Academia.eduAcademia.edu

Tafsir Tarbawy Kel-

2020, HARIROH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tafsir Tarbawy Fakultas Agama Islam PAI-P2K&PKM semester V Program Strata Satu (S1) Tarbiyah yang diberikan oleh Dosen Pengajar DR. ABDUL HAMID. Lc.m.kom.I

BAHAN PENGAJARAN DALAM AL QUR’AN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : TAFSIR TARBAWY Dosen Pengampu : DR. ABDUL HAMID, Lc., M.Kom.I Disusun Oleh: Aliya Annabia Arief (3120180148) Harirah (3120200132) Srinova (3120180102) Yanti (3120200131) FAKULTAS AGAMA ISLAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH TAHUN AJARAN 2020 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat berangkaikan salam semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam rangka memenuhi tugas makalah mata kuliah TAFSIR TARBAWY dengan judul “BAHAN PENGAKARAN DALAM AL-QUR’AN”. Dalam pengerjaan dan penyusunan pembuatan makalah ini, kami mengambil sumber dari berbagai macam buku. Tentunya makalah ini dibuat jauh dari kata sempurna, baik dari gaya bahasanya, penulisan, maupun pembahasannya. Oleh karena itu pemakalah meminta maaf sebesar-besarnya kepada pembaca jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Sekiranya para peserta diskusi dapat memberikan kritikan, saran, ataupun argumen lainnya yang dapat membuat isi pembahasan menjadi lebih sempurna lagi. Pada akhirnya, kelak pemakalah harapkan makalah ini dapat memberi manfaat utamanya bagi penyusunan/pemakalah maupun pembaca dan bagi umat Nabi Muhammad SAW pada umumnya. Jakarta, 16 Oktober 2020 Tim Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 BAB I PENDAHULUAN 4 Latar Belakang 4 Rumusan Masalah 4 BAB II PEMBAHASAN 5 2.1 Tafsir Al Qur’an Surat Lukman ayat 12 samapai 19 5 2.2 Tafsir Menurut Al Qur’an Surat Al – Jum’ah ayat 2 17 2.3 Tafsir Menurut Al Qur’an Surat An – Nisa ayat 59 18 BAB III PENUTUP 21 3.1 Kesimpulan 21 3.2 Daftar pustaka 22 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Al-Qur’an merupakan kalamullah, yang berisi tentang ketentuan dan pedoman bagi seluruh manusia agar dapat melaksanakan syariat islam dengan benar dan harus diimplementasikan secara kaffah dalam aspek kehidupan, baik yang menyangkut masalah sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan maupun pendidikan. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan islam dapat dipahami dari ayat: Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (al-qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajar orang-orang yang mempunyai pikiran. Menurut Abu Hasan ‘Ali An-Nadwi bahwa pendidikan dan pengajaran umat islam itu harus berpedoman kepada aqidah islamiyyah yang berdasarkan al-qur’an dan al-hadits. Pada makalah ini penulis akan coba menjelaskan pengertian tadris berdasarkan ayat Al-Qur’an. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada materi ini adalah: Bagaimana Tafsir yang terkandung dalam Surah Lukman ayat 12 sampai 19 ? Bagaimana Tafsir yang terkandung dalam Surah Al-Jum’ah ayat 2 ? Bagaimana Tafsir yang terkandung dalam Surah An-Nisa ayat 59 ? Tujuan Penulisan Mengetahui Tafsir yang terkandung dalam Surah Lukman ayat 12 sampai 19. Mengetahui Tafsir yang terkandung dalam Surah Al-Jum’ah ayat 2. Mengetahui Tafsir yang terkandung dalam Surah An- Nisa ayat 59. BAB 11 PEMBAHASAN Tafsir al-Qur’an Surah Luqman ayat 12-19 Penafsiran Mahmud Yunus terhadap al-Qur’an surah Luqman ayat 12-19 Ayat 12 وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Artinya :“dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750 “Luqman ialah seorang yang arif bijaksana.” Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, Cetakan Tujuhpuluh Tiga, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 2004, h. 604 Luqman telah diberi hikmah oleh Allah, yakni perintah bersyukur kepada Allah atas nikmat yang tidak terhingga banyaknya. Seorang dikatakan arif bijaksana apabila ia berlaku adil yang mutlak, meskipun terhadap keluarga bahkan diri sendiri. Ayat 13 وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar" Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750 “Ia (Luqman) mendidik anaknya dan memberi pengajaran kepadanya, katanya : “Hai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah.” Pokok pertama dan utama dalam Islam adalah beriman dan mengi’tiqadkan adanya Allah yang Maha Esa. Inilah Tuhan segala sesuatu dan Tuhan semesta alam. Segala sesuatu dalam alam wujud, baik di bumi, di langit adalah makhluk ciptaan Allah dan tunduk dibawah perintah dan kekuasaanNya. Allah itu Maha Esa, tidak beranak dan tidak dianakkan (tidak beribu-bapa), bahkan tidak ada suatu juapun yang menyerupaiNya. Maka tak ada Tuhan kebaikan dan kejahatan. Tidak ada Tuhan awan, Tuhan angin, dan Tuhan hujan. Bahkan tidak ada yang menserikati Allah dalam KetuhananNya. Allah itulah yang disembah dengan sebenarnya dan tak ada yang disembah selain Dia. Maka tak boleh menyembah patung atau berhala. Tak guna menyembah batu dan pohon. Karena semuanya itu tidak ada faedahnya untuk dipuja dan disembah dan tak ada melaratnya, kalau tidak dipuja dan tak disembah. Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, terutama kepada manusia yang dianugerahiNya akal pikiran dan anggota yang cukup, sehingga manusia dapat menggunakan tenaga alam untuk kepentingan dan kebahagiannya. Pendeknya dalam surat al-Qur’an diterangkan sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna yang harus diyakini oleh kaum muslimin. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam; dari Zaman Nabi s.a.w, Khalifah Rasyidin, Bani Umaiyah, dan Abbasiyah sampai Zaman Mamluks dan Usmaniyah Turki, Cetakan Keenam, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1990, h. 10-11. Ayat 14 وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750 Setelah bersyukur kepada Allah, sebagai seorang anak, sudah sepatutnya kita mengucapkan terima kasih kepada ibu-bapa karena telah merawat kita sejak dalam kandungan. Cara untuk menyampaikannya yaitu dengan berbuat kebaikan kepada keduanya, terutama saat ibu-bapa sudah berusia lanjut, karena saat itulah mereka membutuhkan kasih sayang dari anaknya. Tidak berkata kasar terhadap ibu-bapa atau menghardiknya. Yang harus dilakukan ialah mendoakan ibu-bapa, semoga Allah memberikan rahmat kepada keduanya. Ibid, Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, h. 12 Ayat 15 وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750. Allah menyuruh kamu supaya berbuat baik kepada ibu bapa dan menurut apa-apa perintahnya, tetapi jika keduanya menyuruh kamu supaya kafir (mempersekutukan) Allah, maka janganlah kamu turut perintahnya itu. Dalam pada itu hendaklah kamu bergaul dengan dia menurut patutnya juga, dan tidak boleh kamu memusuhinya dan durhaka kepadanya. Pendeknya perkataan ibu bapa itu, wajib diturut, jika tidak melanggar peraturan agama Islam. Berkata nabi Muhammad, saw.: “tidak boleh mengikut perintah makhluk, kalau sekiranya akan mendurhakai perintah Khaliq (Allah)”. Ibid, Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 605 Ayat 16 يَٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوْ فِى ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ Artinya : (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya. lagi Maha mengetahui.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Semua amalanmu, meskipun sebesar zarrah, baik ataupun jahat, niscaya akan dibalas Allah. Ibid, Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 604 Sesudah hidup di dunia ini ada hidup yang lain, yakni hidup di akhirat, hari pembalasan. Pada hari itu tiap-tiap orang dialas Allah menurut amal perbuatannya. Amal kebaikan dibalas dengan pahalayang berlipat ganda dan perbuatan kejahatan diganjar dengan siksa yang setimpal dengan dosanya. Untuk pahala dan siksa itu disediakan Allah dua kampung : surga dan neraka. Ibid, Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, h. 10-11 Ayat 17 يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasukhal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Tegakkanlah sembahyang! Suruhlah memperbuat yang ma’ruf dan laranglah memperbuat yang munkar! Sabarlah atas cobaan yang menimpa engkau! Ibid, Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 604 Amal ibadat yang utama ialah sembahyang (shalat), sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah dan ikhlas hati menyembahnya. Bahkan sebagai ungkapan terima kasih dan syukur kepada Allah atas nikmat yang tidak terhitung banyaknya. Selain itu faedah sembahyang ialah untuk membersihkan jiwa dan menghubungkan hati kepada Allah serta mengingatNya. Dengan demikian sembahyang itu akan mencegah manusia berbuat dosa dan yang keji-keji. Kemudian menyuruh dengan ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Serta berhati sabar dan tabah atas segala cobaan yang menimpa. Ibid, Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, h. 11, 13 Ayat 18 وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Janganlah engkau sombong terhadap manusia! Janganlah engkau berjalan dimuka bumi dengan sangat bersuka ria, sehingga lupa daratan dan lautan. Artinya biasanya orang sombong itu bila berhadapan dengan mereka ia memalingkan pipinya (mukanya), seolah-olah ia tidak suka behadapan dengan mereka karena ia berbangsa mulia dan orang lain terpandang rendah olehnya. Begitu juga janganlah engkau berjalan dimuka bumi dengan sangat gembira, seolah-olah akan menginjak-injak orang yang ada dihadapanmu karena Allah tak kasih kepada orang yang sombong dalam perjalanannya dan bermegah-megah. Ibid, Mahmud Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 605 Ayat 19 وَٱقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلْأَصْوَٰتِ لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Hendaklah sederhana dalam perjalanan (jangan terlalu kencang jangan terlalu lambat)! Rendahkanlah suara engkau dalam bercakap-cakap! Adab sopan santun ini haruslah tiap-tiap ibu bapa mengajarkan kepada anak-anaknya. Artinya, hendaklah berjalan dengan sederhana dan tingkah laku yang baik, seraya menyapa orang yang patut disapa, serta mengucapkan selamat (salam) kepadanya. Janganlah engkau bercakap-cakap dengan suara yang keras sebagai suara himar, melainkan hendaklah dengan perkataan lemah lembut. Inilah sebahagian dari nasihat Luqman kepada anaknya, yang patut jadi tiru teladan bagi ibu-bapa terhadap anak-anaknya. Ibid, Mahmud Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 605 Untuk membentuk akhlak yang baik ialah dengan mendidik dan membiasakan akhlak yang baik itu, sejak dari kecil sampai dewasa dan hari tua, bahkan sampai mati. Sebagaimana kita disuruh menuntut ilmu, mulai dari buaian sampai masuk lahad (mati), begitu pulalah diri dan anak kita masing-masing hendaklah dididik dari kecil sampai mati. Untuk memperbaiki akhlak yang jahat, ialah dengan mengusahakan lawannya. Misalnya bakhil diperbaiki dengan lawannya, yaitu pemurah dan memberikan derma atau sedekah. Meskipun pada mula-mulanya amat berat, tetapi dengan dilakukan secara berangsur-angsur lambat laun menjadi ringan dan mudah. Demikian itu semuanya dengan latihan dan perjuangan terus-menerus. Inilah yang dinamakan oleh Imam al-Ghazali : Mujahadun Nafs (perjuangan hawa nafsu). Pendeknya, setiap muslim wajib mendidik dirinya supaya berakhlak baik, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan hadis agar bisa diajarkan kepada generasi setelahnya. Mahmud Yunus, Akhlak menurut al-Qur’an dan Hadis Nabi s.a.w, CV. Al-Hidayah, Jakarta, 1975 Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 Ayat 12 وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Artinya :“dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750 Dalam ayat di atas M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa seorang yang bernama Luqman telah di anugerahi oleh Allah SWT hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Kata Hikmah berasal dari hakamah yang bermakna kendali karena kendali menghalangi hewan/kendaraan yang mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal buruk pun dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Luqman dalam surat ini ialah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya, orang Arab mengenal dua orang Luqman. Pertama, Luqman ibn ‘Ad, tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan pemisalan dan perumpamaan. Kedua ialah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan perumpamaannya. Agaknya dialah yang dimaksud oleh surat ini. Sahabat Nabi, ibn Umar ra., menyatakan bahwa Nabi bersabda: “aku berkata benar, sesungguhnya Luqman bukanlah seorang nabi, tetapi dia adalah seorang hamba Allah yang banyak menampung kebajikan, banyak merenung, dan keyakinannya lurus. Dia mencintai Allah, maka Allah mencintainya, menganugerahkan kepadanya hikmah. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keseraian al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2002, h. 296-297 Ayat tersebut menyatakan: Dan sesungguhnya Kami yang Mahaperkasa dan Bijaksana telah menganugrahkan dan mengajarkan juga mengilhami hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukur kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur, yakni tidak bersyukur, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak merugikan Allah, sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena sesunguhnya Allah Mahakaya tidak butuh kepada apa pun lagi Maha Terpuji oleh makhluk di langit dan di bumi. M. Quraish Shihab, Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah alQur’an, Lentera Hati, Tangerang, 2012, h. 172 Ayat 13 وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar" Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750. Penafsiran menurut M. Quraish Shihab : kata (يعظه (ya’izhuhu terambil dari kata (وعظ) wa’zh yaitu nasihat yang menyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan datang pada kata (يعظه (ya’izhuhu. Selanjutnya kata )ي ّبن)bunnayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah )ابني)ibny dari kata )ابن)ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini, kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik anak hendaknya didasari rasa kasih sayang. Asbab an-Nuzul surat Luqman ayat 13 ialah ketika Rasulullah menyampaikan ayat 82 surat Al-An’am yang mengisahkan penyesalan orangorang musyrik akibat kemusyrikannya, para sahabat merasa kesulitan untuk menghindarkan keimanan dari kezaliman. Kemudian, Rasulullah membacakan ayat yang baru turun ini yang mengisahkan cara Luqman mengantisipasi putranya agar tidak syirik Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman Al-Qur’an, h. 660. Ayat 14 وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750. M. Quraish Shihab : Ayat di atas dan ayat berikutnya dinilai oleh banyak ulama bukan bagian dari pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan alQur’an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kabaktian kepada kedua kedua orangtua menempati tempat kedua setelah pengagungan kepada Allah swt. Memang, al-Qur’an sering kali menggandengkan perintah menyembah Allah dan perintah berbakti kepada kedua orangtua. (lihat QS. al-An’am (6): 151 dan al-Isra’ (17): 23). Tetapi kendati nasihat ini bukan nasihat Luqman, itu tidak berarti bahwa beliau tidak menasihati anaknya dengan nasihat serupa. Mengenai nasihat Luqman itu secara langsung atau tidak, yang jelas ayat diatas menyatakan. Dan Kami perintahkan, yakni berpesan dengan amat kukuh, kepada semua manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya; Pesan kami disebabkan karena ibunya, telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan diatas kelemahan, yakni kelemahan berganda dan dari saat ke saat bertambahtambah. Lalu, dia melahirkannya dengan susah payah, kemudian memelihara dan menyusukannya setiap saat, bahkan ditengah malam ketika manusia lain tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan penyapihannya di dalam dua tahun terhitung sejak hari kelahiran sang anak. Ini jika orangtuanya ingin menyempurnakan penyusuan. Wasiat kami itu adalah: Bersyukurlah kepada-Ku! karena Allah yang menciptakan kamu dan menyediakan semua sarana kebahagiaan kamu, dan bersyukur pulalah kepada dua orang ibu-bapak kamu karena mereka yang Aku jadikan perantara kehadiran kamu di pentas bumi ini. Kesyukuran ini mutlak kamu lakukan karena hanya kepada-Kulah----tidak kepada selain Aku---- kembali kamu semua, wahai manusia, untuk kamu pertanggungjawabkan kesyukuran itu. Kendati ayat di atas tidak menyebutkan jasa bapak, tapi tidak berarti jasa bapak tidak harus disyukuri. Ini hanya mengisyaratkan untuk memberikan perhatian tambahan kepada ibu karena kelemahannya dan dalam konteks kelahiran, ibu menanggung beban lebih banyak daripada ayah. Sebab itu pula, pengabdian anak tidak selalu mendahulukan ibu atau memberi tiga kali lebih banyak daripada ayah, tetapi anak harus bijaksana dengan melihat kondisi siapa yang harus didahulukan. Ayat 15 وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 750 Pada ayat sebelumnya menjelaskan betapa pentingnya berbakti kepada orangtua, tetapi ayat diatas justru menjelaskan tentang pengecualian menaati perintah orangtua. Maka menurut M. Quraish Shihab : Dan jika keduanya---- apalagi kalau hanya salah satunya, lebih-lebih kalau orang lain----bersungguh sungguh memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, apalagi setelah Aku dan Rasul-Rasul menjelaskan kebatilan mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahui bila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun demikian, jangan memutuskan hubungan dengannya atau tidak menghormatinya. Tetapi, tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agamamu dan pergaulilah keduanya di dunia yakni selama mereka hidup dan dalam urusan keduniaan---bukan akidah--- dengan cara pergaulan yang baik, tetapi jangan sampai hal ini mengorbankan prinsip agamamu. Karena itu, perhatikan tuntunan agama dan ikutilah jalan orang yang selalu kembali kepadaKu dalam segala urusan karena semua urusan dunia kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah juga di akhirat nanti---bukan kepada siapa pun selain Ku---kembali kamu semua, maka Ku beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan keburukan, lalu masing-masing Ku beri alasan balasan dan ganjaran masing-masing. Ayat 16 يَٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوْ فِى ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ Artinya : (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya. lagi Maha mengetahui.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Ayat di atas merupakan lanjutan dari wasiat Luqman kepada anaknya. M. Quraish Shihab menjabarkan : Luqman berkata : “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik atau buruk walau seberat biji sawi dan berada pada tempat yang paling tersembunyi, misalnya dalam batu karang sekecil, sesempit, dan sekokoh apapun batu itu, atau di langit yang demikian luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi yang sedemikian dalam---di mana pun keberadaannya--- niscaya Allah akan mendatangkannya lalu memperhitungkan dan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Maha halus menjangkau sesuatu lagi Maha Mengetahui segala sesuatu sehingga tidak satu pun luput dari-Nya. Ayat 17 يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasukhal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 M. Quraish Shihab menjelaskan dalam kitab al-Misbah bahwa Luqman melanjutkan nasihat kepada anaknya yakni nasihat yang menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Ilahi dalam kalbu sang anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan mesra : Wahai anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya. Dan di samping engkau memerhatikan dirimu dan membentenginya dari kekejian dan kemungkaran, hendaklah engkau menganjurkan orang lain berlaku serupa. Karena itu, perintahkanlah secara baik-baik siapa pun yang mampu engkau ajak mengerjakan ma’ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Memang, engkau akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan tuntunan Allah karena itu tabah dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan aneka tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu yang sangat tinggi kedudukannya dan jauh tingkatnya dalam kebaikan yakni shalat, amr ma’ruf nahi munkar, atau dan kesabaran termasuk hal-hal yang diperintah Allah agar diutamakan sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Ayat 18 وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Menurut penafsiran M. Qurasih Shihab, ayat 18 dan 19 merupakan nasihat Luqman kali ini tentang akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak. Hal ini memiliki dua manfaat, antara lain agar anak tidak bosan dengan satu macam pelajaran tetapi juga mengisyaratkan bahwa antara akidah dan akhlak adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Beliau menasehati anaknya : Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan mukamu dari manusia----siapa pun dia----didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi, tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan anugrah kasih sayang-Nya kepada orangorang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga perlahan menghabiskan waktu. Ayat 19 وَٱقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلْأَصْوَٰتِ لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, h. 751 Dan sederhanakan suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan napas yang buruk. Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 12-19 : Luqman adalah salah seorang manusia istimewa yang dianugerahi hikmah, yaitu pengetahuan dan perbuatan yang paling utama dari segala sesuatu. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal tepat yang didukung ilmu. Salah satu hikmah terbesar adalah syukur, yakni memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Panggilan Luqman kepada anaknya dengan “anakku sayang” mengisyaratkan bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang. Meninggalkan yang buruk, yang puncaknya adalah syirik, lebih utama daripada mengamalkan yang baik. Pentingnya air susu ibu (ASI) bagi anak. Masa penyusuan yang sempurna adalah dua tahun sejak kelahiran anak. Tidak dibenarkan mematuhi siapapun, walau ibu bapak, dalam hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Wajib menghormati dan berbakti kepada orangtua, kendati mereka non-Muslim. Membiasakan anak shalat sejak dini adalah hal yang mutlak dilakukan oleh orangtua. Demikian juga menanamkan budaya dan adat istiadat masyarakat yang tidak bertentangan dengan agama, sabar, tabah, santun, rendah hati. M. Quraish Shihab, Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari surah-surah AlQur’an, Lentera Hati, Tangerang, 2012, h. 175-176 Tafsir Al-qur’an Surah Al-Jum’ah ayat 2 هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ Terjemah Arti: “ Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelum benar benar dalam keadaan sesat yang nyata.” Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia Dia lah yang mengutus kepada orang-orang Arab yang tidak bisa membaca dan menulis seorang Rasul dari kalangan mereka, membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya yang diturunkan kepadanya, membersihkan mereka dari kekufuran dan akhlak yang buruk, mengajari mereka Al-Qur`ān, mengajari mereka As-sunnah, dan sesungguhnya mereka sebelum pengutusan Rasul tersebut kepada mereka berada dalam kesesatan yang nyata dari kebenaran, karena mereka dahulu menyembah berhala-berhala, menumpahkan darah dan memutuskan silaturahim. Kandungan ayat Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi menulis dalam tafsirnya “Mahaasinut-ta’wil” tentang hikmah bahwa Nabi Muhammad diutus dan dibangkitkan Tuhan dalam kalangan mereka masyarakat orang-orang yang ummiy. Pada ujung ayat 2 menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang yang ummiy teerjadi setelah kedatangan Rasul dari kalangan mereka sendiri. Sebelum Rasul itu diutus banyak terjadi kesesatan yang nyata pada bangsa Arab. Mereka bukan hanya ummiy yang buta huruf saja bahkan ummiy dalam hal agama dan jalan yang benar. Misalnya mereka kuburkan anak perempuan mereka hidup-hidup, perang suku, dan ka’bah mereka jadikan tempat untuk berkumpulnya berhala-berhala sesembahan mereka. وَاِ نْ كَا نُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ۙ  "meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata," Kata (إِنْ  ) dalam firman-Nya : (وَإِنْ كَانُوا ) berfungsi sama dengan kata (ﺇﻦ ) sesungguhnya. Indikatornya adalah huruf (A) lam pada kalimat لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ . Penggalan ayat di atas bermaksud mengambarkan  bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulllah itu sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau jumpai. Beliau bukan mengajar orang-orang yang memiliki pengetahuan, atau menambah kesucian orang yang hampi suci, tetapi mereka adalah orang oaring yang sangat sesat. “ Makanya diutamakan membangkitkan Nabi Muhammad SAW itu dalam kalangan orang-orang yang ummiy ialah karena mereka masih mempunyai otak yang tajam, paling kuat hatinya, paling bersih fitrahnya dan paling fasih lidahnya. Kemurnian batinya (fitrahnya) belum dirusakkan oleh geloombang modernisasi, dan tidak pula oleh permainan golongan-golongan yang mengaku dirinya maju. Oleh sebab itu mereka masih polos, maka setelah jiwa mereka itu diisi dengan islam mereka telah bangkit dikalangan manusia dengan ilmu yang besar dan dengan hikmah yang mengagumkan dan dengan siasat yang adil. Dengan ajaran itu mereka memimpin bagsa-bangsa, dengan ajaran itu mereka menggoncangkan singgasana raja-raja yang besar-besar. Dan dengan jelasnya bekas ajaran itu pada sisi mereka, bukanlah berarti bahwa risalah kedatangan Muhammad ini hanya khusus untuk mereka “. Nabi Muhammad saw adalah da'i pertama, dakwahnya oleh lingkungan masyarakat Qurasy dipandang sebagai penyimpangan dari tradisi yang sudah mapan. Sudah menjadi keyakinan yang berurat bagi bangsa Arab, bahwa cara yang tepat bagi manusia untuk mencapai sesuatu yang bernilai adalah kesetiaan kepada adat yang sudah mapan. Bersama sahabatnya Nabi Mhammad saw menjadi uswatun hasanah periode Islam awal. Abdul Hamid, (2015). PARADIGMA DAKWAH SYEKH YUSUF AL-QARADHAWI (Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah). Jakarta: Kencana, Cet-ke.1, h. 83 Tafsir Al-qur’an Surah An - Nisa Ayat 59 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Nya ), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Tafsir Surat An-Nisa ayat 59 Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNYA serta melaksanakan syariatNYA, laksanakanlah perintah-perintah Allah dan janganlah kalian mendurhakaiNYa, dan penuhilah panggilan rasulNYA dengan mengikuti kebenaran yang dibawanya, dan taatilah para penguasa kalian dalam perkara selain maksiat kepada Allah. Apabila kalian berselisih paham dalam suatu perkara diantara kalian,maka kembalikanlah ketetapan hukumnya kepada kitab Allah dan Sunnah rasulNYA, Muhammad , jika kalian memang beriman dengan sebenar-benarnya kepada allah dan hari perhitungan. Mengembalikan persoalan kepada al-qur’an dan assunnah itu adalah lebih baik bagi kalian daripada berselisih paham dan pendapat atas dasar pikiran belaka dan akan lebih baik akibat dan dampaknya. Tafsir Al-Muyassar/ Kementerian Agama Saudi Arabia 59. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya! Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul-Nya dengan menjalankan apa yang Dia perintahkan dan menjauhi apa yang Dia larang, dan taatlah kalian kepada para pemimpin kalian sepanjang mereka tidak menyuruh kalian berbuat maksiat. Apabila kalian berselisih paham tentang sesuatu, kembalilah kepada kitabullah dan sunah nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terkait masalah itu, jikalau kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari Akhir. Sikap kembali kepada kitab suci dan sunah itu lebih baik bagi kalian daripada mempertahankan perselisihan itu dan mengandalkan pendapat akal, serta lebih baik akibatnya bagimu. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an universitas islam Madinah 59. أَطِيعُوا۟ اللهَ وَأَطِيعُوا۟ الرَّسُولَ (taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)) Setelah Allah memerintahkan para qadhi dan penguasa apabila mereka memutuskan perkara diantara rakyatnya agar mereka memutuskannya dengan kebenaran, maka disini Allah memerintahkan para rakyat untuk mentaati pemimpin mereka. Dan hal itu didahului dengan perintah untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul, karena qadhi atau penguasa apabila menyelisihi hukum Allah dan rasul-Nya maka hukum mereka tidak berlaku. وَأُو۟لِى الْأَمْرِ (dan ulil amri) Mereka adalah para Imam, Sultan, Qadhi, dan semua yang memiliki kekuasaan yang syar’i dan bukan kekuasaan yang mengikuti thaghut. Yang dimaksud dengan ketaatan kepada perintah dan larangan mereka adalah dalam apa yang bukan kemaksiatan sebagaimana telah datang hadist dari Rasulullah (tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah). Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud dengan ulil amri adalah para ulama al-qur’an dan fiqih yang menyuruh kepada kebenaran dan menfatwakannya sedang mereka memiliki ilmunya. فَإِن تَنٰزَعْتُمْ (Kemudian jika kamu berlainan pendapat) Yakni antara sebagian kalian dengan sebagian yang lain, atau sebagian kalian dengan para pemimpin. فِى شَىْءٍ (tentang sesuatu) Yang mencakup urusan-urusan keagamaan dan keduniaan. فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ (maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul) Adapun mengembalikannya kepada Allah adalah dengan mengembalikannya kepada al-Qur’an, dan mengembalikannya kepada Rasul adalah dengan mengembalikannya kepada sunnah-sunnahnya setelah kematiannya, namun ketika ia masih hidup maka dengan bertanya dan meminta hukum dan putusan kepadanya. إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۚ (jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian) Pengembalian hukum kepada Allah dan rasul-Nya merupakan suatu kewajiban bagi kedua belah pihak yang berselisih, dan ini merupakan salah satu sifat dari orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. ذٰلِكَ (Yang demikian itu) Isyarat ini ditujukan pada pengembalian hukum yang diperintahkan tersebut. خَيْرٌ (lebih utama) Yakni lebih utama bagi kalian. وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا(dan lebih baik akibatnya) yakni Allah dan Rasul-Nya adalah rujukan yang lebih baik daripada anggapan kalian bahwa apabila terjadi perselisihan kalian merujuk kepada selain Allah dan rasul-Nya. Pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah lebih baik balasan dan bahalanya. BAB III PENUTUP Kesimpulan Kandungan nilai pendidikan surat  luqman ayat 12-19 Tugas orang tua ialah mengenalkan Allah kepada anaknya dan mengesakan-Nya. Karena Rasulullah telah bersabda yang artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci (fitrah), sampai lidahnya bisa berbicara. Kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Baihaqi  dan ath- Thabrani) Mengajarkan anak tentang ibadah yang baik dan benar serta nilai-nilai akhirat. Mengajarkan tiga unsur ajaran al-Qur`an, yakni akidah, syari`at dan akhlak (akhlak terhadap Allah dan orang tua) Mengajarkan pentingnya bersabar dan segala macam kebajikan serta dilarangnya berperilaku sombong yang merupakan syarat mutlak meraih sukses duniawi dan ukhrawi. Mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik. Kandungan Nilai Pendidikan al-Jumu’ah ayat 2 Rasul oleh Allah untuk umat manusia, bertujuan untuk memberikan pendidikan ilmu pengetahuan dari Kitab serta penyempurnaan akhlak dan aqidahnya. Pendidikan, pengajaran, dan keterampilan merupakan bentuk untuk menumbuh-kembangkan potensi dalam diri sendiri yang merupakan bagian tugas seorang pendidik. Kandungan Nilai Pendidikan surat an nisa’ ayat 59 Nilai pendidikan yang terdapat dalam surat an nisa’ ayat 59 yaitu: Perintah untuk taat kepada allah. Perintah untuk taat kpada rasulullah saw. Perintah untuk taat kepada ulil amri atau pemimpin. Apabila terjadi perbedaan pendapat maka hendaklah dikembalikankepada allah dan rasulnya. DAFTAR PUSTAKA Rosidin, Dedeng. 2003. Akar-akar Pendidikan. Bandung : Pustaka Umat. Shihab, M Quraish. 2007. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentara Hati Nawawi Al-Bantani, Maroh Al-Labid Al-Tafasir (Surabaya: Al Haramain, 2014). Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Munir(Damaskus: Dar Al-Fikr, 2003), 4 Rusiadi, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Cet. Ke II, (Jakarta: Sedaun, 2012), hal. 13 5 Yayan Ridwan, Ilmu Pendidikan Islam, 78 HM. Arifin, Pesikologi dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) Hamid, A. (2015). PARADIGMA DAKWAH SYEKH YUSUF AL-QARADHAWI (Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah). Jakarta: Kencana. Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 2002, Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman Al-Qur’an, h. 660 3