Academia.eduAcademia.edu

.SIAP219 edit 19 Nov (500 EP)

2020, Instrumen Akreditasi 2019

Instrumen Akreditasi terbaru SIAP 2019

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG STANDAR DAN INSTRUMEN AKREDITASI PUSKESMAS EDISI KEDUA, VERSI TAHUN 2019 Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP) Standar 1.1 Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama dengan lintas program dan lintas sektor serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat , analisis peluang pengembangan pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. Kriteria 1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan ketentuan peraturan perundangan yang dituangkan dalam perencanaan. (lihat juga PMP 5.1; dan PMP 5.2 ) Pokok Pikiran: • Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang dan penunjang (UKPPP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. • Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia layanan UKM maupun UKPPP. (lihat PP 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah) • Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala Puskesmas mengacu visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas. • Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan peraturan perundangan. • Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi dan -2- • • • • • • • • perumusan masalah yang dirasakan masyarakat termasuk data hasil pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas.. ( Lihat juga KMP : 1.6.11, UKM : 2.1.1 dan 2.6.) Data yang dimaksud meliputi: a) Data dasar b) Data UKM esensial c) Data UKM Pengembangan d) Data UKPP e) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, laboratorium dan data kefarmasian f) Kondisi kesehatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang diperoleh dari Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK). (lihat juga KMP : 1.6.11 dan UKM: 2.1.1, 2.6.1, 2.6.2) g) Data capaian Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota, h) Kebijakan/ Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/ Pedoman dari dinas kesehatan provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan atau referensi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. i) Hasil-hasil survei kepuasan, j) Survei Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD k) kegiatan survei yang lain Jenis data sampai dengan tahapan analisis dilakukan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Manajemen Puskesmas. Dari data huruf a sampai huruf i maka ditentukan indikator keberhasilannya yang dituangkan ke dalam indikator kinerja. Berdasarkan hasil penilaian kinerja Puskesmas maka dilakukan perumusan masalah terhadap indikator yang tidak tercapai sebagai dasar penentuan indikator mutu. (lihat juga KMP: 1.1.3; 1.6.11; 1.8.1; PMP: 5.1.2 ) Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja. Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang perlu diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan. Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko. (lihat juga 5.2.1) Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan harapan masyarakat, b) hasil identifikasi dan analisis peluang -3- pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit pelayanan baik dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko terkait bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas. Elemen Penilaian: 1. 2. 3. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. (R) ( Lihat juga KMP : 1.6.1) Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R) Jenis-jenis pelayanan ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi dan analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran pada paragraf terakhir. (D,W) Kriteria 1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas serta dapat direvisi sesuai dengan capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pokok Pikiran: • Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan, dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas. • Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya kesehatan masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang dan penunjang (UKPP). • Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut. • Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. • Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan. -4- • • Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan Puskesmas. Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan tentang perencanaan sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran (R) 2. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D) 3. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D) 4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D) 5. Ada kesesuaian antara Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan Rencana Usulan kegiatan (RUK) dan rencana lima tahunan Puskesmas. (D,O,W) 6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan capaian kinerja bulanan. (D) 7. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W) Kriteria 1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam perencanaan. Pokok Pikiran: • Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.(Lihat juga PMP 5.1) • Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang sama. • Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP) (Lihat juga 1.1.1) • Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas Puskesmas. (Lihat 5.1.2) -5- • Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas untuk perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri atas area KMP, UKM dan UKPP. (R) (Lihat juga PMP : 5.1.2) 2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan pengembangan penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas yang sudah ditetapkan dan upaya perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W) Kriteria 1.1.4 Penjadwalan pelaksanaan kegiatan dan pelayanan direncanakan dan disepakati bersama dengan lintas program, lintas sektor dan masyarakat. Pokok Pikiran: • Rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan maupun rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) bulanan harus memuat kerangka waktu yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan dalam bentuk jadwal pelaksanaan kegiatan. (lihat juga UKM : 2.2.1) • Jadwal pelaksanaan kegiatan yang memuat kegiatan KMP, UKM dan UKPP, sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan • Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. • Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. • Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan disusun dengan melakukan hal sebagai berikut : a) mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui b) membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK c) menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi pelaksanaan d) mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas kesepakatan RPK e) membuat RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk matriks. f) Merinci RPK tahunan menjadi RPK bulanan bersama dengan target pencapaiannya, dan direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya. -6- • RPK dimungkinkan untuk dirubah/ disesuaikan dengan kebutuhan saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan bulanan dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik, Kejadian Luar Biasa, perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus dituangkan kedalam RPK. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penjadwalan kegiatan dan pelayanan Puskesmas. (R) 2. Jadwal kegiatan Puskesmas disepakati sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan. (D, W) 3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan memuat kerangka waktu pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. (D) Kriteria 1.1.5 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam rangka perbaikan kinerja Puskesmas Pokok Pikiran : • Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah. • Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. • Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan supervisi, pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan. • Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. Pembinaan tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam rangka pencapaian target PISPK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Program Prioritas Nasional (Lihat juga KMP : 1.6.2 dan 1.8; UKM: 2.9, serta PPN) Elemen Penilaian : 1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (R) 2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pembinaan Puskesmas secara periodik yang dituangkan dalam program kerja yang jelas dan terukur (R, D) 3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang berkesinambungan dengan menggunakan indikator pembinaan -7- 4. 5. 6. 7. 8. program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas. (D,W) Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas. (D, W) Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pendampingan penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan sesuai dengan anggaran yang sudah ditetapkan. (D, W) Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang menjadi wewenang dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W) Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas. (D, W) Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W) Standar 1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan kemudahan akses pengguna layanan Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan, dan untuk menyampaikan umpan balik Kriteria 1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas dan lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan . (Lihat juga KMP : 1.1.4 dan UKM : 2.2.1) Pokok Pikiran: • Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat. • Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya. • Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan pembangunan berwawasan kesehatan. • Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan (lihat juga 1.1.1) -8- Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk menyampaikan informasi tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas baik kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (R) 2. Ada jadwal pelaksanaan kegiatan dan diinformasikan kepada masyarakat, lintas program dan lintas sektor. (D,W) 3. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas. (W) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (D, W) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pemanfaatan pelayanan dan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang disusun. (D) Kriteria 1.2.2 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap pelayanan. (Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.9.5; 2.9.6) Pokok Pikiran: • Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai dengan kemampuan Puskesmas. • Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun internet. • Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan umpan balik dari masyarakat tentang pelayanan dan penyelenggaraan Upaya Puskesmas. (R) 2. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D, O, W) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan balik dari masyarakat. (D, O, W) Standar 1.3 Puskesmas memenuhi persyaratan sumberdaya sesuai standar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas, dan ketenagaan. -9- Kriteria 1.3.1 Puskesmas memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan, prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pokok Pikiran: • Setiap Puskesmas harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. • Pendirian Puskesmas perlu memperhatikan persyaratan lokasi: dibangun di setiap kecamatan, memperhatikan kebutuhan pelayanan sesuai rasio ketersediaan pelayanan kesehatan dengan jumlah penduduk, mudah diakses, dan mematuhi persyaratan kesehatan lingkungan. • Dokumen analisis pendirian Puskesmas dibuat oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan tata ruang daerah, dan rasio ketersediaan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk dan aksesibilitas (geografis) yang dituangkan dalam rencana strategis atau rencana pembangunan Puskesmas. • Untuk menghindari gangguan dan dampak keberadaan Puskesmas terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan, maka pendirian Puskesmas perlu didirikan di atas bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain. • Yang dimaksud unit kerja yang lain adalah unit kerja yang tidak ada kaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan Puskesmas. • Ketersediaan bangunan yang memenuhi persyaratan dan dipelihara dengan baik akan menjamin kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan kegiatan (lihat juga KMP : 1.4.2) • Ketersediaan ruang untuk pelayanan harus bersih dan sesuai dengan jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas. • Ruang yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan ruang tunggu, ruang administrasi, ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dokter, ruang tindakan, ruang farmasi, ruang laboratorium, ruang ASI, kamar mandi dan WC, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimanfaatkan untuk Taman Obat Keluarga (TOGA), dan ruang lain sesuai kebutuhan pelayanan. • Pengaturan ruang memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan untuk memudahkan pasien/keluarga pasien untuk akses yang mudah termasuk memberi kemudahan dengan kebutuhan khusus, antara lain: disabilitas, anak-anak, ibu hamil dan orang usia lanjut, termasuk jika ada pasien dengan gaduh gelisah, pasien TB, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, korban kekerasan/ penelantaran, gawat darurat, demikian juga memperhatikan keamanan, kebutuhan akan privasi, dan kemudahan bagi petugas dalam memberikan pelayanan. • Sebagai upaya pencegahan infeksi, pengaturan ruangan juga harus memperhatikan zona pemeriksaan bagi orang sehat dan zona pemeriksaan bagi orang sakit. • Untuk kelancaran dalam memberikan pelayanan dan menjamin kesinambungan pelayanan maka Puskesmas harus dilengkapi dengan prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan. -10- • • • • • • • Prasarana adalah alat, jaringan, dan sistem yang membuat suatu sarana dapat berfungsi. Prasarana yang dipersyaratkan tersebut meliputi: sistem penyediaan air bersih, sistem penghawaan (ventilasi), sistem pencahayaan, sistem sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas medik, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sarana evakuasi, sistem pengendalian kebisingan, dan kendaraan di Puskemas (lihat juga 1.4.7) Peralatan Puskesmas terdiri dari alat kesehatan, perbekalan kesehatan lain, bahan habis pakai, dan perlengkapan. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/ atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Agar pelayanan diberikan dengan aman dan bermutu Peralatan Puskesmas tersebut terpelihara, terjamin dan berfungsi dengan baik, dan dikalibrasi untuk alat-alat ukur yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (lihat juga 1.4.1; 1.4.6) Alat kesehatan yang memerlukan perizinan harus memiliki izin yang berlaku. Pembelian, penggunaan dan pemusnahan alat kesehatan yang mengandung merkuri tidak diperkenankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Elemen Penilaian: 1. Ada bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan mempertimbangkan tata ruang daerah, rasio jumlah penduduk, aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan pelayanan kesehatan. (D) 2. Puskesmas diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain, dan memenuhi persyaratan lingkungan sehat. (D,O) 3. Ketersediaan ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan pelayanan. (D,O) 4. Pemeliharaan Bangunan dan Penataan ruang memperhatikan akses, keamanan, kebersihan, kenyamanan dan ruang terbuka hijau. (D,O) 5. Penataan ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat dari zona pemeriksaan orang sakit. (D,O) 6. Tersedia prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai standar berdasarkan kebutuhan pelayanan. (D, O) 7. Ada bukti alat kesehatan yang memerlukan izin memiliki kelengkapan izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O) 8. Ada bukti Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D) Kriteria 1.3.2 Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan. -11- Pokok Pikiran : • Keterpenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan Puskesmas sesuai standar di puskesmas adalah faktor penting dalam upaya menjamin terselenggaranya pelayanan di puskesmas. • Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya. ( Lihat juga KMP : 1.6.11 ) • Besarnya nilai prosentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK memberikan gambaran kondisi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas. • Batas terendah persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK adalah 60% atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. • Jika terjadi perubahan peraturan tentang batasan terendah persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK, maka batas terendah pemenuhan standar mengikuti perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan. Elemen Penilaian 1. Ditetapkannya petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan input data sarana, prasarana dan alat Kesehatan dalam ASPAK. (R) 2. Input data sarana, prasarana dan alat kesehatan dalam ASPAK dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan dan divalidasi oleh Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D, O, W) (lihat juga KMP :1.1.5) 3. Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK digunakan untuk perencanaan Puskesmas. (D, W) Kriteria 1.3.3 Kepala Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pokok Pikiran: • • • • Agar Puskesmas dikelola dengan baik, efektif dan efisien, maka Puskesmas harus dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten untuk mengelola fasilitas tersebut, sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Uraian tugas sebagai dasar bagi Kepala Puskesmas dalam melaksanakan tugas sebagai pimpinan. Kepala Puskesmas adalah dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya paling rendah strata 1 (S1) bidang kesehatan atau Diploma 4 (D4) bidang kesehatan ( Lihat UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 8 sampai dengan pasal 11) Untuk daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, Kepala Puskesmas dapat dijabat oleh tenaga kesehatan minimal dengan Jenjang Pendidikan D3. Elemen Penilaian: 1. Ada kejelasan persyaratan dan uraian tugas Kepala Puskesmas yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (R) -12- 2. Kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (D) Kriteria 1.3.4 Tersedia dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan dengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai kebutuhan dan jenis pelayanan yang disediakan. Pokok Pikiran: • Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman bagi pasien dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola ketenagaan dan rencana pengembangan tenaga, • Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan pasien dan masyarakat, dilakukan upaya untuk pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan persyaratan kompetensi. • Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga Puskesmas. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis tenaga yang dibutuhkan. (R) 2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai dengan pelayanan yang disediakan.(D, W) 3. Ada rencana pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis kebutuhan tenaga. (D) 4. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D) Standar 1.4 Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan dan dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko. (lihat juga PMP : 5.2) Kriteria 1.4.1. Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan fasilitas, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen bencana, pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem utilisasi Pokok Pikiran : -13- • • • Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, pengunjung, petugas, dan masyarakat. Puskesmas perlu menyusun program manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat. Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang meliputi: a) Manajemen Keselamatan dan keamanan. Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan, halaman/ground, prasarana, peralatan Puskesmas, tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, petugas dan pengunjung, dan masyarakat Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kodekode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang. b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3), yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman. Program B3 meliputi: 1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-undangan 2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-undangan 3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundanundangan 4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-undangan 5) penaganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-udangan 6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan atau paparan sesuai ketentuan peraturan perundan-udangan 7) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundanudangan c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana direncanakan dan efektif. Program manajemen bencana perlu disusun dalam upaya menanggapi bila terjadi bencana internal dan/ atau eksternal yang meliputi: 1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang mungkin terjadi (HVA), 2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut 3) strategi komunikasi jika terjadi bencana, 4) manajemen sumber daya, 5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya, 6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana, -14- 7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang tersedia. Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu program kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi 2) sampai dengan 6) dari program manajemen bencana. Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus, program penanggulangan akan berisi: 1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik (minimal satu kali dalam satu tahun) 2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan. 3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan 4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi pasien yang efektif pada situasi bencana e) Manajemen Alat kesehatan Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan untuk: 1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi dengan baik 2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya seperti generator (Genset), perpipaan air dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK. Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko yang meliputi poin a sd f. Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas. Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau penanggungjawab yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas. Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat sesuai dengan rencana. d) • • • • -15- Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan MFK yang sesuai dengan yang diuraikan dalam pokok pikiran. (R) 2. Ditetapkan petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R) 3. Ada rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko. (R) 4. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap pelaksanaan program MFK meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D) Kriteria 1.4.2. Puskesmas melaksanakan program keselamatan dan keamanan. Pokok Pikiran: • Program untuk keselamatan dirancang untuk mencegah terjadinya cedera bagi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat akibat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tertusuk jarum, tertimpa bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat listrik. • Program keselamatan bagi petugas terintegrasi dengan program keselamatan dan kesehatan kerja • Area-area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diidentifikasi dan dibuatkan peta, dipantau untuk meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik baik bagi pasien, petugas, maupun pengunjung yang lain (lihat juga KMP : 1.4.1). • Program untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik yang aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung Puskesmas perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas. • Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan dan fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit Television (CCTV), alarm, APAR, jalur evakuasi, titik kumpul, ramburambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu darurat. • Pemberian tanda pengenal pada pasien, pengunjung, karyawan, termasuk tenaga outsource merupakan upaya untuk menyediakan lingkungan yang aman. • Kode-kode darurat minimal yang perlu ditetapkan dan diterapkan seperti: a) kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat kebakaran b) kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan medik c) kode pink untuk pemberitahuan telah tejadi penculikan bayi • Apabila Puskesmas mengalami renovasi dan atau konstruksi bangunan maka perlu disusun Infection Control Risk Assesment (ICRA) renovasi untuk memastikan proses renovasi dan atau konstruksi bangunan dilakukan secara aman dan mengontrol terjadinya penyebaran infeksi (lihat juga PPI 5.5.2) • Dilakukan inspeksi fasilitas yang meliputi bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan, dan halaman/ground. -16- Elemen Penilaian: 1. Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas, dan pegawai kontrak. (D, O, W) 2. Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala meliputi bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan. (D, 0, W) 3. Ada strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi bangunan. (D, W) 4. Dilaksanakan program keselamatan dan keamanan sesuai dengan rencana. (D, O, W) 5. Dilakukan pelaporan, tindak lanjut dan dokumentasi terhadap kejadian, kekerasan fisik, dan cedera terkait dengan keamanan lingkungan fisik. (D) Kriteria 1.4.3. Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang memadai dan ketentuan perundangan. Pokok Pikiran: • Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara aman. (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan 1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4) • WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan; benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif. • Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan. • Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir) • Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Elemen Penilaian: 1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam pada huruf b pada kriteria 1.4.1. (R) 2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan penimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir) 3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan. (D, O) (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan 1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4) 4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W) Kriteria 1.4.4. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi program tanggap darurat bencana internal dan eksternal -17- Pokok Pikiran: • Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu dan yang lain. • Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal. • Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment). • Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan (disaster drill) setiap tahun secara internal atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan sistem 2) sd 6) yang telah diuraikan di kriteria 1.4.1. • Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktuwaktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali. • Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi. • Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan. Elemen Penilaian: 1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan. (D) 2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi angka satu sampai dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.4.1 (D, W). 3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai dengan angka enam huruf c pada kriteria 1.4.1 terhadap program kesiapan menghadapi bencana yang disusun, yang dilanjutkan dengan debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W) 4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi bencana sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D) Kriteria 1.4.5. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran termasuk sarana evakuasi. Pokok Pikiran: • Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran, pasien, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga keselamatannya. • Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman. -18- • Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas, pasien, dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh petugas, pasien dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaannya. Elemen Penilaian: 1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran angka satu sampai angka empat huruf d pada kriteria 1.4.1 (D, O, W) 2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api. (D, O, W) 3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program pengamanan kebakaran. (D, W) 4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pasien, dan pengunjung di area Puskesmas. (R) 5. Kebijakan larangan merokok dilaksanakan, dipantau , dievaluasi dan ditindaklanjuti terhadap hasil pelaksanaan larangan merokok (D, O, W) Kriteria 1.4.6. Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat kesehatan yang dapat digunakan setiap saat. Pokok Pikiran: • Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan pasien, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan. Program yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan. (lihat 1.4.1) • Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat. • Alat kesehatan dapat dilakukan recall oleh pemerintah dan/atau produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko keselamatan • Jika ada alat kesehatan yang dilakukan recall, harus dilaksanakan penarikan agar tidak digunakan dan dipandu oleh prosedur yang baku. Elemen Penilaian: 1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan sesuai dengan ASPAK (lihat juga KMP : 1.3.2). (R) 2. Dilaksanakan program untuk menjamin ketersedian alat kesehatan sesuai huruf e pada kriteria 1.4.1 . (D,W) 3. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara periodik (D, 0, W) 4. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (D,O,W) 5. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan penarikan (recall) (D, W) -19- Kriteria 1.4.7. Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan semua prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan mencegah terjadinya ketidak tersediaan, kegagalan, atau kontaminasi. Pokok Pikiran: • Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air dan lainnya. • Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program pengelolaan sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas. • Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum. • Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air dan/ atau listrik. • Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan pasien. • Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih, termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Elemen Penilaian: 1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya sesuai huruf f pada kriteria 1.4.1. (R) 2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk pelayanan di Puskesmas. (D) Kriteria 1.4.8. Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas. Pokok Pikiran: • Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat. • Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house training/workshop/lokakarya. • Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan. Elemen Penilaian: 1. Ada rencana program pendidikan keselamatan bagi petugas. (R) manajemen fasilitas dan -20- 2. 3. Dilaksanakan program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas sesuai rencana. (D, W) Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas. (D, W) Standar 1.5. Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Kriteria 1.5.1 Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja. Pokok Pikiran: • Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban. • Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan. • Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. • Bagi tenaga non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan standar kompetensi lulusan • Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan. • Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan yang diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah Bidan, dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara. • Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. Elemen Penilaian: 1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap karyawan. (R) 2. Uraian tugas disosialisasikan kepada pengemban tugas dan lintas program terkait. (D) Kriteria 1.5.2 Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang lengkap dan mutakhir. Pokok Pikiran: • Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang -21- • • bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan, bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi (STR) dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau rincian wewenang klinis tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja karyawan, dan bukti evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk bukti orientasi. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di Pukesmas. (R) 2. Dokumen kepegawaian dipelihara dan berisi kelengkapan sesuai dengan yang ditetapkan. (D) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D) Kriteria 1.5.3 Asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional Pokok Pikiran: • Asuhan klinis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tepat dan kompeten. • Untuk menjamin bahwa asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional maka harus ada kejelasan tugas dan wewenang untuk tiap tenaga kesehatan yang memberikan asuhan klinis di Puskesmas. • Wewenang klinis diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan yang dimiliki berdasar bukti pendidikan dan pelatihan yang dimiliki. • Dalam kondisi tertentu, jika tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan tidak tersedia, maka dapat ditetapkan tenaga kesehatan dengan pemberian wewenang khusus untuk menjalankan asuhan klinis tertentu oleh pejabat yang berwenang. • Pemberian wewenang khusus yang dimaksud pada kriteria 1.5.3 berupa pelimpahan wewenang delegatif yang diberikan sesuai dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan yang terdiri dari : bagi tenaga perawat dapat diberikan pelimpahan wewenang delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan tenaga kefarmasian. (lihat UU no.38 tahun 2014 tentang Keperawatan) bagi tenaga bidan dapat diberikan pelimpahan wewenang delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan atau tenaga kesehatan lain (lihat UU no.4 tahun 2019 tentang Kebidana) Elemen Penilaian: 1. Setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan mempunyai rincian wewenang klinis sesuai dengan kompetensi lulusan yang dimiliki. (R) -22- 2. 3. 4. Jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan untuk menjalankan wewenang dalam pelayanan pelayanan kesehatan perseorangan, ditetapkan petugas kesehatan dengan persyaratan tertentu untuk diberi wewenang khusus. (R) Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan melaksanakan asuhan sesuai dengan rincian wewenang klinis dan/atau wewenang khusus yang diberikan. (D, O, W) Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan uraian tugas dan wewenang bagi setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan. (D, W) Kriteria 1.5.4 Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pokok Pikiran: • Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan, maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi. • Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus. • Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan pasien, serta program pengendalian infeksi. • Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya dan pedoman program lainnya. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta kerangka acuan yang mengatur tentang kewajiban orientasi karyawan kegiatan yang baru maupun alih tugas (R, D) 2. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun. (D, W) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi (D.W) Kriteria 1.5.5 Dilakukan penilaian kinerja untuk tiap karyawan yang bekerja di Puskesmas berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati. Pokok Pikiran: • Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban. -23- • • • • • • • Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan kepuasan pengguna jasa. Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan ditetapkan berdasarkan: a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tugas pokok dan tugas tambahan b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati. Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi karyawan ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati. Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja masing-masing karyawan. Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja karyawan.(R) 2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana diminta dalam pokok pikiran. (R) 3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali. (D) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja karyawan untuk perbaikan. (D) Kriteria 1.5.6 Karyawan wajib mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas. Pokok Pikiran: • Pelayanan Puskesmas baik upaya kesehatan masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang harus dilayani oleh tenaga yang profesional dan kompeten. • Untuk memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan. • Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus direncanakan sesuai dengan hasil analisis kebutuhan Pendidikan dan pelatihan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi karyawan Puskesmas. (R) 2. Ada rencana usulan mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi karyawan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan. (D, W) 3. Ada bukti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan rencana yang diusulkan. (D) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut penerapan hasil pelatihan terhadap karyawan yang mengikuti pendidikan atau pelatihan. (D, W) -24- Kriteria 1.5.7 Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pokok Pikiran: • Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan pasien baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap kesehatannya. • Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling perlu disusun dan diterapkan. • Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh pasien, keluarga pasien, maupun oleh sesama karyawan. Program perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan. (lihat juga KMP : 1.4.2) • Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain harus memperhatikan jarum suntik dan limbah benda tajam yang lain dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang jarum suntik dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus benda tajam, dan tidak bocor (lihat juga KMP : 1.4.3; dan PMP : 5.5.4) • Jika limbah limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain diserahkan kepada pihak ketiga, harus dipastikan bahwa limbah tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Elemen Penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ditetapkan kebijakan dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi karyawan. (R) Disusun dan ditetapkan proggram K3 bagi karyawan (R, D, W) Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W) Dilakukan identifikasi area berpotensi risiko dan ada bukti dilakukan upaya terukur untuk mengurangi risiko tersebut. (D, O) Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai dengan tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W) Dilakukan pengelolaan jarum suntik dan benda tajam untuk menghindari perlukaan (D.W) (lihat juga PMP : 5.5.4) Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang terpapar penyakit infeksi atau cedera akibat kerja. (D, W) -25- Standar 1.6 Penggerakan dan Pelaksanaan Puskesmas harus mengacu pada visi, misi, tujuan dan tata nilai, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Puskesmas yang ditetapkan Kegiatan Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, tugas pokok dan fungsi Puskesmas secara efektif dan efisien Kriteria 1.6.1. Visi, misi, tujuan dan tata nilai dipahami oleh seluruh petugas sebagai acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas dan dikomunikasikan kepada masyarakat dan pihak terkait. Pokok Pikiran : • Kegiatan penyelenggaraan Puskesmas harus dipandu oleh visi, misi, tujuan dan tata nilai yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas agar mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. • Tata nilai yang disusun mencerminkan diterapkannya budaya mutu dan keselamatan pasien/masyarakat. • Setiap karyawan wajib memahami visi, misi, tujuan dan tata nilai, dan menerapkan dalam kegiatan penyelenggaraan Puskesmas Elemen Penilaian: 1. Ada kebijakan dan prosedur untuk mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, dan tata nilai yang relevan dengan kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan. (R) 2. Setiap petugas memahami penerapan visi, misi, tujuan dan tata nilai dalam memberikan pelayanan. (D, O, W) Kriteria 1.6.2. Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan tata hubungan kerja. Pokok Pikiran: • Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. • Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan persyaratan jabatan. • Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. • Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas dengan menetapkan penanggungjawab masing-masing upaya. • Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung Jawab Upaya Puskesmas • Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. (lihat juga 1.1.5) -26- Elemen Penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R) (lihat juga KMP : 1.1.5) Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat uraian tugas, tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R) Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya Puskesmas. (R) Dilakukan kajian secara periodik terhadap struktur dan/ atau pengisian jabatan. (D, W) Hasil kajian ditindak lanjuti dengan usulan perbaikan struktur ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pengisian jabatan. (D) Kriteria 1.6.3. Adanya peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas (lihat juga KMP : 1.1.1) Pokok Pikiran : • Perlu disusun peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan Puskesmas yang sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan pasien. • Ada indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku pemberi pelayanan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan peraturan internal yang disepakati bersama oleh Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana dalam melaksanakan upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas. (R) 2. Peraturan internal tersebut disusun sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan. (D) Kriteria 1.6.4. Kepala Puskesmas melaksanakan komunikasi internal, pengarahan, koordinasi, perbaikan dan umpan balik dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya pencapaian indikator kinerja sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pencapaian tujuan, kualitas kinerja, dan penggunaan sumber daya Pokok Pikiran: • Untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pelayanan dan kegiatan manajerial perlu dilakukan komunikasi internal. Komunikasi internal dilakukan dalam rangka melakukan pengarahan, koordinasi internal, perbaikan dan penyampaian umpan balik. -27- • • • Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dan dukungan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan lokal, Lokmin, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dan pembimbingan oleh pimpinan (lihat juga UKM : 2.4.1) Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator pelayanan mempunyai kewajiban memantau pelaksanaan kegiatan apakah sesuai dengan rencana yang disusun dan capaian kinerja yang didukung oleh sistem pencatatan dan pelaporan yang baku, baik melalui perbaikan terhadap capaian kinerja dari laporan yang disusun, pembahasan dalam pertemuan, lokakarya mini, maupun perbaikan langsung terhadap pelaksanaan kegiatan. Koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan dan/atau umpan balik terkait dengan capaian kinerja dan pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan laporan dan umpan balik tersebut dilakukan upaya perbaikan (lihat juga KMP : 1.8.1 dan 1.6.11) Elemen Penilaian: 1. Ada kebijakan tentang komunikasi internal dengan lintas program dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R) 2. Ada prosedur yang jelas tentang pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. (R) 3. Ada prosedur perbaikan pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja pelayanan baik oleh Kepala Puskesmas maupun Penanggung jawab upaya dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. (R) 4. Ada prosedur penyampaian laporan dan umpan balik dari pelaksana kepada koordinator pelayanan, dari koordinator ke penanggung jawab upaya, dan dari penanggung jawab upaya kepada Kepala Pukesmas. (R) 5. Dilaksanakan pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dalam pelaksanaan kegiatan. (D.W) 6. Dilaksanakan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W) 7. Dilakukan pelaporan dan umpan balik pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W) Kriteria 1.6.5. Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab upaya mendelegasikan wewenang manajerial apabila meninggalkan tugas. Pokok Pikiran: • Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas. • Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya, agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang yang -28- tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian manajerial) Elemen Penilaian: 1. Ada kriteria yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas. (R) 2. Ada prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas. (R) 3. Terdapat bukti pelaksanaan pendelegasian wewenang sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditetapkan. (D) Kriteria 1.6.6. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya membina tata hubungan kerja dengan pihak terkait lintas sektoral. Pokok Pikiran: • Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan sendiri, program kesehatan perlu didukung oleh sektor di luar kesehatan, demikian juga pembangunan berwawasan kesehatan harus dipahami oleh sektor terkait. • Mekanisme pembinaan, komunikasi, dan koordinasi perlu ditetapkan dengan prosedur yang jelas, misalnya melalui pertemuan/lokakarya lintas sektoral (lihat juga UKM : 2.4.1) Elemen Penilaian: 1. Dietatapkan kebijakan dan prosedur komunikasi dan koordinasi eksternal dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R) 2. Dilakukan identifikasi dan penetapan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang. (D, W) 3. Dilakukan komunikasi dan koordinasi lintas sektor sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun. (D, W) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi peran lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas minimal setahun sekali. (D, W) Kriteria 1.6.7. Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan, serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan. Pokok Pikiran: • Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah. • Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan, -29- • • • • • • dan prosedur, maupun dalam pengendalian dokumen dan dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan. Pedoman tata naskah mengatur antara lain: a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang yang ditunjuk b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan c. pengendalikan dokumen d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangan yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut tidak digunakan secara salah. Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara konsisten dan reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan prosedur kerja. Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan, demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan. Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan Masyarakat dapat terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat. Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga kesehatan wajib bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis dan berdasarkan pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam pelaksanaan pelayanan klinis. Elemen Penilaian: 1. 2. 3. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R) Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan KMP, penyelenggaraan UKM dan UKPP. (R) Kegiatan KMP, UKM, dan UKPP dilaksanakan mengacu pada kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang ditetapkan. (R, D) -30- Kriteria 1.6.8. Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di wilayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat. Pokok Pikiran: • Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau rujukan di bidang upaya kesehatan • Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab Upaya Puskesmas mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP yang mudah diakses oleh masyarakat. • Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi : Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku • Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti klinik, Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga kesehatan, dan Fasilitas kesehatan lainnya. • Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu Elemen Penilaian: 1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. (D) 2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung jawab yang jelas. (D) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal pelaksanaan program pembinaan jaringan dan jejaring. (D) Kriteria 1.6.9. Kepala Puskesmas melaksanakan manajemen keuangan Pokok Pikiran: • Anggaran yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara transparan akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan prinsipprinsip manajemen keuangan. • Agar pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. • Untuk Puskesmas yang menerapkan PPK BLUD harus mengikuti peraturan perundangan dalam manajemen keuangan BLUD dan menerapkan Standar Akuntansi Profesi (SAP). -31- Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan Petugas Pengelola Keuangan Puskesmas dengan kejelasan tugas, tanggung jawab dan wewenang. (R) 2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam pelaksanaan pelayanan Puskesmas. (R) Kriteria 1.6.10. Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui terselenggaranya sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas . Pokok Pikiran: • Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi. • Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat menjamin ketersediaan data dan informasi hasil kinerja Puskesmas . • Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja, demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian kinerja, PIS-PK, data dan informasi lain yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan . (lihat juga KMP : 1.1.1. dan UKM : 2.1.1 dan 2.6.) • Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak terkait. • Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting untuk kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. • Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi: a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP (layanan klinis). (lihat juga KMP :1.8.1; dan PMP : 5.1.2) b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pasien (lihat juga PMP : 5.1.2; 5.3 dan 5.4) c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) . (Lihat juga PMP : 5.1.2; dan 5.5) d) Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM dan UKPP. (Lihat juga KMP :1.1.3 dan 1.8.1; PMP 5.1.2; dan kriteria 5.1.5) • Sistem manajemen data dan informasi juga diperlukan untuk dapat menyediakan data untuk mendukung penilaian kinerja karyawan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan. • Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. -32- • • Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Sistem Informasi Puskesmas Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik dan/atau secara nonelektronik Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan tentang sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (R) 2. Tersedia prosedur pelaporan data dan distribusi informasi kepada pihakpihak yang membutuhkan dan berhak memperoleh data dan informasi (R) 3. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas (D) 4. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D 5. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen data dan informasi Puskesmas yang dapat diakses oleh para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko, serta penilaian kinerja karyawan (D) 6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen data dan informasi Puskesmas secara periodik (D, W) Standar 1.7 Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundangan-undangan. Jika sebagian kegiatan dikerjasamakan/dikontrakkan kepada pihak ketiga, Kepala Puskesmas memastikan bahwa pihak ketiga memenuhi standar yang ditetapkan Kriteria 1.7.1 Adanya dokumen kerjasama/kontrak yang jelas dengan pihak ketiga yang ditandatangani oleh para pihak dengan spesifikasi pekerjaan yang jelas dan memenuhi standar yang berlaku Pokok Pikiran : • Jika ada wewenang pada pengelola Puskesmas untuk mengontrakkan sebagian kegiatan kepada pihak ketiga, maka proses kontrak harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, dan menjamin bahwa kegiatan yang dikontrakkan pada pihak ketiga tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menaati peraturan perundangan yang berlaku. • Isi dokumen kontrak/perjanjian kerja sama meliputi kejelasan ruang lingkup kontrak kegiatan yang harus dilakukan, misal Manajemen, Klinis, Obat dan BMHP, Alat Kesehatan, SDM, Gizi, Kebersihan, pengolahan limbah termasuk B3, dan IT, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak, personil yang melaksanakan kegiatan, kualifikasi, indikator dan standar kinerja, masa berlakunya Kontrak/Perjanjian Kerja Sama, proses kalau terjadi perbedaan pendapat, termasuk bila terjadi pemutusan hubungan kerja. • Pengelolaan kontrak mengacu pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 -33- Elemen Penilaian: 1. Ada dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat sebagaimana diminta dalam pokok pikiran, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D) 2. Ada kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam melaksanakan kegiatan. (D) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan oleh pengelola pelayanan terhadap pihak ketiga berdasarkan indikator dan standar kinerja (D) Standar 1.8 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan secara periodik. Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dapat berupa pemantauan, supervisi, lokmin, audit internal, dan rapat tinjauan manajemen. Kriteria 1.8.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah. ( Lihat juga KMP : 1.1.1 ; dan 1.1.5 ; UKM : 2.9.1 dan 2.9.2) Pokok Pikiran: • Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya • Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen Puskesmas • Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya • Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi: a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP • Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota • Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima tahunan. -34- • Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja KMP, UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan lintas sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab jenis layanan (R) 2. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R) 3. Kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, koordinator dan pelaksana menetapkan tahapan pencapaian kinerja untuk tiap indikator yang ditetapkan (D, W) 4. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya diumpan-balikkan pada lintas program dan lintas sektor (D) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan Puskesmas lain (D) 6. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan Puskesmas (D) 7. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan bulanan (D, W) 8. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota (D) Kriteria 1.8.2 Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (lihat juga KMP : 1.8.1) Pokok Pikiran : • Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu dikomunikasikan oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Upaya baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas pelaksanaan upaya Puskesmas. • Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. • Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran, pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang -35- • diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas. Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatankegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan Elemen Penilaian 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan Lokmin Bulanan dan Lokmin triwulanan (R) 2. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W) 3. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W) 4. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan. (D,W) Kriteria 1.8.3 Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan, pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas, masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan (lihat juga KMP : 1.8.1) Pokok Pikiran: • Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan. • Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas • Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim Keselamatan Pasien, dan Penanggung jawab atau Tim PPI, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan. • Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R) 2. Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka acuan audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan penjadwalan yang jelas. (R) -36- 3. 4. 5. Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan kerangka acuan yang disusun. (D, W) Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D) Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana. (D) Kriteria 1.8.4 Dilakukan tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan untuk meninjau dan menilai efektivitas sistem manajemen untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan (lihat juga 1.8.1) Pokok Pikiran: • Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau serta ditindaklanjuti. (lihat juga PMP : 5.1.5) • Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan. • Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab Mutu. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pertemuan tinjauan manajemen. (R) 2. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan pertemuan tinjauan manajemen. (D, W) 3. Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem penyelenggaraan Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan sistem manajemen, maupun perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan (D) 4. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi. (D) -37- BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) 2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian kinerja Puskesmas termasuk memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah Kabupaten/Kota. (lihat juga KMP : 1.1.2 terkait perencanaan dan KMP : 1.6.11 ) Kriteria 2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data pencapaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan data PIS PK dan SPM. (lihat juga KMP: 1.1.1 dan UKM : 2.6) Pokok Pikiran: • Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan UKM dilakukan dengan Survei Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan pertemuan konsultatif lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka, survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya (lihat juga KMP : 1.1.1) • Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku. • Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor, selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. • Data capaian kinerja pelayanan UKM dianalisis dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. ( Lihat juga KMP : 1.6.11) • Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas mengacu pada analisis data kinerja, analisis data PIS PK, analisis capaian SPM daerah Kabupaten/Kota, pedoman atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan program prioritas nasional (antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi, Penanggulangan TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat. • Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes. Elemen Penilaian: -38- 1. 2. 3. 4. 5. Ditetapkan kebijakan, dan prosedur sebagai dasar dalam melakukan Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R) Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM. (D, W) Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W) Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja. (D,W) Tersedia rencana usulan kegiatan UKM yang disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W) Kriteria 2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas. (lihat juga KMP :1.1.2 dan UKM: 2.1.1) Pokok Pikiran: • Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan,dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan yang berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. • Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan masyarakat adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat • Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi : a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi; b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat; c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat; d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan; e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta; f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal; dan • Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap : -39- a. b. c. d. e. f. g. • • • • pengenalan kondisi desa/kelurahan; survei mawas diri; musyawarah di desa/kelurahan; perencanaan partisipatif; pelaksanaan kegiatan; dan pembinaan kelestarian. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyaraka Perencanaan pemberdayaan masyarakat teritegrasi dengan Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK). Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan UKBM seperti Komunitas Peduli Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB, Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar, tempat ibadah dan lain-lain. Kegiatan fasilitasi berupa: a. melakanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan dan mitra terkait untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan masyarakat b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat; d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan swasta di wilayah kerja puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan local; f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Pemberdayaan Masyarakat dan Kader; g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat; h. menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat; -40- i. • • melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota secara berkala; dan j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja puskesmas secara berkala Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut. Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang mewajibkan Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk memfasilitasi pembangunan berwawasan kesehatan dan proses pemberdayaan masyarakat. (R) 2. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang dituangkan dalam RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati bersama masyarakat. (D, W) 3. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan diwilayahnya. (D.W) 4. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat dan atau kontribusi swasta. (D,W) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan kesehatan. (D) Kriteria 2.1.3. Rencana Pelaksanaan Pelayanan (RPK) UKM terintegrasi lintas program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas. Pokok Pikiran: • Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan perencanaan Puskesmas. (lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM: 2.1.1) • Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasn sumber daya, maka dimungkinkan sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK • RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap bulan. • RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan kondisi – kondisi tertentu. -41- • RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM. Elemen Penilaian: 1. Tersedia rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan UKM yang terintegrasi dalam rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R) 2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun setiap bulan dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R) 3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R) 4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil pemantauan (D.W) 5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan (D Standar 2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta penyampaian umpan balik dan keluhan. (lihat juga KMP :1.2.2) Kriteria 2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana. ( Lihat juga KMP : 1.1.4 ;1.2.2; 1.8.2; dan UKM : 2.1.3) Pokok Pikiran: • Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan. • Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media • komunikasi yang sudah ditetapkan. • Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat. Elemen Penilaian: 1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasarkan hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W) -42- 2. 3. 4. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W). Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W) Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W) Kriteria 2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan keluhan. (lihat juga KMP : 1.2.2) Pokok Pikiran: • Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan lintas sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam pencapaian tujuan kegiatan UKM. • Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu. • Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian informasi yang dilaksanakan Puskesmas. • Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu yang menjadi sasaran. • Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM. • Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan kegiatan UKM. • Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM. • Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film dan lain sebagainya. • Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas. • Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM. -43- • • • Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM. Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun Puskesmas, konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain. Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM. Elemen Penilaian: 1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan disampaikan kepada kelompok masyarakat, masyarakat, sasaran, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W) 2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang dikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W) 3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi, akses kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W) Standar 2.3. Pelayanan UKM dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan sasaran yang mengacu pada peraturan/ kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur yang disusun berdasar ketentuan peraturan perundangan-undangan. Kriteria 2.3.1. Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur pengelolaan pelayanan UKM Puskesmas yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan, dikendalikan dan didokumentasikan. (lihat juga KMP : 1.6.7 dan 1.6.8) Pokok Pikiran: • Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tersedia di Puskesmas. • Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur mengacu pada ketentuan peraturan perundangan dan pedoman-pedoman yang merupakan dokumen eksternal dan harus tersedia. • Format-format dokumen yang digunakan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus ditetapkan dan seragam untuk satu Puskesmas (lihat juga KMP: 1.6.7) -44- • • • • • • Kegiatan pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas mengacu pada rencana pelaksanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam rangka mencapai indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM yang telah ditetapkan termasuk upaya dalam rangka mendukung Program Prioritas Nasional seperti penurunan AKI dan AKN, pencegahan dan penurunan stunting, peningkatan cakupan dan kualitas imunisasi, penanggulangan TB, dan pengendalian Penyakit Tidak Menular. Catatan hasil pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus dikendalikan. Pengendalian dokumen meliputi: penomoran, tanggal terbit, catatan tentang revisi, pemberlakuan, dan tanda tangan Kepala Puskesmas. Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang disusun, dapat dikaji ulang dan direvisi bila diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan bila terjadi perubahan kebijakan pemerintah. Pedoman/panduan adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah langkah-langkah yang harus dilakukan. Pedoman merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan. Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas.(R) 2. Tersedia Peraturan Perundangan dan Pedoman Eskternal yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas sebagai dokumen eksternal yang dikendalikan. (D) 3. Peraturan, kebijakan, prosedur, dan format-format dokumen pelayanan UKM yang digunakan dan dikendalikan sesuai dengan pedoman pengendalian dokumen yang sudah ditetapkan. (D) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap regulasi yang disusun dan menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas (D.W) Standar 2.4. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini bulanan dan triwulan. Kriteria 2.4.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan UKM Puskesmas (lihat juga KMP : 1.6.4 dan 1.6.6) Pokok Pikiran: • Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun -45- • • • lintas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM. Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggunaan media/tekhnologi informasi. Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM. Evaluasi komunikasi & koordinasi dilaksanakan sesuai dengan mekanisme komunikasi & koordinasi yang ditetapkan Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi. (R) 2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan, panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W) 3. Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W). Standar 2.5. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut. Kriteria 2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggunaan sumber daya, Pokok Pikiran: • Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan, pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan UKM. • Pembinaan penanggungjawab UKM Puskesmas kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan UKM. • Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM. • Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan pelaksanaan kegiatan UKM, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan -46- merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM. Dilakukan evaluasi terhadap hasil implementasi tindak lanjut tersebut dengan maksud untuk menilai sejauhmana tindak lanjut tersebut menyelesaikan masalah. Elemen Penilaian: 1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati.(D,W) (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2) 2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W) 3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melakukan analisis penyebab masalah dan hambatan, dan merencanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W) 4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W) 5. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil pelaksanaan pada elemen penilaian 4 ( empat) (D,W) Standar 2.6. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Kriteria 2.6.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati. Pokok Pikiran: • Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan didokumentasikan. • Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat (Prokesga). • Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan hasil intervensi lanjut. -47- • • • • Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhiran/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data Puskesmas (admin dan surveior). ( Lihat juga KMP : 1.6.11) Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala Puskesmas. Kegiatan UKM melalui PISPK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang menjadi sasaran. (Lihat juga UKM : 2.1.2) Elemen Penilaian : 1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveyor dengan uraian tugas yang jelas. (R) 2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan, dan didokumentasikan. (D,W) 3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat). (D) 4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W) 5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga.(D,W) 6. Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut. (D,W) 7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W) Kriteria 2.6.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas. Pokok Pikiran: • Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas, baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas. • Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada analisis IKS awal. -48- • • • • • • Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan tatanantananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain). Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanjutan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti. Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan pelayanan UKM Puskesmas. Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis perubahan IKS. Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas. Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi dapat dipertanggungjawabkan. Elemen Penilaian : 1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait (D, W) 2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan Puskesmas.(D,W) 3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusun (D,W) 4. Penanggungjawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan Penanggung jawab UKPP, Penanggungjawab Jaringan dan Jejaring Pelayanan Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang dilakukan (D,W) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian kinerja.(D,W) Kriteria 2.6.3 Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bagian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan Pokok pikiran • Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh -49- • • • • • seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik. Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif, hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatankegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan aktivitas fisik. Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu, keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat sehari-hari. Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur melalui Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat. Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas. Elemen Penilaian : 1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R) 2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W) 3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan perubahan perilaku sasaran Germas. (D,W) 4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah dan terbentuknya UKBM. (D,W) 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan masyarakat hidup sehat. (D,W) Standar 2.7. Penyelenggaraan UKM Esensial Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan dipantau dan dievaluasi Kriteria 2.7.1. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan Pokok Pikiran: -50- • • • • • • Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3 indikator yaitu: a. persentasi posyandu aktif, b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat. Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan. Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lain-lain Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan : a. pengenalan kondisi desa/kelurahan; b. survei mawas diri; c. musyawarah di desa/kelurahan; d. perencanaan partisipatif; e. pelaksanaan kegiatan; dan f. pembinaan kelestarian Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan upaya sebagai berikut: a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan masyarakat; b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan pemberdayaan masyarakat; c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja puskesmas; d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah kerja puskesmas, mengembangkan media KIE, e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat; dan f. penggerakan masyarakat. Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan yang telah dilakukan . Elemen Penilaian: 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan (R,.D). (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) 2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM esensial Promkes sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O) -51- Kriteria 2.7.2. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan Pokok Pikiran: • Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan 3 indikator utama, yaitu: a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat kesehatan dan; c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan. • Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan dilakukan upaya sebagai berikut: pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta up date data, dan lain-lain melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TTU dan TPP, pembinaa, update data dan lain-lain • Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Kesehatan Lingkungan yang telah dilakukan . Elemen Penilaian : 1. 2. 3. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan (R.D) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O) Kriteria 2.7.3. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial KIA. Pokok Pikiran: • • Cakupan UKM esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan 5 indikator utama yaitu: a. Persentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal terpadu b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal c. Persentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan peduli remaja d. Persentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan kesehatan e. Persentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayanan Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil serta terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi selama kehamilannya. -52- • • • • • • • • • Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan minimal: a. penimbangan berat badan b. pengukuran panjang bada/tinggi badan c. pemantauan perkembangan d. imunisasi e. pemberian vitamin a f. pelayanan balita sakit Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kriteria Puskesmas mampu laksanan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) jika memnuhi kriteria: a. ada tenaga terlatij/terorientasi pkpr b. ada pedoman pkpr c. menyediakan layanan konseling bagi remaja Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam dan luar Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya, konseling, pemberian KIE dan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader remaja baik di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu remaja. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR mengikuti prinsip-prinsip menjamin privasi dan kerahasian, mempromosikan kemandirian remaja tanpa mensyaratkan izin orang tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis, memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Pelayanan kesehatan reproduksi Catin minimal meliputi: a. anamnesa b. pemeriksaan fisik c. pemeriksaan status gizi d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah) e. skrinning imunisasi TT f. KIE Kesprocatin Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan (pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pasien Geriatri, pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolsteraol, asam urat), Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT, pengobatan, rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia) Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya sebagai berikut: a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minila 50% desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun d. Penanggungjawab UKM tahu cara menghitung sasaran ibu hamil dan balita e. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA melalui pelaksanaan kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB -53- • • • • Elemen 1. 2. 3. f. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung melalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren, posyandu remaja, prmauka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan anak/LPKA g. Puskesmas melakukan kerjasama dengan KUA, Lembaga agama lin dan LS, terkait lainnya dalam mendorong catin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi. h. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin yang berkualitas dengan penyediaan SDM dan sarana prasarana untuk melakukan KIE dan screening kesehatan i. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan bagi catin dan pelayanan KB j. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip: memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan keluarga secara berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pelayanan di luar gedung melakukan korrdinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia. Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balitam pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan kegiatan. Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas. Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan dalam RKA Puskesmas. Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang telah dilakukan . Penilaian: Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial KIA (R.D) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O) -54- Kriteria 2.7.4. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi. Pokok Pikiran: • • • • • • Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang masalah stunting. ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan Bayi dan Anak yang akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi Kurang dan stunting. Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalahmasalah yang terjadi agarbila ada masalah cepat tertangani dan menjadi dasar untuk perencanaan yang baik Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan 3 indikator utama : a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi b. Persentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif. c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita. Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan upaya sebagai berikut: a. Melaksanakan Surveilans Gizi, melalui: • pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat) • pengolahan dan analisis data EPPGBM • diseminasi pemanfaatan data EPPGBM • pemberian PMT kepada ibu hamil KEK • pemberian TTD kepada ibu hamil • pemberian TTD pada remaja putri b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan melalui; • Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu balita • Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui • Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui dan ibu balita c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui: • Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita • Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata Laksana Gizi Buruk pada balita • Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat jalan/rawat inap) Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Gizi yang telah dilakukan meliputi: a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat: 1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek 2) pemberian TTD pada ibu hamil 3) pemberian TTD pada remaja putri b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM -55- c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjuti d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak Elemen Penilaian: 1. 2. 3. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi (R.D) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O) Kriteria 2.7.5. Cakupan dan pelaksanaan Pengendalian Penyakit UKM Esensial Pencegahan dan Pokok Pikiran: • • • Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) diukur dengan 3 indikator utama P2P yang ditetapkan oleh Puskesmas. Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dilakukan upaya sesuai dengan pedoman yang berlaku. Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan . Elemen Penilaian: 1. 2. 3. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (R.D) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O) Standar 2.8. UKM Pengembangan Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Pengembangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kriteria 2.8.1 Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi. Masyarakat direncanakan, -56- Pokok Pikiran: • Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah kerja. • Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan 3 indikator utama Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas. • Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya sesuai dengan pedoman yang berlaku. • Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan dan upaya pencapaian kinerja yang telah dilakukan . Elemen Penilaian: 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5) 2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Pengembangan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O) 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O) Standar 2.9. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM (lihat juga KMP : 1.8.1) Kriteria 2.9.1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan UKM (lihat juga KMP : 1.8.1) Pokok Pikiran: • Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk pemantauan dan /atau supervisi secara periodik untuk ditindak lanjuti dalam upaya perbaikan. • Pemantauan dan supervisi proses pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan secara periodik oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang sudah ditetapkan. • Agar sasaran dan tujuan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dicapai dengan optimal, maka perlu ditetapkan kebijakan yang mengatur pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan UKM sampai dengan pelaporannya. -57- • Pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan meliputi sasaran, waktu, tempat, dan metode kegiatan untuk semua pelayanan UKM. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan dan capaian kegiatan pelayanan UKM Puskesmas. (R) 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pelayanan UKM (D.W) Kriteria 2.9.2. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. Pokok Pikiran: • Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik dengan jadwal yang jelas (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1; dan 2.2.2) • Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas, sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri. • Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan supervisi dan bersama koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas. • Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM memberitahukan kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana pelaksnaan kegiatan pengawasan dan pengendalian • Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan. • Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut: a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat menyiapkan bahan yang diperlukan. b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan. c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan. d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan dan tindaklanjut perbaikan Elemen Penilaian: 1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas -58- 2. 3. 4. 5. 6. Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM . (D.W) Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W) Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W) Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas menyampaikan hasil supervisi kepada Koordinator pelayanan dan pelaksanan kegiatan (D,W) Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan. (D,W) Kriteria 2.9.3. Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusun agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk perbaikan. (lihat juga KMP :1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2) Pokok Pikiran: • Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM. • Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan yang disusun. • Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan UKM. • Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta usulan-usulan perbaikan yang rasional. • Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini bulanan Puskesmas. • Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi. • Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan -59- • usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor terkait. Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja. Elemen Penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W) Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulan. (D,W) Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan. (D,W) Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM bersama Lintas Program dan Lintas Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat atau sasaran.(D,W) Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W) Kriteria 2.9.4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan uraian tugas (lihat juga KMP: 1.5.1. dan 1.5.5) Pokok Pikiran: • Penanggungjawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan. • Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM berpedoman pada kebijakan dan prosedur agar dapat mencapai hasil kinerja yang diharapkan. • Uraian Tugas yang dimaksud adalah uraian tugas pelaksanaan pelayanan UKM Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas melakukan pemantauan terhadap Penanggung jawab UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W) 2. Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan pemantauan terhadap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W) 3. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh Penanggung jawab UKM, Kepala Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil perbaikan .(D,W) 4. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan, Penanggung jawab -60- UKM Puskesmas perbaikan .(D,W) melakukan tindak lanjut terhadap hasil Kriteria 2.9.5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya perbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM (lihat juga PP : 5.1.5) Pokok Pikiran : • Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM yang disusun berdasar Standar Pelayanan Minimal, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/ Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas untuk masing- masing kegiatan UKM. ( lihat juga KMP : 1.1.5 dan 1.8.1) • Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan laporan. ( Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan informasi) • Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan 1.1.3; dan PMP: 5.1.2). Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM. (R) 2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pengumpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W) 3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama dengan lintas program. (D,W) 4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja pelayanan UKM. (D,W) 5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D) 6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D) 7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D) Kriteria 2.9.6. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan pelayanan UKM. (Lihat juga KMP :1.8.1) -61- Pokok Pikiran: • Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bertanggungjawab dalam membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan, konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas. • Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM • Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik. • Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang diharapkan. • Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama dengan Penanggungjawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur tentang penilaian kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan UKM secara berkesinambungan (R). 2. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian kinerja paling sedikit dua kali setahun (D,W) 3. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja pelayanan UKM (D,W). 4. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D) 5. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D) 6. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D) -62- Bab 3 . (UKPP) Standar 3.1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang Hak dan Kewajiban Hak dan Kewajiban Pasien diperhatikan penyelenggara pelayanan kesehatan dan dipenuhi oleh Kriteria 3.1.1. Hak dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan dan diinformasikan pada saat pendaftaran (Lihat juga UKPP : 3.2.1; 3.3.6 dan 3.6.2) Pokok Pikiran: • Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien yang melindungi hak pasien dan keluarga. Seluruh karyawan harus mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban pasien dan keluarga, serta hak dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas dalam memberikan pelayanan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis wajib mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan pemenuhan kewajiban dalam pelayanan pasien. Untuk melindungi secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan berusaha memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya dengan komunitas yang dilayani, sedangkan petugas yang melayani dijamin akan memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditetapkan. • Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas pasien dan keluarga. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas Puskesmas yang terkait dalam pelayanan pasien memberi respons terhadap hak pasien dan keluarga, ketika mereka melayani pasien. Hak pasien tersebut perlu dipahami baik oleh pasien maupun oleh petugas yang memberikan pelayanan, oleh karena itu pasien perlu mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien sejak proses pendaftaran. • Hak dan kewajiban meliputi : Hak-hak pasien meliputi: (1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; (2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; (3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; (4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Puskesmas; (5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas; -63- (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; ( Lihat juga KMP : 1.6.12) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya perkiraan biaya pengobatan; memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pasien lainnya; memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Puskesmas; mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Puskesmas terhadap dirinya; menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut; mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran termasuk kerahasiaan rekam medik; mendapatkan akses terhadap isi rekam medis; memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian dalam suatu penelitian kesehatan; menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan yang diterima; mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana. Kewajiban Pasien: (1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas; (2) memberikan ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap akses rekam medis, baik rekam medis non elektronik maupun rekam medis elektronik (3) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab; (4) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas ; (5) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya; (6) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya; (7) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; -64- (8) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan (9) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. • Selama proses pelaksanaan layanan pasien, petugas kesehatan harus memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pasien. Kebutuhan dan keluhan pasien diidentifikasi selama proses pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan pasien/keluarga pasien, menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk perbaikan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban pasien/keluarga selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga (R) 2. Hak dan kewajiban pasien diinformasikan selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga sesuai regulasi. (D, O, W, S) 3. Hak pasien/keluarga termasuk tata nilai dan kepercayaan pasien diperhatikan mulai dari pendaftaran, selama proses asuhan sampai dengan pasien pulang. (O,W) 4. Privasi pasien dan kebutuhan pasien akan privasi diidentifikasi dan diperhatikan pada waktu melakukan anamnesis, pemeriksaan, pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan transportasi/pemindahan pasien. (D, O,W) Kriteria 3.1.2. Persetujuan umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan setiap rawat inap, dan persetujuan tindakan medik yang berisiko tinggi diminta sebelum pelaksanaan tindakan berisiko tinggi. Pokok Pikiran: • Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent) kepada pasien atau keluarganya yang berisi persetujuan terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik, pengobatan medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien • Persetujuan umum tersebut diminta pada saat pasien datang pertama kali untuk rawat jalan dan setiap rawat inap. • Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informed consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapatkan persetujuan. Untuk menyetujui/memilih tindakan, pasien harus diberi penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan dengan pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu keputusan persetujuan. • Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup : -65- • • • • • • a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan f) perkiraan pembiayaan Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam proses pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara lain). Pasien dan keluarga memahami siapa yang dapat memberikan persetujuan selain pasien. Petugas pelaksana tindakan yang diberi wewenang telah terlatih untuk memberikan penjelasan kepada pasien dan mendokumentasikan persetujuan tersebut. Pasien atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai. Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut. Pasien dan keluarganya diberitahu tentang alternatif pelayanan dan pengobatan. Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan misalnya pasien diare menolak di infus maka pasien diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur persetujuan umum (general consent), dan persetujuan tindakan medik (informed consent). (R) 2. Persetujuan umum diminta saat pertama kali pasien masuk rawat jalan dan setiap kali masuk rawat inap (D, W) 3. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau penolakan termasuk konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut. (D) 4. Pelaksanaan general consent dan informed consent didokumentasikan. (D) -66- Standar 3.2. Proses Pendaftaran Pasien dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan dan keselamatan pasien. Proses pendaftaran pasien memenuhi kebutuhan pelanggan dan didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai. Kriteria 3.2.1. Pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelanggan, informasi tentang pendaftaran dan fasilitas rujukan tersedia pada waktu pendaftaran. Pokok Pikiran: • Pasien harus diberi kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pendaftaran pasien meliputi: pendaftaran pasien rawat jalan, pendaftaran pasien rawat inap, dan menahan pasien untuk observasi atau stabilitasi. • Kebutuhan pasien perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di Puskesmas. Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi, maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) • Kebijakan dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat: a) proses pendaftaran b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan c) keselamatan pasien d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain • Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak pertama pasien kontak dengan Puskesmas, dengan demikian prosedur pendaftaran sudah mencerminkan penerapan upaya keselamatan pasien, terutama dalam hal identifikasi pasien minimal dengan 2 identitas yang relatif tidak berubah: nama lengkap pasien, tanggal lahir, nomor identitas kependudukan dan nomor rekam media. • Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang alur pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan prinsip sasaran keselamatan pasien. (lihat juga PMP : 5.1.1 dan 5.3.1) • Di tempat pendaftaran, pasien dan masyarakat dapat memperoleh informasi tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran, alur dan proses pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. • Informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah diakses, dan dipahami oleh pasien dan masyarakat, dengan memperhatikan latar belakang tata nilai, budaya dan bahasa. • Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian sampai pemulangan. Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan. Informasi tersebut termasuk apabila pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi. (Lihat juga UKPP : 3.1) -67- • Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat jenis pelayanan yang disediakan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur pendaftaran (R) 2. Tersedia informasi tentang pendaftaran, jenis pelayanan, alur pendaftaran, prosedur dan alur pelayanan, jadwal pelayanan dan informasi lain tentang sarana pelayanan yang dapat diakses oleh pelanggan serta tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan klinis (D, O, W) 3. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dengan memperhatikan keselamatan pasien (O,W,S) Kriteria 3.2.2. Pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus diidentifikasi dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis yang optimal. Pokok Pikiran: • Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas,lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan klinis. • Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kesulitan atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran, pemberian asuhan, sampai dengan pemulangan. Elemen penilaian: 1. Dilakukan identifikasi dan tindak lanjut terhadap pasien dengan keterbatasan, kendala dan/atau berkebutuhan khusus. (D) 2. Dilakukan fasilitasi kepada pasien dengan kendala dan atau berkebutuhan khusus dalam proses pelayanan. (O,S) Kriteria 3.2.3. Pasien gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen sebagai bentuk pelaksanaan triase. Pokok Pikiran: • Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. • Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan: a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit b) Dapat meninggal dalam hitungan jam c) Trauma ringan d) Sudah meninggal -68- • • Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan. Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi. Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan untuk pasien dengan risiko penularan infeksi, misalnya infeksi melalui udara/airborne. Elemen penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pelaksanaan proses triase dalam memprioritaskan pasien dengan kebutuhan gawat darurat. (R) 2. Pasien diprioritaskan atas dasar kegawat daruratannya seperti yang tercantum di pokok pikiran. (D,O,S) 3. Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL (D,O) Standar 3.3. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan dilaksanakan secara paripurna. Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku Kriteria 3.3.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai kebutuhan dan harapan pasien/keluarga. Pokok Pikiran: • Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan. • Kajian pasien meliputi tugas proses utama, yaitu: a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis, psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan anamnesis (data Subjektif = S), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (data Objektif = O). (Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan informasi) b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A) -69- • • • • • • • • • c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien. Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk selanjutnya dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi kesehatannya. Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain meliputi: status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, , kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan. Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan rincian wewenang klinis. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan pasien. Rekam medis pasien adalah catatan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan. Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut dan evaluasinya. Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu atau tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang meragukan, dengan kajian medis, kajian penunjang medis, kajian keperawatan/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani pasien. Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pasien memerlukan rencana pemulangan (discharge planning) berdasar kriteria yang ditetapkan sesuai dengan keragaman kebutuhan pasien. Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan Ada beberapa cara untuk membantu menilai nyeri dengan menggunakan skala assessment nyeri, misalnya : ▪ Visual Analog Scale (VAS) Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang -70- pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi No Pain ▪ Verbal Rating Scale (VRS) Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri. No Pain ▪ Worst Possible Pain Mild Pain Moderate Pain Severe Pain Very Severe Pain Worst Possible Pain Numeric Rating Scale (NRS) Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik. -71- ▪ Wong Baker Pain Rating Scale Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara kolaboratif antar praktisi klinis. (R) 2. Terdapat prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan harapan pasien dan keluarga pasien, mencakup pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan/kebidanan, dan pelayanan klinis yang lain. (R) 3. Dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi, dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan, koordinasi dalam pemberian asuhan, dan rencana pemulangan. (D, O, W) 4. Dilakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W) 5. Disusun rencana pemulangan untuk pasien yang memerlukan rencana pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal (D, W) Kriteria 3.3.2. Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang profesional melakukan kajian pasien untuk menetapkan diagnosis dan rencana asuhan. Pokok Pikiran: • Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien. • Kajian pasien baik kajian awal maupun kajian ulang harus dicatat dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan perkembangan kondisi pasien sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan. • Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan diberikan. -72- • • • • • Luaran klinis tergantung dari ketepatan dalam penyusunan rencana asuhan yang sesuai dengan kondisi pasien dan standar pelayanan klinis, oleh karena itu dalam menyusun rencana asuhan perlu dipandu oleh panduan praktik klinis dan/atau standar pelayanan yang ditetapkan. Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu. Yang dimaksud dengan tenaga professional yang kompeten adalah tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi. Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan/atau karena keterbasatan ketersediaan tenaga medis. Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan dengan ketentuan: 1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan 2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan 3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan 4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan 5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus. Elemen Penilaian: 1. Kajian pasien dan penetapan diagnosis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten, dan dicatat dalam rekam medis. (R,D,O) 2. Tersedia Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis yang disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan. (R) 3. Tersedia tim kesehatan antar profesi untuk melakukan kajian jika diperlukan penanganan secara tim. (R,D,O) 4. Rencana asuhan klinis dan/atau rencana asuhan terpadu disusun sesuai dengan kebutuhan pasien, berdasar panduan praktik klinis, dan prosedur yang ditetapkan (D) 5. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk melakukan kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai kewenangan delegative yang diberikan. (R,D) Kriteria 3.3.3. Pelaksanaan layanan bagi pasien gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi lainnya dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku. -73- Pokok Pikiran: • Pasien berisiko tinggi adalah pasien yang dikategorikan berisiko tinggi karena usia, kondisi kesehatan, atau mempunyai kebutuhan kritis untuk segera mendapat pertolongan, termasuk pasien rentan yang karena kondisinya tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap adanya bahaya atau kekerasan. • Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi perlu diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam pelayanan pasien gawat darurat 24 jam • Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi terjadinya kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada ibu hamil/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan kasus yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas, pasien dan masyarakat. • Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat dengan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan. • Penanganan pasien gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pasien gawat darurat. • Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya penularan baik bagi petugas maupun pasien yang lain perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan pasien gawat darurat (emergensi), pasien berisiko tinggi yang mudah diakses oleh petugas. (R) 2. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi yang sering terjadi.(D) 3. Pemberian asuhan pada pasien gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan dan prosedur yang ditetapkan (O, W) Kriteria 3.3.4. Rencana asuhan klinis disusun bersama pasien dengan memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pasien. Pokok Pikiran: • Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan diperoleh. Pasien/keluarga diberi peluang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pasien. • Resiko yang mungkin terjadi pada pasien antara lain resiko alergi, infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat • Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan edukasi pada pasien dan keluarga -74- Elemen Penilaian: 1. Petugas kesehatan dan/ atau tim kesehatan melibatkan setiap pasien dalam kajian, penyusun rencana dan pelaksanaan asuhan termasuk pendidikan/penyuluhan pasien (D,O) 2. Risiko dan efek samping yang mungkin terjadi pada pasien dipertimbangkan sejak awal dalam menyusun rencana asuhan dan diinformasikan kepada pasien. (D) Kriteria 3.3.5. Asuhan Pasien diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan dengan kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan wewenang yang dimiliki. Pokok Pikiran: • Kompetensi Lulusan Medis a) Setiap pasien dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung jawab pelayanan yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur pelayanan medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keadaan dokter atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak berada di tempat, dapat dilakukan pemberian wewenang delegatif kepada perawat atau bidan atau dengan pemberian wewenang khusus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan melaksanakan layananklinis bagi pasien. c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan neuorologi, permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan tujuan yang sama, maupun pemberian asuhan yang lain. d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan prosedur terintegrasi, semua pemeriksaan penunjang, pemberian obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam rekam medis sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun permintaan pemeriksaan penunjang. • Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan : Setiap pasien dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis lain yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Elemen Penilaian: 1. Asuhan Pasien diberikan oleh dokter atau dokter gigi penanggung jawab pelayanan, perawat/ bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain. (D, W) -75- 2. 3. Asuhan Pasien dilakukan sesuai rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur-prosedur asuhan klinis, tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu, dan dicatat dalam rekam medis pasien(D, W) Asuhan yang diberikan dan perkembangan kondisi pasien serta kemajuan dalam pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis pasien (D) Kriteria 3.3.6. Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pasien dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. Pokok Pikiran: • Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan malnutrisi maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis dan penanggungjawab program TB, pasien memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan kebutuhan pasien. • Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan berkewajiban mengkoordinasikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai luaran klinis yang diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif bagi keluarga dan masyarakat. Elemen Penilaian: 1. Dokter yang bertanggungjawab terhadap pelayanan pasien melakukan koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu. (D) 2. Asuhan terpadu dilaksanakan secara kolaboratif oleh pemberi asuhan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, panduan praktik klinis, dan prosedur asuhan klinis dan dicatat dalam rekam medis secara terintegrasi. (D) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan terhadap pelaksanaan asuhan terpadu dan kemajuan kondisi pasien. (D) Kriteria 3.3.7. Penyiapan, penggunaan, dan pemberian obat dan/ atau cairan intravena dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas. Pokok Pikiran: • Penggunaan dan pemberian obat dan/ atau cairan intravena merupakan kegiatan yang berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas. • Prinsip-prinsip aseptik digunakan dalam pemberian obat dan/atau cairan intravena. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyiapan, penggunaan dan pemberian obat/cairan intravena (R) 2. Obat/cairan intravena diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (D) -76- Kriteria 3.3.8. Pasien/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami Pokok Pikiran: • Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien, oleh karena itu penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). • Agar penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan dengan efektif maka dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara pasien dan petugas kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien/keluarga. • Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada pasien, didorong agar pasien/keluarga pasien untuk berbicara/ bertanya terkait dengan masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan kebutuhan pasien. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga. (R) 2. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga dengan metoda yang dapat dipahami oleh pasien dan keluarga. (D,O) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas penyampaian informasi kepada pasien/ keluarga pasien agar mereka dapat berperan aktif dalam proses layanan dan memahami konsekuensi layanan yang diberikan.(D) Standar 3.4. Pelayanan anastesi lokal dan pembedahan minor di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar. Tersedia pelayanan anestesi lokal dan pembedahan minor untuk memenuhi kebutuhan pasien Kriteria 3.4.1 Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar dan peraturan perundangan yang berlaku. Pokok Pikiran: • Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut harus memenuhi standar dan peraturan perundangan yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas. • Kebijakan dan prosedur memuat: a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri dan anak atau pertimbangan khusus b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan -77- c) d) e) f) g) h) i) j) berkomunikasi efektif persyaratan persetujuan khusus kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi teknik melakukan anestesi lokal frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat tata laksana terhadap komplikasi bantuan hidup dasar Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan anestesi lokal (R) 2. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan kebijakan. (D, O, W) 3. Dilakukan pemantauan status fisiologi pasien selama pemberian anestesi lokal oleh petugas melakukan anestesi lokal dan dicatat dalam rekam medis pasien (D) 4. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal ditulis dalam rekam medis pasien.(D) Kriteria 3.4.2 Pelayanan bedah di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan memenuhi standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan Pokok Pikiran: • Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang membutuhkan anestesi. Pelaksanaan bedah minor tersebut harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas. • Dokter yang melakukan pembedahan wajib : a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pasien b. menyusun rencana tindakan pembedahan berdasar kajian pasien c. edukasi pada pasien/keluarga terkait pembedahan yang akan dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil yang tidak diharapkan d. melaksanakan prosedur pembedahan yang aman e. menyusun laporan pembedahan yang meliputi: diagnosis sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian temuan, ada tidaknya komplikasi, specimen yang dikirim untuk diperiksa (jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang bertanggung jawab. f. melakukan perbaikan pasien pada saat pemulihan g. melakukan perbaikan pasca pembedahan termasuk memberikan instruksi pemulangan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan pembedahan (R) 2. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor membuat kajian sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan pembedahan.(D) -78- 3. 4. 5. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor menjelaskan risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif kepada pasien/keluarga pasien.(D) Pembedahan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk laporan operasi.(D) Status fisiologi pasien dipantau terus menerus selama dan segera setelah pembedahan dan dituliskan dalam rekam medis. (D,O) Standar 3.5. Pemberian makanan dan terapi gizi sesuai dengan kebutuhan pasien dan ketentuan peraturan perundangan Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi pasien secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan Kriteria 3.5.1. Pemberian makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinis tersedia secara reguler. Pokok Pikiran • Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan. • Pemesanan dan pemberian makanan hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. • Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar angka kecukupan gizi • Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal • Pemberian makanan kepada pasien di Puskesmas diberikan secara reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status gizi dan kebutuhan pasien sesuai Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas. • Pemberian makanan kepada pasien rawat inap harus dicatat dan didokumentasikan dengan baik. • Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten. • Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/ kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan. Elemen Penilaian 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian makanan pada pasien sesuai dengan status gizi dan rencana asuhan gizi. (R) -79- 2. 3. 4. 5. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien. (D) Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan pemesanan. (D, W) Pasien dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diit pasien dan keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien. (D) Dilakukan dokumentasi asuhan gizi yang diberikan kepada semua pasien gizi. (D,W) Standar 3.6. Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas. Kriteria 3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku Pokok Pikiran: • Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut. • Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusun rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun keluarga pasien pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan. • Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang bertanggungjawab terhadap pasien. • Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap, pasien rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan rujukan ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah atau rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat inap, pasien/ keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri. • Resume medis berisikan : a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic b) Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang e) Kondisi kesehatan pasien f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien, termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat • Informasi yang diberikan kepada pasien/ keluarga pada saat pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan -80- • agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal. Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat inap terdiri dari : a) data umum pasien b) anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan) c) pemeriksaan d) terapi, tindakan dan atau anjuran Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan dan/ tindak lanjut oleh dokter/dokter gigi dengan kriteria pemulangan dan/ tindak lanjut yang jelas. (R) 2. Pasien dan/ atau keluarga pasien mendapat penjelasan tentang rencana pemulangan dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. (D,O,W) 3. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun. (D) 4. Resume medis diberikan kepada pasien saat pemulangan. (D, O, W) Standar 3.7 Rujukan Rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama Kriteria 3.7.1 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas Pokok Pikiran: • Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien. • Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk alternatif rujukan sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat. • Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL. • Pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan standar rujukan • Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien meliputi: alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya, jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus dilakukan. (lihat juga UKP : 3.1.2 dan 3.2.3) • Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan konsekuensinya. -81- • Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses rujukan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur rujukan. (R) 2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain (D) 3. Proses rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan kriteria rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan.(D) 4. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan untuk memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk menerima rujukan.(D) 5. Dilakukan tindakan stabilisasi sebelum pasien dirujuk sesuai kondisi pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki, agar keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W) 6. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan rujukan, pasien/keluarga pasien harus menyatakan secara tertulis penolakan rujukan setelah mendapat informasi tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka akibat menolak rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D) Kriteria 3.7.2 Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan yang kompeten terus memantau kondisi pasien, dan Fasilitas kesehatan penerima rujukan diberi resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan tindakan yang telah dilakukan. Pokok Pikiran: • Merujuk pasien secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat merupakan proses yang singkat dengan pasien yang sadar dan dapat berbicara, atau merujuk pasien koma yang membutuhkan pengawasan keperawatan atau medis yang terus menerus. Pada kedua kasus tersebut pasien perlu dipantau oleh petugas yang kompeten. Kompetensi pemberi asuhan yang mendampingi selama transfer ditentukan oleh kondisi pasien. Petugas yang mendampingi pasien memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pasien kepada petugas penerima transfer pasien. • Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang dilakukan pihak Puskemas dengan menggunakan fasilitas transportasi yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah dihubungi sebelumnya. • Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang dilakukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pasien. • Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai kondisi pasien dikirim bersama pasien. Salinan resume pasien -82- • tersebut diberikan kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan bersama dengan pasien. Resume tersebut memuat kondisi klinis pasien, prosedur, dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut. Elemen penilaian 1. Tersedia fasilitas transportasi untuk merujuk pasien sesuai standar. (O) 2. Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dipantau dan dicatat oleh pemberi asuhan yang kompeten dengan memperhatikan kondisi pasien. (D) 3. Informasi klinis pasien atau resume klinis pasien dikirim ke fasilitas kesehatan penerima rujukan bersama pasien dan resume klinis memuat kondisi pasien, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang telah dilakukan serta kebutuhan pasien akan pelayanan lebih lanjut. (D, O. W) 4. Dilakukan serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL ketika melakukan rujukan secara langsung. (D) Kriteria 3.7.3 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL Pokok Pikiran: • Pasien yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan balik rujukan dan dicatat dalam rekam medis. • Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pasien sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan rekomendasi umpan balik rujukan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian asuhan pasien rujuk balik dari FKRTL. (R) 2. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O) 3. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W) Standar 3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan, manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, sesuai peraturan perundangan. (Lihat juga KMP : 1.6.11) -83- Kriteria 3.8.1 Ada pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol, dan istilah yang dipakai Pokok Pikiran: • Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan, memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di luar Puskesmas termasuk FKRTL. Keseragaman penggunaan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan analisis data. • Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan standar lokal, nasional, dan internasional. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R) 2. Kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain, dan singkatan digunakan dalam pelayanan klinis sesuai dengan yang ditetapkan. (D) Kriteria 3.8.2 Petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan tanggung jawab pekerjaan Pokok Pikiran: • Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta dijaga selalu diperbaharui (up to date). • Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien. • Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama data dan informasi yang sensitif. Penggunaan data rekam medis untuk keperluan selain pelayanan pasien, misalnya untuk penelitian perlu diatur untuk menjaga kerahasian informasi rekam medis. ( Lihat juga KMP : 1.6.11) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan hak akses petugas terhadap informasi medis dengan mempertimbangkan tugas, tanggung jawab petugas, kerahasiaan dan keamanan informasi (R) 2. Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (D, O, W) -84- Kriteria 3.8.3 Adanya sistem pengisian informasi klinis secara lengkap dan jelas didalam rekam medis Pokok Pikiran • Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis. • Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan pasien. • Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk atau meninggal, meliputi kegiatan : ▪ Registrasi pasien ▪ Pendistribusian rekam medis ▪ Pengisian informasi klinis ▪ Pengolahan data dan pengkodean ▪ Klaim pembiayaan ▪ Penyimpanan rekam medis ▪ Penjaminan mutu ▪ Pelepasan informasi kesehatan ▪ Pemusnahan rekam medis • Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan • Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis dibuat secara terintegrasi • Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah pasien menerima pelayanan serta mencantumkan nama, waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan dan sesuai dengan kompetensi lulusannya • Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis, Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan pembetulan. Apabila pencatatan rekam medis dilakukan secara konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara mencoret 1 (satu) garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal • Isi Informasi klinis pada rawat jalan di FKTP, paling sedikit meliputi : ▪ Identitas pasien ▪ Tanggal dan waktu ▪ Hasil anamnesis ▪ Hasil pemeriksaan ▪ Diagnosis ▪ Rencana penatalaksanaan ▪ Pengobatan dan atau tindakan ▪ Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan ▪ Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan -85- • • • • Elemen 1. 2. 3. 4. Dalam hal pasien rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari isi rekam medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan : ▪ Lembaran monitoring untuk pasien rujukan sebelum masuk ruang rawat inap ▪ surat rujukan untuk pasien rujukan; ▪ catatan perjalanan perawatan pasien mulai dari dirawat inap sampai pasien pulang ▪ salinan resume medis Rekam Medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan : ▪ Hasil pemeriksaan triase ▪ Identitas dan nomor kontak pengantar pasien ▪ Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pasien Resume Medis pasien paling sedikit terdiri dari : ▪ Identitas Pasien ▪ Diagnosis Masuk dan indikasi pasien dirawat ▪ Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan ▪ Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat inap terdiri dari : ▪ Data umum pasien ▪ Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan) ▪ Pemeriksaan ▪ Terapi, tindakan dan atau anjuran Penilaian Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengisian rekam medis mencakup diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan yang diberikan (R, D) Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan (D, O, W) Koreksi dan penambahan data pada Rekam Medis dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (D, O, W) Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kelengkapan isi rekam medis (D, W) Kriteria 3.8.4 Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam medis Pokok Pikiran: • Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pasien dan data serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data -86- serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis dengan kejelasan masa retensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (R) 2. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan metode identifikasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, W) 3. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W) Standar 3.9 Pelayanan Laboratorium dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi Kebutuhan Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan Perundangan yang Berlaku. Kriteria 3.9.1 Ditetapkan Kebijakan, laboratorium. jenis-jenis, dan prosedur pemeriksaan Pokok Pikiran: • Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Puskesmas • Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan, penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3). (lihat juga KMP : 1.4.3; 1.5.7 dan 1.7.1; PMP : 5.2.1 dan 5.5.4 terkait limbah) • Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap specimen yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan kecurigaan tuberculosis, darah dari pasien dengan kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS. • Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meliputi kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium yang mengatur tentang: a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengambilan, dan penyimpanan specimen e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam kerja -87- • • • • f) proses pemeriksaan laboratorium g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium h) penggunaan alat pelindung diri i) pengelolaan reagen Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan upaya pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas. Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Puskesmas wajib mengikuti Pemantaban Mutu Eskternal (PME) secara periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium lain/ rujukan. Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, jenis-jenis, dan prosedur pelayanan laboratorium di Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas (R) 2. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang kompeten sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (R. D. O) 3. Terdapat bukti dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi penyimpangan (D,O,W) 4. Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas (D, O) Kriteria: 3.9.2 Hasil pemeriksaan laboratorium selesai dan tersedia dalam waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Pokok Pikiran: • Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini. • Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak. Elemen Penilaian: 1. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R) -88- 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan. (D, W) Kriteria: 3.9.3 Reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan sehari-hari selalu tersedia dan dievaluasi untuk memastikan akurasi dan presisi hasil. Pokok Pikiran • Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan. • Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan. • Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan reagensia esensial dan bahan lain yang harus tersedia, termasuk proses untuk menyatakan jika regen tidak tersedia. (R) 2. Reagensia tersedia, diberi label, dan disimpan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, O,W) Kriteria: 3.9.4 Ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan yang digunakan untuk interpertasi dan pelaporan hasil laboratorium Pokok Pikiran: • Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan. • Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah • Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan dan disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R. D) 2. Nilai normal dan rentang nilai rujukan dievaluasi secara berkala dan direvisi jika diperlukan. (D,W) -89- Standar 3.10 Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Obat, dan bahan medis habis pakai tersedia dan dikelola sesuai ketentuan untuk memenuhi kebutuhan pasien Kriteria 3.10.1 Berbagai jenis obat dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan kebutuhan tersedia Pokok Pikiran: • Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan. • Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan pada pasien, mengacu pada formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui proses kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi. • Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi untuk Program Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat dilakukan kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan • Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat tersebut dan saran untuk penggantinya. • Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat. Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat. ( lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM : 2.1.1) • Kebijakan, pedoman, dan prosedur-prosedur pelayanan farmasi harus disusun sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi: a) kebijakan dan pedoman pelayanan farmasi b) kebijakan dan prosedur perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai c) kebijakan dan prosedur pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai d) kebijakan dan prosedur yang mengatur: proses peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat e) kebijakan dan prosedur penggunaan obat-obatan pasien rawat inap, yang dibawa sendiri oleh pasien/ keluarga pasien f) kebijakan dan prosedur untuk menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa kepada pasien g) kebijakan dan prosedur jika terjadi kekosongan obat h) perbaikan dan pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat i) pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat j) ketersediaan formularium obat -90- Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur Pelayanan Farmasi di Puskesmas. (R) 2. Disusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai berdasarkan kebutuhan pelayanan. (R) 3. Dilakukan pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. (D,O,W) 4. Tersedia pelayanan farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan 24 jam pada Puskesmas yang memberikan pelayanan gawat darurat. (O) 5. Tersedia daftar formularium obat Puskesmas.(D) 6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kesesuaian peresepan dan ketersediaan obat dibandingkan dengan formularium Puskesmas. (D,W) Kriteria 3.10.2 Peresepan, pemesanan dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan prosedur Pokok Pikiran: • Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan yang diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat tersedia dengan cukup dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan pengelolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan, pengadaan, pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan pelaporan. • Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep petugas farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan perundangan, antara lain: a) ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian; b) duplikasi pengobatan; c) potensi alergi atau sensitivitas; d) interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan; e) variasi kriteria penggunaan; f) berat badan pasien dan atau informasi fisiologik lainnya; dan g) kontra indikasi. • Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi: ketepatan identitas pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, keterpatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian. • Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat pelatihan khusus tentang penyediaan obat. • Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan -91- • • Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien. Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas : - obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik; - obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas yang berhak memberikan resep dan petugas yang berhak memberikan obat termasuk penggunaan obat pasien rawat inap yang dibawa sendiri oleh pasien. (R) 2. Peresepan, penyiapan dan pemberian obat dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W) 3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi pengawasan penggunaan dan pengelolaan obat yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D, W) Kriteria 3.10.3 Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan, penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa/ rusak/out of date/substitusi Pokok Pikiran: • Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa dan/atau rusak/out of date/substitusi. • Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pasien agar pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang mungkin terjadi. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan persyaratan penyimpanan obat dan dilaksanakan sesuai dengan persyaratan tersebut. (R,D,O,W) 2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan obat yang kadaluarsa/ rusak/ ditarik dari peredaran. (R) 3. Pemberian obat kepada pasien disertai dengan label obat yang jelas: nama, dosis, waktu, cara pemakaian obat, dan tanggal kadaluwarsa.(O,W) 4. Pemberian obat disertai dengan informasi penggunaan obat, kemungkinan efek samping dan efek yang tidak diharapkan, serta petunjuk penyimpanan obat di rumah dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.(O,W) 5. Obat kadaluarsa/rusak/ditarik dari peredaran dikelola sesuai kebijakan dan prosedur.(D,W) -92- Kriteria 3.10.4 Dilakukan dokumentasi dalam rekam medis tentang efek obat dan efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu Pokok Pikiran: • Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien terhadap kejadian efek samping obat. • Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional. Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons pasien terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada pasien. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap kejadian salah obat (medication error). • Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mencatat, memantau efek obat, dan melaporkan bila terjadi efek samping penggunaan obat. (R) 2. Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti serta didokumentasikan dalam rekam medis. (D) Kriteria 3.10.5 Obat-obatan emergensi tersedia, dipantau disimpan di luar farmasi. dan aman bilamana Pokok Pikiran: • Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut. • Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluwarsa. Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi. Elemen Penilaian 1. Ditetapkan kebijakan pengelolaan obat emergensi. (R) 2. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi, -93- dipantau dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau bila kadaluwarsa. (O, D, W) Standar 3.11 Pelayanan Radiodiagnostik dilaksanakan sesuai peraturan perundangan. Pelayanan radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien, dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, dan mematuhi persyaratan perundangan yang berlaku Kriteria 3.11.1 Pelayanan radiodiagnostik disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan memenuhi standar nasional, peraturan perundangan yang berlaku. Pokok Pikiran: • Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pada masyarakat di wilayah kerja, dan kebutuhan pemberi pelayanan klinis, dapat disediakan pelayanan radiodiagnostik sebagai upaya untuk meningkatkan ketepatan dalam menetapkan diagnosis. • Pelayanan radiodiagnostik tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk menjaga keselamatan pasien, masyarakat dan petugas. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan radiodiagnostik sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (D, O, W) 2. Pelayanan radiodiagnostik dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, O, W) Kriteria 3.11.2 Staf yang kompeten dan memiliki wewenang melaksanakan pemeriksaan radiodiagnostik, menginterpretasi hasil, dan melaporkan hasil pemeriksaan tepat waktu sesuai ketentuan yang ditetapkan. Pokok Pikiran: • Kepala Puskesmas menetapkan petugas pemberi pelayanan radiodiagnostik untuk melakukan pemeriksaan diagnostik, menginterpretasi hasil atau memverifikasi dan membuat laporan hasil pemeriksaan. • Petugas tersebut mendapat peningkatan kompetensi dapat melalui pelatihan/inhouse training/on the job training. • Jika tidak tersedia tenaga yang kompeten, maka dapat dilakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang memiliki wewenang tersebut. • Jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi diagnostik perlu ditetapkan. Hasil yang dilaporkan dalam kerangka waktu didasarkan pada kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan pemberi pelayanan klinis. Kebutuhan tes untuk pelayanan gawat darurat, pemeriksaan diluar jam kerja serta akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini. -94- • Hasil pemeriksaan radiologi yang cito untuk pasien gawat darurat harus diberi perhatian khusus dalam proses pengukuran mutu. Hasil pemeriksaan radiodiagnostik yang dilaksanakan dengan kontrak pelayanan oleh pihak di luar Puskesmas dilaporkan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan dalam kontrak. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas menetapkan tentang waktu pelaporan hasil pemeriksaan.(R) 2. Pemeriksaan radiodiagnostik, interpretasi hasil, dan pelaporan hasil pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan (D,W) 3. Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan diukur, dipantau , dan ditindaklanjuti. (D,W) Standar 3.12 Audit Klinis dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan Audit Klinis dilakukan untuk meningkatkan mutu dan luaran klinis menjadi penilaian kesesuaian terhadap panduan dan prosedur pelayanan klinis Kriteria 3.12.1 Dilakukan audit klinis secara periodik untuk mengevaluasi kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan dan prosedur praktik klinis Pokok Pikiran • • • • • • • Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh profesi pemberi layanan klinis. Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain. Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang dilaksanakan di Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1 tahun sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis yang telah ditetapkan. Jika terjadi kematian maternal dan/ atau kematian perinatal, harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan akan ditindak lanjuti dengan pertemuan Audit Maternal Perinatal (AMP) Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Audit maternal perinatal harus dilakukan melalui investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi kematian maternal dan perinatal. Audit Maternal Perinatal diselenggarakan oleh tim di tingkat kabupaten/kota dan provinsi berdasarkan hasil analisis dan interpretasi pemantauan wilayah setempat oleh Puskesmas, untuk meningkatkan dan menjaga mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak. -95- • Hasil audit maternal perinatal merupakan dasar bagi pelaksanaan intervensi yang terdiri atas: a) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai; b) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pascapersalinan dan kelahiran; c) Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Dasar (PONED) dan Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau; dan/atau d) Rujukan yang efektif untuk kasus risiko tinggi dan komplikasi yang terjadi Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, pedoman, dan, prosedur audit klinis (R) 2. Ditetapkan tim audit klinis yang bertanggungjawab terhadap mutu pelayanan klinis (R) 3. Dilakukan audit klinis sesuai dengan pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D, W) 4. Ada bukti Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan kematian ibu dan/ atau kematian perinatal dalam bentuk pertemuan AMP. (D,W) -96- BAB 4. Program Prioritas Nasional Program Prioritas Nasional pelayanan UKM dan UKPP dilaksanakan melalui integrasi Standar 4.1. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus (AKN). Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan. Kriteria 4.1.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Pokok Pikiran: • Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan. • Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan. • Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan). • Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari. • Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar dalam pedoman yang berlaku. • Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi dengan lintas program dalam rangka penurunan stunting. • Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar kualitas. 1) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) dengan ketentuan: a) Satu kali pada trimester pertama. b) Satu kali pada trimester kedua. c) Dua kali pada trimester ketiga 2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T, meliputi: a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan. b) Pengukuran tekanan darah. c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri). e) Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ) f) Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi. g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet. h) Tes Laboratorium. -97- • • • • • i) Tatalaksana/penanganan kasus. j) Temu wicara (konseling) Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi: 1) Persalinan normal. 2) Persalinan dengan komplikasi Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN) sesuai standar. 1) Dilakukan di fasilitas kesehatan. 2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari: a) Dokter dan bidan, b) atau 2 orang bidan, atau c) Bidan dan perawat. Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL. Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4 kali: a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan. Dengan ruang lingkup meliputi: a) pemeriksaan status mental ibu b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu c) pemeriksaan tinggi fundus uteri d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan e) pemeriksanaan jalan lahir f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif g) pemberian kapsul vitamin A h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan i) konseling j) identifikasi risiko dan komplikasi k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar kualitas. 1) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama periode neonatal, dengan ketentuan: a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari 2) Standar kualitas: a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam). Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi: (1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama (2) menjaga bayi tetap hangat (3) pemotongan dan perawatan tali pusat. (4) inisiasi Menyusu Dini (IMD). (5) Pemberian identitas (6) injeksi vitamin K1. (7) pemberian salep/tetes mata antibiotik. -98- (8) (9) (10) (11) (12) • • • • Pemeriksaan fisik bayi baru lahir Penentuan usia gestasi pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0). Pemantauan tanda bahaya Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari). Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi (1) menjaga bayi tetap hangat (2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif. (3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA). (4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1. (5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan. (6) Perawatan metode kangguru bagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus melakukan pelayanan sesuai dengan wewenangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangan Untuk menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka kematian ibu dan angka kematian neonatus melibatkan Lintas Program dan Lintas Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang bertujuan untuk menurukan AKI dan AKN di tingkat kecamatan, Desa Siaga dengan pendekatan P4K, Suami Siaga dan kegiatan pemberdayaan lainnya. Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program kesehatan keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA. Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus (AKN) terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan pada ibu hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan dan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir. (R) 2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN yang disusun berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W) 3. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur. (D, O, W) -99- 4. 5. 6. 7. 8. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada kasus komplikasi. (D, O, W) Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan standar. (D, O, W) Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W) Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di Puskesmas (D, W) Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan (D) Standar 4.2. Program Penanggulangan Tuberkulosis Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan. Kriteria 4.2.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TB mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya. Pokok Pikiran: • Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis. • Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis. • Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional. • Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional bidang kesehatan • Pelayanan pasien TB dilaksanakan melalui a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari: 1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif 2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan -100- 3. 4. • • pengobatan TB sesuai standar perbaikan pasien TB dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan akhir pengobatan. b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan 1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif 2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika diperlukan 3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pasien TB RO 4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium, follow up bagi pasien TB RO. c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB dan etika batuk kepada pasien dan keluarga. e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat (PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO. f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional Penanggulangan TBC. g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai ketentuan Program TBC. Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di Puskesmas melalui strategi DOTS. Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta target pasien TBC yang harus diobati di Puskesmas sesuai dengan target penemuan kasus TBC. (R, D, W) 2. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis berdasarkan analisis masalah TB dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W) 3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R) 4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W) 5. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W) 6. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perundangan( D, O, W). Standar 4.3. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi Puskesmas melaksanakan program imunisasi peraturan perundangan. sesuai ketentuan -101- Kriteria 4.3.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu imunisasi. Pokok Pikiran: • Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program prioritas nasional. • Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan,dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi agar dapat mencapai cakupan imunisasi secara optimal. • Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah, identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM, penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik. Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program terkait. • Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin dan KIPI. • Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil. • Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya dalam rangka penjangkauan sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui: 1) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS (Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up Campaign; 2) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data Quality Self assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan supervisi berkala; serta 3) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi. • Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur imunisasi. (R) 2. Ditetapkan program imunisasi yang disusun secara rinci dan melibatkan lintas program terkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W) -102- 3. 4. 5. 6. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan dikelola sesuai dengan prosedur (D, O, W) Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan bersama lintas program dan lintas sektor. (D, O, W) Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program imunisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W) Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D) Standar 4.4. Pencegahan dan Penurunan Stunting Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan perundangan. Kriteria 4.4.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat. Pokok Pikiran: • Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. • Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih. • Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi baik lintas program antara lain dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan konseling (menyusui dan gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya, maupun intervensi yang dilakukan bersama lintas sektor. Kegiatan tersebut diharapkan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan cakupan intervensi pada sasaran 1.000 HPK. • Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya untuk meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif sesuai dengan pedoman yang berlaku. • Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi: a) perlindungan sosial b) penguatan pertanian c) perbaikan air dan sanintasi lingkungan d) keluarga berencana e) perkembangan anak usia dini f) kesehatan mental ibu g) perlindungan anak h) pendidikan dalam keas • Intervensi gizi spesifik meliputi: 1) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri 2) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil -103- 3) • • • pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 4) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak) 5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita 6) tata laksana balita gizi buruk 7) pemberian vitamin A bayi dan balita 8) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus 9) penganekaragaman makanan 10) perilaku pemberian makanan dan situasi 11) suplemntasi/fortifikasi gizi mikro 12) manajemen dan pencegahan penyakit 13) intervensi gizi dalam kedaruratan Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U) dan perkembangan balita. Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur. Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan dan penurunan stunting. (R) 2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W) 3. Pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor (D, O, W) 4. Dilaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan rencana yang disusun (D, O, W) 5. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W). Standar 4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama yang melipiti hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher rahim, Pasien Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat primer, serta penanganan faktor risiko PTM. Kriteria 4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindaklanjuti dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular. -104- Pokok Pikiran: • Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik tingkat individu, keluarga, dan masyarakat • Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitatif. • Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya: a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya. b) Preventif 1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM: 1.1. ukur Tekanan Darah (TD) 1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs) 1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan 1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi 1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok (UBM) dengan tenaga terlatih 1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Puskesmas. Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di 7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan tempat bermain anak) 2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun. • Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya: a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan faktor risiko PTM sesuai wewenang dan kompetensi di FKTP. b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai standar • Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM. • Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. • Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, -105- • • merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK. Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan terpadu sesuai ketentuan.. Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor risikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1). Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta target sasaran pelayanan program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). (R) 2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan program promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang disusun berdasarkan analisis masalah PTM dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas.(R, D, W) 3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas Program dan Lintas Sektor. (D, O, W) 4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan dan tindaklanjut pada pasien dengan penyakit tidak menular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. (D, O, W) 5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W) -106- BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) Standar 5.1. Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, upaya Manajemen risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan. (lihat juga KMP 1.1.1; 1.1.2; 1.1.3; dan 1.8.1 ) Kriteria 5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu Puskesmas Pokok Pikiran: • Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko. • Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan perundangan, namun jika tidak tersedia Sumber daya maka cukup dengan penunjukan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko • Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: Minimal D3 Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas. • Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi. Para tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. • Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas dalam hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pasien, 3) manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi. • Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya yang ada di Puskesmas • Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI disusun secara kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan penilaian -107- • • Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat, perubahan regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan pedoman dalam rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI didokumentasikan, disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang memberikan pelayanan. Elemen Penilaian: 1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung jawab peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai dengan uraian tugasnya. (R, D, W) 2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di Puskesmas. (R) (Lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7; PMP 5.2.1; 5.4 dan 5.5) 3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W) Kriteria 5.1.2. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan indikator mutu. Pokok Pikiran: • Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan kebijakan indikator mutu nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah kerja Puskesmas, SKP, dan PPI. • Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu. • Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu terdiri dari : a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja (lihat juga KMP 1.1.3) b. Indikator mutu prioritas Program : 1) Indikator mutu nasional 2) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (lihat juga PMP : 5.3) 3) Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). (lihat juga PMP : 5.5). • Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem prone). -108- • • • • • • Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan pelayanan UKPP Puskesmas Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah kerja disebut dengan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus didukung KMP, UKM dan UKPP. Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa dampak besar bagi Puskesmas. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk masing-masing sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif, pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi pada pasien yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk mengurangi risiko jatuh. (lihat juga PMP : 5.1. dan 5.3) Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengedalian infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi: kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi, pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikan yang aman, risiko infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan dan penggunaan antimikroba secara bijak. (lihat juga PMP : 5.1 dan 5.5 ) Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang indikator tersebut yang antara lain meliputi: a. judul indikator, b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator, c. dimensi mutu, d. tujuan, e. definisi operasional, f. tipe indikator, g. satuan pengukuran, h. numerator, i. denominator, j. target pencapaian, k. kriteria inklusi dan eksklusi, l. formula pengukuran, -109- • • • • • m. desain pengumpulan data, n. sumber data, o. populasi atau sampel, p. frekuensi pengumpulan data, q. periode waktu pelaporan data, r. periode analisis data, s. penyajian data, t. instrumen pengambilan data u. penanggung jawab indikator Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan pasien,petugas yang diberi tanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator. ( Lihat juga KMP : 1.6.11) Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan (contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi dalam pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi. Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga KMP : 1.6.12) Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house training Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di tahun berikutnya. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan 1.1.3; dan PMP : 5.1.4 terkait indikator mutu) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP), indikator sasaran keselamatan pasien (SKP), dan indikator upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) (R) (lihat juga KMP : 1.1.3) 2. Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti disebutkan di pokok pikiran. (D) 3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab indikator (D, W) -110- 4. 5. Dilakukan pengumpulan data untuk indikator mutu yang sudah ditetapkan (D,O, W) Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan sistem dan kapasitas pengelolaan data dengan pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bagi tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan pasien, petugas penanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data. (D,W) Kriteria 5.1.3. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Pokok Pikiran: • Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika: a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu pelayanan b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari indikator. • Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat. (Lihat juga KMP : 1.1.3; dan PMP : 5.1.2) • Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah dilakukan.( Lihat juga KMP : 1.6.11 ) Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk melakukan validasi data indikator mutu. (R) 2. Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data hasil pengukuran indikator mutu. (R) 3. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana diminta pada pokok pikiran. (D, W) 4. Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian mutu kepada masyarakat. (D, O, W) Kriteria -111- 5.1.4. Dilakukan analisa data dalam upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan Pokok Pikiran • Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang berguna. • Analissi data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala Puskesmas yang bertanggungjawab akan proses atau hasil yang diukur dan yang mampu menindaklanjuti. • Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam pelayanan kesehatan • Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta frekuensi pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk mematuhi peraturan perundangan-undangan dan data tentang pasien jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila jatuhnya pasien jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses tertentu atau dapat menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada. • Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal: a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data (analisis trend), misalnya data PISPK dari bulanan ke bulan atau dari tahun ke tahun; b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang sejenis seperti melalui database eksternal nasional tentang data PISPK; c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti data capaian SPM (PMK nomor 4 tahun 2019); d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik). Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur analisis data serta tim yang melakukan analisis data. (R) 2. Dilakukan pengumpulan data, analisis dan hasilnya dalam bentuk informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan yang harus dilakukan. (D,W) -112- 3. 4. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode dan teknis statistik sesuai dengan kebutuhan. (D,W) Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Puskesmas D,W) (lihat juga KMP : 1.9.1 tentang kaji banding) Kriteria 5.1.5. Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan. Pokok Pikiran: • Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan. Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. • Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan pasien/masyarakat antara lain dapat menggunakan siklus Plan (merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan). • Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis berkelanjutan • Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk penetapan kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur, pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan. Elemen Penilaian: 1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien/ sasaran berdasarkan hasil capaian indikator mutu (D,W) 2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan uji coba perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien/sasaran berdasarkan rencana perbaikan (D,W) 3. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W) 4. Terdapat bukti Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan hasil uji coba perbaikan berdasarkan hasil evaluasi perbaikan 5. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP (D,W) Standar 5.2. Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko untuk mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap -113- keselamatan pasien, staf dan sasaran pelayanan UKM serta masyarakat. Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko yang mencakup : identifikasi, analisa, penatalaksaan risiko dan monitor perbaikannya. (lihat juga KMP : 1.4; PMP : 5.1) Kriteria 5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi, dianalisis dan di lakukan penatalaksanaannya Pokok Pikiran: • Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko. Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan tersebut • Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponenkomponen pentingnya meliputi: a. identifikasi risiko, b. prioritas risiko, c. pelaporan risiko, d. manajemen risiko e. invesigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pasien, petugas keluarga dan pengunjung f. manajemen terkait tuntutan (klaim) • Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi • Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan KMP, UKPP, dan UKM. • Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R) 2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko. 3. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi Proses Berisiko Tinggi (D,W) Kriteria 5.2.2 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti. -114- Pokok Pikiran: • Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun, terintegrasi dalam perencanaan puskesmas, berdasarkan identifikasi dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/ insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/ insiden. • Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control) dan pembiayaan risiko (Risk Financing) Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian / dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance) misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing) adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan, misalnya : asuransi kebakaran. • Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko berupa identifikasi, analisa, penatalaksanaaan risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan Strategi reduksi dan mitigasi risiko. • Satu alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun. • Untuk menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada. • Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya. Elemen Penilaian: 1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W) 2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W) 3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W) 4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan (D,W) Puskesmas telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus dampak kegagalan (FMEA) (D, W) -115- Standar 5.3. Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan dalam Upaya Keselamatan Pasien Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.(lihat juga KMP : 1.1.3; UKPP 3.1.1., dan PMP : 5.2.1) Kriteria 5.3.1 Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar. Pokok Pikiran: • Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien, perpindahan ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas. • Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk identifikasi pasien pada kondisi tertentu. • Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas, atau mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran, tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas, dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah pasien. • Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir,atau nomor rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat. • Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R) 2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W) 3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W) Kriteria 5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian asuhan ditetapkan dan dilaksanakan Pokok Pikiran: • Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pasien • Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat pemberian perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal melalui telpon, 3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) pemindahan pasien dari unit yang satu ke unit yang lain. -116- • • • • • • Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain. (Lihat juga UKM : 3.7.3 tentang kebijakan dan prosedur penetapan nilai kritis laboratorium) Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR (Situation, Background, Asessment, Recommendation) Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan. Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan oleh perawat di tempat perawatan pasien. Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan tehnik SBAR, memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan antara lain: tentang status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien yang signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin dialami oleh pasien. Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif maka perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job training atau bentuk lain yang dianggap efektif tratsfer skill dan pengetahun terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan komunikasi efektif Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam pemberian asuhan (R) 2. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan pemberi asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W) 3. Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan (D,O,W,S) 4. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam medis (D,O,W,S) -117- 5. 6. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam medis.(D, O, W, S) Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S) Kriteria 5.3.3. Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan Pokok Pikiran: • Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien. • Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan / atau kejadian sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obatobatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, antikoagulan, kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan dengan nama dan rupa mirip • Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike) • Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau rupa mirip Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penulisan resep obat dan pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip seperti disebutkan pada pokok pikiran. (R) 2. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip (D) 3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W) 4. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai (high alert). (D, W) Kriteria 5.3.4. Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi pada pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan dilaksanakan. Pokok Pikiran: • Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah pasien, salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan invasif atau bedah minor pada pasien. -118- • • • • • Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya, yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur invasif dilakukan. Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum (Universal Protocol), yang meliputi: a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan; b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur. Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar pasien, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obatobatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan, peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan. Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur melibatkan pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur dan tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda. Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi, misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten membuat keputusan tentang perawatan kesehatan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaan sisi operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R) 2. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W) 3. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk memastikan benar identifikasi pasien, benar prosedur, benar sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya. (D,O,W) Kriteria 5.3.5. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan. -119- Pokok Pikiran: • Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan. • Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien. • Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP : 5.5.3 ) • Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar. • Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan kebersihan tangan antara lain: (1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk sekali pakai; dan/atau (2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R) 2. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang disusun. (D,O,W) Kriteria 5.3.6. Proses untuk dilaksanakan mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan Pokok Pikiran: • Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan. Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lain. • Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus ditetapkan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pasien perlu bantuan ketika berdiri/berjalan. • Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pasien rawat jalan di Puskesmas. • Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan mempertimbangkan : 1) kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan -120- • Elemen 1. 2. 3. 4. obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol 2) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson 3) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh 4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain, misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga. Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan. Contoh alat untuk melakukan penapisana pada pasien rawat inap adalah skala Morse untuk pasien dewasa, dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak, sedangkan untuk pasien rawat jalan dengan menggunakan get up and go test , atau dengan menanyakan tiga pertanyaan: a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya, maka pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh Penilaian: Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan risiko jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi (R) Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan kebijakan dan prosedur (D,O,W) Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S) Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien jatuh (D, O, W). Standar 5.4. Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dan pengembangan budaya keselamatan Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan membawa dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas Kriteria 5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden keselamatan pasien. -121- Pokok Pikiran: • Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien terdiri atas : 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD), 2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak cedera, 4) kondisi potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS) • Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik, sensorik, psikologis dan intelektual. • Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien seperti kesalahan obat (medication errors), kesalahan identifikasi pasien, kesalahan asuhan klinis dan faktor lingkungan. • Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis Insiden terdiri dari : 1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien . Misalnya pasien jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan kaki. 2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai / terpapar pada pasien tapi tidak terjadi cedera. Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pasien, obat telah diminum tapi pasien tidak mengalami cedera. 3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi terkait perawatan pasien yang sangat berpotensi cedera pada pasien. Misalnya : Alat Inkubator rusak yang diletakan di ruang bayi/neonatus . 4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi belum mengenai / terpapar pada pasien karena dapat dicegah. Misalnya: perawat mau memberikan obat kepada pasien, ketika di cek ternyata obat yang diberikan oleh farmasi milik pasien yang lain yang namanya mirip, sehingga obat tersebut tidak jadi diberikan. 5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected occurrence yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian sentinel dapat berupa: a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada: kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian akibat proses transfer yang terlambat) kematian bayi aterm bunuh diri b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi pasien c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan Puskesmas • Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan -122- • • • • laporan insiden keselamatan pasien. Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden Eksternal Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Puskesmas perlu melakukan analisa Matriks grading risiko yang akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana (Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif (Comprehensive RCA /Root Cause Analysis) Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi: kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera. Sedangkan laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD. Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R) 2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D) 3. Dilakukan analisa risiko dan investigasi insiden, serta tindaklanjut terhadap insiden (D,W) 4. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang ditetapkan (D) Kriteria 5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan. Pokok Pikiran: • Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien. • Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab melaksanakan asuhan pasien. • Perilaku terkait budaya keselamatan berupa: a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama; b) bekerja dengan pasien atau klien -123- c) d) e) f) g) h) i) bekerja dengan tenaga kesehatan lain bekerja di dalam sistem layanan kesehatan meminimalisir risiko mempertahankan kinerja profesional perilaku profesional dan beretika memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden • Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti: a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat, memaki; b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain didepan pasien, misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis lainnya didepan pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam medis diruang rawat; c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk gender; d) pelecehan seksual. • Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi budaya keselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen terhadap keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas, dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan akan manfaat langkahlangkah pencegahan. • Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang berkelanjutan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan budaya mutu dan keselamatan pasien (R) 2. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya (D,O,W) 3. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W) -124- Standar 5.5. Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan. Kriteria 5.5.1 Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Pokok Pikiran: • Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan. • Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan mahasiswa dan pengunjung. • Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan oleh pimpinan puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Puskesmas perlu menyusun program PPI (lihat 5.1.1) yang meliputi implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat, penyusunan dan penerapan bundles Hais, surveilans serta penggunaan antimikroba secara bijak. • Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai dan merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu. • Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur PPI dalam penyelenggaraan pelayanan Puskesmas. (R) 2. Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI secara komprehensif yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1) -125- 3. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang ditetapkan. (D, W) Kriteria 5.5.2 Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan risiko infeksi dengan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko infeksi. Pokok Pikiran: • Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi dan kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI dengan memastikan : a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung b. ketersediaan linen yang benar c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan d. terlaksananya penyuntikan yang aman e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang tepat, jika tersedia dan digunakan di pusat; f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular yang memerlukan pembuangan khusus seperti benda tajam / jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan dengan tubuh cairan; (Juga lihat FMS.4) g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali pakai; dan • Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk assessment/ICRA). (Lihat MFK 1.4.) Elemen Penilaian: 1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan. (O,W) 2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan dengan memastikan setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W) 3. Terdapat bukti strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi bangunan. (D,W) Kriteria 5.5.3. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan. -126- Pokok Pikiran: • Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan. • Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien. • Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP : 5.3.5 ) • Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar. • Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan kebersihan tangan antara lain: (1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk sekali pakai; dan/atau (2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas Elemen Penilaian: 1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga pasien. (D,W) 2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di tempat pelayanan. (D,O) 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan tangan. (D, W) Kriteria 5.5.4. Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat, dan lingkungan. Pokok Pikiran: • Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di antara pasien, petugas, keluarga dan masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien -127- b. c. Penyuntikan yang aman Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi (1) menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi. (2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur walaupun jarum suntiknya berbeda. (3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/ flushing. (4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. (5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai perundangan yang berlaku. Dekontaminasi Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding. meliputi : (1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen bedah, partus set (2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil dikulit yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca gigi. (3) non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau termometer. Proses dekontaminasi tersebut meliputi: • pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi. • pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau sterilisasi. • disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi. -128- • d. e. sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua mikroorganisme termasuk endospore menggunakan upa bertekanan tinggi (autoklave), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain. Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau cairan tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain sesuai ketentuan. Linen Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan pada tempat yang terpisah Limbah Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam. Pengelolaan limbah meliputi : (1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundangan (2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang dimasukan kedalam safety box (penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air). Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box. (3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair (spoel hoek) -129- (4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara, pengolahan akhir limbah Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang berisiko pada penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan. Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e. (R) 2. Terdapat bukti diterapkannya prinsip prinsip pengelolaan sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang ditetapkan. (D,O,W) 3. Dilakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e dalam kegiatan pelayanan di puskesmas. (D,W) dan dilakukan penanganan serta pelaporan jika terjadi pajanan. (D,W) 4. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus memastikan standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W) Kriteria 5.5.5. Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses pelayanan dan transfer pasien dengan penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi air borne Pokok Pikiran: • Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan penyakit air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di Puskesmas • Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien. Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi. • Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi pasien yang berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri atau kohorting dan mengajarkan etika batuk. • Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP pengelolaan pasien sesuai ketentuan. -130- Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne. (R) 2. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas. (D,W) 3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD, penempatan pasien, transfer pasien untuk mencegah transmisi infeksi (D.O.W) 5.5.6. Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas Pokok Pikiran: • Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pasien. • Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah: (1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode sebelumnya. (3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak infeksi baik yang terjadi akibat kegiatan pelayanan di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (R) 2. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W) 3. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun. (D,W) 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W) Kriteria 5.5.7. Dilakukan upaya penggunaan antimikroba secara bijak untuk mengendalikan resistensi antimikroba. Pokok Pikiran: • Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien. -131- • • Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab. Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap antimikroba yaitu dengan menetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antrimikroba di Puskesmas dan melakukan perbaikan pola penggunaan antimikroba untuk menilai kesesuaian terhadap panduan yang disusun. Elemen Penilaian: 1. Ditetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antimikroba di Puskesmas. (R) 2. Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas. (D,W)