PERUBAHAN SIFAT KIMIA ENTISOL KRUENG RAYA AKIBAT
KOMPOSISI JENIS DAN TAKARAN KOMPOS ORGANIK
Muyassir1, Sufardi2, Iwan Saputra3
1&2)
Fakultas Pertanian Unsyiah, Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3 Darussalam Banda Aceh
23111
e-mail
[email protected]
2)
Universitas Al-Wasliyah, Rukoh Darussalam Banda Aceh 23111
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh jenis dan dosis kompos organik terhadap
sifat kimia Inceptisol. Percobaan berlangsung April sampai Juli 2010 di Desa Ie Seuum Krueng
Raya Aceh Besar. Rancangan lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial.
Perlakuan terdiri atas komposisi jenis bahan baku kompos organik dan dosisnya dengan variabel
respon beberapa sifat kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompoisi jenis dan dosis
bahan organik secara tunggal maupun interaksi nyata merubah sifat-sifat kimia tanah kearah yang
lebih baik. Kompos berupa campuran pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi
lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang secara tunggal. Kompos campuran
pupuk kandang dengan sisa tanaman kedelai dan jerami padi dapat meningkatkan status kesuburan
tanah dari rendah menjadi sedang. Penggunaan pupuk kandang secara tunggal sampai 45 ton per ha
belum dapat meningkatkan status kesuburan tanah, sedangkan bila dicampur dengan bahan kompos
lainnya dapat meningkatkan status kesuburan tanah pada takaran 15 ton per ha.
Kata kunci : Kompos, Inceptisol, Krueng Raya
PENDAHULUAN
Paradigma pembangunan berkelanjutan
telah diterima sebagai agenda politik
pembangunan di seluruh dunia pada tahun
1992 dalam even KTT bumi di Rio de
Janeiro, Brasil. Pembangunan pertanian
berkelanjutan dalam bidang pertanian
diterapkan
melalui
pendekatan
pembangunan
pertanian
berwawasan
lingkungan. Praktek system pertanian ini
lebih mengandalkan pada pemberdayaan
sumberdaya yang ada dengan masukan
rendah sehingga termasuk dalam kategori
pertanian organik. Strategi pertanian
organik salah satunya terlihat dalam
transformasi hara dari sisa tanaman,
kompos dan pupuk kandang menjadi
biomassa tanah yang selanjutnya setelah
mengalami proses mineralisasi akan
menjadi hara dalam larutan tanah. Menurut
Sutanto, (2002) unsur hara didaur ulang
melalui satu atau lebih tahapan sehingga
bentuk senyawa organik mengalami
dokomposisi dan mineralisasi yang berguna
sebagai hara tanaman. Hal ini berbeda sama
sekali dengan pertanian konvensional yang
memberikan unsur hara secara cepat dan
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
langsung dalam bentuk cepat larut sehingga
diserap dengan takaran dan waktu
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
Salah satu ordo tanah yang paling luas
sebarannya di Indonesia dan telah dikelola
secara intensif adalah Inceptisol yaitu
sekitar 20,75 juta ha atau 37,5 % dari
wilayah daratan Indonesia.
Inceptisol
dikenal mempunyai kadar hara esensial
rendah terutama nitrogen (N), fosfor (P),
dan kalium (K). Pengelolaan tanah intensif
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
tanah baik sifat, fisika, kimia, maupun
biologi tanah. Kerusakan sifat kimia tanah
dapat terjadi karena proses pemasaman
yanga diakibatkan penggunaan pupuk
nitrogen buatan secara terus menerus dalam
jumlah besar (Brady, 1990; Buckman &
Brady. 1982). Kerusakan tanah secara fisik
dapat berupa kerusakan struktur tanah yang
menyebabkan kompoksi akibat penggunaan
alat mekanisasi pertanian yang tidak tepat
atau penggunaan pupuk kimia secara terus
menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh
penyusutan populasi maupun berkurangnya
biodiversitas organisme tanah
yang
biasanya akibat dari kerusakan sifat fisika
37
dan atau kimia (Ma’shum et al., 2003).
Kemunduran kualitas sumberdaya ini apat
diperbaharui, namun memerlukan waktu
yang lama sehingga kerusakaannya akan
membawa kehancuran yang dikarenakan
kehilangan fungsi utamanya baik sebagai
matriks tempat akar tumbuhan berjangkar
dan air tanah tersimpan, tempat unsur hara
dan air ditambahkan, maupun sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan.
Hilangnya fungsi pertama tidak mudah
diperbaharui karena diperlukan waktu
puluhan bahkan ratusan tahun untuk
pembentukannya, dan hilangnya fungsi
kedua dapat terus menerus diperbaharui
dengan pemupukan.
Salah satu metoda untuk memperbaiki
kerusakan tanah adalah dengan pemberian
bahan organik. Bahan organik selain
memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah
juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah
antara lain peningkatan kapasitas tukar
kation, kandungan bahan organik tanah,
serta kandungan unsur hara N, P, K dan S
(Stevenson (1992). Efektivitas bahan
organik dalam kaitannya dengan perbaikan
sifat-sifat tanah bergantung pada kualitas
bahan organik itu sendiri. Kualitas bahan
organik tercermin dari kandungan senyawa
kimia antara lain berupa N, P, K, C,
Polifenol dan Lignin. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kualitas bahan organik
tersebut diperlukan upaya pengomposan,
pemberian sisa residu tanaman ke lahan
produksi dan pemberian sumber bahan
organik lainnya dari berbagai sumber.
Martopo (1991) menyatakan bahwa pupuk
organik hasil pengomposan selain memiliki
kandungan unsur hara yang lebih tinggi
ketersediaannya dari pada pupuk organik
yang belum dikomposkan, juga dapat
memperbaiki sifat fisika tanah. Atas dasar
pemikiran tersebut terdapat dua hal yang
ingin ditemukan pemecahan masalahanya
yaitu pengaruh jenis dan dosis kompos
organik
baik secara tunggal ataupun
interaksi terhadap beberpa sifat kimia
Inceptisol Krueng Raya, dan kombinasi
perlakuan mana yang dapat memberikan
komdisi kimia tanah yang baik bagi
tanaman.
METODE PENELITIAN
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
Penelitian ini dilakukan pada inceptisol
Krueng Raya Aceh Besar selama April
sampai Juli 2010 dengan menggunakan
metode eksperimen. Penelitian dirancangan
dalam bentuk Acak Kelompok (RAK)
dengan pola faktorial yang terdiri atas jenis
dan
takaran
bahan
organik
serta
pengulangan 3 kali. Jenis bahan organik
meliputi 6 (enam) level yaitu: pupuk
kandang, sisa tanaman kedele, jerami padi,
pupuk kandang + sisa tanaman kedele,
pupuk kandang + jerami padi, pupuk
kandang + sisa tanaman kedele + jerami
padi, sedangkan takaran bahan organik
terdiri atas 3 (tiga) level yaitu: 15, 30; dan
45 t ha-1. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan
terhadap
variable
respon
dianalisis dengan uji F (Anova) pada taraf
kepercayaan
0,05.
Jika
perlakuan
menunjukkan pengaruh nyata maka
dilanjutkan analisis beda rata-rata dengan
uji BNJ pada α 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kimia Tanah di Lokasi Penelitian
Sifat kimia tanah dari hasil analisis awal
sampel tanah di lokasi penelitian
menunjukkan bahwa reasksi tanah (pH H2O
dan KCl) tergolong dalam kriteria agak
masam dengan nilai 6,22 dan 5,64. Kadar
C-organik rendah (1,12 %), N-total rendah
(0,11 %), kandungan P-tersedia tanah
rendah yaitu 4,42 ppm, K-dd tanah sangat
rendah dengan nilai 0,18 me 100 g-1.
Kation-ktion basa seperti Ca, Mg dan Na
bervariasi dari mulai rendah. Kalsium dapat
ditukar mempunyai kriteria rendah (5,44 me
100g-1),
magnesium
dapat
ditukar
mempunyai kriteria rendah (0,42 me 100g1
), dan natrium dapat ditukar mempunyai
kriteria rendah (0,34 me 100g-1). Kapasitas
tukar kation tanah tergolong dalam kriteria
rendah dengan nilai 15,33 me 100g-1 dengan
kejenuhan basa yang tergolong dalam
kriteria sedang dengan nilai 42 %. Di lihat
dari sifat-sifat ini menunjukkan bahwa
tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian
tergolong dalam kriteria rendah.
Reaksi Tanah (pH H2O)
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa perbedaan jenis dan dosis kompos
38
yang
dicobakan
secara
interaksi secara nyata. Rata-rata pH tanah
peningkatan
akibat
berpengaruh nyata terhadap pH tanah. menunjukkan
Artinya rata-rata pH tanah akibat perlakuan perbedaan jenis dan dosis
pengaruh interaksi antara jenis kompos bahan kompos seperti ditunjukkan dalam
dengan takarannya ada yang berbeda Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata pH tanah akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan takaran
kompos
Komposisi Kompos
Pupuk
Pupuk
Takaran
kandang +
Pupuk
Sisa
kandang
Kompos
sisa
kandang
Pupuk
Jerami
tanaman
+ sisa
-1
(t ha )
tanaman
kandang
padi
+ jerami
kedelai
tanaman
kedelai +
padi
kedelai
Jerami padi
6,59 a
6,56 a
6,59 a
6,55 a
6,65 b
6,72 b
15
A
A
A
A
A
A
6,65 ab
6,63 a
6,68 b
6,60 a
6,66 a
6,75 b
30
AB
A
AB
A
AB
AB
6,67 b
6,71 b
6,73 b
6,61 a
6,72 b
6,78 b
45
A
AB
AB
A
B
AB
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05. Huruf kecil
dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal
Tabel 1 menunjukkan bahwa pH tanah
entisol meningkat secara konsisten pada
setiap komposisi kompos organik dengan
semakin meningkatnya takaran kompos
tersebut yang diberikan. Nilai pH tanah
akibat pengaruh interaksi antara kedua
perlakuan dimaksud berkisar antara 6,55
sampai 6,78. Reaksi tanah tertinggi akibat
pengaruh interaksi ini terdapat pada
takaran kompos 45 ton ha -1 yang berupa
campuran pupuk kandang dengan sisa
tanaman kedelai dan jerami padi. Reaksi
tanah tertinggi ini berbeda tidak nyata
dengan nilai pH pada semua takaran
kompos yang diberikan, tetapi berbeda
nyata dengan pH pada campuran
pupuk kandang dengan sisa tanaman
kedelai (6,61), dan pemberin pupuk
kandang secara tunggal (6,67).
Peningkatan pH tanah pada percobaan
ini diduga karena adanya peningkatan
senyawa organik yang dihasilkan oleh
pelapukkan kompos terutama dari jenis
pupuk kandang dan sisa tanaman kedelai.
Hairiah et al., (2002) menyatakan bahwa
pelapukan bahan organik dapat mengikat
atau mengkhelat Al dan Mn oleh asamasam organik yang dihasilkan, sehingga
memperbaiki lingkungan pertumbuhan
tanaman terutama pada tanah-tanah masam.
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
Selanjutnya Soepardi (1983) menyatakan
bahwa adanya senyawa organik yang
cukup, memungkinkan terjadinya khelat
yaitu senyawa organik yang berikatan
dengan kation logam (Fe, Mn, Al) pada
tanah dengan pH masam. Peningkatan pH
tanah juga disebabkan oleh hasil akhir
sederhana perombakkan bahan organik
yang menghasilkan kation-kation basa yang
mampu meningkatkan pH tanah Entisol
Krueng Raya yang awalnya 6,22 kemudian
meningkat sampai 6,78. Soepardi (1983)
menyatakan bahwa hasil akhir sederhana
dari perombakan bahan organik antara lain
kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan
Na. Pelepasan kation-kation basa ke dalam
larutan tanah akan menyebabkan tanah
jenuh dengan kation-kation tersebut dan
pada akhirnya akan meningkatkan pH
tanah.
Selanjutnya
Richie
(1989)
menyatakan bahwa peningkatan pH akibat
penambahan bahan organik karena proses
mineralisasi dari anion organik menjadi
CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari
bahan organik tersebut. Jadi dapat dikatakan
bahwa pemberian bahan organik dapat
meningkatan pH tanah namun besarnya
peningkatan tersebut sangat tergantung dari
kualitas bahan organik yang digunakan.
39
lanjut dari kompos berbeda jenis dan
takaran yang diberikan, terutama dari
Hasil analisis ragam menunjukkan
pupuk kandang dan sisa tanaman kedelai
bahwa perbedaan komposisi jenis dan
yang banyak mengandung C-organik dan
takaran
kompos
secara
interaksi
lebih mudah mengalami pelapukan. Sejalan
berpengaruh nyata terhadap C-organik
dengan pendapat Pratikno (2002) bahwa
tanah. Tabel 2 memperlihatkan rata-rata
kecepatan dekomposisi bahan organik
kandungan C-organik tanah akibat
berkorelasi sangat nyata dengan kandungan
pengaruh interaksi komposisi jenis dan
C-organik. Peningkatan C-organik tanah ini
takaran kompos berkisar antara 1,54%
juga disebabkan oleh meningkatnya humus
sampai 2,84%. Kandungan C-organik
yang dihasilkan pada proses dekomposisi
tertinggi terdapat pada takaran kompos 45
kompos organik tersebut. Candra (2003)
-1
t ha yang berupa campuran pupuk
menyatakan bahwa humus yang tersusun
kandang dengan sisa tanaman kedelai dan
dari selulosa, lignin
dan
protein
jerami padi, berbeda tidak nyata dengan
mempunyai
kandungan C-organik
kandungan C-organik pada takaran 30 t
umumnya sebesar 58 %. Hal ini dapat
ha-1 (2,49%). Kecuali dengan kandungan
dipahami bahwa pemberian berbagai jenis
C-organik pada campuran pupuk kandang
bahan organik dalam bentuk kompos dan
dengan sisa tanaman keledai, dan kompos
pupuk organik lainnya akan meningkatkan
jerami padi, menunjukkan berbeda tidak
jumlah humus dalam tanah yang juga
nyata dengan komposisi jenis kompos
berarti meningkatkan C-organik tanah.
lainnya baik yang diberikan secara
Peningkatan C-organik tanah juga hasil
tunggal ataupun dicampur.
dekomposisi dari residu berbagai jenis
Peningkatan kandungan C-organik tanah
bahan organik yang diberikan dalam bentuk
yang pada awalnya hanya 1,12%
kompos. Young (1989), menyatakan bahwa
meningkat sampai 2,84% diduga akibat
dekomposisi residu tanaman memberikan
sumbangan C-organik ke dalam tanah
kontribusi terhadap kandungan bahan
yang merupakan hasil dekomposisi lebih
organik tanah.
Tabel 2. Rata-rata C-organik tanah akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan
takaran kompos
Komposisi Kompos
Pupuk
Pupuk
Takaran
kandan
Pupuk
kandang +
Sisa
Kompos
kandang
Pupuk
Jerami g + sisa
sisa tanaman
tanaman
(t ha-1)
tanama
+ jerami
kandang
padi
kedelai +
kedelai
n
padi
Jerami padi
kedelai
1,56 a
1,54 a
1,75 a
1,81 a
1,85 a
1,74 a
15
A
A
A
A
A
A
1,73 a
2,06 ab
1,94 a
2,18 ab
2,11 ab
2,49 b
30
AB
B
A
A
AB
B
2,05 a
2,41 ab
2,18 a
2,18 a
2,40 ab
2,84 b
45
B
B
A
A
B
B
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata uji BNJ 0,05. Huruf kecil
dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertical
konsisten dengan adanya penambahan
N-total Tanah
takaran pada semua komposisi kompos
Hasil analisis ragam menunjukkan tersebut. Rata-rata kandungan N-total
bahwa takaran dan komposisi jenis tanah akibat pengaruh interaksi dimaksud
kompos secara interaksi berpengaruh berkisar antara 0,12% sampai 1,26%
nyata terhadap N total tanah. Rata-rata N seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 3.
tanah
mengalami
keniakan
secara
C-organik
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
40
Nilai N tertinggi terdapat pada kedele, dan jerami padi. Hasil analisis
campuran kompos pupuk kandang, sisa laboratorium bahan percobaan dimaksud
tanaman kedele, dan jerami padi dengan menunjukkan kandungan N paling tinggi
takaran 45 ton ha -1. Nilai N ini berbeda dibandingkan dengan bahan percobaan
tidak nyata dengan N pada takaran 30 ton lainnya yaitu 25,44% C-organik dan
ha-1 (0,23%) ataupun dengan campuran 1,98% N-total. Hal ini menunjukkan
pupuk kandang dengan kompos jerami bahwa pemberian kompos berbeda jenis
dan takarnnya dapat meningkatkan
padi pada takaran 45 ton ha -1 (0,20%).
Adanya dugaan bahwa peningkatan N kandungan N tanah. Peningkatan ini tidak
pada perlakuakn tersebut tidak terlepas terlepas dari sumbangan sejumlah unsur
dari kandungan C-organik dan hara N hara termasuk nitrogen yang dihasilkan
dekomposisi
bahan
kompos.
dalam bahan percobaan berupa campuran oleh
pupuk kandang, kompos sisa tanaman
Tabel 3. Rata-rata N-total (%) akibat pengaruh interaksi komposisi jenis dan takaran
kompos
Komposisi Kompos
Pupuk
Pupuk
Pupuk
Takaran
kandang +
kandang + kandan
Sisa
Kompos
sisa
Pupuk
Jerami
sisa
g+
tanaman
-1
(t ha )
tanaman
kandang
padi
tanaman
jerami
kedelai
kedelai +
kedelai
padi
Jerami padi
0,13 a
0,12 a
0,13 a
0,14 a
0,14 a
0,14 a
15
A
A
A
A
A
A
0,15 a
0,15 a
0,16 a
0,18 a
0,17 a
0,23 b
30
AB
A
AB
A
AB
B
0,19 a
0,21 a
0,19 a
0,18 a
0,20 a
0,26 b
45
B
B
B
A
B
B
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05.
Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal
Tabel 4. Rata-rata P tersedia (ppm) akibat pengaruh interaksi jenis kompos berbeda
jenis dan takarannya
Komposisi Kompos
Pupuk
Pupuk
Pupuk
Takaran
kandang +
kandang + kandan
Sisa
Kompos
sisa
Pupuk
Jerami
sisa
g+
tanaman
-1
(t ha )
tanaman
kandang
padi
tanaman
jerami
kedelai
kedelai +
kedelai
padi
Jerami padi
6,75 a
6,75 a
6,69 a
6,72 a
6,76 a
6,83 a
15
A
A
A
A
A
A
7,00 a
7,09 a
7,22 a
6,83 a
7,15 a
7,22 a
30
A
A
B
AB
AB
AB
7,14 a
7,15 a
7,16 a
7,24 ab
7,58 ab
7,65 b
45
A
A
B
B
B
B
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05.
Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal
Hal ini juga membuktikan bahwa
kompos berbeda jenis dan dosis mampu
menyediakan unsur hara melalui proses
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
dekomposisinya, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan rata-rata kadar N di
dalam tanah.
Hakim et al., (1986)
41
mengemukakan,
dekomposisi
bahan
organik akan menghasilkan senyawa yang
mengandung N, diantaranya amonium,
nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Hasil
penelitian yang sama juga dikemukakan
oleh Hairunsyah (1991), kandungan N tanah
mengalami peningkatan dengan pemberian
pupuk organik.
Peningkatan N tanah akibat jenis dan
takaran kompos diduga juga akibat aktivitas
mikro organisme yang berperan laju
mineralisasi bahan organik. Tisdale dan
Nelson (1974), menyatakan bahwa bahan
organik sumber nitrogen (protein) akan
mengalami peruraian menjadi asam-asam
amino yang dikenal dengan proses
aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah
besar mikrobia heterotrofik diurai menjadi
amonium yang dikenal sebagai proses
amonifikasi.
Amonifikasi
ini
dapat
berlangsung hampir pada setiap keadaan,
sehingga amonium dapat merupakan bentuk
nitrogen anorganik (mineral) yang utama
dalam tanah.
P-tersedia Tanah
Secara umum komposisi jenis dan
takaran kompos meningkatkan rata-rata Ptersedia tanah bila dibandingkan dengan
perlakuan kontrol. Komposisi jenis
kompos pupuk kandang dengan sisa
tanaman kedele, dan jerami padi dengan
dosis 45 ton ha-1 diperoleh P-tersedia
tanah tertinggi bila dibandingkan dengan
komposisi jenis dan takaran kompos
lainnya (Tabel 4). Hal ini diduga karena
tingginya
kandungan
unsur
hara
khususnya P 2O5 pada kompos campuran
pupuk kandang, sisa tanaman kedele, dan
jerami padi sehingga terjadi peningkatan
P-tersedia tanah. Buckman dan Brady
(1982) menyatakan bahwa peningkatan Ptersedia tanah terjadi akibat pengaruh
langsung dan tidak
langsung
dari
pemberian
pupuk
organik terhadap
berbagai bentuk fosfor dalam larutan
tanah.
Takaran kompos 15 dan 30 ton ha -1,
setiap komposisi jenis kompos yang
diberikan tidak berbeda nyata, sedangkan
takaran 45 ton ha -1 setiap komposisi jenis
kompos berbeda nyata terhadap P-tersedia
tanah. Peningkatan P-tersedia akibat
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
pemberian berbagai jenis dan takaran
kompos diduga juga disebabkan oleh
mineralisasi kompos yang menghasilkan
sejumlah unsur hara. Hal ini sejalan
dengan pendapat Evenson (1982), yang
menyatakan bahwa mekanisme peningkatan
P-tersedia tanah dari masukan bahan
organik yang diberikan ke dalam tanah akan
mengalami proses mineralisasi P sehingga
akan melepaskan P anorganik ke dalam
tanah. Selain itu, penambahan bahan
organik ke dalam tanah akan meningkatkan
aktivitas mikrobia tanah. Menurut Palm et
al., (1997) menyatakan bahwa mikrobia
akan menghasilkan enzim fosfatase yang
merupakan senyawa perombak P-organik
menjadi P-anorganik. Enzim fosfatase
selain dapat menguraikan P dari bahan
organik yang ditambahkan, juga dapat
menguraikan P dari bahan organik tanah.
Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah
populasi mikroorganisme tersebut, sehingga
membantu dalam pengikatan partikelpartikel tanah yang sangat membantu dalam
peningkatan kesuburan tanah.
K-dd Tanah
Rata-rata K-dd tanah akibat komposisi
jenis dan takaran kompos disajikan pada
Tabel 5. Secara umum rata-rata K-dd
tanah pada Inceptisol Krueng Raya
mengalami peningkatan yang nyata. Ratarata K-dd tanah tertinggi dijumpai pada
komposisi kompos pupuk kandang, sisa
tanaman kedele, dan jerami padi dengan
takaran 45 ton ha -1. Hal ini diduga akibat
kandungan K 2O pada campuran kompos
pupuk kandang, sisa tanaman kedele, dan
jerami
padi
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan jenis bahan organik
lainnya.
Kompos pupuk kandang, tanaman
kedelai, jerami padi; pupuk kandang
dengan sisa tanaman kedele; dan pupuk
kandang dengan jerami padi didapatkan
K-dd yang berbeda tidak nyata pada
setiap takaran kompos. Akan tetapi pada
komposisi kompos campuran pupuk
kandang dengan sisa tanaman kedele, dan
jerami padi 45 ton ha -1 berbeda nyata
dengan setiap komposisi jenis kompos
lainnya. Meningkatnya K-dd tanah akibat
komposisi jenis dan takaran kompos
42
diduga akibat peranan sumber bahan
organik yang juga dapat berfungsi sebagai
sumber unsur hara yang dapat menambah
sejumlah unsur hara termasuk K-dd di
dalam tanah. Semakin meningkat takaran
kompos didalam tanah menyebabkan
peningkatan
K-dd
tanah
yang
diperkirakan kontribusi dari dekomposisi
kompos tersebut. Salah satu keuntungan
dari pemberian bahan organik adalah
karena bahan organik yang telah
mengalami
dekomposisi
member
sumbangan hara kepada tanah salah
satunya kalium. Widjajanto et al., (2001)
menyatakan bahwa bahan organik seperti
limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran
ternak dalam sistem tanah-tanaman dapat
memperbaiki struktur tanah, membantu
perkembangan mokroorganisme tanah, dan
sumber unsur hara. Selanjutnya Hakim et
al., (1986) menyatakan pemberian pupuk
organik dapat meningkatkan daya larut
unsur N, P, K, Ca dan Mg, meningkatkan
C-organik, kapasitas tukar kation, kapasitas
tanah
memegang
air,
menurunkan
kejenuhan Al dan bulk density (BD) tanah.
Pemberian bahan organik berbeda jenis
dan dosis dalam bentuk pupuk organik
seperti pupuk kandang dan kompos dari sisa
residu tanaman dapat memperbaiki sifat
fisika, kimia dan biologi tanah. Salah satu
sifat kimia yang dapat diperbaiki yaitu
sumbungan berbagai unsur hara dari bahan
organik yang ditambahkan dari pupuk
organik tersebut. Hal ini sejalan dengan
pendapat Notohadiprawiro (1989), bahwa
pemberian pupuk organik dalam tanah
mempengaruhi sifat fisika, kimia dan hayati
(biologi)
tanah.
Selanjutnya
Balai
Penelitiaan Tanah (2005), melaporkan
bahwa penggunaan pupuk organik secara
terus menurus dalam rentang waktu tertentu
akan menjadikan kualitas tanah lebih baik.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Hasil
analisis
sidik
ragam
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
KTK tanah secara nyata akibat komposisi
jenis dan takaran kompos pada Inceptisol
Krueng Raya. Rata-rata KTK tanah akibat
komposisi jenis dan takaran kompos
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Rata-rata K-dd tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis.
Komposisi Kompos
Pupuk
kandang
Pupuk
Takaran
Pupuk
+ sisa
kandang +
Sisa
Kompos
kandang
Pupuk
Jerami
tanaman
sisa
tanaman
-1
(t ha )
+ jerami
kandang
padi
kedelai +
tanaman
kedelai
padi
Jerami
kedelai
padi
15
0,24 a
0,25 ab
0,26 ab
0,29 ab
0,32 b
0,31 b
A
A
A
A
A
A
30
0,26 a
0,26 a
0,27 a
0,28 ab
0,31 ab
0,34 b
A
A
A
A
A
A
45
0,27 a
0,29 ab
0,28 ab
0,33 ab
0,34 b
0,41 c
A
A
A
A
A
B
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05.
Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal.
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
43
Tabel 6. Rata-rata KTK tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis
Komposisi Kompos
Pupuk
kandang
Pupuk
Takaran
+ sisa
Sisa
kandang
Pupuk
Jerami
-1
(t ha )
tanaman
tanaman
+ jerami
kandang
padi
kedelai +
kedelai
padi
Jerami
padi
15
18,40 a
18,66 a
18,62 a
20,26 b
21,22 bc
21,67 c
A
A
A
A
A
A
30
18,91 a
19,45 ab
19,88 ab
20,82 a
21,26 a
22,91 ab
A
AB
AB
A
A
AB
45
20,62 b
20,37 b
21,00 b
21,15 a
23,54 b
23,69 b
B
B
B
A
B
B
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama berbeda tidak nyata pada uji BNJ 0,05.
Huruf kecil dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal
Pupuk
kandang
+ sisa
tanaman
kedelai
Hal ini diduga lebih baiknya kualitas
bahan organik yang komposisinya berupa
campuran pupuk kandang, sisa tanaman
kedelai,
dan
jerami
padi
bila
dibandingkan dengan bahan organik jenis.
Soepardi (1983), menyatakan bahwa hasil
akhir sederhana dari perombakan bahan
organik antara lain kation-kation basa
seperti Ca, Mg, K dan Na. Semakin rendah
dosis bahan organik yang diberikan terlihat
semakin rendah pula peningkatan KB tanah.
Hal ini juga menunjukkan bahwa rendahnya
kadar bahan organik di dalam tanah dapat
menurunkan kualitas tanah baik dari segi
sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Penurunan kadar bahan organik di dalam
tanah dapat menurunkan sifat fisika, kimia
dan biologi tanah, sehingga dapat
menyebabkan degradasi lahan. Selanjtnya
Simanungkalit (2006), menyatakan bahan
organik memiliki fungsi kimia di dalam
tanah seperti; (1) penyediaan hara makro
(N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn,
Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (2)
meningkatkan kapasitas tukar kation
(KTK) tanah dan (3) membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam beracun (Al,
Fe, Mn).
Peningkatan KTK tanah diduga akibat
humus yang terbentuk hasil dekomposisi
bahan organik. Humus merupakan bahan
aktif dalam tanah lmempunyai permukaan
yang besar mampu penyerap dan
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
mempertukarkan kation yang tinggi. Hal
ini disebabkan oleh semakin banyak
humus hasil dekomposis akhir bahan
organik yang terdapat dalam tanah
tersebut. Soepardi (1983), menyatakan
bahwa kapasitas tukar kation tanah sangat
beragam, karena jumlah humus dan liat
serta macam liat yang dijumpai dalam tanah
berbeda-beda pula. Penambahan bahan
organik juga menyebabkan penambahan
muatan negatif dalam kompleks koloid
tanah
sehingga
secara
otomatis
meningkatkan kemampuan tanah dalam
mempertukarkan kation. Stevenson (1992),
menyatakan bahwa sekitar 20-70 %
kapasitas pertukaran kation tanah pada
umumnya bersumber pada koloid humus,
sehingga terdapat korelasi antara bahan
organik dengan KTK tanah. Dekomposisi
bahan organik yang dihasilkan oleh bahan
organik yang dicobakan menghasilkan
humus shingga diduga ikut berperan dalam
meningkatkan kemampuan tanah dalam
menukarkan kation. Hal ini sejalan dengan
pendapat Duxbury et al., (1989) bahwa
dekomposisi
bahan
organik
juga
menghasilkan residu berupa humus, fraksi
koloid organik ini mampu menggabungkan
mineral-mineral tanah menjadi agregat,
memiliki daya jerap kation lebih besar
daripada koloid liat, sehingga penambahan
bahan
organik
pada
tanah
akan
meningkatkan nilai KTK.
44
Kejenuhan Basa (KB) Tanah
Komposisi dan takaran kompos saling
bertinteraksi dalam meningkatkan KB
tanah Inceptisol Krueng Raya. Rata-rata
KB tanah akibat interaksi komposisi jenis
dan takaran kompos terhadap KB
Inceptisol Krueng Raya disajikan dalam
Tabel 7. Rata-rata KB tanah akibat
interaksi komposisi jenis dan takaran
kompos berkisar antara 18,40 sampai
23,69 persen. Kompos yang terdiri atas
campuran pupuk kandang, sisa tanaman
kedelai dan jerami padi menunjukkan
peningkatan nilai KB pada setiap takaran
yang diberikan. Persentase KB tertinggi
pada takaran 45 ton per ha, namun hanya
berbeda nyata dengan tatakaran 15 ton per
ha (21,67%) dan kompos campuran pupuk
kandang dengan sisa tanaman kedelai
(21,15 %). Peningkatan kejenuhan basa
dari setiap jenis bahan organik yang
dicobakan disebabkan oleh adanya
peningkatan jumlah kation-ktion basa
yang dihasilkan dari dekomposisi bahana
organik. peningkatan kation-kation basa
di
dalam
tanah
menyebabkan
menyebabkan tanah jenuh dengan kation
basa yang akhirnya dapat meningkatkan
KB tanah
Tabel 7. Rata-rata KB tanah akibat perlakuan bahan organik berbeda jenis dan dosis
Komposisi Kompos
Pupuk
kandang
Pupuk
Takaran
Sisa
+ sisa
kandang
Pupuk
Jerami
-1
(t ha )
tanaman
tanaman
+ jerami
kandang
padi
kedelai
kedelai +
padi
Jerami
padi
15
42,56 a
43,39 a
42,40 a
42,40 a
55,43 a
52,57 a
A
A
A
A
A
A
30
44,48 a
50,24 ab
48,14 ab
54,53 a
54,75 a
54,34 a
A
AB
AB
B
A
A
45
46,13 a
52,91 b
54,79b
55,79 a
53,45 a
57,86 a
A
AB
B
B
A
A
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata uji BNJ 0,05. Huruf kecil
dibaca mendatar, sedangkan huruf besar dibaca vertikal.
Pupuk
kandang
+ sisa
tanaman
kedelai
KESIMPULAN
Kompoisi jenis dan dosis bahan organik
secara tunggal maupun interaksi nyata
merubah sifat-sifat kimia tanah kearah yang
lebih baik. Kompos berupa campuran
pupuk kandang dengan sisa tanaman
kedelai dan jerami padi lebih baik
dibandingkan dengan penggunaan pupuk
kandang secara tunggal. Kompos campuran
pupuk kandang dengan sisa tanaman
kedelai dan jerami padi dapat meningkatkan
status kesuburan tanah dari rendah menjadi
sedang. Penggunaan pupuk kandang secara
tunggal sampai 45 ton per ha belum dapat
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
meningkatkan status kesuburan tanah,
sedangkan bila dicampur dengan bahan
kompos lainnya dapat meningkatkan status
kesuburan tanah pada takaran 15 ton per ha.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2005. Multifungsi
Pertanian
Indonesia.
Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor.
Brady, N. C. 1990. The Nature and
Properties of Soil. Mac Millan
Publishing Co., New York.
45
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1982.
Ilmu
Tanah.
(Terjemahan
Soegiman). Bharata Karya Aksara,
Jakarta. 787 hal.
Candra, N. A. 2003. Pengaruh takaran
zeolit dan pupuk kandang terhadap
perubahan
sifat-sifat
tanah,
pertumbuhan, dan hasil jagung di
tanah pasir pantai. Tesis. Program
Studi Agronomi Jurusan Ilmu-Ilmu
Pertanian Program Pasca Sarjana
UGM. Yogyakarta.
Duxbury, J. M., M.S. Smith and J.W.
Doran. 1989. Soil Organic Matter
as a Source and a Sink of Plant
Nutrient. In Dynamic of Soil
Organic Matter in Tropica
Ekosystem. Dept. of Agro and
Soil Sci. Univ. of Hawaii.
Evenson, F. J. 1982. Humus Chemistry.
John Wiley and Sons. New York.
Hairiah, K., 2000. Agroforestri pada tanah
masam di daerah tropika basah,
pengelolaan interaksi antara pohon
tanaman semusim. International
Centre
for
Research
in
Agroforestry (ICRF). Bogor.
Hairiah, K., S.R. Utami, B. Lusiana dan
M. van Noorwijk. 2002. Neraca
Hara dan Karbon dalam Sistem
Agroforestri. Diktat Kuliah Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis,
Sutopo G. Nugroho, M. Rusdi
saul, M. Amin Diha, Go ban Hong
dan H.H bailey. 1986. Dasar- dasar
Ilmu Tanah. BKS-PTN/ USAID,
University of Kentucky,W.U.AE,
Project, Universitas Lampung,
Lampung.
Hairunsyah. 1991. Pengaruh empat jenis
bahan organik pada tiga dosis
pemberian N terhadap
pertumbuhan dan hasil gabah pada
padi sawah beririgasi. Kindai, Vol.
2 (2) : 5-9. Balitbang Pert. Balittan
Banjarbaru.
Martopo, 1991. Dampak Limbah Industri
Pada
Lingkungan
Hidup.
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
Kumpulan Catatan Pribadi, PPLH.
UGM, Yogyakarta.
Ma’shum, M., Soedarsono J, dan
Susilowati, E. L. 2003. Biologi
Tanah.
Direktorat
Jenderal
Pendidikan Tinggi. Depertemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 1989. Dampak
Pembangunan Pada Tanah, Lahan
dan Tata Guna Lahan, PSL. UGM.
Yogyakarta.
Palm, C.A.,Woomer, P. L., Allegre, J.
1997. Carbon sequestration and
trace gas emissions in slash and
burn and alternative land uses in
the humid tropics. ASB Climate
Change Working Group Final
Report, Phase II, ICRAF, Nairobi.
36 pp.
Pratikno, H., Syehhfani, Y. Nuraini dan E.
Handayanto. 2002. Pemamfaatan
Biomasa
Flora
untuk
Meningkatkan Ketersediaan dan
Serapan P Pada Tanah Berkapur
di Das Brantas Hulu Malang
Selatan.
Biosain, Vol. 2. No. 1
April 2002.
Richie, G. S. P. 1989. The Chemical
behaviour
of
Aluminium,
Hydrogen and Manganese in acid
soils in soil acidity and plant
growth. Ed. Robson. A.D, Soil
Science and Plant Growth. Soil
Science and Plant Nutrition.
School of Agricultural the
University of Western. Australia.
Simanungkalit, R. D. M., D. A.
Suriadikarta., R. Saraswati., D.
Setyorini., dan W. Hartatik. 2006.
Pupuk organik dan pupuk hayati
(biofertilizer).
Balai
Besar
Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Sutanto, 2002. Peranan bahan organik
terhadap kesuburan tanah dan
upaya pengelolaannya. Dalam
46
Pidato Pengukuhan Guru Besar.
Universitas
Sebelas
Maret.
Surakarta.
Tisdale, S. L., and W. L. Nelson. 1974. Soil
Fertility and Fertilizers. Third
Edition. mac Millan Pub. Co. Inc.
New York.
Stevenson,. F,. J., 1992. Humus Chemistry
: Genesis, Composition, Reactoin.
2 nd ed. John Willey and Sons,
New York.
Widjajanto,
D.W.,
Honmura,
T.,
Matsushita, K., and Miyauchi, N.
2001. Studies on the release of N
from water hyacinth incorporated
into soil-crop systems using 15Nlabeling techniques. Pak. J. Biol.
Sci., 4 (9): 1075-1077.
Young, A. 1989. Agroforestry for soil
management. Second edition. CABI.
ICRAF.
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
47
Lentera :Vol.12, No.3, Nopember 2012
48