Academia.eduAcademia.edu

Al Qur'an dan Orientalisme tentang Qiraat

2021

Qiraat merupakan cabang ilmu Al-Qur'an, tetapi banyak orang yang tidak tertarik dengan yah kecuali orang-orang yang tertentu yaitu orang yang berkelas atau yang akademik

AL-QUR’AN DAN ORIENTALISME SYUBHAT ORIENTALIS TENTANG QIRA’AT AL-QUR'AN D I S U S U N OLEH : NAMA NIM 1.ASRIM MUDA HARAHAP 2010500009 2.HENI FARIDA LUBIS 2010500014 DOSEN PENGAMPU DESRI ARI ENGHARIANO,LC,M.A. PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN T.A 2021 I. PENDAHULUAN Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu al-Quran, tetapi tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Namun, tidak biasa dipungkiri bahwa kajian tentang qira'at ini juga dilakukan oleh para orientalis. Salah satu kajian mereka membuat sebagian umat Islam ragu dengan apa yang sudah dilakukan oleh para ulama Islam tentang al-Qur'an. Demikian dengan awal mula Islam sedikit pun tidak ada meragukan kemurnian al-Qur'an. Ini didasarkan bahwa Allah menjamin terpeliharanya al-Qur'an. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur'an dan kami memeliharanya.” Dengan jaminan ayat tersebut setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya dari al-Qur'an sama persis dengan apa yang dibaca Rasulullah SAW dan para sahabat. Namun keyakinan tersebut mulai terusik ketika para orientalis melakukan kajian yang hasilnya menimbulkan keraguan terhadap teks al-Qur'an khususnya mushaf Utsmani yang sejak awal sudah menjadi pegangan kaum muslimin. Dan ironisnya, banyak kalangan cendekiawati muslim yang terpengaruh dengan kajian para orientalis tersebut. Pintu masuk yang mereka pakai yaitu dengan adanya keraguan bacaan al-Qur'an dalam berbagai mushaf yang ada dalam tradisi bacaan al-Qur'an. 1 II. PEMBAHASAN A. Pengertian Qira'at Dan Macam-Macamnya Qira'at adalah jamak dari qiraatan, Masdar dari qara'a yaqra'u qira'atan yang berarti bacaan menurut istilah satu madzhab yang dianut oleh seorang imam dalam membaca al-Qur'an yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur'an serta disepakati riwayat dan jalurnya, baik perbedaan dalam pengucapan huruf dan lafaznya. Para ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikan qira'at. Manna' Khalil al-Qattan mendifinisikan qira'at adalah sebagai salah satu madzhab pengucapan al-Qur'an yang dipilih oleh seorang imam qurra' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan cabang yang lain.1 Al-Jazali mengartikan qira'at sebagai pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat al-Qur'an dengan perbedaan kalimat alQur'an yang didasarkan pada orang yang meriwayatkannya.2 Az-zarqani berpendapat bahwa qira’at adalah suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para qurra' yang berbeda dengan imam lainnya dalam pengucapan al-Qur'an dengan kesesuaian riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan hurufhurufnya.3 Meluasnya wilayah Islam dan menyebabkan para sahabat dan tabi'in mengajarkan al-Qur'an di berbagai kota menyebabkan timbulnya berbagai qira'at. Perbedaan antara satu qira'at dan lainnya 1 Rusydi Anwar, Pengantar Ulumul Qur'an Dan Ulumul Hadist Teori Dan Metodologi, (Jogyakarta: Irscsod, 2015), hlm. 130 2 Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur'an Dan Qira'ah, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustar, 1996), hlm. 194 3 Acep Hermawan, Ulumul Qur'an Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 2011), hlm.133 2 bertambah besar pula sehingga Sebagian riwayat tidak bisa dipertanggung jawabkan.4 Sementara az-Zarkasi mengemukakan bahwa perbedaan qira'at itu meliputi perbedaan lafaz-lafaz tasydid dan lainnya. Adapun macam-macam qira'at seperti yang sering kita dengar yaitu ada qira'at sab’ah, qira'at ‘asyaro dan qira'at arbaa’ta ‘asyar. Tujuh Qari' yang dipandang ahli qira'at itu ialah: 1. Ibnu Amir ad-Dimsyaqy (188 H) diriwayatkan oleh Hisyam dan Ibnu Dzakwan 2. Ibnu Katsir al-Makkiy (120 H) diriwayatkan oleh al-Bazy dan Qunbul 3. Ashim al-Kufy (127 H) diriwayatkan oleh Syu’bah dan Hafasy 4. Abu Amr al-Ala al-Bashry (145 H) diriwayatkan oleh ad-Dury dan as-Susy 5. Hamzah Ibnu Habib az-Zayyat al-Kufy (156 H) diriwayatkan oleh Khalaf dan Khalid 6. Nafi Ibnu Abdurahman al-Madany (169 H) diriwayatkan oleh alQalun dan al-Warasy 7. Ali Ibnu Hamzah al-Kisaiy (189 H) diriwayatkan oleh Abdul Harris dan ad-Dury. Adapun Qari' yang sepuluh, yang tujuh tersebut ditambah dengan: 1. Abu Ja’far, Yazid al-Madany (130 H) diriwayatkan oleh Isa bin Wardan dan Ibnu Jimaz 2. Ya’qub al-Hadramy (205 H) diriwayatkan oleh Rawais dan Rauh bin Abdul Mu’min 3. Kallaf bin Hisyam al-Bazzar (229 H) diriwayatkan oleh Ishaq al-Warraq dan Idris al-Haddad Kemudian untuk Qari yang empat belas., dari sepuluh diatas ditambah dengan: 4 Amroeni Drajat, Ulumul Qur'an, (Depok: Kencana, 2017), hlm. 107 3 1. Ibnu Muhaisin yaitu Muhammad Bin Abdurahman as-Sahmy (123 H) seorang muqari di Mekkah bersama Ibnu Katsir 2. Al-Yazidy, yaitu Yahya bin Mubarak, al-Imam Abu Muhammad al-Adawy al-Bahsry (202 H) 3. Al-Hasan al-Bashry, yaitu Abu Sa’ad bin Yasar (110 H) 4. Al-A’masy yaitu Sulaiman bin Muhram, Abu Muhammad alKufy (148 H).5 Persoalannya, mengapa hanya tujuh imam qira'at saja yang manshur padahal masih banyak imam-imam qira'at yang lebih tinggi kedudukannya atau setingkat dengan mereka dan jumlahnya pun lebih dari tujuh? Hal ini tak lain dikarenakan sangat banyaknya para periwayat qira'at mereka. Ketika semangat dan perhatian generasi sesudahnya menurun, mereka lalu berupaya untuk membatasi hanya pada qira'at yang sesuai dengan khat mushaf serta dapat mempermudah penghapalan dan kecermatan qira'atnya. Langkah yang ditempuh generasi penerus ialah memperhatikan siapa diantara ahli qira'at itu lebih popular kredibilitas dan amanahnya.6 Terjadinya perbedaan madzhab qira'at ini disebabkan oleh perbedaan intelektual serta kesepakatan masing-masing sahabat dalam mengetahui dan membaca al-Qur'an. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam membaca al-Qur'an adalah tulisan. Tulisan al-Qur'an dalam mushaf ustmani, misalnya yang sebelumnya belum diberi baris dan tanda baca menyebabkan terjadinya perbedaan qira'at. Terjadinya perbedaan bacaan ini semakin meluas, terutama saat wilayah Islam kian merambak. Keadaan tersebut menyebabkan banyaknya para sahabat yang mengajarkan al-Qur'an menyebar ke bebagai daerah.7 5 Syamsuddin Arif, Orientalis Dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.3 Manna Al-Qataan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, Terjemahan Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kaustar,Cet-12, 2015), hlm. 2015 7 Muhammad Ali Ash-Sha'abuni, Ikhtisar Ulumul Qur'an Praktis, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hlm. 357 6 4 B. Syubhat Orientalis Tentang Qira'at al-Qur'an Salah seorang Orientalis yang termasuk paling awal mengangkat masalah perbedaan qiraat dengan ortografi Mushaf Utsmani adalah Noldeke. Diantara syubhat Orientalis terhadap qira'at al-Qur'an ialah: 1. Menurut Jeffery tidak adanya tanda titik dalam mushaf Utsmani merupakan peluang bebas bagi para pembaca memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks makna ayat yang ia pahami. 2. Menurut Jeffry kitab al-Qur'an telah dipalsukan oleh umat muslim. 3. Qira'at dengan sinonim kata, Blachere dan Goldzhiher menganggap bahwa dizaman muslim terdahulu boleh mengubah sebuah kata dalam al-Qur'an untuk mencari persamaan kata. 4. Blachere menganggap umat muslim lebih mementingkan ruh alQur'an, bukan huruf dan teksnya. Orientalis juga salah paham mengenai Rasm al-Qur'an. Kekeliruan mereka ialah munculnya beberapa macam qiraat dosebabkan oleh Rasm yang sangat sederhana itu, sehingga setiap pembaca biasa saja membaca sesuka hatinya. Padahal ragam qira'at telah ada terlebih dahulu sebelum adanya Rasm. Mereka juga tidak mengerti bahwa Rasm telah disepakati sedemikian rupa sehingga dapat mewakili dan menampung qira'at yang diterima.8 C. Bantahan Umat Muslim Terhadap Syubhat Orientalis Pemikiran orientalis yang diikuti oleh sebagian muslim tersebut sebenarnya sangat lemah. Para ulama telah memberikan penjelasan mengenai kekeliruan pemikiran orientalis tersebut. Adapun mengenai statement Blachere, Abu Syu’bah mengatakan bahwa klaim serta asumsi Blachere adalah saling kontradiksi dan tidak berdasarkan dengan dalil. Apa yang disampaikan 8 Mukhtab Hamzah, Studi al-Quran Konfrehenshif, (Yogyakarta, Gema Median,2003), hlm 97 5 oleh Blachere mengenai Utsman dalam pengumpulan mushaf jelas keliru. Menurut Su’bah bagaimana mungkin pendapat ini tidak keliru sedangkan umat muslim sangat mementingkan teks dan huruhurufnya. Kemudian bagaimana pula dengan riwayat-riwayat yang shohih. Membantah pendapat Goldzhiber dan Jeffery, mengenai lahirnya qiraat, Muhammad Musthofa al-Azami, mengatakan bahwa ketika perbedaan muncul, hal ini sangat jarang terjadi, maka kedua kerangka bacaan (titik dan syakal) tetap mengacu pada mushaf Utsmani, dan tiap kelompok dapat menjustifikasi bacaannya atas dasar otoritas mata rantai atau silsilah yang berakhir pada Nabi Muhammad SAW. Hal ini sependapat dengan shabur shahin, menurutnya qira'at pada dasarnya adalah riwayat-riwayat yang berkaitan dengan prinsipprinsip umum maupun yang berkaitan dengan riwayat-riwayat bersifat persial. Jadi tulisan Arab bukanlah penyebab lahirnya perbedaan qira'at. Akan tetapi adanya perbedaan qira'at sangat membantu untuk mendalami qira'at-qira'at yang shohih dengan situasinya pada waktu penulisan mushaf Utsmani, Misalnya tidak adanya titik dan syakal. Menurut Abdul Halim, pedoman utama bukanlah tulisan, karena jika demikian maka setiap qira'at yang ditoleransi oleh teks pasti akan menjadi pedoman.9 Muhammad Ali Ash-Shabuny, Pengantar Studi al-Qur'an, (Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1996), 9 hlm 319 6 III. PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa terhadap qira'at al-Qur'an itu terdapat syubhat dari para orientalis. Dimana beberapa syubhat orientalis terhadap qira'at al-Quran telah dipaparkan dalam pembatasan diatas, dan semua syubhat para orientalis tersebut telah dibantah oleh umat muslim dimana apa saja yang disampaikan oleh orientalis tersebut adalah merupakan kekeliruan mereka dalam memahami qiraat al-Quran dengan maksud untuk mempengaruhi umat muslim supaya ragu dengan apa yang sudah disampaikan oleh para ulama Muslim. B. Saran Alhamdulillah telah selesai penulisan makalah ini, penulis sangat berharap kepada para pembaca untuk kritik dan saran yang membangun yang lebih baik lagi, karena penulis menyadari masih sangat banyak kesalahan dalam penulisan makalah baik itu dalam bentuk isi ataupun struktur penulisan makalah. 7 DAFTAR PUSTAKA Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur'an Dan Qira'ah, Jakarta: Pustaka Al-Kaustar, 1996 Acep Hermawan, Ulumil Quran, Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Bandung: Gema Insani, 2011 Amroeni Drajat, Ulumul Qur'an, Depok: Kencana, 2017 Arif Syamsuddin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani, 2008 Manna Al-Qataan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, Terjemahan Aunur Rafiq El-Mazni, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kaustar,Cet-12, 2015 Muhammad Ali Ash-Sha'abuni, Ikhtisar Ulumul Qur'an Praktis, Jakarta: Pustaka Amani, 2001 Muhammad Ali As-Shabury, Pengantar Studi al-Quran, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996 Mukhotab Hamzah, Studi al-Quran Konfrehenshif, Yogyakarta: Gama Media, 2003 Rusydi Anwar, Pengantar Ulumul Qur'an Dan Ulumul Hadist Teori Dan Metodologi, Jogyakarta: Irscsod, 2015 8