TUGAS MANDIRI
Pengantar Pengolahan Citra Digital
Mata Kuliah: Pengolahan Citra Digital
Nama Mahasiswa : Risdiyanto
NIM
: 131510178
Kode Kelas
: 132-TI28P-M2
Dosen
: Tukino, S.Kom, M.SI
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas mandiri
mata kuliah rekayasa perangkat lunak. Penulis menyadari bahwa laporan tugas
mandiri ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran akan senantiasa
penulis terima dengan senang hati.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari pula bahwa laporan tugas
mandiri ini takkan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak Tukino, S.Kom., M.SI selaku dosen mata kuliah pengolahan citra
digital
pada
Program
Studi
Sistem
Informasi
Universitas
Putera
Batam/STMIK Putera Batam.
2. Dosen dan Staff Universitas Putera Batam/STMIK Putera Batam.
3. Teman-teman angkatan 2011 Program Studi Sistem Informasi
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan selalu mencurahkan hidayah serta
taufikNya, Amin.
Batam, 12 Juni 2014
Risdiyanto
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
1. Pendahuluan ........................................................................................................ 4
a. Pengantar Pengolahan Citra.............................................................................. 5
b. Pengenalan Dasar Citra .................................................................................... 5
c. Operasi Piksel dan Histogram .......................................................................... 5
d. Operasi Ketetanggan Piksel .............................................................................. 5
e. Operasi Geometrik ............................................................................................ 5
f. Pengolahan Citra di Kawasan Frekuensi .......................................................... 6
2. Pembahasan ......................................................................................................... 7
3. Kesimpulan .......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Penagantar Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah salah satu cabang dari ilmu informatika. Pengolahan
citra berkutat pada usaha untuk melakukan transformasi suatu citra/gambar menjadi
citra lain dengan menggunakan teknik tertentu. Pengolahan citra merupakan bidang
yang bersifat multidisiplin, yang terdiri dari banyak aspek, antara lain fisika,
elektronika, matematika, seni dan teknologi komputer. Pengolahan citra (image
processing) memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu yang lain. jika
sebuah ilmu disiplin ilmu dinyatakan dengan bentuk proses suatu input menjadi
output, maka pengolahan citra memiliki input berupa citra serta output juga berupa
citra.
Secara umum, istilah pengolahan citra digital menyatakan “pemrosesan gambar
berdimensi-dua melalui komputer digital” (Jain, 1989). Menurut Efford (2000),
pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang keberadaannya
untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara. Foto adalah
contoh gambar berdimensi dua yang bisa diolah dengan mudah.Setiap foto dalam
bentuk citra digital (misalnya berasal dari kamera digital) dapat diolah melalui
perangkat-lunak tertentu.
Pengolahan citra merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi
nyata, seperti pengenalan pola, penginderaan jarak-jauh melalui satelit atau pesawat
udara, dan machine vision
Berbagai aplikasi pengolahan citra juga telah dilakukan di Indonesia. Beberapa
contoh ditunjukkan berikut ini.
•
Identifikasi sidik jari (Isnanto, dkk., 2007)
•
Pencarian database orang melalui foto orang (Aribowo, 2009)
•
Identifikasi kematangan buah tomat (Noor dan Hariadi, 2009)
•
Identifikasi penyakit Diabetes mellitus melalui citra kelopak mata (Rachmad,
2009)
•
Ekstraksi fitur motif batik (Mulaab, 2010)
•
Identifikasi telapak tangan (Putra dan Erdiawan, 2010)
Berikut prinsip dasar dalam pengolahan citra:
1. Peningkatan kecerahan dan kontras
Citra yang diproses seringkali dalam keadaan terdistorsi atau
mengandung derau, untuk kepentingan tertentu derau tersebut perlu
dibersihkan terlebih dahulu. Dalam pengolahan citra metode yang dapat
dipakai untuk keperluan tersebut salah satunya cara yang dilaksanakan
melalui filter notch.
2. Penghilangan derau
Untuk kepentingan mengenali suatu objek di dalam citra, objek perlu
dipisahkan terlebih dahulu dari latar belakangnya. Salah satu pendekatan yang
umum dipakai untuk keperluan ini adalah penemuan batas objek. Dalam hal
ini batas objek berupa bagian tepi objek. Setelah tepi objek diketahui
pencarian ciri terhadap objek dapat dilaksanakan.
3. Pencarian bentuk objek
Untuk kepentingan mengenali suatu objek di dalam citra, objek perlu
dipisahkan terlebih dahulu dari latar belakangnya. Salah satu pendekatan yang
umum dipakai untuk keperluan ini adalah penemuan batas objek. Dalam hal
ini batas objek berupa bagian tepi objek. Setelah tepi objek diketahui
pencarian ciri terhadap objek dapat dilaksanakan.
2. Pengenalan Dasar Citra
2.1. Representasi Citra Digital
Citra digital dibentuk oleh kumpulan titik yang dinamakan piksel (pixel atau
“picture element”). Setiap piksel digambarkan sebagai satu kotak kecil. Setiap
piksel mempunyai koordinat posisi.
0
N-1
x
0
Posisi sebuah piksel
y
M-1
Gambar 2.1 Sistem koordinat citra berukuran M x N
(M baris dan N kolom)
Dengan sistem koordinat yang mengikuti asas pemindaian pada layar TV standar
itu, sebuah piksel mempunyai koordinat berupa
(x, y)
Dalam hal ini,
x menyatakan posisi kolom;
y menyatakan posisi baris;
piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0, 0) dan piksel pada pojok
kanan-bawah mempunyai koordinat (N-1, M-1).
Dengan menggunakan notasi pada Octave dan MATLAB, citra dinyatakan dengan
f(y, x)
Sebagai contoh, citra yang berukuran 12x12 yang terdapat pada Gambar 2.2(a)
memiliki susunan data seperti terlihat pada Gambar 2.2(b). Adapun Gambar 2.3
menunjukkan contoh penotasian f(y,x). Berdasarkan gambar tersebut maka:
f(2,1) bernilai 6
f(4,7) bernilai 237
Pada citra berskala keabuan, nilai seperti 6 atau 237 dinamakan sebagai intensitas.
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
89
89
89
89
89
6
6
89
89
89
89
6
237
237
237
237
237
6
6
237
237
237
237
(a) Citra berukuran 12 x 12
6
6 6 89 237 237 237
237 237
6
6 89 237 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237
6
6 89 237 237
6
6
6 89 237 237 237
6
6 89 237 237 237 237
237
6
6 89 237 237 237
237 237
6
6 89 237 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237 237
6
6 89
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
(b) Data penyusun citra 12 x 12
Gambar 2.2 Citra dan nilai penyusun piksel
f(2,1) = 6
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
6
6
6
6
6
6
6
89 237 237 237 237
6
6
89 237 237 237
6
6
3
4
6
6
89 237 237 237 237
6
6
89 237 237
6
6
89 237 237 237 237
6
6
89 237 237
89 237 237
5
6
7
8
9
9
10
11
12
89 237 237 237
6
6
89 237 237 237 237
6
6
6
6
89 237 237 237
6
6
89 237 237 237
6
6
6
6
6
6
6
89 237 237 237 237
6
6
6
6
6
6
89 237 237 237 237 237
6
6
89 237 237
6
6
10
11
6
6
89 237 237 237
6
89 237 237 237 237
6
6
6
89 237 237 237 237
6
6
12
6
6
89 237 237 237 237 237
6
89 237 237 237
89 237 237
6 89
237
f(4,7) = 237
Gambar 2.3 Notasi piksel dalam citra
2.2. Kuantisasi Citra
Kuantisasi adalah prosedur yang dipakai untuk membuat suatu isyarat
yang bersifat kontinu ke dalam bentuk diskret. Untuk mempermudah
pemahaman konsep ini, lihatlah Gambar 2.4. Gambar 2.4(a) menyatakan
isyarat analog menurut perjalanan waktu t, sedangkan Gambar 2.4(b)
menyatakan isyarat diskret.
t
t
(a) Isyarat analog
(b) Isyarat diskret
Gambar 2.4 Perbandingan isyarat analog dan isyarat diskret
Untuk beberapa keperluan tertentu, jumlah gradasi intensitas saling berbeda.
Tabel 2.1 memberikan lima contoh untuk citra beraras keabuan dan Tabel 2.2
menunjukkan empat contoh penggunaan citra berwarna (RGB). Perhatikan bahwa
jumlah gradasi juga bisa dinyatakan dalam jumlah digit biner atau bit 0 dan 1 sebagai
sandi digital per piksel.
Tabel 2.1 Jangkauan nilai pada citra keabuan
Komponen
Bit per
Jangkauan
Penggunaan
warna
Piksel
1
1
0-1
Citra biner: dokumen faksimili
8
0-255
Umum: foto dan hasil pemindai
12
0-4095
Kualitas tinggi: foto dan hasil pemindai
14
0-16383
Kualitas profesional: foto dan hasil pemindai
16
0-65535
Kualitas
astronomi
tertinggi:
citra
kedokteran
dan
Tabel 2.2 Jangkauan nilai pada citra berwarna
Komponen
Bit per
Warna
Piksel
3
4
Jangkauan
Penggunaan
24
0-1
RGB umum
36
0-4095
RGB kualitas tinggi
42
0-16383
RGB kualitas profesional
32
0-255
CMYK (cetakan digital)
Dalam pengolahan citra, kuantisasi aras intensitas menentukan kecermatan
hasilnya. Dalam praktik, jumlah aras intensitas piksel dapat dinyatakan
dengan
kurang dari 8 bit. Contoh pada Gambar 2.6 menunjukkan citra yang dikuantisasi
dengan menggunakan 8, 5, 4, 3, 2, dan 1 bit.
(a) 8 bit
(b) 5 bit
(c) 4 bit
(d) 3 bit
(e) 2 bit
(f) 1 bit
Gambar 2.6 Kuantisasi citra dengan menggunakan berbagai bit
2.3. Kualitas Citra
Disamping cacah intensitas citra, jumlah piksel yang digunakan untuk
menyusun suatu citra mempengaruhi kualitas citra.
biasanya dinyatakan dengan
Istilah resolusi citra
jumlah piksel pada arah lebar dan tinggi.
Resolusi piksel dinyatakan dengan notasi m x n dengan m menyatakan tinggi
dan n menyatakan lebar dalam jumlah piksel.
Pada kuantisasi dengan satu bit, jumlah level sebanyak , jumlah level
sebanyak 2 = 21 oleh karena itu warna yang muncul berupa hitam dan putih
saja. Resolusi spasial ditentukan oleh jumlah piksel per satuan panjang. Istilah
seperti dpi (dot per inch) menyatakan jumlah piksel per inci. Misalnya, citra
300 dpi menyatakan bahwa citra akan dicetak dengan jumlah piksel sebanyak
300 sepanjang satu inci. Berdasarkan hal itu, maka citra dengan resolusi ruang
spasial sebesar 300 dpi dicetak di kertas dengan ukuran lebih kecil daripada
yang mempunyai resolusi ruang sebesar 150 dpi, meskipun kedua gambar
memiliki resolusi piksel yang sama.
2.4. Mengenal Jenis Citra
Ada tiga jenis citra yang umum yang digunakan dalam pemrosesan
citra yaitu citra berwarna, citra berskala keabuan dan citra biner.
a. Citra berwarna
Citra berwarna atau dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang
menyajikan warna dalam bentuk komponen R(merah), G(hijau), B(biru).
Setiap komponen warna menggunakan 8bit nilainya berkisar 0 sampai 255.
sehingga kemungkinan warna yang dapat disajikan 255 x 255 x 255 =
16.581.375 warna.
b. Citra berskala keabuan
Sesuai dengan nama yang melekat, jenis citra ini menangani gradasi warna
hitam dan puti, yang tentu saja menghasilkan efek abu-abu. Pada jenis gambar
ini warna dinyatakan dengan intensita. Dalam hal ini intensitas antara 0 – 255.
dan nilai 0 menyatakan hitam dan nilai 255 menyatakan putih.
c. Citra Biner
Citra biner adalah citra dengan setiap piksel hanya dinyatakan dengan
sebuah nilai dari dua kemungkinan( yaitu 0 dan 1) . Nilai 0 menyatakan
hitam dan nilai 1 meyatakan putih
3. Operasi Piksel dan Histogram
3.1. Operasi Piksel
Pada pengolahan citra terdapat istilah operasi piksel atau kadang
disebut operasi piksel-ke-piksel.Operasi piksel adalah operasi pengolahan
citra yang memetakan hubungan setiap piksel yang bergantung pada piksel itu
sendiri. Jika f(y, x) menyatakan nilai sebuah piksel pada citra f dan g(y, x)
menyatakan piksel hasil pengolahan dari f(y, x), hubungannya dapat
dinyatakan dengan
g(y,x)=T(f(y,x))
Dalam hal ini, T menyatakan fungsi atau macam operasi yang
dikenakan terhadap piksel f(y, x). Model operasi inilah yang akan dibahas di
bab ini,termasuk pembahasan pengolahan citra berbasis histogram.
3.2. Menggunakan Histogram Citra
Histogram citra merupakan diagram yang menggambarkan frekuensi
setiap nilai intensitas yang muncul di seluruh piksel citra. Nilai yang besar
menyatakan bahwa piksel-piksel yang mempunyai intensitas tersebut sangat
banyak.
Pada citra berskala keabuan, jumlah aras keabuan (biasa disimbolkan
dengan L) sebanyak 256. Nilai aras dimulai dari 0 hingga 255. Adapun
histogram untuk suatu aras dinyatakan dengan hist(k+1) dengan k menyatakan
nilai aras (0 sampai dengan L-1). Jadi, hist(k+1) menyatakan jumlah piksel
yang bernilai k. Penggunaan k+1 pada hist diperlukan mengingat dalam
Octave dan MATLAB tidak ada indeks nol atau hist(0). Cara menghitung
hist(k+1) ditunjukkan pada algoritma berikut.
3.3. Meningkatkan Kecerahan
Operasi dasar yang sering dilakukan pada citra adalah peningkatan
kecerahan (brightness). Operasi ini diperlukan dengan tujuan untuk membuat
gambar menjadi lebih terang.
Secara matematis, peningkatan kecerahan dilakukan dengan cara
menambahkan suatu konstanta terhadap nilai seluruh piksel. Misalkan, f(y, x)
menyatakan nilai piksel pada citra berskala keabuan pada koordinat (y, x).
Maka, citra baru
(3.2)
telah meningkat nilai kecerahan semua pikselnya sebesar
terhadap citra asli
f(y, x). Apabila β berupa bilangan negatif, kecerahan akan menurun atau
menjadi lebih gelap.
3.4. Meregangkan Kontras
Kontras dalam suatu citra menyatakan distribusi warna terang dan
warna gelap. Suatu citra berskala keabuan dikatakan memiliki kontras rendah
apabila distribusi warna cenderung pada jangkauan aras
keabuan yang
sempit. Sebaliknya, citra mempunyai kontras tinggi apabila jangkauan aras
keabuan lebih terdistribusi secara melebar. Kontras dapat diukur berdasarkan
perbedaan antara nilai intensitas tertinggi dan nilai intensitas terendah yang
menyusun piksel-piksel dalam citra.
3.5.Kombinasi Kecerahan dan Kontras
Operasi peningkatan kecerahan dan peregangan kontras dapat
dilakukan sekaligus untuk kepentingan memperbaiki citra. Secara umum,
gabungan kedua operasi tersebut dapat ditulis menjadi
3.6. Membalik Citra
Bila pernah melihat film hasil kamera analog, gambar yang terekam
dalam film tersebut berkebalikan dengan foto saat dicetak, yang dikenal
sebagai film negatif. Citra seperti ini biasa digunakan pada rekam medis;
misalnya hasil fotografi rontgen. Hubungan antara citra dan negatifnya untuk
yang beraras keabuan dapat dinyatakan dengan rumus:
3.7. Pemetaan Nonlinear
Dalam pengolahan citra, terkadang diperlukan pemetaan intensitas
piksel yang tidak menggunakan cara linear seperti yang telah dibahas,
melainkan menggunakan pendekatan nonlinear. Kalau suatu citra berisi
bagian yang cerah dan bagian yang gelap yang cukup ekstrem, akan lebih
baik kalau digunakan cara nonlinear.
4. Operasi Ketetanggan Piksel
4.1 Pengertian Operasi Ketetanggaan Piksel
Operasi ketetanggaan piksel adalah operasi pengolahan citra untuk
mendapatkan nilai suatu piksel yang melibatkan nilai piksel-piksel tetangganya. Hal
ini didasarkan kenyataan bahwa setiap piksel pada umumnya tidak berdiri sendiri,
melainkan terkait dengan piksel tetangga, karena merupakan bagian suatu objek
tertentu di dalam citra.
4.2 Pengertian Ketetanggaan Piksel
Ketetanggaan piksel yang umum dipakai adalah 4-ketetanggaan dan 8ketetanggan. Untuk memahami dua jenis ketetanggaan piksel, lihat Gambar dibawah
ini :
4.3 Aplikasi Ketetanggaan Piksel pada Filter
Sebagai filter atau tapis, operasi ketetanggaan piksel berfungsi untuk
menyaring atau paling tidak mengurangi gangguan atau penyimpangan pada
citra.
4.3.1 Filter Batas
Filter batas adalah filter yang dikemukakan dalam Davies
(1990). Idenya adalah mencegah piksel yang intensitasnya di luar
intensitas piksel-piksel tetangga.
4.3.2 Filter Pererataan
Filter pererataan (Costa dan Cesar, 2001) dilakukan dengan
menggunakan rumus :
4.3.3 Filter Median
Filter median sangat populer dalam pengolahan citra. Filter ini
dapat dipakai untuk menghilangkan derau bintik-bintik. Nilai yang
lebih baik digunakan untuk suatu piksel ditentukan oleh nilai median
dari setiap piksel dan kedelapan piksel tetangga pada 8-ketetanggaan.
Secara matematis,filter dapat dinotasikan seperti berikut :
4.4 Pengertian Konvolusi
Konvolusi seringkali dilibatkan dalam operasi ketetanggaan piksel.
Konvolusi pada citra sering disebut sebagai konvolusi dua-dimensi (konvolusi
2D). Konvolusi 2D didefinisikan sebagai proses untuk memperoleh suatu
piksel didasarkan pada nilai piksel itu sendiri dan tetangganya, dengan
melibatkan suatu matriks yang disebut kernel yang merepresentasikan
pembobotan. Wujud kernel umumnya bujur sangkar, tetapi dapat pula
berbentuk persegi panjang.
Kernel konvolusi terkadang disebut dengan istilah cadar, cadar
konvolusi, atau cadar spasial.
Secara umum, proses penapisan di kawasan ruang (space domain),
sebagai alternatif di kawasan frekuensi, dilaksanakan melalui operasi
konvolusi. Operasi ini dilakukan dengan menumpangkan suatu jendela
(kernel) yang berisi angka-angka pengali pada setiap piksel yang ditimpali.
Kemudian, nilai rerata diambil dari hasil-hasil kali tersebut. Khusus bila
angka-angka pengali tersebut semua adalah 1, hasil yang didapat sama saja
dengan filter pererataan.
4.5 Problem pada Konvolusi
Problem konvolusi pada piksel yang tidak mempunyai tetangga
lengkap dibahas pada beberapa literatur (Efford, 2000 dan Heijden, 2007;
Burger dan Burge, 2008). Untuk mengatasi keadaan seperti itu, terdapat
beberapa solusi.
Abaikan piksel pada bagian tepi.
Sebagai konsekuensinya, citra yang tidak mengalami konvolusi maka
diisi dengan nol atau diisi sesuai nilai pada citra asal. Alternatif lain
bagian yang tidak diproses tidak diikutkan dalam citra hasil.
Akibatnya, ukuran citra hasil mengecil.
Buat baris tambahan pada bagian tepi.
Baris dan kolom ditambahkan pada bagian tepi sehingga proses
konvolusi dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, baris dan kolom baru
diisi dengan nilai 0.
Ambil bagian yang tidak punya pasangan dengan bagian lain dari
citra.
Indeks melingkar dilaksanakan dengan mengambil data pada posisi di
seberang citra, sedangkan indeks tercermin diambilkan dari baris /
kolom yang ada di dekatnya. Dua cara yang lain yang diilustrasikan
yaitu :
-
mengisi dengan citra pada bagian tepi (baik baris tepi
maupun kolom tepi)
-
melakukan penggulungan secara periodis.
4.6 Mempercepat Komputasi pada Konvolusi
Suatu kernel dapat diperiksa dengan mudah untuk menentukan dapat
tidaknya matriks diubah ke bentuk perkalian dua vektor. Hal ini bisa
dilakukan dengan menggunakan fungsi rank. Hasil fungsi ini berupa 1 kalau
matriks dapat didekomposisi menjadi dua buah vektor.
Suatu kernel
yang mempunyai rank dengan nilai 1 dapat
didekomposisi menjadi dua vektor dengan menggunakan fungsi svd.
Tabel Perbandingan waktu komputasi konvolusi untuk berbagai ukuran kernel
4.7 Pengertian Frekuensi
Istilah frekuensi berkonotasi punya kaitan dengan waktu. Citra
dikatakan memiliki frekuensi spasial. Definisi di Wikipedia menyatakan
bahwa frekuensi spasial adalah karakteristik sebarang struktur yang bersifat
periodis sepanjang posisi dalam ruang. Frekuensi spasial adalah ukuran
seberapa sering struktur muncul berulang dalam satu satuan jarak. Frekuensi
spasial pada citra menunjukkan seberapa sering suatu perubahan aras keabuan
terjadi dari suatu posisi ke posisi berikutnya.
Pada citra berfrekuensi tinggi, perubahan aras sering terjadi seiring
dengan pergeseran jarak.
4.8 Filter Lolos-Rendah
Filter lolos-bawah (low-pass filter) adalah filter yang mempunyai
sifat dapat meloloskan yang berfrekuensi rendah dan menghilangkan yang
berfrekuensi tinggi. Efek filter ini membuat perubahan aras keabuan menjadi
lebih lembut. Filter ini berguna untuk menghaluskan derau atau untuk
kepentingan interpolasi tepi objek dalam citra.
Operasi penapisan lolos-bawah dilaksanakan melalui konvolusi atau
tanpa konvolusi. Efek pengaburan citra dapat ditingkatkan dengan menaikkan
ukuran kernel. Rahasia kernel yang digunakan untuk keperluan mengaburkan
citra seperti berikut :
Tinggi dan lebar kernel ganjil.
Bobot dalam kernel bersifat simetris terhadap piksel pusat.
Semua bobot bernilai positif.
Jumlah keseluruhan bobot sebesar satu.
4.9 Filter Lolos-Tinggi
Filter lolos-tinggi adalah filter yang ditujukan untuk melewatkan
frekuensi tinggi dan menghalangi yang berfrekuensi rendah. Hal ini biasa
dipakai untuk mendapatkan tepi objek dalam citra atau menajamkan citra.
Filter lolos-tinggi mempunyai sifat yaitu jumlah seluruh koefisien
adalah nol. Selain itu terdapat sifat sebagai berikut (Efford, 2000) :
Apabila dikenakan pada area dengan perubahan aras keabuan yang
lambat (frekuensi rendah), hasil berupa nol atau nilai yang sangat
kecil.
Apabila dikenakan pada area yang perubahan aras keabuannya cepat
(frekuensi tinggi), hasil konvolusi bernilai sangat besar.
Rahasia kernel yang digunakan untuk keperluan mendeteksi tepi
seperti berikut (Oliver, dkk., 1993) :
Tinggi dan lebar kernel ganjil.
Bobot dalam kernel bersifat simetris terhadap piksel pusat.
Bobot pusat kernel bernilai positif.
Bobot tetangga pusat kernel bernilai negatif (dapat menggunakan 4ketetanggan atau 8 ketetanggaan).
Jumlah keseluruhan bobot sebesar satu.
4.10 Filter High-Boost
Filter “high boost” (Efford, 2000) dapat digunakan untuk menajamkan
citra melalui konvolusi. Kernel yang dapat dipakai adalah kernel filter lolostinggi dengan nilai di pusat diisi dengan nilai yang lebih besar dari pada nilai
pada posisi tersebut untuk filter lolos-tinggi.
Rahasia kernel yang digunakan untuk keperluan menajamkan citra
seperti berikut :
Tinggi dan lebar kernel gasal.
Bobot dalam kernel bersifat simetris terhadap piksel pusat.
Bobot pusat kernel bernilai positif.
Bobot di sekeliling pusat kernel bernilai negatif (dapat menggunakan
4-ketetanggaan atau 8 ketetanggaan).
Jumlah keseluruhan bobot lebih besar satu.
Bobot terbesar terletak di pusat kernel.
4.11 Efek Emboss
Nilai negatif dan positif yang berpasangan menentukan perubahan
kecerahan yang berefek pada penggambaran garis gelap atau terang,
Rahasia pembuatan emboss terletak pada kernel konvolusi dengan sifat
seperti berikut (Oliver, dkk., 1993).
Tinggi dan lebar kernel gasal.
Bobot dalam kernel bersifat tidak simetris terhadap piksel pusat.
Bobot pusat kernel bernilai nol.
Jumlah keseluruhan bobot bernilai nol.
4.12 Pengklasifikasian Filter Linear dan Nonlinear
Filter disebut sebagai filter linear jika dalam melakukan penapisan
melibatkan piksel dengan cara linear. Contoh filter linear yaitu filter
pererataan. Filter-filter linear yang lain:
filter Gaussian
filter topi Mexico (Laplacian)
Kelemahan filter linear, terutama ketika dipakai untuk konvolusi citra
atau penghilangan derau, yaitu membuat struktur citra yang meliputi titik,
tepi, dan garis ikut terkaburkan dan kualitas citra keseluruhan menurun
(Burger dan Burge, 2008). Kelemahan seperti ini dapat diatasi menggunakan
filter nonlinear.
Filter nonlinear adalah filter yang bekerja tidak memakai fungsi
linear. Filter batas dan filter median merupakan contoh filter nonlinear.
4.13 Filter Gaussian
Filter Gaussian tergolong sebagai filter lolos-rendah yang didasarkan
pada fungsi Gaussian. Model dua dimensinya berupa:
5. Operasi Geometrik
5.1 Pengantar Operasi Geometrik
Operasi geometrik adalah operasi pada citra yang dilakukan secara geometris
seperti translasi, rotasi, dan penyekalaan. Pada operasi seperti ini terdapat
pemetaan geometrik, yang menyatakan hubungan pemetaan antara piksel pada
citra masukan dan piksel pada citra keluaran. Secara prinsip, terdapat dua cara
yang dapat dipakai. Pertama yaitu pemetaan ke depan dan kedua berupa pemetaan
ke belakang.
Interpolasi bilinear yaitu linear di arah vertikal dan mendatar.
5.2 Menggeser Citra
Penggeseran citra ke arah mendatar atau vertikal dapat dilaksanakan
dengan mudah. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
�=
+
�=
+
5.3 Memutar Citra
Suatu citra dapat diputar dengan sudut �seiring arah jarum jam atau
berlawanan arah jarum jam dengan pusat putaran pada koordinat (0,0). Adapun
rumus yang digunakan untuk memutar citra dengan sudut �berlawanan arah jam
berupa:
�=
∗�
(�) +
∗ �� (�)
�=
∗�
(�) −
∗ �� (�)
5.4 Interpolasi Piksel
Penggunaan fungsi round (pembulatan ke atas) merupakan upaya untuk
menggunakan intensitas piksel terdekat. Alternatif lain dilakukan dengan
menggunakan floor (pembulatan ke bawah). Jika ukuran piksel, yaitu di bawah
ukuran kepekaan mata pemandang, spek zig-zag tidak akan terlihat. Namun, bila
pemutran citra terjadi berulang secara serial, cacat gerigi akan membesar.
Selain bilinear interpolation, sebenarnya terdapat beberapa cara untuk
melakukan interpolasi. Dua cara lain yang populer yaitu bicubic interpolation,
yang menggunakan 16 piksel tetangga untuk memperoleh interpolasi intensitas
piksel dan bikuadratik yang melibatkan 9 piksel terdekat.
5.5 Memutar Berdasarkan Sebarang Koordinat
Operasi pemutaran citra dapat dilakukan dengan pusat di mana saja; tidak
harus dari (0, 0).
Rumus untuk melakukan pemutaran berlawanan arah jarum jam sebesar �,
yaitu sebagai berikut :
�=( – )∗�
(�) + ( –
�=( –
(�) – ( – ) ∗ �� (�) +
)∗�
) ∗ �� (�) +
5.6 Memutar Citra Secara Utuh
Untuk keperluan ini, ukuran citra hasil pemutaran harus diubah sesuai
dengan sudut putaran. Adapun lebar dan tinggi gambar hasil pemutaran dengan
menghitung nilai terkecil dan terbesar dari koordinat keempat pojok hasil
pemutaran.
5.7 Memperbesar Citra
Suatu citra dapat diperbesar dengan membuat setiap piksel menjadi
beberapa piksel.
5.8 Memperkecil Citra
Bagaimana kalau ingin memperkecil citra?
Secara prinsip, pengecilan citra berarti mengurangi jumlah piksel.
5.9. Perbesaran dengan Skala Vertikal dan Horizontal Berbeda
Fungsi perbesar dan perbesar2 dapat digunakan untuk melakukan
perbesaran/pengecilan dengan skala horizontal dan vertikal yang berbeda.
5.10. Pencerminan Citra
Pencerminan yang umum dilakukan berupa pencerminan secara vertikal
dan pencerminan secara horizontal. Pencerminan secara horizontal dilakukan
dengan menukarkan dua piksel yang berseberangan kiri-kanan. Dibeberapa
software, pencerminan secara horizontal justru dinamakan vertical flip.
5.11. Transformasi Affine
Transformasi affine adalah transformasi linear yang menyertakan
penskalaan, pemutaran, penggeseran, dan shearing (pembengkokan). Dapat
dituliskan seperti dibawah ini :
5.12 Efek Ripple
Efek ripple (riak) adalah aplikasi transformasi citra yang membuat gambar
terlihat bergelombang. Efek riak dapaat dibuat baik pada arah x maupun y.
Transformasinya seperti berikut:
Dalam hal ini, ax dan ay menyatakan amplitudoriak gelombang sinus,
sedangkan Tx dan Ty menyatakan periode gelombang sinus.
5.13 Efek Twirl
Transformasi twirl (olak atau puntiran) dilakukan dengan memutar citra
berdasarkan titik pusat citra, tetapi tidak bersifat linear. Salah satu varian bentuk
transformasinya, yang diadaptasi dari Burger & Burge (2008), sebagai berikut:
dengan
5.14 Transformasi Spherical
Transformasi spherical memberikan efek bulatan (bola), seperti melihat
gambar menggunakan lensa pembesar.
5.15 Transformasi bilinear
Transformasi bilinear mempunyai fungsi pemetaan seperti berikut:
6. Pengolahan Citra di Kawasan Frekuensi
6.1 Pengolahan Citra diKawasan Spasial dan Kawasan Frekuensi
Dalam bahasa Indonesia, istilah lain yang identik dengan transformasi
adalah alihragam.
Adanya pasangan alihragam dan alihragam-balik tentu saja menambah
beban komputasi.
Salah satu alihragam yang biasa dipakai di kawasan frekuensi adalah
alihragam Fourier.
Salah satu alihragam yang biasa dipakai di kawasan frekuensi adalah
alihragamFourier.
Sejak
algoritma
alihragamFourier
ditemukan,
telah
bermunculan pula macam-macam alihragam yang lain, seperti transformasi
gelombang-singkat (wavelet), transformasi Radon, dan DCT (Discrete Cosine
Transform).
6.2 Alihragam Fourier
Alihragam Fourier (Fourier transform) merupakan salah satu jenis
alihragam ke kawasan frekuensi yang banyak dipakai pada pengolahan citra.
Alihragam ini dimanfaatkan untuk memetakan citra dari kawasan spasial ke
dalam kawasan frekuensi. Disamping untuk melihat karakteristik spektrum citra,
juga menjadi bagian pemrosesannya.
Berdasarkan temuan ahli fisika dari Prancis bernama Baptiste Joseph
Fourier (1768-1830), semua fungsi yang bersifat periodis, betapapun kompleks
fungsi tersebut, dapat dinyatakan sebagai penjumlahan sinusoid. Kuncinya
terletak pada komposisi amplitude dan fase sinus setiap frekuensi. Begitu pula
pada citra.
6.3 Fourier 1-D
Penerapan Discrete Fourier Transform (DFT) atau alihragamFourier
diskret pada citra berdimensi satu disajikan pada pembahasan berikut :
6.4 Fourier 2-D
Suatu citra diskret berdimensi dua f(x, y) dapat dinyatakan sebagai deret
Fourier, yang dituliskan seperti berikut:
6.5 Fast Fourier Transform
Suatu metode bernama FFT (Fast Fourier Transform) dibuat untuk
mempercepat komputasi alihragamFourier. Cara melakukan komputasi dengan
FFT dijabarkan oleh Cooley, dkk.(1969). Implementasi denganOctave berupa
fungsifft danfft2.
6.6 Visualisasi Pemrosesan FFT
Kegunaan fungsifftshift adalah untuk mengatur agar komponen frekuensi
nol diletakkan di tengah-tengah spektrum.
6.7 Penapisan pada Kawasan Frekuensi
Konvolusi pada kawasan frekuensi dapat dilakukan dengan mengalikan
F(v, u) dengan H(v,u)(Gonzalez, dkk., 2004). Dalam hal ini, H(v,u) dinamakan
sebagai fungsi transfer filter dan diperoleh melalui pengenaan DFT terhadap
h(y,x), yang merupakan kernel konvolusi pada kawasan spasial.
Satu hal yang perlu diperhatikan pada kawasan frekuensi, penapisan dapat
menimbulkan problem akibat konvolusi. Problem yang dimaksud dikenal dengan
nama wraparound error atau spatial aliasing error (Bovik, 2009). Hal ini
disebabkan pada kawasan frekuensi terdapat fungsi periodis (yang berulang
setelah jarak tertentu) yang membuat gambar akan diulang (seperti efek
pengubinan) dan akibatnya membuat interferensi pada konvolusi.
6.8 Filter Lolos-Rendah
Filter lolos-bawah (low-pass filter) adalah filter yang mempunyai sifat
dapat meloloskan
yang berfrekuensi
rendah dan menghilangkan
yang
berfrekuensi tinggi. Efek filter ini membuat perubahan level keabuan menjadi
lebih lembut. Filter ini berguna untuk menghaluskan derau atau untuk
kepentingan interpolasi tepi objek dalam citra.
Jenis filter lolos-rendah pada kawasan frekuensi yang paling sederhana
adalah yang dinamakan ILPF (Ideal Low Pass Filter).
BLPF (Butterworth low pass filter) merupakan jenis filter lolos-rendah yang
digunakan untuk memperbaiki efek bergelombang yang dikenal dengan sebutan
ringing, yang diakibatkan oleh ILPF.
6.9 Filter Lolos-Tinggi
Filter lolos-tinggi adalah filter yang ditujukan untuk menekan frekuensi
rendah hingga frekuensi tertentu dan meloloskan frekuensi lainnya
6.10 Pemfilteran dengan Pendekatan High Frequency Emphasis
Penerapan filter lolos-tinggi menimbulkan efek berupa hilangnya latar
belakang. Hal ini disebabkan pemfilteran dengan cara tersebut menghilangkan
komponen DC (F(0,0)). untuk mengatasi hal itu, terdapat pendekatan yang
dinamakan pemfilteran high frequency emphasis (HFE). Dalam hal ini,
penonjolan frekuensi tinggi diatur melalui rumus:
Dalam hal ini :
Hlt adalah fungsi transfer filter lolos-tinggi;
a adalah nilai ofset, sebagai penambah nilai rerata intensitas;
b adalah nilai pengali, untuk meningkatkan kontras.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Membaca, menampilkan dan menyimpan citra
Contoh program :
%membaca citra
a =imread('D:\Photo\batam.jpg');
b = imread('D:\Photo\obama.jpg');
%menampilkan citra figure(1);
subplot(2,2,1); imshow(a);
subplot(2,2,2); imshow(b);
Output yang dihasilkan :
2.2 Operasi piksel histogram citra
Contoh program:
%membuat histogram
function histo (f)
[sumbu_x, sumbu_y]=size(f);
f=double(f);
Histog=zeros(256, 1);
for x=1 : sumbu_x
for y=1 : sumbu_y
Histog(f(x, y)+1) = ...
Histog(f(x, y)+1) + 1;
end
end
% tampilkan dalam bentuk diagram batang
Horis = (0:255');
bar(Horis, Histog);
endfunction
%membaca citra
f = imread('D:\Photo\batam.jpg');
%menampilkan citra
figure(1);
subplot (3,2,1); imshow(f);
subplot (3,2,2); histo(f);
%menyimpan citra
imwrite(f,'D:\Photo\batamhasil.jpg');
imhist(f);
Output yang dihasilkan :
2.3 Kecerahan, kontras, citra negative dan menyimpan citra
Contoh program
%membaca citra
a = imread('D:\Photo\obama.jpg');
b = imread('D:\Photo\obama.jpg');
%mengolah citra untuk gambar 1
k1 = a + 70;
p1 = 2.3 * a;
bw1 = a(:,:,1);
%mengolah citra untuk gambar 2
k2 = b + 70;
p2 = 2.3 * b;
bw2 = b(:,:,1);
%menampilkan citra
figure(1);
subplot(2,2,1); imshow(a); title('Obama');
subplot(2,2,2); imshow(k1);
subplot(2,2,3); imshow(p1);
subplot(2,2,4); imshow(bw1);
figure(2);
subplot(2,2,1); imshow(b); title('Obama');
subplot(2,2,2); imshow(k2);
subplot(2,2,3); imshow(p2);
subplot(2,2,4); imshow(bw2);
%menyimpan citra
Imwrite(k1,'D:\Photo\obamak1.jpg');
Imwrite(p1,'D:\Photo\obama1.jpg');
Imwrite(bw1,'D:\Photo\obamabw1.jpg');
Imwrite(k2,'D:\Photo\obama2.jpg');
Imwrite(p2,'D:\Photo\obama2.jpg');
Imwrite(bw2,'D:\Photo\obamabw2.jpg');
Output yang dihasilkan :
2.4 Ketetanggaan piksel
Contoh program
%membaca citra
F = imread('c:\Image\mobil.png');
Ukuran = size(F);
tinggi = Ukuran(1);
lebar = Ukuran(2);
%mengolah citra
G = F;
for baris=2 : tinggi-1
for kolom=2 : lebar-1
minPiksel = min([F(baris-1, kolom-1) ...
F(baris-1, kolom) F(baris, kolom+1) ...
F(baris, kolom-1) ...
F(baris, kolom+1) F(baris+1, kolom-1) ...
F(baris+1, kolom) F(baris+1, kolom+1)]);
maksPiksel = min([F(baris-1, kolom-1) ...
F(baris-1, kolom) F(baris, kolom+1) ...
F(baris, kolom-1) ...
F(baris, kolom+1) F(baris+1, kolom-1) ...
F(baris+1, kolom) F(baris+1, kolom+1)]);
if F(baris, kolom) < minPiksel
G(baris, kolom) = minPiksel;
else
if F(baris, kolom) > maksPiksel
G(baris, kolom) = maksPiksel;
else
G(baris, kolom) = F(baris, kolom);
end
end
end
end
%menampilkan citra
figure(1);
Output yang dihasilkan :
(a) Citra mobil yang telah diberi
bintik-bintik putih
2.5 Penggeseran citra
Contoh program
%membaca citra
a = imread('D:\Photo\batam.jpg');
[tinggi, lebar] = size(a);
%mengolah citra
sx = 45;
sy = -35;
a2 = double(a);
g = zeros(size(a2));
for y=1 : tinggi
for x=1 :lebar
xlama = x-sx;
ylama = y-sy;
(b) Hasil pemfilteran gambar (a)
if(xlama>=1) && (xlama<=lebar) && ...
(ylama>=1) && (ylama<=tinggi)
g(y,x) = a2(ylama,xlama);
else
g(y,x) = 0;
end
end
end
g = uint8(g);
figure(1); imshow(g);
Output yang dihasilkan :
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa multimedia tidak terlepas dari
kehidupan kita sehari-hari. Banyak manfaat yang kita peroleh dengan adanya
multimedia dalam pengiriman data dan informasi. Salah satu bentuk dari
informasi multimedia adalah dalam bentuk gambar. Dengan gambar kita dapat
mengambil banyak sekali informasi yang bisa disampaikan.
3.2. Kritik dan saran
Dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
meningkatkan kualitas dari isi makalah ini dikemudian hari.
.
DAFTAR PUSTAKA
Kadir, Abdul & Adhi Susanto. (2013). Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. ANDI.
Yogyakarta.