Academia.eduAcademia.edu

Peran Desa Pakraman Dalam Hukum Adat Bali

2021

Peraturan adat yang ada di Bali biasa disebut dengan awig-awig atau perarem. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan bahwa hukum adat (awig-awig dan pararem) adalah hukum adat bali yang hidup dalam masyarakat Bali yang bersumber dari Catur Dresta serta dijiwai oleh Agama Hindu Bali. Catur Dresta yakni ajaran-ajaran agama, kuna dresta yakni nilai-nilai budaya, loka dresta yakni pandangan hidup dan Desa Dresta yakni adat-istiadat setempat. Sedangkan pararem merupakan aturan adat masyarakat Bali yang bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan jaman dan bersifat mengikat.

MAKALAH HUKUM ADAT PERAN DESA PAKRAMAN DALAM HUKUM ADAT BALI Dosen Pembimbing: Musakir Salat, SH., MH. Disusun Oleh: Ida Ayu Dampaty Anja Anjani D1A020226 Hukum Adat C1 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2021 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah “Hukum Adat Bali” ini dengan tepat waktu. Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Musakir Salat, SH., MH. selaku Dosen mata kuliah Hukum Adat yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini. Terimakasih juga saya sampaikan kepada teman-teman dan keluarga yang telah mendukung saya secara moral dengan menyemangati saya untuk menyelesaikan makalah ini. Saya selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi, penulisan, dan bahasa. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk meningkatkan kemampuan saya dalam membuat makalah untuk kedepannya. Saya berharap makalah “Peran Desa Pakraman dalam Hukum Adat Bali” ini dapat menambah wawasan para pembaca tentang hukum adat bali dan peran dari desa pakraman , sehingga tercapailah tujuan dari penulisan makalah ini. Mataram, 17 Maret 2021 Penulis, Ida Ayu Dampaty Anja Anjani DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………..……………i DAFTAR ISI……………………………………..………………...ii BAB I PENDAHULUAN………………………..………………...1 A. Latar Belakang………………………………………………..….1 B. Rumusan Masalah……………………………...………………...2 BAB II PEMBAHASAN……………………………………….…..3 A. Prinsip Hukum Bali……………………………………………....3 B. Sejarah Desa Pakraman……………………………………….….4 C. Struktur Desa Pakraman……………………………………….…4 D. Peran Desa Pakraman…………………………………....……….5 BAB III PENUTUP………………………………………..……….8 A. Kesimpulan…………………………………………..…………..8 DAFTAR PUSTAKA………………….……………..…………….9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bali seperti yang kita ketahui adalah pulau yang terkenal dengan budaya dan adatnya. Untuk menjunjung tradisi adat mereka tentunya diperlukan hukum hukum adat yang mengatur kehidupan masyarakat adat di Bali. Peraturan adat yang ada di Bali biasa disebut dengan awig-awig atau perarem. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan bahwa hukum adat (awig-awig dan pararem) adalah hukum adat bali yang hidup dalam masyarakat Bali yang bersumber dari Catur Dresta serta dijiwai oleh Agama Hindu Bali. Catur Dresta yakni ajaran-ajaran agama, kuna dresta yakni nilai-nilai budaya, loka dresta yakni pandangan hidup dan Desa Dresta yakni adat-istiadat setempat. Sedangkan pararem merupakan aturan adat masyarakat Bali yang bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan jaman dan bersifat mengikat. Selain kedua peraturan tersebut di Bali juga terdapat lembaga berupa desa adat yang kini disebut desa pakraman setelah munculnya Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 06 tahun 1986 kemudian diganti dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 tahun 2003 tentang Desa Pakraman, yang mengganti istilah Desa Adat dengan Desa Pakraman, namun substansi tetap sama. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat dirumuskan bahwa: Desa Adat sebagai Desa Dresta adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. B. Rumusan Masalah 1. Apa Prinsip dari Hukum Adat Bali? 2. Bagaimana Sejarah Mulainya Desa Pakraman? 3. Bagaimana Struktur dari Desa Pakraman? 4. Bagaimana Peran Desa Pakraman dalam Hukum Adat Bali? BAB II PEMBAHASAN 1. Prinsip dari Hukum Adat Bali Prinsip yang ada pada hukum adat bali berdasar kepada desa kala patra atau (tempat, waktu dan kondisi). Namun secara umum prinsip dalam hukum adat bali dapat diuraikan sebagai berikut: Kepatutan dan Keseimbangan Asas ini merupakan asas yang umum ditemukan pada masyarakat adat atau masyarakat komunal dimana kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi. Sehingga terlihat sekali bagaimana pentingnya desa pakraman dalam prinsip hukum adat bali dimana kehidupan komunal sangat melekat dengan masyarakat adat bali. Kepatutan sendiri dimaksudkan sebagai hidup dalam kepantasan dan kewajaran sedangkan keseimbangan disini dimaksudkan sebagai mengajarkan perilaku yang berimbang dalam berkehidupan dimana antara yang satu dengan yang lain ada dalam kehidupan kesetaraan yang wajar. Tri Murti Sebagai Keyakinan Tri Murti adalah tiga dewa dalam Agama Hindu yaitu Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pemelihara dan Siwa Sang Pelebur. Dimana ini juga merefleksikan kehidupan dimana kita lahir, hidup dan meninggal. Bentuk keyakinan ini diimplementasikan di desa pakraman dengan adanya Kahyangan Tiga yaitu tiga pura untuk memuja tiap-tiap dewa tersebut. a. Pura Desa untuk memuja Dewa Brahma b. Pura Puseh untuk memuja Dewa Wisnu c. Pura Dalem untuk memuja Dewa Siwa 2. Sejarah Desa Pakraman Tidak diketahui secara pasti kapan mulai terbentuknya desa pakraman tetapi sejarah yang banyak dipercayai adalah kisah Rsi Markandeya yang datang ke Bali pada abad ke 8 dan membagikan tanah dan ladang kepada penduduk setempat dan dianggap menjadi cikal bakal mulainya desa pakraman di Bali. Selain Rsi Markandeya, Mpu Kuturan juga menjadi sosok dalam cikal bakalnya desa pakraman. Karena Beliau lah yang memperkenalkan sistem Kahyangan Tiga kepada masyarakat Hindu bali sehingga menjadi prinsip hukum adat bali dan ciri khas dari desa pakraman. 3. Struktur dari Desa Pakraman Desa pakraman dalam menyelenggarakan pemerintahannya dipimpin oleh prajuru desa atau perangkat desa. Struktur dari prajuru desa pada umumnya terdiri dari Bendesa atau Kelihan selaku ketua, Penyarikan selaku sekretaris, Patengen selaku bendahara, dan Kasinoman selaku pembantu umum atau juru arah. Proses pemilihan untuk memilih Bendesa atau Kelihan Adat selaku pemimpin dilakukan dengan cara demokratis, dan dalam jangka waktu tertentu. Sementara itu desa-desa pakraman yang lebih tua di Bali mempunyai struktur kepengurusan prajuru desa pakraman dengan istilah yang berbeda strukturnya sendiri terdiri dari Jero Kubayan, Jero Bahu, Jero Singgukan, dan beberapa personalia lainnya yang disesuaikan dengan jumlah krama desa. 4. Peran Desa Pakraman Dalam Hukum Adat Bali Dalam Perda No. 4 Tentang Desa Adat di Bali disebutkan bahwa Desa Adat memiliki tugas mewujudkan kasukretan Desa Adat yang meliputi ketenteraman, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian sakala dan niskala. Membuat Awig Awig dan Perarem Awig awig itu sendiri berasal dari kata "wig" yang berarti rusak sedangkan "awig" berarti tidak rusak atau baik. Jadi awig-awig memiliki arti sebagai sesuatu yang menjadi baik. Secara harfiah awig-awig berarti suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat guna mewujudkan tatanan kehidupan yang ajeg di dalam masyarakat. Desa pakraman dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat menetapkan aturan-aturan sendiri berupa awig-awig atau hukum adat dan perarem yaitu peraturan yang bersifat fleksibel dan dinamis. Penyusunan awig-awig desa bersumber dari falsafah Tri Hita Karana, yang bertujuan untuk mengatur keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Sedangkan penyusunan perarem disesuaikan dengan kondisi desa adat terutama bila ada hal mendesak contohnya seperti dibentuknya perarem protokol kesehatan di desa pakraman pada masa pandemi Covid-19. Awig Awig dan Perarem yang ada pada tiap desa mengikuti desa kala patra yaitu (tempat, waktu dan kondisi) jadi tiap awig awig dan perarem disesuaikan dengan desa kala patra tiap tiap desa pakraman. Untuk menyusun awig awig dan perarem terdapat beberapa proses yang harus dilakukan oleh prajuru desa. Proses penulisan awig-awig dan perarem desa pakraman dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a. Tahap Persiapan b. Tahap Pelaksanaan. c. Tahap Evaluasi d. Tahap Sosialisasi e. Memohon Persetujuan Krama Desa. Apabila krama desa/warga desa melanggar awig awig atau perarem maka akan dikenakan denda atau sanksi oleh prajuru desa pakraman. Jenis sanksi adat yang diatur dalam awig-awig maupun pararem yaitu : a. Mengaksama (minta maaf) b. Dedosaan (denda uang) c. Kerampang (disita harta bendanya) d. Kasepekang (tidak diajak bicara) dalam waktu tertentu e. Kaselong (diusir dari desanya) f. Upacara prayascita (upacara bersih desa) Menyelesaikan Perkara Adat/Wicara Wicara adalah sengketa adat yang melanggar aturan daerah baik tertulis atau pun tidak tertulis seperti catur dresta namun tidak melanggar hukum negara. Untuk menyelesaikannya akan diatur oleh majelis desa pakraman. Dimana majelis desa pakraman lah yang menjadi mediator dalam kasus pelanggaran adat tersebut. Dalam Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor : 002/Skep/MDP Bali/IX/2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Penyelesaian Wicara oleh Majelis Desa Pakraman (MDP) Bali terdapat asas yang menjadi landasan majelis desa pakraman dalam menyelesaikan perkara adat atau wicara. Asas tersebut ada tiga yaitu:a. Kalasyaan, yaitu diterima secara tulus ikhlas oleh pihak yang mawicara. b. Kasujatian, yaitu kondisi objektif yang dihadapi oleh masyarakat. c. Kapatutan, yaitu kebaikan berdasarkan hukum adat Bali dan awig-awig Desa Pakraman baik tertulis maupun tidak tertulis (catur dresta) yang sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai agama Hindu. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Desa pakraman diduga sudah ada semenjak abad ke 8 di Bali sejak kedatangan Rsi Markandeya. Desa pakraman mengimplementasikan prinsip hukum adat bali seperti asas kepatutan dan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakatnya serta memiliki tiga pura untuk menyembah Tri Murti yang disebut Kahyangan Tiga. Struktur kepengurusan dari desa pakraman hampir sama seperti organisasi pada umumnya. Desa Pakraman juga memegang peranan penting dalam hukum adat bali seperti membuat Awig-awig dan Perarem yang menjadi pedoman bermasyarakat krama desa. Selain itu desa pakraman juga berperan penting dalam menyelesaikan perkara adat yang terjadi melalui majelis desa pakraman yang khusus menangani wicara/perkara adat yang terjadi dengan menjadi mediatornya. Jadi desa pakraman memegang peranan penting sebagai pembentuk peraturan hukum adat Bali dan sebagai mediator perkara adat dengan berlandaskan asas dan hukum dari adat Bali dan agama Hindu Bali. DAFTAR PUSTAKA Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS. 2016. Desa Pakraman. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3898a0594dc1da5de82c83289cbef1ad.pdf I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum. Hukum Adat Bali https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penunjang_dir/e26b0c1611d19967daac7acea1945d39.pdf Yanti. Agustus 2016. Awig-Awig Dalam Desa Pakraman http://www.jdih.karangasemkab.go.id/kegiatan/awig-awig-dalam-desa-pakraman#:~:text=Dalam%20Peraturan%20Daerah%20Provinsi%20Bali,dijiwai%20oleh%20agama%20Hindu%20bali. I Gde Pitana. 1994. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar. Penerbit BP Tinjauan Tentang Majelis Utama Desa Pakraman Dan Wicara Pura Dalem Kemoning. Universitas Udayana. https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1090561036-3-BAB%20II.pdf 1