Menerapkan Facilitated Learning Secara Efektif: • Mendorong pembelajar Mendorong pembelajar untuk berinteraksi saat mereka belajar, yaitu dengan mengizinkan pembelajar untuk bekerja dengan satu sama lain saat mereka membangun pemahaman bersama. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan bahwa mereka tetap terikat sepanjang pelajaran dan memberi mereka kesempatan untuk mengambil manfaat dari pengetahuan dan keterampilan bersama teman sekelas mereka. • Menyajikan Pertanyaan Tanpa Memberikan Jawaban Menyajikan beberapa pertanyaan tanpa memberikan jawaban dapat mendorong mereka untuk bekerja sama dan mencari penjelasan untuk diri mereka sendiri. pembelajar juga lebih mungkin untuk menginternalisasi informasi dan menempatkannya di memori jangka panjang mereka. • Daya Tarik Memilih aktivitas yang menarik dalam berbagai gaya belajar yang berbeda. Menentukan gaya belajar pembelajar dengan menyajikan inventaris gaya belajar kepada mereka. Saat merencanakan pelajaran dan kegiatan belajar, pengajar dapat memasukkan dan mencoba kegiatan dengan gaya belajar yang menarik. • Ciptakan kerjasama dengan pembelajar Alih-alih mengambil peran biasa sebagai pengajar dan pembelajar yang patuh, membuat kerja sama dengan pembelajar yang diajar. Menjelaskan bahwa pengajar bekerja bersama sebagai kelompok di dalam kelas untuk menemukan informasi dan meningkatkan pemahaman kelompok tentang materi pembelajaran. Pengajar harus menghindari penempatan dirinya sebagai ahli dalam suatu materi, tetapi bekerja sebagai pemandu yang mendampingi pembelajarnya dan memberikan petunjuk serta bimbingan kepada pembelajar dalam pembelajaran. • Kegiatan Pengaplikasian Materi Pembelajaran Jika pembelajar menerapkan informasi yang telah mereka pelajari, mereka lebih mungkin untuk memasukkan informasi tersebut ke dalam memori. Pengajar perlu membuat proyek/tugas yang dirancang khusus untuk mendorong penerapan informasi pembelajaran. Misalnya, jika membahas cara mengkonversi satuan dalam matematika, buatlah tugas yang memerlukan konversi satuan untuk diselesaikan. Dengan melakukan bukan hanya melihat, pembelajar akan lebih mungkin mempertahankan informasi tersebut dalam memorinya. III.I Elemen dalam memfasilitasi belajar • Dalam facilitated learning, pengajar/instruktur berperan untuk memfasilitasi dan mendukung proses pembelajaran sesuai kebutuhan belajar bagi pembelajar saat proses belajar berlangsung. Ruang lingkup untuk memfasilitasi pembelajar (facilitating) adalah meliputi ruang kelas, sekolah, teknologi yang mumpuni untuk proses pembelajaran. • Pengajar dapat menjadi sumber belajar bagi pembelajar saat terlaksananya proses belajar dalam hal sikap atau tingkah laku sebagai pengajar, yang bisa dijadikan teladan bagi pembelajar tersebut. IV.I Evaluasi Hal-hal yang perlu diperhatikan saat proses evaluasi ketika pengajar memfasilitasi untuk mendukung pembelajaran kelompok dan peningkatan pemahaman: • Ruang terbuka: teknik untuk menghasilkan diskusi dalam kelompok (tidak peduli ukurannya), yang digunakan untuk menciptakan solusi untuk masalah tertentu atau mengatasi tantangan atau untuk menetapkan tujuan dan strategi. Kepercayaan ditempatkan pada kebijaksanaan kelompok. Dengan teknik ini, kelompok dapat menjadi sangat kreatif dan cepat dalam memberikan ide dan solusi dibandingkan dengan jenis pengaturan yang lebih tradisional. • Pemetaan pikiran: teknik brainstorming yang efisien yang membantu menangkap pemikiran dan ide yang berbeda dari para pemangku kepentingan dengan menghubungkan dan mengelompokkan konsep bersama-sama, daripada mendaftar mereka secara tidak berurutan yang menghasilkan lebih banyak ide dan menemukan makna dan koneksi yang lebih dalam dalam subjek. Hal ini berguna untuk situasi yang kompleks. • Metode A3: merupakan alat berpikir yang menyediakan analisis akar masalah dan pengembangan rencana untuk menutup kesenjangan antara target dan kinerja aktual. Kertas A3 akan mencantumkan: ➢ Masalah; ➢ Status saat ini; ➢ Hasil yang diinginkan; ➢ Tindakan untuk masa depan. V.I Kelebihan: • Bagi pengajar, memfasilitasi pembelajaran berarti kelas yang lebih terikat, di mana pembelajar menunjukkan bahwa pengajar telah membuat kemajuan dalam tujuan pengajaran. Selanjutnya, pengajar belajar dari memfasilitasi pembelajaran; pengajar belajar bagaimana menyesuaikan strategi pengajarannya, bagaimana menghapus tugas dan metode yang tidak bekerja, belajar dengan cepat beradaptasi dengan berbagai gaya belajar pembelajar. • Pembelajar belajar bagaimana berpikir kritis dan mempertanyakan suatu informasi, peran lingkungan membuat mereka kurang rentan terhadap informasi online palsu, karena lingkungan akan membuat pola pikir individu berkembang sesuai dengan kebiasaan di lingkungannya tersebut. • Menciptakan pembelajar yang ingin belajar bagaimana mempertanyakan hal-hal di sekitar mereka secara rasional. Hal ini membuat mereka menjadi orang dewasa yang lebih cerdas dan berpikir kritis yang akan terus membuat penyesuaian dan perubahan positif kemanapun mereka hidup. • Pembelajar belajar soft skill mengenai komunikasi, di mana saat mereka berinteraksi satu sama lain dan komunikasi tersebut dapat menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Soft skill sangat berperan penting di tempat kerja dan dalam hubungan interpersonal. Dengan pendekatan pembelajaran yang difasilitasi, pembelajar dapat belajar berinteraksi dengan teman sebaya dan mentor secara sehat, seperti tidak bertele-tele dan tidak terlalu cepat dalam menyampaikan pesan, dapat diterima dan dipahami, dan terbuka. Hal ini dapat memperkaya bisnis dan kehidupan pribadi mereka di tahun-tahun mendatang. VI.I Kekurangan • Proses pembelajaran relatif memakan banyak waktu sesuai dengan jumlah materi yang akan dipelajari, karena setiap materi tentunya memerlukan waktu untuk dipahami. • Facilitated learning mengakibatkan pengajar yang seharusnya berperan sebagai pengajar atau instruktur menjadi tidak terlalu berkontribusi dengan efektif, pengajar tidak dapat memberikan banyak materi karena hanya sebagai fasilitator. • Proses pembelajaran dengan facilitated learning dalam kelompok cenderung terdapat free rider dalam kelompok tersebut. VII.I Peran Fasilitator • Sebagai pemandu proses (process guide) yang terbuka, inklusif, dan adil sehingga setiap individu berpartisipasi aktif secara seimbang dan membangun situasi yang nyaman agar pembelajar berpartisipasi secara aktif. • Sebagai Tool Giver atau pemberi alat bantu. Untuk memudahkan sebuah proses pencapaian tujuan, fasilitator dapat menciptakan alat-alat bantu sederhana agar proses diskusi menjadi lebih lancar. • Sebagai Process Educator. Fasilitator melakukan peran-peran yang bersifat pendidikan, di antaranya dalam bentuk pembelajaran terus menerus dari fasilitator untuk memperbaiki keterampilan, cara berpikir, cara berinteraksi serta cara menyelesaikan masalah pada kehidupan pembelajar. VIII.I Sikap Fasilitator • Empati • Peka terhadap situasi • Tidak hanya memikirkan target penyampaian materi (hasil), melainkan proses belajar para pembelajar • Percaya diri • Jujur dan terbuka • Tidak menunjukkan sikap yang dibuat-buat • Ramah dan menghormati pembelajar • Menghargai pengetahuan, pengalaman, tradisi dan kepercayaan yang dianut pembelajar • Objektif E. KESIMPULAN Facilitated learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang mendorong seseorang untuk lebih bisa mengontrol proses belajarnya. Metode tersebut didapat dari pelatihan yang menjadi fasilitator dan penyelenggara dengan menyediakan sumberdaya serta dukungan kepada peserta didik. Pada facilitated learning ini, pengajar membentuk sebuah kelompok dengan tujuan untuk dapat belajar dengan satu sama lain sehingga dapat mengimplementasikan solusi dalam sebuah tantangan, masalah atau perkembangan lainnya, dan juga menetapkan tujuan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk menilai pembelajaran. Selain itu, agar facilitated learning dapat berjalan dengan efektif pada suatu kelompok, pengajar dapat menerapkan beberapa cara, seperti mendorong pembelajar untuk saling berinteraksi dan bekerja sama dengan kelompok, menyajikan beberapa pertanyaan tanpa memberikan jawaban untuk membuat pembelajar saling bekerja sama. Facilitated Learning memiliki manfaat yang sangat penting baik untuk pengajar dan pembelajar. Bagi pengajar, ia dapat belajar menyesuaikan strategi pengajaran. Sedangkan pada pembelajar, facilitated learning dapat membuat mereka berpikir kritis, ingin belajar dan bertanya rasional, mengembangkan komunikasi. Oleh karena itu, facilitated learning penting diterapkan sebagai penghubung mengenai apa yang diajarkan dengan situasi kehidupan nyata dan melibatkan pembelajar dalam proses pembelajaran. Facilitated learning tidak hanya dalam bentuk sarana prasarana, tetapi juga terdapat pendamping seperti seorang fasilitator. Dalam facilitated learning, terdapat lima metode yang fokus pada kelompok partisipan orang dewasa, yaitu reflecting, summarizing, sharing knowledge, teaching, dan receiving. Kelima metode tersebut mampu untuk mengasah dan membantu melatih kelompok orang dewasa dalam belajar. F. SARAN DAN REKOMENDASI Gaya belajar Facilitated Learning pembelajar didorong untuk mengontrol proses belajarnya sendiri. Peran fasilitator hanya menyediakan hal-hal yang dibutuhkan oleh pembelajar dan dukungan. Agar lebih efektif sebaiknya fasilitator juga memperhatikan dan memberikan feedback dari proses belajar pembelajar. Selain itu, fasilitator juga harus membangun kondisi yang nyaman agar pembelajar dapat aktif dalam proses belajarnya. Dalam memberikan materi, fasilitator dapat menggunakan metode dari pemberian materi yang menarik serta menantang yang mengutamakan proses belajar kolaboratif. Metode yang menantang seperti pembelajaran yang mengharuskan pembelajar langsung terjun atau berkontribusi di dalam masyarakat. Untuk metode yang menarik kelompok bisa melakukan role-play sesuai dengan pembelajaran yang sedang dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Abacioglu, C. S., Volman, M., & Fischer, A. H. (2020). Teachers' multicultural attitudes and perspective-taking abilities as factors in culturally responsive teaching. The British journal of educational psychology, 90(3), 736–752. https://doi.org/10.1111/bjep.12328 Arief, H. (2017, Mei 13). Why is Indonesia Lagging in Critical Thinking? Hijauku.com. https://hijauku.com/2017/05/13/why-is-indonesia-lagging-in-critical-thinking/ Bottamedi, F. (2019). Why use facilitation in evaluation? Evalforward. https://www.evalforward.org/blog/why-use-facilitation-evaluation Crockett, M., & Foster, J. (2005). Paket Bahan Pelatihan bagi Instruktur. ICA Section on Archival Education and Training. http://www.ica- sae.org/trainer/indonesian/index.htm Idhom, A. (2022, Juli 21). Apa itu Critical Thinking dan Mengapa Penting bagi Orang Indonesia?. tirto.id. https://tirto.id/apa-itu-critical-thinking-dan-mengapa-penting- bagi-orang-indonesia-gukZ Mahdiraji, G. A., Chung, E. C. Y., Namasivayam, S. N., & Fouladi, M. H. (2019). Engineering grand challenges in scholar programs. In Engineering Grand Challenges in Scholar Programs. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-13-3579-2 Mashau, Takalani & Maphosa, Cosmas. (2014). Facilitation of Learning in the University: Journal of Social Sciences. 41. 403-414. 10.1080/09718923.2014.11893375. Mbato, C. L. (2019). Indonesian EFL Learners’ Critical Thinking in Reading: Bridging the Gap between Declarative, Procedural and Conditional Knowledge. Jurnal Humaniora, 31(1), 92. https://doi.org/10.22146/jh.v31i1.37295 Munthe, A. P. (2016). PERAN pengajar MENTOR DALAM FACILITATING LEARNING BAGI MAHASISWA PGSD SAAT PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN 1. J D P, 9(1), 1–8. Sampoerna University. (2022, Februari 16). Critical Thinking: Membangun Keterampilan Berfikir Dalam Diri. https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/critical-thinking/ SCHREINER, E. (2020). How to Design Teaching Classroom. Material. https://classroom.synonym.com/ensure-students-engaged-classroom-7702283.html Schreiner, E. (2020). How to Design Teaching Material - Synonym. Https://Classroom.Synonym.Com/. https://classroom.synonym.com/design-teachingmaterial-5762889.html Smith, P., & Blake, D. (2005). Facilitating learning through effective teaching: At a glance. Tovaglieri, F. (2022). Facilitating Learning: What Senior Leaders in Education Should Know? https://Hospitalityinsights.Ehl.Edu/. https://hospitalityinsights.ehl.edu/facilitating-learning-education Yatimah, D. (2015). STRATEGI FASILITASI PERUBAHAN SOSIAL. FACILITATED LEARNING Metode pembelajaran yang mendorong seseorang untuk lebih bisa mengontrol proses belajarnya. Facilitated learning sebagai jembatan bagi kelompok orang dewasa untuk tetap belajar. Facilitating Adult Learning mengungkapkan ada lima metode yang fokus pada kelompok partisipan orang dewasa, yaitu reflecting, summarizing, sharing knowledge, teaching, dan receiving. Kelima metode tersebut mampu untuk mengasah dan membantu melatih kelompok orang dewasa dalam belajar (Thiagarajan). Menerapkan aplikasi yang praktis untuk kehidupan nyata dan dunia kerja. Dapat memperoleh rasa otonomi pribadi dalam arti kapasitas berpikir kritis dan pengembangan intelektual serta rasa tanggung jawab sosial. KELEBIHAN STUDI KASUS Pengajar dapat belajar menyesuaikan strategi pengajaran, menghapus tugas dan metode yang tidak bekerja, cepat beradaptasi dengan berbagai gaya belajar pembelajar. Pembelajar belajar bagaimana berpikir kritis dan peran lingkungan membuat pola pikir individu berkembang sesuai dengan kebiasaan di lingkungannya tersebut. Sebelum sesi pembelajaran menggunakan facilitated learning: 1. Mengemukakan inklusi topik yang ingin dipelajari; 2. Mengembangkan strategi untuk sesi pertanyaan; 3. Membentuk kelompok; 4. Refleksi. Menciptakan pembelajar yang ingin belajar bagaimana mempertanyakan hal-hal di sekitar mereka secara rasional dan mengembangkan komunikasi dengan baik kepada teman-teman dalam kelompok. KEKURANGAN Proses pembelajaran relatif memakan banyak waktu sesuai dengan jumlah materi yang akan dipelajari, karena setiap materi tentunya memerlukan waktu untuk dipahami. Selama sesi pembelajaran menggunakan facilitated learning: 1. Sampaikan masalah keragaman dan inklusi; 2. Kembangkan strategi bertanya dan mengkoreografi dinamika kelompok; 3. Evaluasi sesi. Seorang pengajar melakukan lebih sedikit 'mengajar' dan lebih banyak 'memfasilitasi. Seperti, pengajar lebih berfokus untuk menggali 'lebih dalam' topik yang akan dibahas, melalui pembelajaran yang difasilitasi. Facilitated learning mengakibatkan pengajar yang seharusnya berperan sebagai pengajar atau instruktur menjadi tidak terlalu berkontribusi dengan efektif. Proses pembelajaran dengan facilitated learning dalam kelompok cenderung terdapat free rider dalam kelompok tersebut. SUMBER Abacioglu, C. S., Volman, M., & Fischer, A. H. (2020). Teachers' multicultural attitudes and perspective taking abilities as factors in culturally responsive teaching. The British journal of educational psychology, 90(3), 736–752. https://doi.org/10.1111/bjep.12328 Arief, H. (2017, Mei 13). Why is Indonesia Lagging in Critical Thinking?. Hijauku.com. https://hijauku.com/2017/05/13/why-is-indonesia-lagging-in-critical-thinking/ Bottamedi, F. (2019). Why use facilitation in evaluation? Evalforward. https://www.evalforward.org/blog/why-use-facilitation-evaluation Crockett, M., & Foster, J. (2005). Paket Bahan Pelatihan bagi Instruktur. ICA Section on Archival Education and Training. http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/index.htm Idhom, A. (2022, Juli 21). Apa itu Critical Thinking dan Mengapa Penting bagi Orang Indonesia?. tirto.id. https://tirto.id/apa-itu-critical-thinking-dan-mengapa-penting-bagi-orang-indonesia-gukZ Mashau, Takalani & Maphosa, Cosmas. (2014). Facilitation of Learning in the University:. Journal of Social Sciences. 41. 403-414. 10.1080/09718923.2014.11893375. Mahdiraji, G. A., Chung, E. C. Y., Namasivayam, S. N., & Fouladi, M. H. (2019). Engineering grand challenges in scholar programs. In Engineering Grand Challenges in Scholar Programs. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-13-3579-2 Mbato, C. L. (2019). Indonesian EFL Learners’ Critical Thinking in Reading: Bridging the Gap between Declarative, Procedural and Conditional Knowledge. Jurnal Humaniora, 31(1), 92. https://doi.org/10.22146/jh.v31i1.37295 Munthe, A. P. (2016). PERAN pengajar MENTOR DALAM FACILITATING LEARNING BAGI MAHASISWA PGSD SAAT PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN 1. J D P, 9(1), 1–8. Sampoerna University. (2022, Februari 16). Critical Thinking: Membangun Keterampilan Berfikir Dalam Diri. https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/critical-thinking/ Schreiner, E. (2020). How to Design Teaching Material - Synonym. Https://Classroom.Synonym.Com/. https://classroom.synonym.com/design-teaching-material-5762889.html Smith, P., & Blake, D. (2005). Facilitating learning through effective teaching: At a glance. SCHREINER, E. (2020). How to Design Teaching Material. Classroom. https://classroom.synonym.com/ensure-students-engaged-classroom-7702283.html Tovaglieri, F. (2022). Facilitating Learning: What Senior Leaders in Education Should Know? https://Hospitalityinsights.Ehl.Edu/. https://hospitalityinsights.ehl.edu/facilitating-learning-education Yatimah, D. (2015). STRATEGI FASILITASI PERUBAHAN SOSIAL.