Academia.eduAcademia.edu

Perubahan Sifat Kimia Entisol Krueng Raya Akibat

2012

PERUBAHAN SIFAT KIMIA ENTISOL KRUENG RAYA AKIBAT KOMPOSISI JENIS DAN TAKARAN KOMPOS ORGANIK Muyassir1, Sufardi2, Iwan Saputra3 1&2) Fakultas Pertanian Unsyiah, Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3 Darussalam Banda Aceh 23111 e-mail [email protected] 2) Universitas Al-Wasliyah, Rukoh Darussalam Banda Aceh 23111 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh jenis dan dosis kompos organik terhadap sifat kimia Inceptisol. Percobaan berlangsung April sampai Juli 2010 di Desa Ie Seuum Krueng Raya Aceh Besar. Rancangan lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Perlakuan terdiri atas komposisi jenis bahan baku kompos organik dan dosisnya dengan variabel respon beberapa sifat kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompoisi jenis dan dosis bahan organik secara tunggal maupun interaksi nyata merubah sifat-sifat kimia tanah kearah yang lebih baik. Kompos berupa campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang secara tunggal. Kompos campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi dapat meningkatkan status kesuburan tanah dari rendah menjadi sedang. Penggunaan pupuk kandang secara tunggal sampai 45 ton per ha belum dapat meningkatkan status kesuburan tanah, sedangkan bila dicampur dengan bahan kompos lainnya dapat meningkatkan status kesuburan tanah pada takaran 15 ton per ha. Kata kunci : Kompos, Inceptisol, Krueng Raya PENDAHULUAN Paradigma pembangunan berkelanjutan telah diterima sebagai agenda politik pembangunan di seluruh dunia pada tahun 1992 dalam even KTT bumi di Rio de Janeiro, Brasil. Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam bidang pertanian diterapkan melalui pendekatan pembangunan pertanian berwawasan lingkungan. Praktek system pertanian ini lebih mengandalkan pada pemberdayaan sumberdaya yang ada dengan masukan rendah sehingga termasuk dalam kategori pertanian organik. Strategi pertanian organik salah satunya terlihat dalam transformasi hara dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Menurut Sutanto, (2002) unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan sehingga bentuk senyawa organik mengalami dokomposisi dan mineralisasi yang berguna sebagai hara tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 langsung dalam bentuk cepat larut sehingga diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Salah satu ordo tanah yang paling luas sebarannya di Indonesia dan telah dikelola secara intensif adalah Inceptisol yaitu sekitar 20,75 juta ha atau 37,5 % dari wilayah daratan Indonesia. Inceptisol dikenal mempunyai kadar hara esensial rendah terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pengelolaan tanah intensif dapat menyebabkan terjadinya kerusakan tanah baik sifat, fisika, kimia, maupun biologi tanah. Kerusakan sifat kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman yanga diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990; Buckman & Brady. 1982). Kerusakan tanah secara fisik dapat berupa kerusakan struktur tanah yang menyebabkan kompoksi akibat penggunaan alat mekanisasi pertanian yang tidak tepat atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme tanah yang biasanya akibat dari kerusakan sifat fisika 37 dan atau kimia (Ma’shum et al., 2003). Kemunduran kualitas sumberdaya ini apat diperbaharui, namun memerlukan waktu yang lama sehingga kerusakaannya akan membawa kehancuran yang dikarenakan kehilangan fungsi utamanya baik sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, tempat unsur hara dan air ditambahkan, maupun sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Hilangnya fungsi pertama tidak mudah diperbaharui karena diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk pembentukannya, dan hilangnya fungsi kedua dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Salah satu metoda untuk memperbaiki kerusakan tanah adalah dengan pemberian bahan organik. Bahan organik selain memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah antara lain peningkatan kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik tanah, serta kandungan unsur hara N, P, K dan S (Stevenson (1992). Efektivitas bahan organik dalam kaitannya dengan perbaikan sifat-sifat tanah bergantung pada kualitas bahan organik itu sendiri. Kualitas bahan organik tercermin dari kandungan senyawa kimia antara lain berupa N, P, K, C, Polifenol dan Lignin. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas bahan organik tersebut diperlukan upaya pengomposan, pemberian sisa residu tanaman ke lahan produksi dan pemberian sumber bahan organik lainnya dari berbagai sumber. Martopo (1991) menyatakan bahwa pupuk organik hasil pengomposan selain memiliki kandungan unsur hara yang lebih tinggi ketersediaannya dari pada pupuk organik yang belum dikomposkan, juga dapat memperbaiki sifat fisika tanah. Atas dasar pemikiran tersebut terdapat dua hal yang ingin ditemukan pemecahan masalahanya yaitu pengaruh jenis dan dosis kompos organik baik secara tunggal ataupun interaksi terhadap beberpa sifat kimia Inceptisol Krueng Raya, dan kombinasi perlakuan mana yang dapat memberikan komdisi kimia tanah yang baik bagi tanaman. METODE PENELITIAN Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 Penelitian ini dilakukan pada inceptisol Krueng Raya Aceh Besar selama April sampai Juli 2010 dengan menggunakan metode eksperimen. Penelitian dirancangan dalam bentuk Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial yang terdiri atas jenis dan takaran bahan organik serta pengulangan 3 kali. Jenis bahan organik meliputi 6 (enam) level yaitu: pupuk kandang, sisa tanaman kedele, jerami padi, pupuk kandang + sisa tanaman kedele, pupuk kandang + jerami padi, pupuk kandang + sisa tanaman kedele + jerami padi, sedangkan takaran bahan organik terdiri atas 3 (tiga) level yaitu: 15, 30; dan 45 t ha-1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variable respon dianalisis dengan uji F (Anova) pada taraf kepercayaan 0,05. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan analisis beda rata-rata dengan uji BNJ pada α 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Tanah di Lokasi Penelitian Sifat kimia tanah dari hasil analisis awal sampel tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa reasksi tanah (pH H2O dan KCl) tergolong dalam kriteria agak masam dengan nilai 6,22 dan 5,64. Kadar C-organik rendah (1,12 %), N-total rendah (0,11 %), kandungan P-tersedia tanah rendah yaitu 4,42 ppm, K-dd tanah sangat rendah dengan nilai 0,18 me 100 g-1. Kation-ktion basa seperti Ca, Mg dan Na bervariasi dari mulai rendah. Kalsium dapat ditukar mempunyai kriteria rendah (5,44 me 100g-1), magnesium dapat ditukar mempunyai kriteria rendah (0,42 me 100g1 ), dan natrium dapat ditukar mempunyai kriteria rendah (0,34 me 100g-1). Kapasitas tukar kation tanah tergolong dalam kriteria rendah dengan nilai 15,33 me 100g-1 dengan kejenuhan basa yang tergolong dalam kriteria sedang dengan nilai 42 %. Di lihat dari sifat-sifat ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong dalam kriteria rendah. Reaksi Tanah (pH H2O) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis dan dosis kompos 38 yang dicobakan secara interaksi secara nyata. Rata-rata pH tanah peningkatan akibat berpengaruh nyata terhadap pH tanah. menunjukkan Artinya rata-rata pH tanah akibat perlakuan perbedaan jenis dan dosis pengaruh interaksi antara jenis kompos bahan kompos seperti ditunjukkan dalam dengan takarannya ada yang berbeda Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata pH tanah akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan takaran kompos Komposisi Kompos Pupuk Pupuk Takaran kandang + Pupuk Sisa kandang Kompos sisa kandang Pupuk Jerami tanaman + sisa -1 (t ha ) tanaman kandang padi + jerami kedelai tanaman kedelai + padi kedelai Jerami padi 6,59 a 6,56 a 6,59 a 6,55 a 6,65 b 6,72 b 15 A A A A A A 6,65 ab 6,63 a 6,68 b 6,60 a 6,66 a 6,75 b 30 AB A AB A AB AB 6,67 b 6,71 b 6,73 b 6,61 a 6,72 b 6,78 b 45 A AB AB A B AB Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Tabel 1 menunjukkan bahwa pH tanah entisol meningkat secara konsisten pada setiap komposisi kompos organik dengan semakin meningkatnya takaran kompos tersebut yang diberikan. Nilai pH tanah akibat pengaruh interaksi antara kedua perlakuan dimaksud berkisar antara 6,55 sampai 6,78. Reaksi tanah tertinggi akibat pengaruh interaksi ini terdapat pada takaran kompos 45 ton ha -1 yang berupa campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi. Reaksi tanah tertinggi ini berbeda tidak nyata dengan nilai pH pada semua takaran kompos yang diberikan, tetapi berbeda nyata dengan pH pada campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai (6,61), dan pemberin pupuk kandang secara tunggal (6,67). Peningkatan pH tanah pada percobaan ini diduga karena adanya peningkatan senyawa organik yang dihasilkan oleh pelapukkan kompos terutama dari jenis pupuk kandang dan sisa tanaman kedelai. Hairiah et al., (2002) menyatakan bahwa pelapukan bahan organik dapat mengikat atau mengkhelat Al dan Mn oleh asamasam organik yang dihasilkan, sehingga memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah masam. Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 Selanjutnya Soepardi (1983) menyatakan bahwa adanya senyawa organik yang cukup, memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam (Fe, Mn, Al) pada tanah dengan pH masam. Peningkatan pH tanah juga disebabkan oleh hasil akhir sederhana perombakkan bahan organik yang menghasilkan kation-kation basa yang mampu meningkatkan pH tanah Entisol Krueng Raya yang awalnya 6,22 kemudian meningkat sampai 6,78. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na. Pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan pH tanah. Selanjutnya Richie (1989) menyatakan bahwa peningkatan pH akibat penambahan bahan organik karena proses mineralisasi dari anion organik menjadi CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari bahan organik tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatan pH tanah namun besarnya peningkatan tersebut sangat tergantung dari kualitas bahan organik yang digunakan. 39 lanjut dari kompos berbeda jenis dan takaran yang diberikan, terutama dari Hasil analisis ragam menunjukkan pupuk kandang dan sisa tanaman kedelai bahwa perbedaan komposisi jenis dan yang banyak mengandung C-organik dan takaran kompos secara interaksi lebih mudah mengalami pelapukan. Sejalan berpengaruh nyata terhadap C-organik dengan pendapat Pratikno (2002) bahwa tanah. Tabel 2 memperlihatkan rata-rata kecepatan dekomposisi bahan organik kandungan C-organik tanah akibat berkorelasi sangat nyata dengan kandungan pengaruh interaksi komposisi jenis dan C-organik. Peningkatan C-organik tanah ini takaran kompos berkisar antara 1,54% juga disebabkan oleh meningkatnya humus sampai 2,84%. Kandungan C-organik yang dihasilkan pada proses dekomposisi tertinggi terdapat pada takaran kompos 45 kompos organik tersebut. Candra (2003) -1 t ha yang berupa campuran pupuk menyatakan bahwa humus yang tersusun kandang dengan sisa tanaman kedelai dan dari selulosa, lignin dan protein jerami padi, berbeda tidak nyata dengan mempunyai kandungan C-organik kandungan C-organik pada takaran 30 t umumnya sebesar 58 %. Hal ini dapat ha-1 (2,49%). Kecuali dengan kandungan dipahami bahwa pemberian berbagai jenis C-organik pada campuran pupuk kandang bahan organik dalam bentuk kompos dan dengan sisa tanaman keledai, dan kompos pupuk organik lainnya akan meningkatkan jerami padi, menunjukkan berbeda tidak jumlah humus dalam tanah yang juga nyata dengan komposisi jenis kompos berarti meningkatkan C-organik tanah. lainnya baik yang diberikan secara Peningkatan C-organik tanah juga hasil tunggal ataupun dicampur. dekomposisi dari residu berbagai jenis Peningkatan kandungan C-organik tanah bahan organik yang diberikan dalam bentuk yang pada awalnya hanya 1,12% kompos. Young (1989), menyatakan bahwa meningkat sampai 2,84% diduga akibat dekomposisi residu tanaman memberikan sumbangan C-organik ke dalam tanah kontribusi terhadap kandungan bahan yang merupakan hasil dekomposisi lebih organik tanah. Tabel 2. Rata-rata C-organik tanah akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan takaran kompos Komposisi Kompos Pupuk Pupuk Takaran kandan Pupuk kandang + Sisa Kompos kandang Pupuk Jerami g + sisa sisa tanaman tanaman (t ha-1) tanama + jerami kandang padi kedelai + kedelai n padi Jerami padi kedelai 1,56 a 1,54 a 1,75 a 1,81 a 1,85 a 1,74 a 15 A A A A A A 1,73 a 2,06 ab 1,94 a 2,18 ab 2,11 ab 2,49 b 30 AB B A A AB B 2,05 a 2,41 ab 2,18 a 2,18 a 2,40 ab 2,84 b 45 B B A A B B Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertical konsisten dengan adanya penambahan N-total Tanah takaran pada semua komposisi kompos Hasil analisis ragam menunjukkan tersebut. Rata-rata kandungan N-total bahwa takaran dan komposisi jenis tanah akibat pengaruh interaksi dimaksud kompos secara interaksi berpengaruh berkisar antara 0,12% sampai 1,26% nyata terhadap N total tanah. Rata-rata N seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 3. tanah mengalami keniakan secara C-organik Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 40 Nilai N tertinggi terdapat pada kedele, dan jerami padi. Hasil analisis campuran kompos pupuk kandang, sisa laboratorium bahan percobaan dimaksud tanaman kedele, dan jerami padi dengan menunjukkan kandungan N paling tinggi takaran 45 ton ha -1. Nilai N ini berbeda dibandingkan dengan bahan percobaan tidak nyata dengan N pada takaran 30 ton lainnya yaitu 25,44% C-organik dan ha-1 (0,23%) ataupun dengan campuran 1,98% N-total. Hal ini menunjukkan pupuk kandang dengan kompos jerami bahwa pemberian kompos berbeda jenis dan takarnnya dapat meningkatkan padi pada takaran 45 ton ha -1 (0,20%). Adanya dugaan bahwa peningkatan N kandungan N tanah. Peningkatan ini tidak pada perlakuakn tersebut tidak terlepas terlepas dari sumbangan sejumlah unsur dari kandungan C-organik dan hara N hara termasuk nitrogen yang dihasilkan dekomposisi bahan kompos. dalam bahan percobaan berupa campuran oleh pupuk kandang, kompos sisa tanaman Tabel 3. Rata-rata N-total (%) akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan takaran kompos Komposisi Kompos Pupuk Pupuk Pupuk Takaran kandang + kandang + kandan Sisa Kompos sisa Pupuk Jerami sisa g+ tanaman -1 (t ha ) tanaman kandang padi tanaman jerami kedelai kedelai + kedelai padi Jerami padi 0,13 a 0,12 a 0,13 a 0,14 a 0,14 a 0,14 a 15 A A A A A A 0,15 a 0,15 a 0,16 a 0,18 a 0,17 a 0,23 b 30 AB A AB A AB B 0,19 a 0,21 a 0,19 a 0,18 a 0,20 a 0,26 b 45 B B B A B B Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Tabel 4. Rata-rata P tersedia (ppm) akibat pengaruh interaksi jenis kompos berbeda jenis dan takarannya Komposisi Kompos Pupuk Pupuk Pupuk Takaran kandang + kandang + kandan Sisa Kompos sisa Pupuk Jerami sisa g+ tanaman -1 (t ha ) tanaman kandang padi tanaman jerami kedelai kedelai + kedelai padi Jerami padi 6,75 a 6,75 a 6,69 a 6,72 a 6,76 a 6,83 a 15 A A A A A A 7,00 a 7,09 a 7,22 a 6,83 a 7,15 a 7,22 a 30 A A B AB AB AB 7,14 a 7,15 a 7,16 a 7,24 ab 7,58 ab 7,65 b 45 A A B B B B Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Hal ini juga membuktikan bahwa kompos berbeda jenis dan dosis mampu menyediakan unsur hara melalui proses Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 dekomposisinya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan rata-rata kadar N di dalam tanah. Hakim et al., (1986) 41 mengemukakan, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan senyawa yang mengandung N, diantaranya amonium, nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Hasil penelitian yang sama juga dikemukakan oleh Hairunsyah (1991), kandungan N tanah mengalami peningkatan dengan pemberian pupuk organik. Peningkatan N tanah akibat jenis dan takaran kompos diduga juga akibat aktivitas mikro organisme yang berperan laju mineralisasi bahan organik. Tisdale dan Nelson (1974), menyatakan bahwa bahan organik sumber nitrogen (protein) akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik diurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah. P-tersedia Tanah Secara umum komposisi jenis dan takaran kompos meningkatkan rata-rata Ptersedia tanah bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Komposisi jenis kompos pupuk kandang dengan sisa tanaman kedele, dan jerami padi dengan dosis 45 ton ha-1 diperoleh P-tersedia tanah tertinggi bila dibandingkan dengan komposisi jenis dan takaran kompos lainnya (Tabel 4). Hal ini diduga karena tingginya kandungan unsur hara khususnya P 2O5 pada kompos campuran pupuk kandang, sisa tanaman kedele, dan jerami padi sehingga terjadi peningkatan P-tersedia tanah. Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa peningkatan Ptersedia tanah terjadi akibat pengaruh langsung dan tidak langsung dari pemberian pupuk organik terhadap berbagai bentuk fosfor dalam larutan tanah. Takaran kompos 15 dan 30 ton ha -1, setiap komposisi jenis kompos yang diberikan tidak berbeda nyata, sedangkan takaran 45 ton ha -1 setiap komposisi jenis kompos berbeda nyata terhadap P-tersedia tanah. Peningkatan P-tersedia akibat Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 pemberian berbagai jenis dan takaran kompos diduga juga disebabkan oleh mineralisasi kompos yang menghasilkan sejumlah unsur hara. Hal ini sejalan dengan pendapat Evenson (1982), yang menyatakan bahwa mekanisme peningkatan P-tersedia tanah dari masukan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga akan melepaskan P anorganik ke dalam tanah. Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikrobia tanah. Menurut Palm et al., (1997) menyatakan bahwa mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan senyawa perombak P-organik menjadi P-anorganik. Enzim fosfatase selain dapat menguraikan P dari bahan organik yang ditambahkan, juga dapat menguraikan P dari bahan organik tanah. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah populasi mikroorganisme tersebut, sehingga membantu dalam pengikatan partikelpartikel tanah yang sangat membantu dalam peningkatan kesuburan tanah. K-dd Tanah Rata-rata K-dd tanah akibat komposisi jenis dan takaran kompos disajikan pada Tabel 5. Secara umum rata-rata K-dd tanah pada Inceptisol Krueng Raya mengalami peningkatan yang nyata. Ratarata K-dd tanah tertinggi dijumpai pada komposisi kompos pupuk kandang, sisa tanaman kedele, dan jerami padi dengan takaran 45 ton ha -1. Hal ini diduga akibat kandungan K 2O pada campuran kompos pupuk kandang, sisa tanaman kedele, dan jerami padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis bahan organik lainnya. Kompos pupuk kandang, tanaman kedelai, jerami padi; pupuk kandang dengan sisa tanaman kedele; dan pupuk kandang dengan jerami padi didapatkan K-dd yang berbeda tidak nyata pada setiap takaran kompos. Akan tetapi pada komposisi kompos campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedele, dan jerami padi 45 ton ha -1 berbeda nyata dengan setiap komposisi jenis kompos lainnya. Meningkatnya K-dd tanah akibat komposisi jenis dan takaran kompos 42 diduga akibat peranan sumber bahan organik yang juga dapat berfungsi sebagai sumber unsur hara yang dapat menambah sejumlah unsur hara termasuk K-dd di dalam tanah. Semakin meningkat takaran kompos didalam tanah menyebabkan peningkatan K-dd tanah yang diperkirakan kontribusi dari dekomposisi kompos tersebut. Salah satu keuntungan dari pemberian bahan organik adalah karena bahan organik yang telah mengalami dekomposisi member sumbangan hara kepada tanah salah satunya kalium. Widjajanto et al., (2001) menyatakan bahwa bahan organik seperti limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran ternak dalam sistem tanah-tanaman dapat memperbaiki struktur tanah, membantu perkembangan mokroorganisme tanah, dan sumber unsur hara. Selanjutnya Hakim et al., (1986) menyatakan pemberian pupuk organik dapat meningkatkan daya larut unsur N, P, K, Ca dan Mg, meningkatkan C-organik, kapasitas tukar kation, kapasitas tanah memegang air, menurunkan kejenuhan Al dan bulk density (BD) tanah. Pemberian bahan organik berbeda jenis dan dosis dalam bentuk pupuk organik seperti pupuk kandang dan kompos dari sisa residu tanaman dapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Salah satu sifat kimia yang dapat diperbaiki yaitu sumbungan berbagai unsur hara dari bahan organik yang ditambahkan dari pupuk organik tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Notohadiprawiro (1989), bahwa pemberian pupuk organik dalam tanah mempengaruhi sifat fisika, kimia dan hayati (biologi) tanah. Selanjutnya Balai Penelitiaan Tanah (2005), melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik secara terus menurus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat peningkatan KTK tanah secara nyata akibat komposisi jenis dan takaran kompos pada Inceptisol Krueng Raya. Rata-rata KTK tanah akibat komposisi jenis dan takaran kompos disajikan pada Tabel 6. Tabel 5. Rata-rata K-dd tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis. Komposisi Kompos Pupuk kandang Pupuk Takaran Pupuk + sisa kandang + Sisa Kompos kandang Pupuk Jerami tanaman sisa tanaman -1 (t ha ) + jerami kandang padi kedelai + tanaman kedelai padi Jerami kedelai padi 15 0,24 a 0,25 ab 0,26 ab 0,29 ab 0,32 b 0,31 b A A A A A A 30 0,26 a 0,26 a 0,27 a 0,28 ab 0,31 ab 0,34 b A A A A A A 45 0,27 a 0,29 ab 0,28 ab 0,33 ab 0,34 b 0,41 c A A A A A B Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal. Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 43 Tabel 6. Rata-rata KTK tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis Komposisi Kompos Pupuk kandang Pupuk Takaran + sisa Sisa kandang Pupuk Jerami -1 (t ha ) tanaman tanaman + jerami kandang padi kedelai + kedelai padi Jerami padi 15 18,40 a 18,66 a 18,62 a 20,26 b 21,22 bc 21,67 c A A A A A A 30 18,91 a 19,45 ab 19,88 ab 20,82 a 21,26 a 22,91 ab A AB AB A A AB 45 20,62 b 20,37 b 21,00 b 21,15 a 23,54 b 23,69 b B B B A B B Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Pupuk kandang + sisa tanaman kedelai Hal ini diduga lebih baiknya kualitas bahan organik yang komposisinya berupa campuran pupuk kandang, sisa tanaman kedelai, dan jerami padi bila dibandingkan dengan bahan organik jenis. Soepardi (1983), menyatakan bahwa hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na. Semakin rendah dosis bahan organik yang diberikan terlihat semakin rendah pula peningkatan KB tanah. Hal ini juga menunjukkan bahwa rendahnya kadar bahan organik di dalam tanah dapat menurunkan kualitas tanah baik dari segi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Penurunan kadar bahan organik di dalam tanah dapat menurunkan sifat fisika, kimia dan biologi tanah, sehingga dapat menyebabkan degradasi lahan. Selanjtnya Simanungkalit (2006), menyatakan bahan organik memiliki fungsi kimia di dalam tanah seperti; (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan (3) membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun (Al, Fe, Mn). Peningkatan KTK tanah diduga akibat humus yang terbentuk hasil dekomposisi bahan organik. Humus merupakan bahan aktif dalam tanah lmempunyai permukaan yang besar mampu penyerap dan Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 mempertukarkan kation yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak humus hasil dekomposis akhir bahan organik yang terdapat dalam tanah tersebut. Soepardi (1983), menyatakan bahwa kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula. Penambahan bahan organik juga menyebabkan penambahan muatan negatif dalam kompleks koloid tanah sehingga secara otomatis meningkatkan kemampuan tanah dalam mempertukarkan kation. Stevenson (1992), menyatakan bahwa sekitar 20-70 % kapasitas pertukaran kation tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus, sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah. Dekomposisi bahan organik yang dihasilkan oleh bahan organik yang dicobakan menghasilkan humus shingga diduga ikut berperan dalam meningkatkan kemampuan tanah dalam menukarkan kation. Hal ini sejalan dengan pendapat Duxbury et al., (1989) bahwa dekomposisi bahan organik juga menghasilkan residu berupa humus, fraksi koloid organik ini mampu menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat, memiliki daya jerap kation lebih besar daripada koloid liat, sehingga penambahan bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai KTK. 44 Kejenuhan Basa (KB) Tanah Komposisi dan takaran kompos saling bertinteraksi dalam meningkatkan KB tanah Inceptisol Krueng Raya. Rata-rata KB tanah akibat interaksi komposisi jenis dan takaran kompos terhadap KB Inceptisol Krueng Raya disajikan dalam Tabel 7. Rata-rata KB tanah akibat interaksi komposisi jenis dan takaran kompos berkisar antara 18,40 sampai 23,69 persen. Kompos yang terdiri atas campuran pupuk kandang, sisa tanaman kedelai dan jerami padi menunjukkan peningkatan nilai KB pada setiap takaran yang diberikan. Persentase KB tertinggi pada takaran 45 ton per ha, namun hanya berbeda nyata dengan tatakaran 15 ton per ha (21,67%) dan kompos campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai (21,15 %). Peningkatan kejenuhan basa dari setiap jenis bahan organik yang dicobakan disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah kation-ktion basa yang dihasilkan dari dekomposisi bahana organik. peningkatan kation-kation basa di dalam tanah menyebabkan menyebabkan tanah jenuh dengan kation basa yang akhirnya dapat meningkatkan KB tanah Tabel 7. Rata-rata KB tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis Komposisi Kompos Pupuk kandang Pupuk Takaran Sisa + sisa kandang Pupuk Jerami -1 (t ha ) tanaman tanaman + jerami kandang padi kedelai kedelai + padi Jerami padi 15 42,56 a 43,39 a 42,40 a 42,40 a 55,43 a 52,57 a A A A A A A 30 44,48 a 50,24 ab 48,14 ab 54,53 a 54,75 a 54,34 a A AB AB B A A 45 46,13 a 52,91 b 54,79b 55,79 a 53,45 a 57,86 a A AB B B A A Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata uji BNJ 0,05. Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal. Pupuk kandang + sisa tanaman kedelai KESIMPULAN Kompoisi jenis dan dosis bahan organik secara tunggal maupun interaksi nyata merubah sifat-sifat kimia tanah kearah yang lebih baik. Kompos berupa campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang secara tunggal. Kompos campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi dapat meningkatkan status kesuburan tanah dari rendah menjadi sedang. Penggunaan pupuk kandang secara tunggal sampai 45 ton per ha belum dapat Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 meningkatkan status kesuburan tanah, sedangkan bila dicampur dengan bahan kompos lainnya dapat meningkatkan status kesuburan tanah pada takaran 15 ton per ha. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah. 2005. Multifungsi Pertanian Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York. 45 Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. (Terjemahan Soegiman). Bharata Karya Aksara, Jakarta. 787 hal. Candra, N. A. 2003. Pengaruh takaran zeolit dan pupuk kandang terhadap perubahan sifat-sifat tanah, pertumbuhan, dan hasil jagung di tanah pasir pantai. Tesis. Program Studi Agronomi Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Duxbury, J. M., M.S. Smith and J.W. Doran. 1989. Soil Organic Matter as a Source and a Sink of Plant Nutrient. In Dynamic of Soil Organic Matter in Tropica Ekosystem. Dept. of Agro and Soil Sci. Univ. of Hawaii. Evenson, F. J. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons. New York. Hairiah, K., 2000. Agroforestri pada tanah masam di daerah tropika basah, pengelolaan interaksi antara pohon tanaman semusim. International Centre for Research in Agroforestry (ICRF). Bogor. Hairiah, K., S.R. Utami, B. Lusiana dan M. van Noorwijk. 2002. Neraca Hara dan Karbon dalam Sistem Agroforestri. Diktat Kuliah Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo G. Nugroho, M. Rusdi saul, M. Amin Diha, Go ban Hong dan H.H bailey. 1986. Dasar- dasar Ilmu Tanah. BKS-PTN/ USAID, University of Kentucky,W.U.AE, Project, Universitas Lampung, Lampung. Hairunsyah. 1991. Pengaruh empat jenis bahan organik pada tiga dosis pemberian N terhadap pertumbuhan dan hasil gabah pada padi sawah beririgasi. Kindai, Vol. 2 (2) : 5-9. Balitbang Pert. Balittan Banjarbaru. Martopo, 1991. Dampak Limbah Industri Pada Lingkungan Hidup. Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 Kumpulan Catatan Pribadi, PPLH. UGM, Yogyakarta. Ma’shum, M., Soedarsono J, dan Susilowati, E. L. 2003. Biologi Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depertemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Notohadiprawiro, T. 1989. Dampak Pembangunan Pada Tanah, Lahan dan Tata Guna Lahan, PSL. UGM. Yogyakarta. Palm, C.A.,Woomer, P. L., Allegre, J. 1997. Carbon sequestration and trace gas emissions in slash and burn and alternative land uses in the humid tropics. ASB Climate Change Working Group Final Report, Phase II, ICRAF, Nairobi. 36 pp. Pratikno, H., Syehhfani, Y. Nuraini dan E. Handayanto. 2002. Pemamfaatan Biomasa Flora untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Pada Tanah Berkapur di Das Brantas Hulu Malang Selatan. Biosain, Vol. 2. No. 1 April 2002. Richie, G. S. P. 1989. The Chemical behaviour of Aluminium, Hydrogen and Manganese in acid soils in soil acidity and plant growth. Ed. Robson. A.D, Soil Science and Plant Growth. Soil Science and Plant Nutrition. School of Agricultural the University of Western. Australia. Simanungkalit, R. D. M., D. A. Suriadikarta., R. Saraswati., D. Setyorini., dan W. Hartatik. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati (biofertilizer). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Sutanto, 2002. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya pengelolaannya. Dalam 46 Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Tisdale, S. L., and W. L. Nelson. 1974. Soil Fertility and Fertilizers. Third Edition. mac Millan Pub. Co. Inc. New York. Stevenson,. F,. J., 1992. Humus Chemistry : Genesis, Composition, Reactoin. 2 nd ed. John Willey and Sons, New York. Widjajanto, D.W., Honmura, T., Matsushita, K., and Miyauchi, N. 2001. Studies on the release of N from water hyacinth incorporated into soil-crop systems using 15Nlabeling techniques. Pak. J. Biol. Sci., 4 (9): 1075-1077. Young, A. 1989. Agroforestry for soil management. Second edition. CABI. ICRAF. Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 47 Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012 48