Academia.eduAcademia.edu

Love of Money Religiusitas dan Penggelapan Pajak

Perspektif Akuntansi

Love of money merupakan faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam penggelapan pajak. Penelitian ini secara empiris meneliti perilaku seseorang dalam membayar pajak yang terkait dengan pajak UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh love of money  terhadap penggelapan pajak dan faktor religiusitas yang dapat memperlemah atau memperkuat love of money terhadap penggelapan pajak. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan membagikan kuisioner secara langsung kepada wajib pajak UMKM di Kota Salatiga. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis linier berganda. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa love of money tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak sedangkan religiusitas memoderasi love of money terhadap penggelapan pajak.

Perspektif Akuntansi Volume 3 Nomor 1 (Februari 2020), hal. 17-31 ISSN: 2623-0194(Print), 2623-0186(Online) Copyright© The Authors(s). All Rights Reserved Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana DOI: https://doi.org/10.24246/persi.vXiX.p17-31 http://ejournal.uksw.edu/persi LOVE OF MONEY, RELIGIUSITAS DAN PENGGELAPAN PAJAK (Studi Pada Wajib Pajak UMKM di Kota Salatiga) Lies Meida Choiriyah Theresia Woro Damayanti1 Universitas Kristen Satya Wacana Received 10/03/2020 Accepted 30/06/2020 Abstract. Love of money is a factor that can influence someone in tax evasion. This research empirically examines a person's behavior in paying taxes related to SME taxes. This study aims to determine the effect of love of money on tax evasion and religious factors that can weaken or strengthen love of money on tax evasion. The data used in this study are primary data by distributing questionnaires directly to MSME taxpayers in Salatiga. The data analysis technique used is multiple linear analysis. The results in this study indicate that love of money has no effect on tax evasion while religiosity moderates love of money on tax evasion. Keywords: love of money, religiosity, tax evasion Abstrak. Love of money merupakan faktor yang dapat memengaruhi seseorang dalam penggelapan pajak. Penelitian ini secara empiris meneliti perilaku wajib pajak dalam membayar pajak yang terkait dengan pajak UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak dan faktor religiusitas yang dapat memperlemah atau memperkuat love of money terhadap penggelapan pajak. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan membagikan kuisioner secara langsung kepada wajib pajak UMKM di Kota Salatiga. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis linier berganda. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa love of money tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak sedangkan 1 [email protected] 17 religiusitas memoderasi love of money terhadap penggelapan pajak. Kata kunci: love of money, religiusitas, penggelapan pajak Pendahuluan Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang dibayarkan masyarakat kepada negara yang bersifat memaksa untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum (Supramono dan Damayanti, 2015). Suminarsasi dan Supriyadi (2011) mengungkapkan bahwa sumber pendapatan negara Indonesia yang paling besar yakni dari sektor perpajakan dan salah satu hal yang dapat menyebabkan target penerimaan pajak tidak tercapai yaitu dengan dilakukannya praktik penggelapan pajak oleh wajib pajak. Banyak ditemukan kecurangan dibidang pajak seperti penghindaran, penyimpangan, penggelapan dan pemalsuan dokumen demi mendapatkan keuntungan illegal untuk memperkaya diri sehingga menyebabkan distorsi penerimaan negara (Zirman, 2015). Banyak faktor yang memengaruhi seseorang dalam melakukan penggelapan pajak. Berdasarkan penelitian Asih dan Dwiyanti (2019), faktor-faktor yang memengaruhi penggelapan pajak salah satunya yaitu love of money atau kecintaan seorang terhadap uang yang berlebih. Tang dan Chiu (2003) menyatakan cinta terhadap uang adalah sikap dan pengertian seseorang menuju uang, serta keinginan dan aspirasi individu terhadap uang yang berlebih. Ketika seseorang memiliki kecintaan yang besar terhadap uang maka akan mengakibatkan kelalaian dan mengabaikan nilai-nilai moral yang dimilikinya. Dalam kehidupan sehari-hari uang merupakan hal yang sangat penting, maka dari itu uang juga dapat memicu seseorang dalam pelanggaran. Seseorang seringkali melakukan tindakan penggelapan pajak dengan alasan bahwa ketika seseorang sudah mengeluarkan uang untuk membayar pajak tetapi tidak menerima manfaat secara langsung dan menempatkan uang sebagai prioritas utama dalam kehidupannya, mereka beranggapan bahwa tindakan penggelapan pajak merupakan tindakan yang dapat diterima (Rosianti & Mangoting, 2014). Hasil penelitian dari Asih dan Dwiyanti (2019); Nauvalia, Hermawan dan Sulistyani (2018); Rezki dan Fajriana (2003); membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif love of money terhadap penggelapan pajak pada wajib pajak orang pribadi. Perilaku seseorang seringkali didorong pula oleh norma agama yang diyakini oleh setiap individu karena keyakinan agama yang sangat kuat dianut oleh seseorang memberikan peningkatan nilai-nilai dan perilaku seseorang atau sering disebut sebagai religiusitas. Ermawati (2018) menyatakan bahwa 18 religiusitas merupakan sejauh mana pengetahuan, kekokohan keyakinan, kaidah ibadah, dan sedalam apa penghayatan atas agama yang dianut oleh seseorang. Dorongan dalam diri seseorang untuk berperilaku baik sebagaimana mestinya yang diatur oleh agama, seperti yakin dengan adanya keberadaan Tuhan, dan menjauhi larangan-Nya. Dalam kaitannya dengan pajak, terdapat dugaan bahwa seseorang yang memiliki love of money namun memiliki religiusitas yang tinggi tetap akan membayar pajak dengan patuh. Kecintaan seseorang terhadap uang salah satunya dapat dimoderasi dari keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya, perilaku tersebut dapat dilihat dari komitmen terhadap agamanya. Agama memiliki peran penting di dalam kehidupan seseorang, agama akan membentuk keyakinan, pengetahuan, serta sikap seorang individu. Di Indonesia sendiri religiusitas masih sangat memengaruhi seseorang dalam bertindak dan mengambil keputusan. Penelitian sebelumnya mengenai penggelapan pajak telah menguji pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak (Nauvalia, Hermawan & Sulistyani, 2018; Rezki & Fajriana, 2003; Dewanta & Machmuddah, 2019; Surahman & Putra, 2018) namun demikian sepengetahuan peneliti masih sangat terbatas penelitian yang menggunakan moderasi religiusitas dalam pengaruh antara love of money terhadap penggelapan pajak. Religiusitas dari wajib pajak akan mendorong seseorang untuk berperilaku baik sebagaimana mestinya yang diatur oleh agama termasuk membayar pajak, oleh sebab itu diduga wajib pajak yang memiliki love of money namun memiliki religiusitas yang tinggi tetap akan membayar pajak dengan patuh. Berdasarkan permasalahan tersebut maka bisa dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu: (1) apakah sikap love of money seseorang berpengaruh terhadap penggelapan pajak? (2) apakah religiusitas memperkuat atau memperlemah pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak? Dengan latar belakang permasalahan diatas, tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah religiusitas seseorang memperkuat atau memperlemah pengaruh sifat love of money seseorang terhadap penggelapan pajak. Studi ini berkontribusi dalam pengembangan literatur berkaitan dengan penggelapan pajak dengan menambahkan variabel religiusitas dalam moderasi pengaruh antara love of money dan penggelapan pajak. Studi ini menggunakan data primer dengan responden wajib pajak orang pribadi non karyawan. Terdapat 100 wajib pajak orang pribadi non karyawan yang menjadi responden. Studi ini menggunakan Moderated Regression Analysis sebagai alat analisis dalam menguji pengaruh antara love of money dan penggelapan pajak dengan religiusitas sebagai variabel moderasi. 19 Telaah Pustaka Penggelapan Pajak Menurut Zain (2008) mendefinisikan bahwa penggelapan pajak merupakan suatu tindakan melanggar peraturan undang-undang perpajakan. Mardiasmo (2013) mengungkapkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) merupakan usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meringankan beban pajaknya dengan cara melanggar undang-undang secara tidak legal. Upaya yang dilakukan wajib pajak untuk menghindari pembayaran pajak terutang secara ilegal salah satunya dilakukan dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya (Pohan, 2013). Penelitian Siahaan (2010) membuktikan bahwa wajib pajak menyalahi aturan Undang-Undang Perpajakan yang dilakukan dengan cara tidak melaporkan pendapatan yang didapat secara benar. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh Siamena, Sabijono dan Warongan (2017) yang mendefinisikan bahwa penggelapan pajak merupakan hal yang dilakukan dengan cara melanggar undang-undang untuk melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Farhan, Helmy dan Afriyenti (2019) menjelaskan bahwa tindakan yang berlawanan dengan hukum yang dilakukan wajib pajak seperti tidak melaporkan pendapatan yang sebenarnya atau menyembunyikan asset yang dimiliki agar jumlah pembayaran pajak menjadi lebih kecil. Tindakan penggelapan pajak biasanya dipengaruhi oleh berbagai hal, misalnya tarif pajak yang terlalu tinggi, kurangnya informasi fiskus mengenai hak dan kewajiban membayar pajak kepada wajib pajak dan lemahnya ketegasan pemerintah dalam menangani kasus kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga peluang wajib pajak untuk melakukan tindak kecurangan semakin besar. Sehingga dapat dikatakan penggelapan pajak merupakan tindak pidana yang melanggar hukum perpajakan karena mengacu pada tindakan yang tidak benar yang dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajiban dalam membayar pajak. Wajib pajak akan patuh membayar pajak apabila terdapat sanksi pajak yang ketat dan berat, sebaliknya apabila sanksi pajak tidak ketat wajib pajak akan memilih tidak membayar pajak dan kemungkinan akan melakukan penggelapan pajak (Karlina, 2020). Love of Money Love of money merupakan kecintaan seseorang terhadap uang dimana setiap tindakan dilakukan berdasarkan pada uang (Tang, 1993). Seseorang yang memiliki tingkat love of money tinggi cenderung berdampak dengan menganggap uang sebagai hal yang sangat penting, uang dapat memberikan kebahagiaan karena uang menjadi motivasi untuk lebih giat dalam bekerja, merasa dihormati dalam lingkungan sosial, serta menjadi tolak ukur 20 keberhasilan yang telah dicapai (Tang, 1993). Dengan tingginya sikap love of money yang berlebih dapat menjadi akar dari suatu kejahatan (Tang dan Chiu, 2003). Love of money yang dimaksudkan adalah bagaimana seseorang melakukan segala cara untuk memiliki banyak uang dengan meminimalkan pengeluaran, begitupun saat membayar pajak. Wajib pajak yang memiliki sikap love of money yang tinggi menggunakan berbagai cara untuk meminimalkan pengeluaran dalam pembayaran pajak dengan cara melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Usaha yang dapat dilakukan wajib pajak untuk mengurangi pengeluaran dapat dilakukan dengan melaporkan sebagian harta yang dimiliki sehingga meringankan beban pajak (Mardiasmo, 2009). Religiusitas Religiusitas merupakan sikap keagamaan dalam diri seseorang yang dapat mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ajaran atas keyakinan agama yang dianutnya (Allport and Ross, 1967). Fauzan (2015) menyatakan bahwa religiusitas mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku etis seseorang yang mengarahkan seseorang untuk menetapkan fungsi dan perannya sebagai landasan moral etika dalam bermasyarakat. Tingkat ilmu agama dan keyakinan seseorang terhadap sang pencipta akan menjadikan pegangan kuat dalam setiap tindakan yang akan dilakukannya, tingkat religiusitas yang tinggi akan mendorong pada perilaku yang positif begitupun sebaliknya tingkat religiusitas yang rendah akan menimbulkan perilaku yang negatif (Jalaluddin, 2011). Religiusitas memiliki dua dimensi yaitu religiusitas intrinsik dan religiusitas ektrinsik. Dimensi intrinsik mengarah pada komitmen yang kuat terhadap agama mewakili jaminan internal yang kuat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari seseorang, sedangkan dimensi ekstrinsik memanfaatkan agama sebagai sebuah alat dalam kehidupan sosial untuk berpartisipasi beragama dengan tujuan pencarian jati diri (Allport and Ross, 1967). Dengan adanya religiusitas dalam diri seseorang mampu membentuk nilai-nilai moral dalam dirinya sehingga seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi mampu mengontrol diri dan mempertimbangkan segala perilakunya sesuai ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian, semakin tinggi religiusitas seseorang maka taat dalam beragama juga tinggi sehingga orang tersebut diharapkan mampu menghindari tindak kecurangan dan perilaku tidak etis terkait praktik penggelapan pajak. 21 Pengembangan hipotesis Pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak Love of money merupakan sikap kecintaan seseorang terhadap uang, ketika seseorang memiliki kecintaan terhadap uang yang sangat besar maka ia akan berperilaku kurang etis jika dibandingkan dengan orang yang memiliki kecintaan terhadap uang yang lebih rendah (Basri, 2015). Ketika seseorang memiliki kecintaan yang besar pada uang, hal tersebut akan membuatnya lalai dan mengabaikan nilai-nilai etika dan moral yang dimilikinya. Seseorang akan selalu berharap memiliki banyak uang, maka dari itu orang tersebut melakukan segala cara untuk menghemat pengeluarannya salah satunya yaitu saat pembayaran pajak. Dengan demikian, semakin tinggi sifat love of money yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula ia menekan pengeluaran untuk membayar pajak yang salah satunya melalui cara-cara yang tidak benar/ilegal. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nauvalia, Hermawan dan Sulistyani (2018); Rezki dan Fajriana (2003); Dewanta dan Machmuddah (2019); Surahman dan Putra (2018) menunjukkan bahwa love of money berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Maka dapat dirumuskan hipotesis: H1: Love of money berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak Pengaruh Moderasi Religiusitas Atas Love of Money Terhadap Penggelapan Pajak Religiusitas merupakan bentuk kepercayaan kepada Tuhan dengan tingkatketerikatan individu dalam mengekspresikan ajaran agamayang dianutnya dengan cara mempraktikkan dimensi keagamaan kedalam kehidupansehari-hari (Dharma, Agusti & Kurnia, 2016). Agama sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari dan diharapkan agama dapat memberikan kontrol internal dalam penegakan moral tentang perilaku penipuan pajak, individu yang memiliki religiusitas yang tinggi akan mampu mengendalikan diri dari sifat love of money karena mereka mampu mengendalikan diri sehingga lebih mengutamakan Tuhan dan menganggap uang bukanlah segalanya. Keyakinan agama yang kuat memiliki moralitas yang tinggi sehingga dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk maka akan menghindari hal-hal buruk seperti memanipulasi pajak atau bertindak untuk kepentingan pribadi. Kemudian Dewanta dan Machmuddah (2019) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi maka akan mendorong seseorang tersebut untuk berperilaku positif dan sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang rendah maka akan menimbulkan perilaku negatif. Jadi semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang dapat mengontrol sikap love of 22 money dalam dirinya sehingga semakin kecil untuk melakukan penggelapan pajak. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wankhar dan Diana (2018) menunjukkan bahwa religiusitas dapat mengurangi pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak. Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut H2: Religiusitas dapat memperlemah pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak Metoda Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) di Salatiga. Jenis penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dengan membagikan kuisioner kepada wajib pajak orang pribadi yang terpilih di Salatiga. Dengan menggunakan convenience sampling, penyebaran instrumen dilakukan dengan menyebarkan data kepada wajib pajak yang memenuhi syarat dan berkenan mengisi instrumen. Responden yang terpilih merupakan wajib pajak non karyawan di Salatiga, sebab wajib pajak ini melakukan semua kewajiban pajaknya sendiri mulai dari menghitung, membayar hingga melaporkan sendiri pajaknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif apabila dilihat dari data yang digunakan. Variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan penggelapan pajak. Variabel bebas yang digunakan yakni love of money dan menggunakan religiusitas sebagai variabel moderasinya. Indikator digunakan untuk menyusun pertanyaan dan nantinya akan diajukan ke responden yang terpilih. Penelitian ini menggunakan scoring dan skala likert skala 1-5 yaitu pernyataaan sangat tidak setuju hingga sangat setuju untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepada responden. Hasil dan Pembahasan Profil Responden Penelitian Responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, lama usaha, omset perbulan dan penghitung pajak. Responden penelitian ini dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) atau biasa disebut dengan pelaku UMKM yang berada di wilayah Salatiga. Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden, jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 115 kuesioner dan yang hanya dapat diolah sebanyak 100 (87%) dengan rincian pada berikut: 23 Tabel 2. Identitas Responden Jenis Kelamin Agama Tingkat Pendidikan Lama Usaha Omset Perbulan Penghitung Pajak Keterangan Laki-laki Perempuan Kristen Katolik Islam Buddha Tao SD SMP SMA D3 S1 < 5 Tahun 5 – 10 Tahun > 10 Tahun < Rp. 25.000.000 Rp. 25.000.000 Rp. 200.000.000 Rp. 200.000.000Rp. 400.000.000 > Rp. 400.000.000 Fiskus Diri Sendiri Konsultan Jumlah 58 42 37 23 30 9 1 2 2 28 15 53 13 37 50 52 Persentase 58% 42% 37% 23% 30% 9% 1% 2% 2% 28% 15% 53% 13% 37% 50% 52% 45 45% 3 3% 0 0 91 9 91% 9% Sumber: Data primer, diolah 2020 Dari 115 kuisioner yang dibagikan, terdapat kuesioner yang kembali dan dapat diolah sebanyak 100 (87%). Hal tersebut karena terdapat kuesioner yang tidak kembali sebanyak 3 (2,6%) dan tidak dapat diolah sebanyak 12 (10,4%) kuesioner. Terdapat kuesioner tidak dapat diolah dikarenakan saat mengisi jawaban responden tidak serius dalam menjawab pertanyaan, yang ditunjukkan dari ketidakkonsistenan jawaban saat diajukan pertanyaan terbalik Responden dalam studi ini didominasi oleh laki-laki yang ditunjukkan dari proporsi responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 42%. Sementara menurut keyakinan beragama didominasi oleh agama Kristen sebanyak 37%, sementara keyakinan lainnya adalah Katolik (23%); Islam (30%); Buddha (9%); Tao (1%). Berkaitan dengan pendidikan terakhir, sebagian besar memiliki pendidikan terakhir sarjana yaitu sebanyak 53%, sementara yang berpendidikan SD dan SMP masing-masing hanya 2%, SMA sebanyak 28%, D3 sebanyak 15%. Sebagian besar telah memulai usahanya lebih dari sepuluh tahun yang lalu dengan sebagian besar memiliki omset kurang dari Rp 25.000.000 (52%). Hampir seluruh responden 24 (91%) menghitung sendiri pajaknya dan sisanya menggunakan jasa konsultan pajak. Statistik deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran responden mengenai variabel yang akan diteliti mencakup nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan nilai deviasi dari dari data penelitian. Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel N Min Max Mean Std. Deviation Love of money 100 22 60 43,60 7,662 Religiusitas 100 17 36 28,43 3,343 Penggelapan Pajak 100 5 24 12,17 3,734 Sumber: Data diolah, 2020 Pada Tabel 3 penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah data yang diteliti sebanyak 100. Love of money berada pada mean 43,60 dengan nilai minimum 22 dan nilai maksimum 60 serta standar deviasi 7,662. Hal ini berarti bahwa responden rata-rata memiliki tingkat love of money yang tinggi. Kemudian religiusitas memiliki nilai mean sebesar 28,43 dengan nilai minimum 17 dan nilai maksimum 36, serta standar deviasi 3,343. Hal ini berarti bahwa responden rata-rata memiliki tingkat religiusitas yang tinggi. Untuk penggelapan pajak, mean menunjukkan nilai sebesar 12,17 dengan nilai minimum 5 dan maksimum 24 serta standar deviasi 3,734. Hal ini berarti bahwa responden rata-rata memiliki penggelapan pajak yang sedang. Pengujian Kualitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner dapat mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner (Ghozali, 2016). Apabila skor total lebih besar dari 0,30 dan terdapat tingkat signifikansi dibawah 0,05 dari korelasi skor tiap item dengan skor total, maka dapat dikatakan valid. Instrumen penelitian terdiri dari beberapa item pertanyaan yakni dari Love of money (X), Religiusitas (Z) dan Penggelapan Pajak (Y) memiliki koefisien lebih dari 0,30 dan tingkat signifikasinya dibawah 0,05 maka dapat dikatakan seluruh indikator yang ada memenuhi syarat validitas data. Uji reabilitas digunakan untuk mengetahui apakah konsistensi nilai ukur yang digunakan tetap konsisten dan dapat diandalkan, dalam penelitian ini untuk 25 menguji keandalan reabilitas menggunakan nilai Cronbach’s Alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2011). Cronbach’s Alpha dalam penelitian ini memiliki nilai 0,853 untuk love of money, religiusitas sebesar 0,863 dan penggelapan pajak sebesar 0,856 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pernyataan pada kuesioner reliabel dan dapat digunakan. Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat data yang berdistribusi normal antara variabel terikat dengan variabel bebas dalam model regresi, berdasarkan uji normalitas menggunakan uji kolmogorv smirnov nilai Asymp. Residual dapat dikatakan berdistribusi normal jika nilai nya lebih besar dari α (0,05) (Ghozali, 2013). Nilai residual yang didapat sebesar 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residualnya lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu sebesar 0,05 dan dapat dikatakan seluruh data berdistribusi normal. Uji multikolonieritas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi tidak terjadi korelasi antar variabel bebas, uji multikolonieritas dilakukan dengan menggunakan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Penelitian yang terbebas dari multikolinearitas yaitu apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,1 atau VIF kurang dari 10 (Ghozali, 2013). Dalam penelitian ini variabel bebas memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yaitu love of money (0,996) dan Religiusitas (0,996) dan jika dilihat nilai VIF nya lebih kecil dari 10 yakni Love of money (1,004) dan Religiusitas (1,004). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak terjadinya multikolinearitas antar variabel. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji glejser yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yang ada. Jika tingkat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas didalam penelitian tersebut (Ghozali, 2013). Hasil pengujian mendapatkan tingkat signifikannya diatas 0,05 yaitu variabel love of money (0,455) dan religiusitas (0,059), maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terbebas dari gejala heteroskedastisitas. Pengujian Hipotesis Berdasarkan dari hasil pengolahan data menggunakan regresi sederhana pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak dengan analisis SPSS, hasil penelitian ditunjukan pada tabel 4 di bawah ini: 26 Tabel 4 . Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Coeficient Sig Keterangan Love of money 0,102 0,314 H1 Ditolak Love of money*Religiusitas -1,465 0,088 H2 Diterima Sumber: Data diolah, 2020 Uji hipotesis pertama menunjukkan jika love of money tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak dengan signifikansi sebesar 0,314 lebih besar dari ά 5% dan memiliki nilai koefisien regresi positif. Hasil uji tersebut menunjukkan H1 ditolak. Hasil uji hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa religiusitas sebagai variabel pemoderasi memperlemah hubungan antara pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak ditunjukkan dengan nilai sig 0,088 < 10% dari nilai ά dan nilai koefisien regresi bernilai negatif. Hal ini dapat disimpulkan H2 diterima. Nilai koefisien -1,465 setelah adanya moderasi lebih kecil dibandingkan sebelum adanya moderasi yakni 0,102. Pembahasan Pengaruh Love of money Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian ini membuktikan jika hipotesis ditolak atau love of money tidak memiliki pengaruh terhadap penggelapan pajak, hal ini tidak sesuai dengan penelitian Farhan, Helmy dan Afriyenti (2019) yang memberikan hasil bahwa terdapat pengaruh negatif antara love of money terhadap penggelapan pajak. Semakin tinggi sikap love of money seseorang maka semakin tinggi pula untuk berperilaku tidak etis dan niat untuk memanipulasi pajak yang akan dibayarkan semakin tinggi. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian Sofha dan Utomo (2018) yang menyatakan bahwa love of money tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap love of money seseorang tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Artinya, wajib pajak yang memiliki tingkat love of money tinggi maupun rendah akan tetap menghindari penggelapan pajak atau tidak melakukan manipulasi pajak. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wajib pajak merasa tidak dirugikan dalam kewajiban membayar pajaknya walaupun mereka mengeluarkan uang 27 untuk membayar pajak. Orang yang memiliki sikap love of money tinggi maupun rendah akan tetap mengeluarkan uang mereka untuk membayar kewajiban pajaknya sesuai dengan perhitungan pajak yang sesungguhnya. Diketahui dari kuesioner pertanyaan tentang apakah wajib pajak merasa rugi ketika membayar pajak, 65% responden menyatakan netral dan tidak setuju mengenai membayar pajak merupakan hal yang merugikan bagi wajib pajak. Oleh karenanya, ketika wajib pajak mengeluarkan uang untuk membayar pajak, mereka tidak merasa dirugikan karena membayar pajak merupakan kewajiban yang harus ditaati bagi setiap warga negara dan tidak bisa dihindarkan. Dari pernyataan tersebut terbukti bahwa wajib pajak yang memiliki sikap love of money rendah maupun tinggi tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Bagi seseorang yang tidak memiliki kesadaran tentang kewajiban membayar pajak akan merasa dirugikan, karena mereka beranggapan bahwa membayar pajak adalah sebuah tindakan yang tidak bermanfaat secara langsung dan merugikan ketika harus mengeluarkan uang untuk membayar pajak yang dikenakan dari penghasilan yang diperoleh. Pengaruh Moderasi Religiusitas Atas Love of Money Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan jika hipotesis diterima, hal tersebut menunjukkan jika variabel religiusitas sebagai pemoderasi mampu untuk memperlemah pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hafizhah (2016) bahwa interaksi antara love of money dan religiusitas dapat mengurangi tingkat penggelapan pajak dan dapat menurunkan upaya melakukan tindakan penggelapan pajak. Religiusitas memiliki pengaruh antara love of money terhadap penggelapan pajak yang berarti semakin tinggi religiusitas yang dimiliki seseorang akan memberikan dampak yang semakin baik mengenai perilaku seseorang. Sebagian besar wajib pajak telah membawa nilai-nilai ajaran agama ke seluruh aspek kehidupan. Diketahui dari kuisioner pertanyaan tentang apakah responden membawa nilai-nilai agama ke semua aspek dalam hidup, 81% responden menyatakan setuju bahwa telah berusaha membawa nilai-nilai dan ajaran agama ke dalam hidup. Dari hal tersebut terbukti bahwa dengan adanya religiusitas seseorang akan mampu menekan ketamakan dan tidak menganggap uang merupakan hal yang harus diutamakan sehingga melemahkan sikap love of money yang berdampak pada meminimalkan upaya untuk melakukan praktik penggelapan pajak. Religiusitas seseorang dapat menjadikan hal yang penting untuk mengendalikan sikap terlalu cinta terhadap uang, sehingga upaya untuk melakukan tindakan tidak etis seperti penggelapan pajak dapat dihindarkan. 28 Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak dengan religiusitas sebagai variabel moderasi. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa love of money tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya sikap love of money yang dimiliki seseorang tidak memengaruhi seseorang untuk bertindak tidak jujur dalam penyampaian kewajiban pajaknya. Karena wajib pajak sadar bahwa membayar pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga negara yang nantinya akan mendapatkan timbal balik manfaat dari pembayaran pajak yang sudah disetorkan. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu religiusitas. Hasil analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas dapat memperlemah pengaruh love of money terhadap penggelapan pajak, hal ini dikarenakan seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan menghindari sikap yang selalu mengutamakan uang dalam segala hal yang cenderung sering merasa tidak puas dan tamak, sehingga akan berfikir dua kali dalam melakukan tindakan tidak etis seperti penggelapan pajak. Daftar Pustaka Allport, G. and Ross, J. (1967) ‘“Personal Religious Orientation and Prejudice”’, Journal of Personality and Social Psychology, p. 5, pp. 447–457. Asih, N. P. M. and Dwiyanti, K. T. (2019) ‘Pengaruh love of money , machiavellian , dan equity sensitivity terhadap persepsi etika penggelapan pajak ( Tax Evasion ) FakultasaEkonomirdan BisnisaUniversitasaPendidikan Nasionalf ( Undiknas ), Bali , Indonesia AB’, E-Jurnal akuntansi universitas udayana, 26, pp. 1412– 1435. Basri, Y. M. (2015) Pengaruh gender , religiusitas dan sikap love of money terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Dewanta, M. A. and Machmuddah, Z. (2019) ‘Gender, religiosity, love of money, and ethical perception of tax evasion’, Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 6(1), pp. 71–84. doi: 10.24815/jdab.v6i1.10990. Dharma, L., Agusti, R. and Kurnia, P. (2016) ‘Pengaruh gender, pemahaman perpajakan dan religiusitas terhadap persepsi penggelapan pajak’, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 3(1), pp. 1565–1578. Ermawati, N. (2018) ‘Pengaruh religiusitas, kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak’, (2018), pp. 106–122. 29 Farhan, M., Helmy, H. and Afriyenti, M. (2019) ‘Pengaruh machiavellian dan love of money terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan religiusitas sebagai variabel moderasi’, Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(1 Seri D), pp. 470–486. Fauzan Fauzan (2015) ‘Pengaruh Religiusitas Dan Ethical Climate Terhadap Ethical Behavior’, Jurnal Ekonomi Modernisasi, 11(3), pp. 187–202. Ghozali, I. (2011) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro. Ghozali, I. (2013) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I. (2016) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8. Cetakan ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hafizhah, I. (2016) ‘Faculty of Economics Riau University, Pekanbaru Indonesia’, Pengaruh Etika uang Terhadap Kecuranagan Pajak dengan Religiusitas, Gender dan Materialisme Sebagai Variabel Moderasi, 2(2), pp. 2010–2012. Jalaluddin (2011) Psikologi Agama. Jakarta: RajaWali. Karlina, Y. (2020) ‘Pengaruh Love of Money, Sistem Perpajakan, Keadilan Perpajakan, Diskriminasi Perpajakan, Pemahaman Perpajakan, Sanksi Perpajakan dan Religiusitas terhadap Penggelapan PAjak (Berdasarkan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan’, 01, pp. 58–69. Mardiasmo (2009) Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mardiasmo (2013) Perpajakan edisi revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Nauvalia, F. A., Hermawan, Y. and Sulistyani, T. (2018) ‘Pengaruh religiusitas, pemahaman perpajakan, status sosial ekonomi dan love of money terhadap persepsi penggelapan pajak’, Permana, IX(2), pp. 132–143. Pohan, C. A. (2013) Manajemen perpajakan: Strategi perencanaan pajak dari bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rezki, R. M. and Fajriana, I. (2003) ‘Pengaruh gender, religiusitas, sosial ekonomi, dan sikap love of money terhadap persepsi etika penggelapan pajak (studi empiris umkm yang terdaftar di kpp pratama palembang Ilir Barat’, (Mm), pp. 1–18. Rosianti, C. and Mangoting, Y. (2014) ‘Pengaruh money ethics terhadap tax evasion dengan intrinsic dan extrinsic religiosity sebagai variabel moderating’, Petra Christian University Tax and Accounting Review, 4(1), pp. 1–11. Siahaan, M. P. (2010) ‘Hukum pajak elementer’. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Siamena, E., Sabijono, H. and Warongan, J. D. . (2017) ‘Pengaruh sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Manado’, Jurnal ilmiah akuntansi, 1(1), pp. 1–15. Sofha, D. and Utomo, D. (2018) ‘Keterkaitan religiusitas , gender , lom dan persepsi etika penggelapan pajak’, Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT), 9(2), pp. 43–61. Suminarsasi, W. and Supriyadi (2011) ‘Terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak ( tax evasion )’, SNA 15 Banjarmasin, pp. 0–29. Supramono and Damayanti, T.W. (2015) 'Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan, Andi Offset, Yogyakarta 30 Surahman, W. and Putra, U. Y. (2018) ‘Faktor-faktor persepsi wajib pajak terhadap etika penggelapan pajak’, Jurnal REKSA: Rekayasa Keuangan, Syariah dan Audit, 5(1), p. 1. doi: 10.12928/j.reksa.v5i1.140. Tang, T. L.-P. (1993) ‘The meaning of money: Extension and exploration of the money ethic zcale in a sample of university stuents in Taiwan’, Jurnal of Organizational Behavior, Vol. 14.93. Tang, T. L. and Chiu, R. K. (2003) ‘Income , money ethic , pay satisfaction , commitment , and unethical behavior : Is ...’, pp. 13–14. Wankhar, A. Z. and Diana, N. (2018) ‘Pengaruh money ethics terhadap tax evasion dengan religiousity, gender, Materialism Sebagai Variabel Moderating’, pp. 44– 58. Zain, M. (2008) Manajemen Perpajakan. Salemba Em. Jakarta. Zirman (2015) ‘Pengaruh penegakan hukum dan gender terhadap penggelapan pajak dimediasi oleh moral pajak’, Akuntabilitas, VIII(2), pp. 133–147. 31