Academia.eduAcademia.edu

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) GUGUS III KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2010 PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI DI SDN PURWAJAYA III TAHUN PELAJARAN 2010/2011

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI DI SDN PURWAJAYA III TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh: HAKIMUDIN NIP : 19810717 200902 1002 NUPTK : 1049 7596 6220 0023 KELOMPOK KERJA GURU (KKG) GUGUS III KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2010 PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI DI SDN PURWAJAYA III TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh : HAKIMUDIN ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh kesulitan guru dalam pembelajaran matematika. Kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan menerapkan metode, menjadi kendala dalam keberhasilan anak dalam proses belajar matematika. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran matematika dengan menggunakan Metode Pemecahan Masalah. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi pokok perbandingan dan skala sebelum menggunakan metode pemecahan masalah, 2) Aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada pembelajaran matematika dengan menerapkan metode pemecahan masalah, 3) Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi pokok perbandingan dan skala setelah menggunakan metode pemecahan masalah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas ( Classroom Action Research ), proses penelitian dilakukan sebanyak dua siklus yang sebelumnya melakukan tindakan tahap pra siklus, setiap siklusnya meliputi 4 tahap yaitu : 1) tahap perencanaan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap observasi, 4) tahap refleksi. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian terlihat adanya peningkatan, ini terlihat dari hasil jawaban siswa pada lembar kerja siswa dan terjadinya peningkatan dalam keaktifan siswa dalam hal tanya jawab dikelas dan cara berpikirnya lebih aktif dan kritis. Demikian juga hasil belajar dari setiap tindakan menunjukan peningkatan, yakni nilai rata-rata tes pada tindakan pertama adalah 5,38 dan nilai rata-rata tes tindakan kedua 6,61 sedangkan pada tahap pra siklus nilai rata-ratnya adalah 4,67. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pemecahan masalah pada pembelajaran matematika di Sekolah Dasar berdasarkan hasil penelitian ternyata dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan seyogyanya para guru dapat mencoba menerapkan metode ini agar siswa aktif dan termotivasi dalam belajar matematika. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Laporan PTK yang berjudul Penerapan Metode Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas VI di SDN Purwajaya III Tahun Ajaran 2010/2011. Laporan PTK ini dapat terselesaikan sebagai salah satu tagihan Program KKG BERMUTU Gugus III Tempuran Karawang. Penulisan PTK ini dapat dilaksanakan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Muhtar Jayapermana,SPd., selaku Kepala SDN Purwajaya III 2. Bapak Kusnawa,A.Ma.Pd.SD sebagai ketua KKG Gugus III Tempuran. 3. Seluruh rekan guru di SDN Purwajaya III dan KKG Gugus III. 4. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan dan penyusunan laporan PTK ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan perkembangan ilmu pendidikan. Karawang, 1 April 2011 Penulis HAKIMUDIN NIP. 19810717 200902 1002 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Lokasi dan Subjek Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 1. Hakikat Pembelajaran 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran 3. Hakikat matematika 4. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika di SD B. Metode Pemecahan Masalah 1. Masalah 2. Pengertian Metode Pemecahan Masalah. 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pemecahan Masalah 4. Pemecahan Masalah dalam Soal Cerita C. Materi Pembelajaran D. Implementasi Pembelajaran i ii iii iv v vii viii ix 1 1 3 4 4 5 5 7 7 7 10 12 14 22 22 25 29 29 31 31 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A.Jenis Penelitian B.Prosedur Penelitian C.Klarifikasi konsep D.Instrumen Penelitian E. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data 33 33 34 37 39 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi lokasi 1. Keadaan Guru 2. Keadaan Siswa 3. Sumber Belajar 4. Sarana dan Prasarana 5. Pelaksanaan Tindakan Pra-PTK 45 45 46 47 48 48 B. Hasil Penelitian 1. Siklus I (Tindakan Pertama) a. Perencanaan b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi c. Analisis, Refleksi dan Revisi Proses Pembelajaran Siklus Pertama 1). Analisis 2). Refleksi dan Revisi 2. Siklus II a. Perencanaan b. Pelaksaanaan dan Tindakan Observasi c. Analisis,Refleksi dan Revisi Proses Pembelajaran Siklus Ke II 1). Analisis 2). Refleksi C. Pembahasan 52 52 52 53 53 56 56 56 58 60 60 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Rekomendasi 64 64 DAFTAR PUSTAKA 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN 68 RIWAYAT HIDUP 85 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI DI SDN PURWAJAYA III TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh: HAKIMUDIN NIP : 19810717 200902 1002 NUPTK : 1049 7596 6220 0023 Disetujui dan disahkan oleh : Guru Pemandu Guru Pembimbing K U S N A W A, A.Ma.Pd.SD NIP : 19680810 200701 1019 C A R M I N A H, S.Pd. NIGBDT : 5151423 Kepala SDN Purwajaya III MUHTAR JAYAPERMANA, S.Pd. NIP : 19600807 198410 1003 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 RPP pra-PTK LKS pra-PTK Jawaban LKS pra-PTK Lampiran 2 RPP Siklus I LKS Siklus I Jawaban LKS Siklus I Lampiran 3 RPP Siklus II LKS Siklus II Jawaban LKS Siklus II Lampiran 4 Lembar Observasi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1 Data Personal Guru SD Negeri Purwajaya III 45 4.2 Keadaan Siswa SD Negeri Purwajaya III 46 4.3 Keadaan Siswa Kelas VI SDN Purwajaya III Berdasarkan Jenis 47 Kelamin 4.4 Keaktifan Siswa di Kelas VI Semester II SDN Purwajaya III 47 4.5 Hasil Analisis Terhadap Evaluasi Siswa Pada Tahap Pra-PTK 49 (Sebelum Penelitian) 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Siswa Pada tahap Pra –PTK 50 4.7 Aktivitas Siswa Sebelum Menggunakan Metode Pemacahan 51 Masalah 4.8 Hasil Analisis Terhadap Evaluasi Siswa Pada Tahap Siklus I 54 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap 54 siklus I 4.10 Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Siklus I 55 4.11 Hasil Analisis Terhadap Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap 58 Siklus II 4.12 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi SiswaPada Tahap 58 siklus II 4.13 Aktivitas Siswa Dalam Tindakan Pembelajaran Siklus II 59 4.14 Hasil Analisis Tahap Pra-PTK Siklus I dan Siklus II 61 4.15 Angka Keberhasilan dari Tiap Siklus 61 DAFTAR GAMBAR Gambar halaman 3.1 Gambar Siklus Tindakan Kelas 34 4.2 Grafik Nilai Pada Tahap Pra-PTK 50 4.3 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus I 54 4.4 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus II 59 4.5 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus I dan Siklus II 62 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak contoh yang menunjukan peranan ilmu matematika dalam kehidupan seharihari. Ilmu matematika mempunyai sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul karena salah satu kriteria manusia unggul adalah manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan umat manusia. Kemajuan teknologi yang merubah dunia semakin canggih dan praktis dalam segala kehidupan adalah sumbangsih ilmu matematika. Dalam menghadapi kehidupan ini kita sering dihadapkan kepada suatu permasalahan sehingga kita dituntut untuk menyelesaikannya. Ilmu matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup. Sikap positif yang harus ditumbuhkan dalam menghadapi permasalahan adalah berani menerima tantangan, mau mencoba menyelesaikannya, tidak lekas menyerah dan terampil mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis kehidupan. Seperti diungkapkan dalam GBPP (2004:11) bahwa: ... Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Agar tujuan pembelajaran matematika berhasil secara optimal seorang guru dituntut benar-benar profesional dalam arti guru dapat menguasai semua materi yang akan disampaikan dan penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran guna meningkatkan hasil peserta didik sebab guru di sekolah dasar merupakan guru kelas dalam arti setiap pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik harus benarbenar dikuasai oleh guru. Mata pelajaran matematika adalah salah satu bidang studi yang dipelajari di sekolah dasar dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pada pembelajaran matematika di SDN Purwajaya III di kelas VI sering mengalami hambatan dan kesulitan terutama dalam pencapaian hasil belajar yang diharapkan. Hambatan dan kesulitan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor anatara lain : 1. Masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan angka-angka. Selain itu juga pelajaran matematika dianggap hal yang memusingkan, dan pelajaran matematika dianggap sangat sulit, sehingga menimbulkan minat yang rendah terhadap pelajaran matematika. 2. Masih banyak siswa yang hanya menerima begitu saja pengajaran matematika disekolah tanpa mempertanyakan mengapa dan untuk apa matematika itu diajarkan. 3. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berfikir siswa atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran yang bermakna. 4. Kurangnya ketersediaan alat peraga dalam mendukung proses kegiatan pembelajaran. 5. Metode yang digunakan kurang bervariasi, akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan. Faktor-faktor yang menghambat dalam hasil pencapaian hasil belajar dapat dilihat dari hasil wawancara dan observasi peneliti terhadap para siswa kelas VI SDN Purwajaya III. Menurut keterangan yang diperoleh dari hasil evaluasi soal cerita pada materi pokok perbandingan dan skala rata-rata nilai adalah 4,67 bahkan ada siswa yang mendapatkan nilai 3,0. dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa pada pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan soal cerita masih tergolong rendah karena masih dibawah standar ketuntasan minimal yaitu 6,0.Dalam penelitian kali ini metode pembelajaran yang diterapkan adalah Metode Pemecahan Masalah. Dengan diadakannya perubahan ini maka diharapkan dapat membuat proses pembelajaran matematika berjalan secara aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan dari hasil pemikiran dan observasi pendahuluian di SDN Purwajaya III, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan mengambil judul Penerapan Metode Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas VI di SDN Purwajaya III Tahun Pelajaran 2010/2011). B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah, rumusan masalah yang diangkat dalam kajian ini adalah “Apakah metode pemecahan masalah dapat meningkatkan pemahaman matematika di sekolah dasar?” Dengan lebih rinci rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana hasil pembelajaran matematika siswa kelas VI SDN Purwajaya III sebelum Menggunakan metode pemecahan masalah? 2. Bagaimana aktivitas siswa kelas VI SDN Purwajaya III dalam proses pembelajaran menggunakan metode pemecahan masalah? 3. Bagaimana hasil pembelajaran matematika siswa kelas VI SDN Purwajaya III setelah menggunakan metode pemecahan masalah? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat keberhasilan penerapan metode pemecahan masalah terhadap peningkatan pemahaman matematika sekolah dasar. Secara rinci tujuan yang dimaksud adalah ingin mengetahui tentang: 1. Hasil belajar siswa kelas VI SDN Purwajaya III dalam menyelesaikan soal cerita sebelum menggunakan metode pemecahan masalah. 2. Aktivitas kelas VI SDN Purwajaya III selama proses pembelajaran pada pembelajaran matematika dengan menerapkan metode pemecahan masalah. 3. Hasil belajar siswa kelas VI SDN Purwajaya III dalam menyelesaikan soal cerita setelah menggunakan metode pemecahan masalah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh manfaat yang dapat diajukan dalam penerapan metode pemecahan masalah matematika sekolah dasar. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Agar dari hasil penelitian ini dapat disajikan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi yang membaca. b. Sebagai literatur atau kajian pustaka bagi para peneliti yang lain. c. Sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil dari penelitian ini dapat diterapkan di lembaga-lembaga baik itu lembaga formal dan non formal. Lembaga formal misalnya Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP yang sederajat dan SMA yang sederajat. Lembaga non formal misalnnya kursuskursus, kejar paket dan PKBM. E. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat melakukan perbaikan pembelajaran, oleh karena itu metode yang dianggap tepat adalah metode penelitian tindakan kelas (Classsroom Action research) yaitu studi sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut (Kasbolah K, 1998/1994:14), sedangkan pendekatannya digunakan kualitatif dan kuantitatif yakni suatu penelitian yang mendasarkan diri pada fakta dan analisis perbandingan, bertujuan untuk mengadakan generalisasi empirik, menetapkan konsep-konsep membuktikan teori dan mengembangkan serta pengumpulan data dan analisis datanya berjalan dalam waktu yang bersamaan (Nazir, 1999:68). Metode penelitian tindakan kelas atau dalam bahasa aslinya Classroom action research yang dilaksanakan di SDN Purwajaya III bersifat perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dimaksud adalah perbaikan pembelajaran matematika dalam pemahaman pokok bahasan Perbandingan dan skala dalam bentuk soal cerita. Karena bersifat perbaikan, tentu saja pelaksanaan pembelajaran tidak hanya cukup satu kali saja melainkan diperlukan berulang-ulang dari siklus yang satu ke siklus berikutnya sehingga hasil pembelajaran tersebut dapat optimal F. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Tempat penelitian dilakukan di SDN Purwajaya III yang beralamat di Dusun Pulogebang Desa Purwajaya Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang. 2. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2010/2011. 3. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SDN Purwajaya III Jumlah siswa yang diikut sertakan dalam penelitian ini adalah 18 siswa yang terdiri dari 12 siswa lakilaki dan 6 siswa perempuan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini akan dibahas menngenai : (A) Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar; (B) Metode Pemecahan Masalah; (C) Materi dan Bahan Ajar; (D) Implementasi Pembelajaran A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 1. Hakikat Pembelajaran Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar selalu berkenaan dengan pengalaman dan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar. Didalam proses pembelajaran di sekolah, baik sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Belajar merupakan kegiatan pokok dan penting. Artinya, berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses pembelajaran dilakukan. Belajar menurut Witherington adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian (Purwanto, 2004: 84). Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar (Dimyati, 2002 : 10). Peristiwa belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah satu sudut pandang adalah mengaitkan peristiwa belajar dengan proses berpikir. Sudut pandang tersebut berasal dari pandangan psikologi kognitif . Perilaku belajar memiliki lima unsur atau dimensi yaitu sikap dan persepsi positif terhadap belajar, memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan, memperluas memperbaiki pengetahuan, menggunakan pengetahuan-pengetahuan secara bermakna dan kebiasaan berfikir produktif. Kelima dimensi belajar tersebut memiliki saling keterkaitan dengan dimensi sikap dan persepsi positif sebagai prasyaratnya dan dimensi kebiasaan berpikir produktif sebagai muaranya. Kebiasaan berpikir produktif ditandai oleh berpikir jernih dan pencairan kejernihan masalah, berpikir terbuka dan lapang dada, menghindar diri dari sifat emosional, menyadari jalan pikirannya sendiri, menilai aktivitas tindakan, berupaya memperluas dan mendalami pengetahuan dan melibatkan diri secara intensif dan penuh komitmen dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi. Secara keseluruhan peristiwa belajar dipenggaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar diri pembelajaran. Yang termasuk dari dalam adalah keadaan jasmani dan karakteristik psikologis individu. Sedangkan yang termasuk faktor dari luar diri adalah faktor lingkungan sisial dan non sosial. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku kapanpun dan dimanapun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pembelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam prilaku atau potensi prilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif afektif dan psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk dan sebagainya. Perubahan tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi tidak dalam bentuk prilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berprilaku. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau prilaku instinktif. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima berupa hadiah atau hukuman akibat adanya perubahan prilaku tersebut. Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa dalam arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan ajar dan menjadi indikartor suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Bahan pelajaran dalam proses pembelajaran hanya merupakan perangsang tindakan pendidik atau guru juga hanya merupakan tindakan memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan belajar. Antara belajar dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang terpisah atau bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan aspek yang terintegrasi dari proses pendidikan. Hanya saja sudah menjadi kelaziman bahwa proses pembelajaraan dipandang sebagai aspek pendidikan jika berlangsung di sekolah saja. Hal ini menunjukan bahwa proses pembelajaran merupakaan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan di sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut, siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari hasil suatu interaksi tindak belajar yaitu membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku, dalam tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori pendidikan. Guru membuat desain intruksional, mengacu pada desain ini para siswa menyusun program pembelajaran dirumah dan bertanggung jawab sendiri atas jadwal belajar yang dibuatnya. Sementara itu siswa sebagai pembelajar di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman dan tujuan. siswa tersebut, mengalami perkembangan jiwa sesuai asas emansipasi dirinya menuju keutuhan dan kemandirian. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar Faktor pengajar dalam proses kegiatan belajar-mengajar memang sangat berpengaruh sekali terhadap motivasi pembelajaran, meski memang ada juga siswa yang mandiri, yang tidak terpengaruh terhadap faktor pengajar karena dia mau belajar sendiri. Pada umumnya kita akan menyukai pengajar yang bagus dalam penyampaian materi, mudah dimengerti dan berlangsung dua arah hingga bisa diketahui sejauh mana siswa dapat menyerap materi yang telah disampaikan. Tetapi dari paparan diatas terdapat dua faktor yang mungkin dianggap sukses jika kita melakukannya yaitu: a. Lingkungan sekitar Termasuk didalamnya adalah orangtua, Guru dan teman. Walaupun tentu saja kecerdasan anak sendiri sangat mempengaruhi kesuksesan dalam belajar, namun karena hal tersebut adanya di dalam dan bukan faktor luar maka hal itu tidak disertakan dalam faktor lingkungan sekitar. Peran orang tua dan guru sangat penting dalam pendidikan anak atau murid-muridnya, tetapi pertanyaannya adalah bagaimana mengembangkan sikap yang independen dan kreatif dalam proses belajar dan bukan hasil instan yang hanya berhasil bila ada pengawasan dari orang tua atau guru. Jika orang tua turut serta dalam perkembangan belajar anak anaknya bukan tidak mungkin si anak akan mengalami keadaan dimana ia dapat mengembangkan akal dan pikirannya dalam belajar, suasana belajar di rumah yang diciptakan para orang tua dapat mendukung kemauan anak untuk belajar dan dapat dipastikan hasilnya akan sangat memuaskan. Begitupun peran guru di sekolah juga sangat penting dalam meningkatkan kemauan belajar anak-anak. Seorang guru dapat memotivasi dan memberikan pengarahan kepada anak-anak bagaimana cara belajar yang baik dan mengembangkan potensi lebih yang terdapat pada anak. Sebagai guru adalah sebuah kebanggaan tersendiri yang tak akan hilang bila berhasil membimbing anak dalam studi dan menjadikannya sukses. Bahkan guru, akan rela berusaha semaksimal mungkin dan melakukan apa saja demi membantu anak sukses dalam studinya. Tapi bagaimana caranya yang paling tepat? Inilah yang sering menjadi masalah Satu faktor yang perlu diperhatikan adalah pergaulan dengan teman. Pergaulan anak anak di sekolah juga harus kita monitoring, jangan sampai anak-anak kita terbawa dalam suasana belajar yang negatif akibat dari pengaruh buruk teman temannya. Jika anak hendak belajar bersama temannya, dukunglah ia. Belajar bersama memang dapat membantu anak, baik dalam pelajarannya sendiri,maupun dalam perkembangan bersosialisasinya. b. Faktor-faktor dalam individu Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah yang mencakup kondisi dan kesehatan jasmani individu. Aspek psikis atau rohaniah mencakup kondisi kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial, psikomotor serta kondisi afektif dan kognitif dari individu. Kondisi intelektual yang menyangkut tingkat kecerdasan, bakat dan penguasaan akan pelajaran yang lalu. Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain. Selain itu kondisi belajar berupa situasi afektif , kertenangan juga motivasi belajar sangat berpengaruh. Keberhasilan belajar anak juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, seperti membaca, berdiskusi, memecahkan masalah dan mengerjakaan tugas-tugas. 3. Hakikat Matematika Banyak ahli yang mengartikan pengertian matematika baik secara umum maupun secara khusus. Herman Hudojo menyatakan bahwa: “matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi.” (Hudojo,1990:2). Sedangkan James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljbar, analisis dan goemetri (Suherman, 2001:19). Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif, tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori atau dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sehingga disebut objek mental, objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: a. Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejek, misalnya: segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu fungsi, variabel, dan konstanta. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang dimaksud. b. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi atau operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. c. Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantung dari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dipoerasika hanya satu (Soedjadi, 2000:12-15). 4. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya tujuan pengajaran, atau yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga yang meyebutnya pembelajaran. Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang berlangsung dengan baik. Dengan demikian tujuan pengajaran adalah tujuan dari suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya. Mata pelajaran matematika berfungsi melambangkan kemampuan komunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun fungsi dan tujuan dari pengajaran matematika di SD adalah: a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan b. Mempersipakn siswa meggunakan matematika dan pola piker matematika dalam kehidupan sehari dan dalam mepelajari berbagai ilmu pengetahuan (Soedjadi,2000: 43) Dari uraian di atas jelas bahwa kehidupan dunia ini akan terus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh karena itu siswa harus memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan. Namun secara khusus tujuan kurikuler pengajaran matematika yang disebutkan dalam kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut: a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksprimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan ekonsisten. b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, mebuat prediksi serta mencoba-coba. c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan (DPN,2003:11 ). Melatih cara berfikir dan bernalar dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Meskipun pola pikir ini penting, namun dalam pembelajaran matematika terutama pada jenjang SD dan SLTP masih diperlukan pola pikir deduktif, sedangkan jenjang sekolah menengah penggunaan pola pikir induktif dalam penyajian suatu topik sudah semakin dikurangi. Di samping cara berpikir, dalam proses pembelajaran siswa juga dilatih untuk mengembagkan kreatifitasnya melalui imajinasi dan intuisi. Setiap siswa punya kemampuan yang berbeda-beda dalam memandang suatu permasalahan yang dikembangkan, inilah yang disebut dengan pemikiran divergen yang perlu terus dikembangkan. Berdasarkan penjelasan tujuan pengajaran di atas dapat dimengerti bahwa matematika itu bukan saja dituntut sekedar menghitung, tetapi siswa juga dituntut agar lebih mampu menghadapi berbagai masalah dalam hidup ini. Masalah itu baik mengenai matematika itu sendiri maupun masalah dalam ilmu lain, serta dituntut suatu disiplin ilmu yang sangat tinggi, sehingga apabila telah memahami konsep matematika secara mendasar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. a. Peranan Matematika di Sekolah Dasar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD, seperti yang diuraikan sebelumnya, bahwa matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, sedangkan yang kita ketahui, siswa SD yang ada pada usia 7 hingga 12 tahun masih berada pada tahap operasional konkrit yang belum dapat berpikir formal. Oleh karena itu pembelajaran matematika di SD selalu tidak terlepas dari hakikat matematika dan hakikat anak didik di SD. Johnson dan Rising dalam Ruseffendi (1997 : 28) mengemukakan bahwa matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol, mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi. Kemudian Kline dalam Ruseffendi (1994 : 28) mengemukakan matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Menurut kurikulum 2004, matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif,yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003 : 6). Berpijak dari uraian di atas, maka di Sekolah Dasar, khususnya kelas VI terlebih dahulu siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda sehingga keaktifan siswa dalam proses belajar terjadi secara penuh. Bruner dalam Ruseffendi (1994 : 109-110) mengemukakan bahwa dalam proses belajar siswa melewati 3 tahap yaitu : a. Tahap enaktif Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek. b. Tahap ikonik Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. c. Tahap simbolik Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real. b. Kesulitan Belajar Matematika di Sekolah Dasar Pada umumnya kesulitan merupakan kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih berat lagi untuk dapat mengatasinya. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menghasilkan hasil belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah keadaan dimana siswa mengalami hambatan dalam belajar, sehingga tidak memenuhi harapan-harapan yang diinginkan dalam berbagai jenis mata pelajaran termasuk matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh masalah karakteristik Matematika, masalah siswa, ataupun masalah guru. 1). Karakteristik Matematika Karakteristik Matematika yaitu objeknya abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya banyak memanipulasi bentuk-bentuk. Siswa memerlukan waktu dan peragaan dalam menangkap konsep yang abstrak itu. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep berikutnya, jika konsep yang sebelumnya tidak terbentuk dengan benar. 2). Masalah siswa Setiap siswa mempunyai kecepatan belajar yang berbeda-beda dan gaya belajar yang berbeda pula. Mereka mempunyai kecenderungan untuk membentuk konsep sendiri yang akhirnya membentuk miskonsepsi. Selain itu, mereka juga kurang dalam latihan mengerjakan soal-soal Matematika. 3). Masalah guru Setiap guru mempunyai persepsi sendiri tentang matematika, hakekat belajar dan mengajar. Mereka mempunyai gaya mengajar atau metode mengajar sendiri. Selain itu, mereka juga mempunyai keterbatasan pengetahuan dan keterampilan (Mohammad Soleh, 1998 : 34 – 39). Dalam kegiatan belajar yang dilakukan siswa, tidaklah selalu lancar seperti apa yang diharapkan. Kadang-kadang mereka mengalami berbagai kesulitan atau hambatan yang harus dihindari. Dan pengaruh tersebut sebaiknya bukanlah faktor penghambat yang harus dihindari, tetapi harus dicari jalan penyelesaian yang terbaik dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, sehingga prestasi yang diharapkan bisa tercapai. Adapun penyebab kesulitan siswa SD dalam menyelesaikan soal-soal Matematika dibagi menjadi dua faktor, yaitu : a. Faktor Endogen Faktor endogen adalah faktor yang datang dari dalam diri anak itu sendiri. 1). Biologis Faktor penghambat biologis adalah faktor yang secara langsung berhubungan dengan jasmani anak, seperti kesehatan, cacat badan, dan sebagainya. 2). Psikologi Faktor penghambat psikologi adalah faktor yang berhubungan dengan kejiwaan atau rohani yang berupa IQ, motivasi, intelegensi, perhatian, minat, bakat, dan emosi. b. Faktor Eksogen Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar maupun dalam diri anak itu sendiri. 1). Faktor lingkungan keluarga Contohnya : orang tua, suasana rumah dan keadaan sosial ekonomi. 2). Faktor lingkungan sekolah a) Interaksi guru dan siswa Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa menyebabkan proses belajar matematika itu kurang lancar. Siswa merasa ada jarak dengan guru, maka mereka akan sulit untuk berpartisapasi aktif kegiatan belajar matematika. b) Metode belajar mengajar Dalam kegiatan belajar, siswa menggunakan cara belajar yang keliru, yaitu bila besok ada ulangan barulah mereka belajar terus menerus dari siang sampai malam yang biasa disebut dengan sistem wayangan. Dalam metode pengajaran, kesalahan guru dalam pemilihan metode yang tidak tepat dalam menyampaikan materi juga dapat menyebabkan siswa sulit untuk belajar mmatematika, misalnya metode ceramah. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Secara operasional, tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam menyelesaikan soal-soal matematika tersirat dalam GBPP Matematika SD tahun 1986, sebagai berikut : 1. Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan didalam dunia yang senantiasa berubah ini, melalui bertindak atas dasar pemikiran secara logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, dan efektif. 2. Mempersiapkan anak didik agar dapat menggunakan matematika secara tepat di dalam kehidupan sehari-hari dan didalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Selain itu, pemilihan metode pengajaran yang tepat bagi guru merupakan salah satu tindakan mengatasi kesulitan siswa SD dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Hal ini mengingat bahwa metode pengajaran merupakan komponen yang sangat penting dan membantu guru dalam proses belajar mengajar. Dengan menggunakan metode pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan persoalan-persoalan. Pemecahan secara instinkif merupakan bentuk tingkah laku yang tidak dipelajri, seringkali berfaedah dalam situsi yang luar biasa. B. Metode Pemecahan Masalah 1. Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menghadapi permasalahan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut biasanya kita bertanya kepada diri sendiri dengan sejumlah pertanyaan yang dibantu dengan informasi yang ada. Problem atau masalah menurut Hayes ( Halgimon SL, 1992:2) adalah suatu kesenjangan (gap) antara dimana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan. Biasanya masalah muncul pada saat atau situasi yang tidak diharapkan atau muncul karena akibat-akibat kita melakukan suatu pekerjaan, atau jika merencanakan suatu kegiatan (proyek) kita akan menemukan berbagai permasalahan yang muncul. Munculnya masalah tersebut dapat dikatakan atau dijadikan sebagai masalah jika kita mau menerimanya sebagai tantangan untuk diselesaikan, tetapi jika kita tidak mau menerima sebagai tantangan berarti masalah tersebut menjadi bukan masalah yang terselesaikan. Untuk terampil dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan berbagai kemampuan yang ada pada diri kita, sebagai hasil dari belajar , yaitu berbagai pengetahuan, sikap dan psikomotor. Berbagai pengetahuan dimaksud adalah : ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi (sering disebut taksonomi bloom). Dengan demikian tidaklah mudah menyelesaikan suatu masalah, karena melibatkan berbagai kemampuan nalar atau berpikir kita dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Misalkan , jika kita ingin mengukur luas tanah, pengetahuanpengetahuan apakah yang harus kita miliki dan bagaimana cara menggunakannya?. Untuk dapat mengetahui luas tanah, kita harus memiliki pengetahuann tentang bentuk-bentuk geometris beserta ciri-cirinya, satuan ukuran panjang, rumus-rumus mencari luas, dan operasi hitung yang terbentuk oleh rumus-rumus tersebut. Didalam permasalahan matematika, biasanya kita bertanya kepada diri kita sendiri dengan sejumlah pertanyaan yang membantu kita untuk menyeleksi informasi yang ada. Permasalahan yang kita hadapi dapat kita katakan masalah jika masalah terseburt tidak bisa dijawab secara lanngsung, karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Dan tentunya jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan isi dari bentuk kalimat biasa kekalimat matematika). Suatu pertanyaan merupakan masalah bagi anak SD, tetapi bukan permasalahan bagi gurunya sebab anak SD untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan proses yang rumit sedang bagi gurunya untuk menjawab tersebut memerlukan proses penalaran yang rutin. Namun apabila suatu pertanyaan mmerupakan permasalahan bagi anda. Apakah pertanyaan tersebut merupakan masalah bagi anaak SD? Tentu saja pertanyaan tersebut bagi anak SD bukan merupakan permasalahan, karena memang anak SD belum siap untuk mampu menjawab permasalahan anda. Demikian juga permasalahan yang dihadapi oleh ilmuwan , misalnya ahli goedesi tentunya bukan masalah bagi kita, karena kita tidak mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh ahli geodesi. Selain itu, pertanyaan itu merupakan permasalahan bila pertanyaan itu merupakan tantangan bagi kita untuk menjawabnya. Kalau demikian halnya, apa yang dimaksud dengan masalah? Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah bagi seseorang , jika orang itu mempunyai aturan atau hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Ini berarti pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin, pertanyaan tersebut dapat dimengerti, pertanyaan tersebut merupakan tantangan untuk dijawab yang sifatnnya inividu dan bergantung pada waktu pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi aspek penting dari makna masalah adalah bahwa penyelesaian yang diperoleh tidak daapat dikerjakan dengan prosedur rutin. Berpikir keras harus dilaksanakan untuk mendapatkan cara menyelesaikan suatu masalah. Perhitungan sederhana dan aplikasi langsung rumus-rumus tidak dikualifikasi sebagai permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan yang membutuhkan penalaran yang melibatkan ilmu matematika. Karena ilmu matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan hidup. Oleh karena itu permasalahan yang kita hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses dan masalah teka-teki. Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari benntuk verbal kebentuk matematika . Dalam memindahkkan bentuk verbal (kata/kalimat) kebentuk model matematika dibutuhkan kemampuan menafsirkan atau menerjemahkan kata atau kalimat biasa kedalam simbol-simbol matematika yang selanjutnya dicari cara penyelesaiannya berdasarkan aturan yang berlaku. Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori atau konsep yang dipelajari pada matematika. Sebagai guru perlu memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematik. Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan kepada siswa sehingga daalam diri siswa terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi. Masalah teka-teki dimaksudkan utuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pengajaran matematika. 2. Pengertian Metode Pemecahan Masalah Metode pemecahan masalah merupakan metode suatu pengajaran yang mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan persoalan-persoalan. Pemecahan secara instinkif merupakan bentuk tingkah laku yang tidak dipelajri, seringkali berfaedah dalam situsi yang luar biasa. Metode pemecahan masalah adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu maslah pribadi maupun maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Belajar pemecahaan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan. Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak atau satu sama lain saling berkaitan. Metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakaan metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Belajar pemecahan masalah mengacu pada proses mental individu dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah itu melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian,komunokasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Sebagaiman tercantum dalam kurikulim matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siwa mampu menghadapi perubahan keadaan yang selaalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Tuntuan tersebut tidak mungkin tercapai bila pembelajaran hanya berbentuk hafalan, latihan pengerjaan soal yang rutin, serta proses pembelajaran yang teacher centered yang tidak menuntut siswa untuk mengoptimalkan daya pikirnya . Menurut Gagne (1970), keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Menurut polya (1957), ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu memahami masalah merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Pada pelaksanaan keempat langkah tersebut, tugas utama guru adalah memfasilitasi siswa untuk dapat mengoptimalkan kemampuannya mencapai terselesaikannya masalah yang dihadapi secara logis, struktur, cermat dan tepat. Kemampuan kognitif siswa akan berkembang selaras dengan kematangannya dan akan berkembang dengan baik dan cepat jika dalam belajarannya sering dihadapkan terhadap permasalahan kehidupan seharri-hari. Guru harus menyadari bahwa kemampuan manusia itu terbatas dan tidak sama irama perkembangan mentalnya, maka dari itu sebagai guru harus menyesuaikan pemberian materi pelajaran dengan kemampuan-kemampuan siswa-siswanya, seperti belajar dari hal-hal konkrit menuju abstrak, dari sederhana ke kompleks dan dari mudah kesulit. Siswa diajak menyelesaikan pemecahan masalah dari satu langkah kepenyelesaian masalah yang membutuhkan banyak langkah yang disertai kemampuan memahami dan menangkap lebih banyak variabel dan faktor dalam suatu masalah. Tidak ada cara yang pasti bagaimana cara melatihkan pemecahan masalah kepada siswa, namun ada petunjuk yang dapat membatu guru dalam membelajarkan siswanya kearah penggunaan pendekatan pemecahan masalah matematika, agar siswa belajarnya terarah dan mendapat hasil yang baik. Langkah-langkah untuk membantu siswa dalam penyelesaian masalah seperti yang telah dibahas sebelumnya beberapa keterampilan untuk meingkatkan kemampuan memecahkan masalah antara lain adalah: memahami masalah merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Memahami soal yaitu dengan cara guru memberi masalah dalam bentuk soal setiap hari, baik dalam jam pelajaran matematika maupun pada mata pelajaran lain secara terpadu. Dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menjelaskan kata atau ungkapan operasi hitung yang digunakan, seperti berikut: 1). Penjumlahan: digabungkan, disatukan, dijadikan satu wadah, dijumlahkan, dimasukan dan pengulangan suatu kegitan. 2). Pengurangan: selisih atau beda, dikurangi atau berkurang, diambil, dipisahkan, dan dibagikan. 3). Perkalian: digandakan sebanyak…. kali, setiap… terdiri dari…., kegiatan yang berulang-ulang (dalam jumlah yang sama). b. Memilih strategi pemecahan yaitu, pendekatan atau strategi pemecahan masalah banyak sekali alternatif yang harus kita pakai, hal tersebut didasarkan pada jenis masalah atau soal. Strategi tersebut adalah : membuat tabel,membuat gambar, menduga, mencoba memperbaiki, mencari pola, mennggunakan penalaran, menggunakan variabel, menggunakan persamaan, menggunakan algoritma, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru dan lain-lain. Bagi siswa yang belum berpikir abstrak pendekatan dengan membuat gambar lebih dahulu akan sangat membantu. Hal tersebut dapat dilakukan secara konkrit atau dengan gambaran objek yang dimaksud. Setelah itu berkembang kepada strategi-strategi lain yang memungkinkan suatu masalah dapat diselesaikan secara matematis, seperti membuat variabel, membuat persamaan, menggunakan logika dan lain-lain. Menyelesaikan masalah, Dalam menyelesaikan masalah matematika siswa dituntut untuk trampill menggunakan pengetahuannya tentang konsep-konsep dasar matematika beserta aturan-aturan yang ia ketahui sewaktu mengerjakan latihanlatihan soal. Mengecek kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan. Sebelum diterjemahkan kedalam kesimpulan, sebaiknya siswa dibiasakan untuk memeriksa dulu, apakah jawaban hasil perhitungan itu benar atau masih terdapat kekeliruan.untuk ini dibutuhkan ketelitian untuk mengecek ulang hasil perhitungan yang didapatkan. 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pemecahan Masalah Adapun kelebihan metode pemecahan masalah sebagai berikut: Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. a. Proses pembelajaran melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat dan bekerja kelak. Suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia. b. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan. c. Melatih siswa untuk mendisain suatu penemuan. d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis. e. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan. f. Mengevaluasi hasil pengamatan. Kekurangan metode pemecahan masalah sebagai berikut: a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru. b. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain. c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan menggunakan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa (Winda.2009:3). 4. Pemecahan Masalah dalam Soal Cerita Kegiatan belajar matematika membutuhkan kreatifitas dari guru, agar siswa dalam belajarnya mencapai tujuan yang diharapkan. Pada dasarnya belajar pemecahan matematika merupakan melatih siswa untuk terampil menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang serupa atau mirip ataupun sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan yang terjadi. Kegiatan belajar dikatakan berhasil, jika siswa dapat mengakomodasi dan mengkonstruksi pengetahuannya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih jauh lagi dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan. Mengakomodasi berarti tersimpan dalam memori otak yang relatif lama, sedangkan mengkonstruksi berarti membangun pengetahuan baru dari hasil belajar sebelumnya. Seorang guru dalam mengajarkan matematika dapat memilih pendekatan sesuai dengan kehiduan siswa, agar siswa tidak asing lagi antara kaitan matematika dengan kehidupan sehari-harinya. Pendekatan yang demikian sering disebut pendekatan matematika realistik dengan karakteristik menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Dengan demikian pendekatan belajar matematika dengan soal-soal cerita dapat dikatakan pendekatan belajar matematika realistik apabila soal-soal cerita tersebut sudah dikenal siswa karena guru membawa siswa kearah situasi yang sudah dikenal dan siswa dapat membayangkan situasi atau kondisi yang diceritakan. Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan soal cerita Sutawidjaja (1992/1993) mengarahkan kepada pendekatan model dan pendekatan terjemahan (translasi), seperti berikut ini: a. Pendekatan model, dalam pendekatan ini siswa membaca atau mendengarkan soal cerita kemudian siswa mencocokkan situasi yang dihadapi itu dengan model yang sudah mereka pelajari sebelumnya. b. Pendekatan terjemahan (Translasi), kegiatan pembelajaran ini melibatkan siswa pada membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal cerita yang dihadapinya, untuk kemudian menterjemahkan kata-kata dan ungkapanungkapan ini kedalam kalimat matematika. C. Materi Pembelajaran Perbandingan dan Skala 1. Perbandingan Menyelesaikan masalah yang melibatkan perbandingan. Contoh : Perbandingan umur Aris dan Fani 2:3. Jika umur Aris 12 tahun, berapa tahun umur Fani ? 2. Skala Menyelesaikan masalah yang melibatkan skala. Contoh : Jarak kota Karawang ke kota Bandung dalam peta 15 cm. Skala peta 1:5.000.000. Berapa km jarak antara kota Karawang dan kota Bandung sesungguhnya ? D. Implementasi Pembelajaran Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penyelasaian soal cerita, guru memberikan bimbingan. Adapun bimbingan yang diberikan yaitu: 1. Pemberian tes awal yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa memahami materi yang akan disampaikan. 2. Penggunaan metode yang tepat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Dalam hal ini metode yang digunakan yaitu metode pemecahan masalah. 3. Penggunaan media yang tepat. Adapun media yang digunakan adalah peta, atlas, penggaris dan buku berpetak.. Guru memberikan soal cerita kepada siswa yang berkaitan dengan pengalaman yang sudah dimilikinya. Hal ini dapat melibatkan siswa secara langsung dalam penyelesaian soal tersebut. 4. Guru menjelaskan kepada siswa tentang cara penyelesaian cerita. Setelah guru mengetahui bahwa siswa kurang mampu menyelesaikan yang diberikan sebagai tes awal, guru menjelaskan carapenyelesaian soal tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut: menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanya, pengerjaanya dan cara mengkomunikasikan hasilnya. Contoh : Perbandingan jumlah tabungan Tiyan dan Tya adalah 4:6. Jumlah tabungan keduanya adalah Rp.2.400.000,-. Berapakah masing-masing jumlah tabungan mereka ? Jawab : Langkah 1 : Jumlahkan kedua angka perbandingan = 4+6 = 10. Langkah 2 : Kemudian cari jumlah tabungan masing-masing dengan membandingkan angka perbandingannya dengan jumlah kedua angka perbandingan. Misalnya tabungan Tiyan, maka 4/10 x Rp.2.400.000,- = Rp.960.000,- , sedangkan jumlah tabungan Tya adalah 6/10 x Rp.2.400.000,- = rp.1.440.000,5. Guru memberikan lembar kerja siswa sebagai tes. BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat melakukan perbaikan pembelajaran. Oleh karena itu, metode yang tepat untuk digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research). Yakni studi sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut (Kasbolah,1998/1999:14) Metode penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SDN Purwajaya III Kecamataan Tempuran Kabupaten Karawang. Dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2010/2011. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SDN Purwajaya III, Jumlah siswa yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 18 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan. Penelitian ini bersifat perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dimaksud adalah perbaikan dalam pembelajaran matematika dalam bentuk soal cerita karena bersifat perbaikan, tentu saja pelaksanaan pembelajaran tidak haya cukup sekali saja, melainkan diperlukan berulang-ulang dari siklus yang satu ke siklus berikutnya, sehingga hasil pembelajaran tersebut dapat optimal. penelitian ini menerapkan 2(dua) siklus, berikut adalah deskripsi dari setiap siklusnya: Gambar 3.1 Pelaksanaan Siklus Tindakan Kelas Perencanaan Refleksi I SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan Perencanaan Refleksi II SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan dst B. Prosedur Penelitian Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk siklus. Metode siklus yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan taggart, yang mengemukakan bahwa penelitian dibagi ke dalam empat tahap, yaitu sebagai berikut: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksaanaan, (3) tahap observasi dan (4) tahap refleksi. Secara operasional tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat dilaksanakan sebagi berikut: 1. Tahap Perencanaan Pada tahap persiapan ini adalah kegiatan refleksi awal dengan mengarahkan segala upaya dalam mempersiapkan perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada siklus. Kegiatan perencanaan diawali dengan merencanakan ide penelitian kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan pada hari Selasa tanggal l8 Januari 2011. kegiatan ini merupakan kegiatan pendahuluan yang tujuannya untuk mengidentifikasi masalah daan menemukan fakta yang terjadi dikelas. Berdasarkan temuan pada studi pendahuluan, peneliti merencanakan langkahlangkah yang akan dilaksanakan di kelas dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pemecahan masalah. Secara operasional tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Membuat rencana pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah yang akan digunakan pada saat melakukan tindakan kelas. b. Mempersiapkan alat bantu pembelajaran yang diperlukan sebagi media pembelajaran untuk membantu menyelesaikan soal-soal dalam bentuk soal cerita. c. Mempersiapkan instrumem pengumpul data 1). Membuat alat evaluasi, untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pemecahan masalah. 2). Melakukan penelitian sesuaai dengan prosedur. 2. Tahap pelaksanaan Pada tahap ini, peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dirumuskan. Jenis tindakan yang dilaksanakan peneliti adalah hasil rumusan yang telah ditetapkan. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengupayakan inovasi dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dirasakan dan peningkatan hasil belajar siswa. Sebelum melakukan tindakan diawali dengan observasi awal, kegiatan ini dilakukan untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat dalam rangka penerapan metode pembelajaran sebelumnya. Siklus I a. Setelah melakukan kegiatan observasi awal dalam rangka penjajakan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan dijadikan dan dilakukan tindakan, maka dibuatlah rencana tindakan I dengan merumuskan persiapan pembelajarannya. b. Pelaksanaan tindakan I. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan tindakan-tindakan dalam bentuk intervensi terhadap pelaksanaan kegiatan yang menjadi tugas sehari-hari. c. Melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan melakukan pengamatan terutama pada aktivitas belajar siswa selama menerapkan metode pemecahan masalah. Pada tahap ini secara lebih operasional adalah untuk mengenal, merekam dan mendokumentasikan segala hal yang berkaitan dengan hasil dan proses pelaksanaan tindakan ataupun akibat dari pelaksanaan tindakan. d. Melakukan pengamatan terhadap hasil pembelajaran dengan melihat aktivitas belajar siswa. Kegiatan pengamatan ini dilakukan adalah untuk melihat apakah selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menerapkan metode pemecahan masalah dapat menunjukkan aktivitas belajar. e. Refleksi I Siklus II a. Membuat persiapan pembelajaran untuk pelaksanaan tindakan II. b. Melaksanakan pembelajaran berdasarkan persiapan pembelajaran berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakannya. c. Melakukan pengamatan terhadap aktivitas beajar yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran. d. Melakukan evaluasi terhadap hasil kegiatan pembelajaran yang dicapai siswa. e. Refleksi II C. Klarifikasi Konsep Dalam kajian ini terdapat istilah-istilah yang dianggap perlu dijelaskan maknanya, guna memenuhi rambu-rambu penelitian dan juga memahami makna yang dimasud di dalam naskah penelitian. Istilah-itilah dimaksud adalah: 1. Metode Pemecahan masalah Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. 2. Meningkatkan Hasil Belajar Maksud dari meningktan hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu proses yang telah dilalui oleh siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Peningkatan hasil belajar disini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa pada saat tes. dari hal itu kita dapat mengetahui terjadi peningkatan atau tidaknya dalam hasil belajar Adanya penetapan kriteria atau berhasil tidaknya pembelajaran membuat adanya usaha untuk mencapai hasil belajar yang maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. 3. Pembelajaran Matematika di SD Untuk mengetahui pngertian pembelajaran matematika di SD kita uraikan terlebih dahulu istilah pembelajaran dan matematika Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dan sumber belajar pada suatu laingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik, dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sementara pengertian matematika, matematika berasal dari kata yunani yaitu matemathike. Akar kata dari mathem dan mathanein. Mathema berarti pengetahuan atau ilmu sedangkan mathein berarti belajar atau berpikir. Jadi maatematika adalah pelajaran yang memerlukan pemusatan pemikiran untuk meningkatkan dan mengenal kembali semua aturan yang ada dan harus dipeuhi untuk menguasai materi yang dioelajari. Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemetika di SD merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan sumber belajar (guru) pada suatu lingkungan belajar, dimana perubahan tingkah laku peserta didik diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari metode pembelajaran yang akan membantu peserta didik dalam kegiatan belajarnya. D. Instrumen Penelitian Instrumen berfunngsi sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Bentuk instrumen berkaitan dengan metode pengumpulan data, missal metode wawancara, instrumennya pedoman wawancara. Metode angket atau kuisioner instrumennya berupa angket atau kuisioner. Metode tes innstrumennya adalah soal tes, tetapi metode observasi instrumennyaa bernama checklist. Menyusun insrumen pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi karena evaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang diteliti dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Bentuk instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalaah instrumen tes (berupa soal tes) yang digunakan pada awal penerapan metode pemecahan masalah dan pada akhir penerapan metode pemecahan masalah , instrumen observasi. 1. Observasi Secara sederhana observasi berarti pengamatan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, penggunaan istilah observasi dan pengamatan sering diperlukan.Khusus dalam kontek PTK observasi mempunyai maknaa yang sangat khas. Yang membedakanya obsevasi dalam penelitian.Yang diobsevasi dalam penelitian ini adalah siswa dan yang mengobservasi adalah si peneliti atau guru itu sendiri. Secara umum observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab masalah tertentu. Dalam penelitian formal, observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable (sahih dan handal). Data ini kemudian akan diolah untuk menjawab berbagai pertanyaan penelitian. Dalam PTK, observasi terutama diajukan untuk memantau proses dan dampak perbaikan yang direncanakan. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran observasi dalam PTK adalah proses dan hasil atau dampak pembelajaran yang direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Proses dan dampak yang teramati diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menata kembali langkah-langkah perbaikan. Pada dasarnya prosedur atau langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu: pertemuan pendahuluan, observasi dan siklus balikan. Ketiga tahap ini sering disebut sebagai siklus pengamatan, yang dipakai dalam supervise klinis, baik dalam membimbing calon guru maupun dalam memberikan bantuan profesional bagi guru yang sudah bertugas. 2. Angket dan wawancara Disamping data yang dikumpulkan dengan observasi, masih ada data pembelajaran yang akan dikumpulkan dengan berbagai teknik lain, seperti angket dan wawancara. Angket atau kuisioner dapat digunakan untuk menjaring pendapat siswa tentang pembelajaran, asal dibuat secara sederhana dan juga memuat pertannyaan yang direspon secara bebas (terbuka) oleh siswa. Wawancara dapat dilakukan untuk mengungkap pendapat siswa tentang pembelajaran. Dalam hal ini wawancara dapat terjadi antara guru dan siswa, pengamat dan siswa, siswa dan siswa, sedangkan wawancara pengamat dan guru terjadi pada tahap pertemuan pendahulan dan diskusi balikan. Agar wawancara berlangsung efektif, suasana kondusif harus diciptakan terlebih dahulu. E. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan guru sebagai peneliti selama proses pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara dan angket. Observasi dilakukan pada saat penelitian akan dilakukan dan pada saat penelitian itu berlangsung. 1. Pengolahan data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Adapun data kuantitatif yang akan merekam daya serap siswa terhadap pembelajaran akan dikumpulkan melalui pelaksanaan evaluasi secara tertulis dengan alat bantu adalah alat evaluasi (soal-soal) bentuk pilihan uraian yang hasilnya akan disajikan dalam bentuk diagram dan tabel sedangkan cara pengumpulan data kualitatif tentang interaksi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran dan keaktifan siswa dalam pembelajaran akan dikumpulkan melalui pelaksanaan observasi dengan alat bantu lembar observasi. a. Data kuantitatif Data diperoleh dari hasil belajar selama tes pembelajaran matematika. Pengolahan data kuantitatif menggunakan metode statistik yaitu dengan perhitungan: 1) Penyekoran Penyekoran dilakukan dengan menghitung jumlah skor yang diperoleh setiap siswa dengan mengisi format daftar penilaian. Kriteria penilaian yang digunakan adalah siswa yang menjawab benar diberi skor 25, siswa yan menjawab salah diberi skor 0, siswa menjawab tapi kurang tepat diberi skor 10 dan menjawab hanya pemahaman diberi skor 5 sesuai dengan indicator penialian yang telah dibuat (terlampir) 1). Untuk mengetahui skor rata-rata kelas diguanakan rumus: SR   fi.xi  fi Keterangan : SR : rata-rata kelas fi : jumlah siswa xi : nilai tiap siswa 2). Adapun untuk mengolah hasil tes siswa dilakukan dengan teknik perhitungan persentase. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dala menguasai materi. Oleh karena itu rumus yang digunakan untuk mencari persentase tersebut adalah: p Keterangan : f  n p = persentase jumlah nilai siswa f = jumlah nilai yang diperoleh n = jumlah siswa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SDN Purwajaya III untuk pelajaran matematika ini adalah 6,0. Maka penelitian ini dikatakan berhasil apabila semua siswa mendapatkan nilai minimal 6,0. Dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dilakukan dalam bentuk tabel dan grafik. Melalui penyajian data tersebut maka data akan terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami. b. Data kualitatif Data kualitatif mencatat tentang interaksi antar siswa dengan guru dalam pembelajaran dan keaktifan siswa dalam pembelajaran akan dikumpulkan melalui pelaksanaan observasi dengan alat bantu lembar observasi. Data kualitatif dinilai berdasarkan huruf dari A (Baik Sekali), B (Baik), C (Cukup), D (kurang). Dari setiap aspek terdapat 3 kriteria skor penilaian apabila melaksanakan semua kriteria mendapat nilai A, salah satu tidak dilaksanakan mendapat nilai B, hanya saatu yang dilaksanakan mendapat nilai C dan jika semua tidak dilaksanakan mendapat nilai D. Rata  rata  JumlahNilai Aspek JumlahSiswa 2. validasi data Untuk mendapatkan data yang mendukung dan ssesuai dengan karakteristik permasalan dan tujuan penelitian teknik validasi data yang diggunakan adalah sebagai berikut: 1. Triangulasi data, yaitu upaya pengecekan kembali data yang sudah terkumpul dengan menggunakan instrumen, untuk menjaring data ini melalui observasi dan tes hasil belajar. 2. Member chek, yaitu mengecek kebenaran hasil temuan dari hasil tiap siklus, refleksi sampai akkhir keseluruhan tindakan. Sehingga mendapatkan data yang lengkap dan memiliki validitas dan realibilitas yang tinggi. 3. Audit trail, yaitu pengecekan keabsahan temuan penelitian dan prosedur penelitian yang telah diperiksa dengan mengkonfirmasikan kepada teman sejawat dan dosen. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kritik, tanggapan serta masukan konstruktif sehingga mempertajam analisis dan memperoleh validitas yang tinggi. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi 1. Keadaan Guru Penelitian ini dilaksanakan di SDN Purwajaya III yang berlokasi di Dusun Pulogebang Desa Purwajaya Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang yang berbatasan dengan Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang. Keadaan guru SDN Purwajaya III berjumlah 7 yang terdiri dari 5 guru lakilaki, 1 guru perempuan dan 1 kepala sekolah. Dari tenaga pendidik tersebut 4 diantaranya sudah menjadi pegawai negeri , seorang guru perempuan GBDT dan 2 guru laki-laki Guru Sukwan. Tabel 4.1 Data Personal Guru SD Negeri Purwajaya III N o Nama / Nip Gol. / Ruang Jabatan Guru Jenis Guru Tugas Mengajar Jumlah Jam 1 Muhtar Jayapermana , S.Pd. NIP. 19600807 198410 1003 IV A Guru Pembina Kepsek - 6 2 Basuki , A.Ma.Pd. NIP. 19580330 198112 1001 IV A Guru Pembina Guru IV 32 3 Kusnawa , A.Ma.Pd.Sd. NIP. 19680810 200701 1019 II B Guru Pratama Tk I Guru I 26 4 Hakimudin , A.Ma. NIP. 19810717 200902 1002 II B Guru Pratama Tk.I Guru VI B.Inggris 32 5 Carminah , S.Pd. NIGBDT. 5151423 GBDT - Guru III 28 6 Bahrudin , A.Ma.Pd.SD. Sukwan - Guru V PAI & PJOK 32 7 Undang Rohmat , A.Ma.Pd.SD Sukwan - Guru II SBK 27 Menurut tabel di atas berdasarkan pendididkannya, yang sudah mempunyai gelar sarjana atau berpendidikan SI sebanyak 2 orang guru dan kepala sekolah. Sedangkan yang lainnya yaitu yang belum SI sebanyak 5 orang guru sedang melanjutkan pendidikanya kejenjang SI untuk memenuhi syarat yang diajukan pemerintah bagi guru Sekolah Dasar. Dengan demikian keadaan guru yang ada di SDN Purwajaya III dilihat dari pendidikannya sudah cukup baik. 2. Keadaan Siswa Jumlah siswa SDN Purwajaya III pada tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 106 siswa yang terdiri atas 54 siswa laki-laki dan 52 siswa perempuan. Adapun jumlah tiap-tiap kelas dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Keadaan Siswa SDN Purwajaya III No Kelas 1. I 2. II 3. III 4. IV 5. V 6. VI JUMLAH Laki – Laki Perempuan Jumlah 10 9 11 1 11 12 54 8 7 8 8 12 6 52 18 16 19 9 23 18 106 Kelas yang akan dijadikan sampel dan merupakan subjek penelitian adalah kelas VI, dengan jumlah siswa 18 siswa, yang terdiri dari 12 siswa laki – laki dan 6 siswa perempuan. Adapun gambaran kemampuan siswa dalam suatu prestasi belajar pada semester II, yaitu siswa mendapatkan nilai yang bervariasi. Tabel 4.3 Keadaan siswa kelas VI SDN Purwajaya III Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah 12 6 18 Persentase 66,67% 33,33% 100% Berdasarkan data tabel di atas, dapat disimpulkan lebih dari setengahnya (66,67%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya kurang dari setengah (33,33%) berjenis kelamin perempuan. Tabel 4.4 Keaktifan Siswa di Kelas VI SDN Purwajaya III No 1 2 3 Peringkat/kategori Aktif Sedang Kurang Jumlah Jumlah 5 9 4 18 Persentase 27,78% 50% 22,22% 100% Dari tabel diatas 5 orang siswa atau sebagian kecil (27,78%) digolongkan kelompok aktif, 9 orang siswa (50%),digolongkan kelompok sedang dan 4 orang siswa (22,22%) digolongkan ke kelompok kurang. 3. Sumber belajar Sumber belajar terutama buku pelajaran matematika yang digunakan di SDN Purwajaya III adalah buku paket matematika untuk SD/MI kelas 6 dengan penerbit Pusat Perbukuan Depdiknas RI. Buku paket ini merupakan buku sumber yang diperoleh dari pemerintah, melalui dana operasional sekolah ( BOS ) yang berupa buku paket. 4. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang ada di SDN Purwajaya III yaitu: Ruangan yang terdiri dari 6 ruangan yaitu 5 ruangan yang dijadikan kelas dan 1 ruang guru. Tiga dari lima ruangan dengan kondisi baik , sedang sisanya sudah rusak. Selain itu terdapat halaman sekolah yang serbaguna . Ruang kelas yang hanya terdiri dari 5 ruangan digunakan oleh 6 kelas, agar mengaturnya semua kelas mendapatkan ruangan maka sekolah dengan membagi waktu belajar yaitu antara kelas 1 dan kelas 2. Sedangkan untuk sarana pembelajaran, masing-masing kelas mempunyai buku pegangan masing-masing disetiap mata pelajaran yang dipinjamkan sekolah kepada siswa. Sedangkan media yang lainnya menggunakan papan tulis dan kapur. 5. Pelaksanaan Tindakan Pra PTK Sebelum Penelitian Tindakan Kelas Siklus I dilaksanakan, peneliti melakukan observasi untuk memperoleh gambaran awal tentang proses pembelajaran matematika di kelas VI Sekolah Dasar Negeri Purwajaya III. Observasi ini dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 18 Januari 2011, pada pukul 08.30 dengan memperhatikan proses pembelajaran matematika. Berikut ini deskripsi secara kronologis proses pembelajaran di kelas. Kegiatan awal, setelah bel masuk berbunyi siswa kelas VI pun bergegas masuk kelas, kemudian duduk rapi dan berdoa yang dimpin oleh KM. Setelah selesai berdoa, siswa yang di pimpin oleh oleh KM mengucapkan salam.Setelah menjawab salam, guru mengabsen siswa dan memberikan apserserpsi. Pada waktu itu pembelajaran yang di sampaikan adalah tentang perbandingan dan skala dengan soal cerita. Kegiatan inti, guru memulai dengan menjelaskan cara menyelesaikan soal cerita dengan cara perkalian, setelah guru merasa siswa mengerti dengan apa yang ia jelaskan kemudian guru memberikan soal latihan kepada siswa. Kegiatan akhir, guru memeriksa hasil jawaban siswa. Setelah selesai memeriksa hasil evaluasi siswa guru mengakhiri pembelajaran pada pukul 09.40. Dari data hasil belajar siswa diatas guru kurang mengajak siswa untuk berpikir aktif dan kurang dalam memberikan penguatan selain itu guru jarang mengajak anak untuk berkomunokasi dalam hal tanya jawab sehingga siswa menjadi pasif. Sedangkan nilai yang diperoleh sebelum menggunakan metode pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini: Tabel 4.5 Hasil Analisis Terhadap Hasil Evaluasi Siswa PadaTahap Pra- PTK ( sebelum penelitian) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Siswa Ahmad Fadilah Ahmad Yadi Adika Sofyan Anita Indriani Erwin Santoso Fitri Ekawati Fitriyani Intan Sri Mulyani Jafar Abdurrohman Nilai No 4 4 5 5 4 4 4 6 3 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Nama Siswa Khilin April Dhaeni Rahmat Hidayat Rasmadi Tia Haryani Tiyan Riyadi Dini Andini Aris Teja Sulaksana Muksin Nilai 5 4 7 7 6 4 3 3 6 Dari tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa masih banyak siswa yang belum paham terhadap pembelajaran, hal ini dapat dilihat bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah 6 dan itu berarti masih banyak siswa tidak lulus dalam tes tersebut. Sedangkan yang mendapatkan nilai lebih dari 6 hanya sebagian kecilnya saja. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan disajikan tabulasi dan persentase daftar nilai yang diolah dengan mengelompokan jumlah nilai yang sama, persentase dan skor rata-rata pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap Pra-PTK No Nilai Frekuensi (n) (f) 1 3 3 2 4 7 3 5 3 4 6 3 5 7 2 Jumlah 18 Rata-rata nilai nxf % 9 28 15 18 14 84 4,67 16,7 38,9 16,7 16,7 11 Kumulatif Atas Bawah 3 18 10 15 13 8 16 5 18 2 Kumulatif % Atas Bawah 16,7 100 55,6 83,3 72,3 44,4 89 27,7 100 11 Gambar 4.2 Grafik Nilai Pada Tahap Pra-PTK Frekuensi 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 3 4 5 Nilai 6 7 Dari grafik diatas menunjukan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh adalah 7 yaitu sebanyak 2 orang siswa dengan persentase 11%. Sedangkan nilai terendahnya adalah 3 yaitu sebanyak 3 orang siswa dengan persentase 16,7% dan yang dikategorikan lulus sedangkan batas kelulusanya adalah 6 maka siswa yaang lulus dalam tes tersebut sebanyak 5 orang siswa dengan persentase 27,77% sedangkan yang tidak lulus sebanyak 13 orang siswa dengan persentase 72,23%. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,67. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sebelum penerapan Model Pemecahan Masalah dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7 Aktivitas Siswa Sebelum Menggunakan Metode Pemecahan Masalah No Aspek Pengamatan Kategori 1 Disiplin K 2 Motivasi K 3 Minat K 4 Aktivitas Belajar K Tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran matematika kelas VI di SD Negeri Purwajaya III belum berjalan sesuai dengan tujuan dilihat dari aspek kedisiplinan, motivasi, minat, aktivitas belajar dan keaktipan siswa dalam pembelajaran matematika dikategorikan kurang. Dari hasil observasi tersebut peneliti akan melakukan perbaikan kualitas pembelajaran matematika di SDN Purwajaya III dengan cara mengadakan refleksi terhadap model pembelajaran yang telah dilakukan. Tujuan observasi ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dan juga untuk mengevaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh guru dan unytuk menentukan model pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dari hasil tindakan awal tersebut dapat disimpulkan bawa rendahnya hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita disebabkan oleh kurang tepatnya penggunaan metode pembelajaran. Sehingga siswa tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan itu peneliti merencanakan untuk menerapkan metode pembelajaran yaitu metode Pemecahan Masalah sebagai solusi permasalahan diatas. Dari hasil observasi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang berlangsung kurang berhasil. Dikarenakan metode yang digunakan kurang sesuai dengan pembelajaran yang disampaikan karena guru hanya menggunakan metode ceramah. oleh karena itu peneliti dalam penelitian ini akan menerapkan metode pemecahan masalah dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa B. Hasil Penelitian 1. Siklus I (Tindakan Pertama) a. Perencanaan Dalam tahap perencanan peneliti menyusun beberapa tahap untuk dilaksanakan agar pelaksanaan tindakan berjalaan sesuai dengan tujuan, diantaranya adalah: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan materi, memilih buku pelajaran yang relevan, benda atau media untuk membantu pemahaman siswa, tugas (Lembar Kerja Siswa) dan lembar observasi. b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Pelaksanaan tindakan I merupakan proses pembelajaran matematika dengan menerapkan metode pemecahan masalah, dilaksanakan pada hari selasa tanggal 25 Januari 2011, Pukul 08.30 sampai dengan pukul 09.40 WIB, dideskripsikan sebagai berikut. Kegiatan Awal, dengan ucapan salam, pembacaan do’a, guru mengabsen siswa. Kemudian guru memberi penjelasan materi pelajaran tentang pokok bahasan perbnadingan dan skala dalam bentuk soal cerita. Kegiatan inti, dengan menggunakan benda konkrit berupa peta dan atlas, guru menjelaskan cara menyelesaikan perbandingan dan skala dalam bentuk soal cerita, kemudian beberapa siswa disuruh kedepan dan guru bertanya kepada siswa apakah yang diketahui dalam soal tersebut, apa yang ditanyakan dan bagaimana cara menyelesaikannya. Setelah itu guru memberikan contoh soal sebelum siswa mengisi soal siswa membaca soal terlebih dahulu agar memami isi soal yang diberikan dan mengetahui tentang apa yang diketahui, ditanyakan dan bagaiman cara menyelesaikannya dalam soal tersebut. Setelah siswa paham barulah siswa mengerjakannya. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Kegiatan akhir, guru menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari bersama dan sebagai tindak lanjut guru memberikan tugas kepada siswa setelah selesai bersama-sama guru dan siswa membahas latihan yang telah mereka kerjakan. Dari hasil penilaian tugas yang diberikan guru kepada siswa bahwa dalam proses pembelajaran matematika sudah ada peningkatan, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban siswa yang sebagian besar sudah memahami dan cara menyelesaikan soal cerita. c. Analisis, Refleksi dan Revisi proses pembelajaran siklus pertama 1) Analisis Dari hasil analisis evaluasi siswa terhadap proses pembelajaran matematika pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini: Tabel 4.8 Hasil Analisis Terhadap Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap Siklus I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Siswa Ahmad Fadilah Ahmad Yadi Adika Sofyan Anita Indriani Erwin Santoso Fitri Ekawati Fitriyani Intan Sri Mulyani Jafar Abdurrohman Nilai No 5 4 6 6 6 6 5 6 5 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Nama Siswa Khilin April Dhaeni Rahmat Hidayat Rasmadi Tia Haryani Tiyan Riyadi Dini Andini Aris Teja Sulaksana Muksin Nilai 5 5 7 6 6 5 4 3 7 Dari tabel di atas menujukan bahwa pembelajaran pada siklus I dibandingkan dengan tahap Pra-PTK mengalami peningkatan. Sebagian banyak siswa memperoleh nilai dari 6,0 keatas. Itu artinya yang mencapai batas kelulusan meningkat jauh lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini: Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap siklus I No Nilai Frekuensi n x f % Kumulatif (n) (f) Atas Bawah 1 3 1 3 5,56 1 18 2 4 2 8 11,11 3 17 3 5 6 30 33,33 9 15 4 6 7 42 38,89 16 11 5 7 2 14 11,11 18 4 Jumlah 18 97 Rata-rata nilai 5,38 Gambar 4.3 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus I Frekuensi 7 6 5 4 3 2 1 Nilai 3 4 5 6 Kumulatif % Atas Bawah 5,56 100 16.67 94,44 50 83.33 88,89 50 100 11.11 7 Dari grafik 4.3 diatas menujukan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh oleh siswa adalah 7 yaitu sebanyak 2 orang siswa dengan persentase 11,11%, sedangkan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 3 sebanyak 1 orang siswa dengan persentase 5,56% dan yang dikategorikan lulus adalah sebanyak 9 orang siswa dengan persentase 50%. Dengan rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus I adalah 5,38. Hal ini menujukan bahwa ada peningkatan dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan perbandingan dan skala dalam bentuk soal cerita. Tabel 4.10 Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Siklus I No Aspek Pengamatan Kategori 1 Disiplin C 2 Motivasi C 3 Minat B 4 Aktivitas Belajar C Tabel diatas menujukan bahwa dengan menggunakan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, aktivitas siswa dalam pembelajaran tersebut mengalami peningkatan. Dalam pembelajaran tersebut dalam aspek kedisiplinan dikategorikan cukup (C). Karena siswa sudah mempelajari materi dengan serius. Motivasi siswa dalam proses pembelajaran dikategorikan cukup (C) siswa dalam pembelajarannya memberikan respon terhadap materi yang sedang dipelajari. Minat siswa dalam pembelajaran matematika pada siklus I dikategorikan baik (B) dalam hal ini siswa mempelajari materi dengan antusias dan keingin tahuan dalam menjawab LKS. Aktivitas belajar siswa dikategorikan cukup (C) siswa dapat menyelesaikan tugas dengan percaya diri. 2). Refleksi Berdasarkan hasil analisis terhadap pembelajaran matematika pada tahap siklus I dalam proses pembelajaran dan hasil perolehan sudah mengalami peningkatan yaitu dari hasil pra-PTK nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,67 dan nilai yang diperoleh setelah PTK pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 5,38 pada tahap siklus I ini mengalami peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 0,71. Walaupun demikian peningkatan ini belum begitu merata karena masih ada siswa yang belum mencapai batas lulus. Oleh karena itu, peneliti merencanakan perbaikan proses pembelajaran matematika melalui metode pemecahan masalah pada tahap siklus II . 2. Siklus II a. Perencanaan Sebelum proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pemecahan masalah dilaksanakan, terlebih dahulu dipersiapkan perencanaan sebagai berikut : pertama, menyusun rencana pembelajaran II dengan menerapkan metode pemecahan masalah. Rencana pembelajaran tahap ini, perencanaan kegiatan yang dilakukan guru adalah merumuskan dalam bentuk Persiapan Mengajar Harian (PMH), dengan sub pokok bahasan perbnadingan dan skala pada soal cerita. Rumusan persiapan mangajar harian terlampir. b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Tindakan kedua ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 01 Februaril 2011 pukul 08.30-09.40 WIB, pada tindakan kedua ini berpedoman pada refleksi tindakan kesatu yang lebih banyak menjelaskan tentang cara memahami kalimat yang ada pada soal cerita, dan bagaimana cara penyelesaiannya apakah ditambah, dikurang, dikali atau dibagi. Setelah selesai mengoperasikanya memeriksa kembali apakah jawabannya benar atau tidak. Setelah melewati proses ini siswa akan lebih mudah untuk memahami soal. Kegiatan awal, setelah selesai ber doa, mengucap salam dan kemudian guru mengabsen guru memulai pembelajaranya dengan mengulang materi yang telah dipelajari dan selanjutnya mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Kegiatan inti, guru mencoba mengatasi kesulitan siswa dalam memahami soal cerita. Kemudian guru memberikan contoh soal yang digambarkan pada benda konkrit. Pertama guru menjelaskan apa yang diketahui dalam soal tersebut dan apa yang ditanyakandan bagaiman cara menyelesaikannya. Karena pembelajaran ini dilakukan pada kelas rendah yaitu kelas II, maka agar siswa lebih paham menggunakan benda kongkrit. Selama kegiatan berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal cerita serta memasuki hasil pengamatannya kedalam pengamatan observasi. Dan pada tahap siklus II ini siswa belajar lebih aktif dan dapat berpikir kritis, itu dapat dilihat dari berbagai pertanyaan dan jawabannya pada saat pembelajaran berlangsung. Akhir kegiatan inti II, guru menyimpulkan materi dan siswa diberikan tes formatif II secara individual. Kegiatan akhir, guru mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, yang dilanjutkan dengan memberikan evaluasi sebagai bahan refleksi II. Kesimpulan dari hasil belajar siswa pada siklus II peneliti menganalisis proses pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi aktivitas siswa guru selama pembelajaran yang diisi oleh observer. c. Analisis, Refleksi dan Revisi proses pembelajaran siklus ke II 1). Analisis Dari hasil analisis pada tahap siklus ke II ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.11 Hasil Analisis Terhadap Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap Siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Siswa Ahmad Fadilah Ahmad Yadi Adika Sofyan Anita Indriani Erwin Santoso Fitri Ekawati Fitriyani Intan Sri Mulyani Jafar Abdurrohman Nilai No 6 5 7 6 6 6 6 8 6 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Nama Siswa Khilin April Dhaeni Rahmat Hidayat Rasmadi Tia Haryani Tiyan Riyadi Dini Andini Aris Teja Sulaksana Muksin Nilai 7 8 7 7 7 6 5 5 8 Dari tabel 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa hasil pembelajaran siswa pada siklus II menunjukan peningkatan yang sangat baik, hal ini dapat dibuktikan oleh nilai yang diperoleh siswa semua siswa sudah mencapai batas kelulusan bahkan ada beberapa siswa yang memperoleh nilai 8. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini: Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Siswa Pada Tahap siklus II No Nilai Frekuensi (n) (f) 1 6 10 2 7 5 3 8 3 Jumlah 18 Rata-rata nilai nxf % 60 35 24 119 6,61 55,55 27,78 16,67 Kumulatif Atas Bawah 10 18 15 13 18 15 Kumulatif % Atas Bawah 55,55 100 83,33 44.45 100 16,67 Gambar 4.4 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus II Frekuensi 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Nilai 6 7 8 Dari grafik diatas menunjukan bahawa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 8 sebanyak 3 orang siswa dengan persentase 16,67% dan nila terendah yang diperoleh siswa adalah 6 yaitu sebanyak 10 orang siswa dengan persentase 55,55% dan yang dikategorikan lulus adalah sebanyak 18 siswa dengan persentase 100% , hal ini berarti semua siswa dapat memenuhi KKM dengan rata-rat nilai 6,61. Tabel 4.13 Aktivitas Siswa Dalam Tindakan Pembelajaran Siklus II No Aspek Pengamatan Kategori 1 Disiplin B 2 Motivasi B 3 Minat B 4 Aktivitas Belajar A Tabel diatas menunjukan peningkatan yang baik dalam proses pembelajaran matematika setelah menerapkan metode pemecahan masalah pada siklus ke II. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dari aspek kedisiplinan siswa, motivasi dan minat siswa dikategorikan baik (B), sedangkan aktivitas siswa dikategorikan sangat baik (A). Dapat disipulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat menjadikan siswa lebih aktif dan berpikir kritis dan lebih percaya diri dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dengan baik. 2). Refleksi dan Revisi Dari hasil analisis terhadap pembelajaran matematika pada tahap Siklus II diperoleh data bahwa proses pembelajaran yang terjadi pada Siklus II sangat baik, peningkatan persentase hasil belajar dari tahap pra PTK ke tahap siklus II mencapai 6,61 – 4,67 = 1,94 atau 29,34% dari hasil belajar pada Siklus II dan jumlah yang lulus sebanyak 18 Orang siswa dengan persentase 100% sehingga memberikan dampak cukup baik terhadap aktivitas dan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok perbandingan dan skala dalam bentuk soal cerita melalui metode pemecahan masalah.. Peningkatan tersebut menggambarkan adanya perubahan dalam proses pembelajaran selama menggunakan metode pemecahan masalah, dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa metode pemecahan masalah dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita sangat baik. Peningkatkan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan metode pemecahan masalah. Hasil yang di peroleh dari Pra–PTK, Siklus I dan Siklus II sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Analisis Tahap Pra-PTK Siklus I dan Siklus II No Nama Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ahmad Fadilah Ahmad Yadi Adika Sofyan Anita Indriani Erwin Santoso Fitri Ekawati Fitriyani Intan Sri Mulyani Jafar Abdurrohman 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Khilin April Dhaeni Rahmat Hidayat Rasmadi Tia Haryani Tiyan Riyadi Dini Andini Aris Teja Sulaksana Muksin Jumlah Rata-rata Nilai Pra-PTK 4 4 5 5 4 4 4 6 3 Perolehan Nilai Pada Siklus I Siklus II 5 6 4 6 6 7 6 6 6 6 6 6 5 6 6 8 5 6 5 4 7 7 6 4 3 3 6 5 5 7 6 6 5 4 3 7 7 8 7 7 7 6 6 6 8 84 4,67 97 5,38 119 6,61 Tabel 4.15 Angka Keberhasilan dari Tiap Siklus No Siklus Persentase 1 I 50% 2 II 100% Gambar 4.5 Grafik Nilai Pada Tahap Siklus I dan Siklus II 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 % Pra-PTK Siklus I Siklus II Berdasarkan pada grafik diatas bahwa persentase tingkat keberhasilan pada tahap siklus I adalah sebesar 50% dan persentase tingkat keberhasilan pada tahap siklus II adalah sebesar 100%. Terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II dengan persentase 50% C. Pembahasan Hasil penelitain menujukan bahwa pembelajaran matematika sebelum menggunakan metode pemecahan masalah mendapatkan nilai yang rendah dan nilai rat-rata yang diperoleh dibawah standar KKM dengan nilai rata-rata 4,67 sedangkan batas nilai KKM adalah 6,0 dan pada pembelajaran ini sebagian besar siswa belum mencapai batas nilai KKM yaitu sebanyak 13 orang siswa dari jumlah siswa seluruhnya 18, dengan persentase 72,22% siswa yang tidak lulus, Sedangkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sebelum menggunakan metode pemecahan masalah, menunjukan siswa kurang aktif dalam belajar, seakan-akan siswa belajar matematika hanya diam, mendengarkan dan mencatat materi yang di berikan guru, jadi dalam pembelajaran hanyalah guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, hasil dari observasi terhadap aktivitas belajar siswa. Hasil yang diperoleh pada aktivitas siswa setelah menggunakan metode pemecahan masalah, menunjukan peningkatan yang begitu baik, karena dalam pembelajaran ini, siswa lebih banyak diajak untuk berpikir aktif dalam pembelajaran dan guru dalam pemelajaran matematika ini hanyalah bersifat fasilitator. Nilai yang diperoleh dalam proses pembelajaran setelah menerapkan metode pemecahan masalah pun meningkat yaitu pada siklus I mendapatkan nilai rata-tara kelas 5,38 dengan tingkat keberhasilan 50% dan pada siklus II mendapatkan nilai rata-rata kelas 6,61 dengan tingkat keberhasilan 100%. Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa selain itu juga metode pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang tadinya siswa bersifat pasif dalam pembelajaran matematika, bahwa sebelum penelitian di laksanakan dengan menggunakan metode pemecahan masalah, aktivitas siswa tidak lain hanyalah duduk, diam,mencatat materi yang diberikan oleh guru dan akhir pelajaran siswa melaksanakan tes evaluasi, tetapi setelah penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dalam menyelesaikan soal cerita, siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar dan berpikir aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan metode pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika kelas VI di SD Negeri Purwajaya III , dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sebelum menggunakan metode pemecahan masalah hasil belajar siswa sangat kurang baik dan dibawah rata-rata KKM dengan 6,0 yang tidak lulus sebanyak 13 orang dari jumlah 18 siswa, dengan rata–rata kelas 4,67. 2. Aktivitas belajar siswa dengan menggunakan metode pemecahan masalah menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran siswa tidak lagi diam dan pasif dalam pembelajaran matematika siswa lebih diajak berpikir aktif dan dituntut untuk bertanya jika ada materi yang belum dipahami. Setelah menggunakan metode pemecahan masalah siswa menagalmi penigkatan dari berbagai aspek, dari aspek disiplin, motivasi,minat dan aktivitas dalam pembelajaran. 3. Sesudah menggunakan metode pemecahan masalah hasil belajar siswa meningkat dengan baik, menggunakan nilai batas lulus (rata-rata KK) 6,0 yang lulus sebanyak 28 orang siswa, dengan nilai rata–rata kelas pada siklus I (5,38) dengan tingkat keberhasilan 50%. dan Siklus II (6,61) dengan tingkat keberhasilan 100%. B. Saran 1. Dengan melihat hasil peningkatan prestasi belajar siswa, setelah menggunakan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, disarankan bagi guru–guru untuk dapat menerapkan metode pemecahan masalah dalam proses pembelajaran karena (1) siswa tidak lagi bosan dengan metode ceramah yang disajikan guru setiap mengajar, (2) siswa tidak lagi takut menghadapi pelajaran matematika, (3) siswa tidak lagi menjadi objek dalam proses pembelajaran, (4) siswa tidak lagi pasif dalam proses pembelajaran,(5) siswa harus lebih meningkatkan aktivitas belajarnya (6) siswa tidak bingung lagi ketika menghadapi soal cerita dan bisa menyelesaikannya dengan baik. 2. Agar pelaksanaan metode pemecahan masalah terlaksana dengan efektif dan efesien. Perlu aspek-aspek sebagai berikut : (1) bahan pelajaran harus sudah tersusun dengan baik, (2) siswa diajak untuk berpikir, (3) kreativitas siswa lebih diutamakan, (4) penguasaan materi bagi pengajar, (5) kemampuan guru dalam mengarahkan siswa ke dalam menyelesaikan soal cerita, (6) guru harus menjaga keamanan dan ketertiban siswa, supaya kelas lain tidak terganggu. 3. Apabila masih ada siswa yang belum mencapai terget, dianjurkan bagi guru untuk mengadakan pengajaran remedial atau perbaikan yang biasanya menerapkan kegiatan –kegiatan sebagai berikut: (1) mengulang pokok bahasan seluruhnya, (2) mengulang pokok bahasan yang hendak dicapai, (3) menyelesaikan soal-soal secara bersama-sama, (4) memberikan tugas–tugas khusus. DAFTAR PUSTAKA Adjie, N dan Maulana. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press Ambarita, A. (2006). Manajemen Pembelajaran. Bandung: Depdiknas Adjie Nahrowie. (2006). Konsep Dasar Matematika. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia. Erman, S, Dkk ( 2002), kurikulum Pembelajaran, Bandung : UPI Hermawan, R., Mujono dan Suherman, A. (2006). Metode Penelitian Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press Karso, dkk. (2002) Pendidikan Matematika I, Jakarta : Pusat Penerbit Universitas Terbuka. Kasbolah, Kasihani.(1997/1998).Penelitian Tindakan Kelas : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi. NN. (2007). Pemecahan Masalah. [Online]. Tersedia:http://gurupkn.wordpress.com [17 desember 2009] NN. (2009). Pendekatan Pemecahan Masalah dalam Matematika. [Online]. Tersedia: http://techonly13.wordpress.com [17 Desembar 2009] Purwanto. Ngalim (1990) Psikologi Pendidikan :Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Ruseffendi. (2006) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengmbangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Rusefendi, E.T, dkk. (1998) Model Pendidikan Matematika 3. Depdiknas 1992 Sukidin, dkk ( 2002), Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Insan Cendikia. Syarifudin Tatang. (2006) Landasan Pendidikan. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Suwangsih, E. (2006). Model Pembalajaran Matematika. Bandung: UPI Press Syaodih. Sukmadinata, Nana. (2003) Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Usman, Moh Uzer. (1993) Upaya Peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Wardani, I, Wihardit K.(2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka. Winataputra, udin, dkk. Teori Belajar dan Pembalajaran. Jakarta: Universitas Terbuka Winda. (2009). Metode Problem Solving Pemecahan. [Online]. Tersedia: http://winda-forum.blogspot.com [17 desember 2009] . Wibawa, Basuki. (2003) Penilaian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional --------------(2006) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : HAKIMUDIN Tempat Tanggal Lahir : Karawang, 17 Juli 1981 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat Kec.Cilamaya : Dusun Sepatkerep 12/04 Desa Wetan Kab. Karawang Jawa Barat 41384 Status : Menikah Pekerjaan : Guru Keluarga : Orang tua : Waroh / Tati Saudara : Aenun Inayah Ayu Lailatulzahro Vio Aulia Istri : Rosi Hidayanti Anak : Arsalan Fayyad Hakim Riwayat Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. SDN Cikarang 1, lulus tahun 1995 MTsN Cilamaya, lulus tahun 1998 MAN Cilamaya, lulus tahun 2001 STAI Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta, D2 lulus tahun 2007 UPI Kampus Purwakarta, S1 PGSD lulus tahun 2011 Cilamaya Wetan , 01 Maret 2011 Peserta KKG, HAKIMUDIN Cikarang