SILABUS EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
MAKALAH
Keterangan : Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi kinerja dan kompensasi
Dosen pengampu : Ade Fauji, SE.,MM
Oleh
Nama : Wina Tri Ramadhanti
NIM : 11160450
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINA BANGSA
2019
KONSEP DAN ISTILAH EVALUASI KINERJA
Pengertian Evaluasi Kinerja
evaluasi kinerja atau penilaian kinerja prestasi adalah suatu proses dimana organisasi menilai prestasi kerja para karyawanya.Menurut beberapa ahli evaluasi kerja adalah sebagai berikut:
1. leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ” penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ” penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekejaanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Andrew E.. sikula yang dikutip A.A anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan.
3. Hadari Nawawi, penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen sumber daya manusia adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja. Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai kkeberhasilan atau kegagalannya dalam bekerja.
Dari pendapat beberapa ahli tersebutu dapat disimpulkan bahwa evaluasi kenirja itu ialah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Mengembangkan Sistem Evaluasi Kinerja
1. Membentuk Tim
Pengembangan sistem evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan hati-hati karena akan menentukan kinerja pegawai dan kinerja organisasi. Langkah pertama dalam mengembangkan evaluasi kinerja adalah menyusun tim pengembangan evaluasi. Tim ini beranggotakan sebagai berikut.
a. profesional spesialis sumber daya manusia, yaitu pakar atau konsultan manajemen SDM.
b. manajer sumber daya manusia. Keikutsertaan manajer SDM dalam tim merupakan keharusan karena dialah yang akan memimpin pelaksanaan evaluasi kinerja dalam organisasi.
c. supervisor atau first line manager. Keikutsertaan supervisor dalam tim karena supervisor merupakan orang yang paling mengerti mengenai pekerjaan yang dilakukan para karyawan yang dipimpinnya.
d. wakil dari karyawa. Di samping supervisor, para karyawanlah yang akan mengetahui seluk-beluk pekerjaan yang mereka lakukan.
2. Analisis Pekerjaan.
Analisis pekerjaan adalah proses menghimpun dan mempelajari berbagai informasi, yang berhubungan dengan pekerjaan secara operasional dan tanggung jawabnya. Ketika direkrut oleh organisasi, seorang karyawan mempunyai tugas tertentu. Ia harus melakukan pekerjaan tertentu, mempunyai tanggung jawab tertentu, dan melaksanakan aktivitas tertentu. Ia harus melaksanakan hal-hal itu dengan hasil berupa kinerja yang dapat diterima oleh organisasi. Untuk mengetahui semua hal tersebut, dilakukan job analysis atau analisis pekerjaan dari semua jenis pekerjaan yang diperlukan suatu organisasi.
3. Tujuan Penilaian Dalam Evaluasi Kerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatkan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan agus sunyoto dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah:
a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
4. Dimensi Kinerja
Langkah selanjutnya dalam menyusun sistem evaluasi kinerja adalah menentukan dimensi kinerja karyawan. Secara umum, dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja, prilaku kerja, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan.
a. Hasil kerja. Hasil kerja adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapt dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya.
b. Prilaku kerja. Kertika berada di tempat kerjanya, seorang karyawan mempunyai dua prilaku, yaitu: prilaku pribadi dan prilaku kerja. Prilaku kerja diperlukan karena merupakan persyaratan dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan prilaku kerja tertentu, karyawan dapat melaksanakan pekerjaanya dengan baik dan menghasilkan kinerja yang diharapkan oleh organisasi. prilaku kerja dapat digolongkan menjadi prilaku kerja general dan prilaku kerja khusus.
c. Sifat pribadi yang ada hubunganya dengan pekerjaan adalah sifat pribadi karyawan yang diperlukan dalam melaksankan pekerjaanya.
5. Pendekatan Sistem Evaluaisi Kinerja
Dalam sejarah evaluasi kinerja, terdapat sejumlah pendekatan yang digunakan oleh sistem evaluasi kinerja berbagai organisasi. Secara umum, pendekatan-pendekatan yang berbeda tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
a. Pendekatan sifat pribadi. Evaluasi kinerja klasik menggunakan pendekatan sifat pribadi atau trait approach. Mula-mula yang dinilai murni karakteristik melekat pada pribadi karyawan dan tidak ada atau sedikit hubungannya dengan pekerjaan karyawan. Perkembangan prinsip-prinsip manajemen ilmiah mengubah pola pikir pemilik perusahaan dan para manajer. Sifat pribadi yang dinilai hanya sifat pribadi yang ada hubunganya dengan pekerjaan.
b. Pendekatan hasil kinerja. Dalam pendekatan ini, setiap pegawai mempunyai tujuan dan objektif yang harus dicapainya. Kinerja pegawai dinilai bedasarkan seberapa besar ia dapat mencapai tujuan tersebut.
c. Pendekatan prilaku kerja. Sejumlah organisasi seperti tentara, polisi, jaksa dan hakim menggunakan pendekatan prilaku kerja. Dalam melaksanakna tugasnya, mereka harus mengunakan prilaku dan prosedur tertentu. Dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim, jaksa dan polisi harus berpegang teguh pada ode etik profesi yang mengatur prilaku mereka.
d. Pendekatan campuran. Pendekatan sistem kinerja evalusai campuran merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai. Pendekatan ini menggabungkan ketiga domensi kinerja dalam indikator kenerja karyawan.
Tujuan Penilaian Evaluaisi Kinerja
Ada pendekatan ganda terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluaisi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan merit-pay, bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian prestasi kerja.
b. Kesmpatan promosi.keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing) yang berkenaan dengan promosi,demosi,transfer dan pemberhentian karyawan merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.
2. Tujuan pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja (performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa yang akan datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
HR SCORE CARD (Pengukuran kinerja dan stategi SDM)
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang strategik. Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola, apalagi diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting yang sangat powerful dan penuh misteri dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur sumber daya manusia dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi HR yang dapat diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible) dan akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan manusia dengan segala potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang bisa diberikan dalam pencapaian sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi. Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan). Model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab terhadap implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human Resource Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang detail dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM dapat menjadi model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung jawab dalam poses implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis, perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu proses rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan nilai menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses internal, pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM harus mampu memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan, department SDM kemudian membuat HR Deliverables yang dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikan HR Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh departemen SDM yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
Para profesional SDM harus secara teratur mengukur HR Deliverable yang didefinisikan dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut masih dianggap signifikan. Dengan demikian untuk mengembangkan sistim pengukuran kinerja organisasi kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas apa strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan, serta penentuan tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.
Lebih jauh lagi HR Deliverable adalah persyaratan untuk menyesuaikan keselarasan internal dan eksternal sistim SDM, dan kemudian digeneralisasikan ke keuntungan bersama yang sebenarnya. Sistim pengukuran kinerja SDM dapat menciptakan value bagi perusahaan, hanya bila sistim tersebut secara hati-hati disesuaikan dengan strategi bersama dengan sasaran operasional perusahaan. Selanjutnya perusahaan sebaiknya melakukan benchmark dengan sistim pengukuran lainnya.
Perlu di ingat bahwa elemen penting dari HR Scorecard adalah indentifikasi HR Deliverable, penggunaan HPWS (High Performance Work Systems), HR Sistim Alignment dan HR Efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran HR Efficiency. Sedangkan penciptaan value (value creation) berasal dari pengukuran HR Deliverable, kesejajaran sistim SDM eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting dari HR arsitektur yang membentuk rantai nilai dari fungsi ke sistim lalu ke tingkah laku karyawan.
Dalam melaksanakan pengukuran HRM perusahaan, maka HR manager perusahaan mengunakan Analisis HR Balance Scorecard untuk menentukan strategy dan indikator critical sucsess factor untuk perspectives: Keuangan (finance), Pelanggan (customer), Internal Business Process dan Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth) dengan menggunakan strategy.
1 Tentukan dulu Visi, Misi, dan Strategi dari perusahaan.
2 Proses Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di perusahaan adalah seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, HR manajer dan manajer administrasi dan keuangan).
Penyusunan Balanced Scorecard di perusahaan diawali dengan penjabaran strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis tahun depan terlihat bahwa strategi bisnis yang dipilih perusahaan adalah Strategi yang telah ditetapkan. Dengan strategi ini maka perusahaan mampu membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik sehingga perusahaan dapat mengejar daya saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber internasional.
4 (empat) perspektif untuk pengukuran kinerja perusahaan yaitu:
1. Perspektif keuangan (Financial).
Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba bersih positif tahun berikutnya. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif atas ROE (Return on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari perspektif-perspektif yang lain.
Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka perusahaan harus meningkatkan pendapatan dan melakukan manajemen biaya serta kas yang efektif. Peningkatan pendapatan dilakukan melalui perluasan sumber-sumber pendapatan dari pelanggan saat ini dan pengenalan produk-produk baru. Sementara itu, manajemen biaya serta kas sangat terkait dengan proses internal perusahaan. Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif finansial yaitu: Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE.
2. Perspektif pelanggan (Customer).
Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan penjualan yang efektif, pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan. Dalam rangka pengenalan produk baru dibutuhkan investasi yang memadai untuk proses penciptaan produk tersebut. Karenanya dalam perspektif pelanggan perusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, Loss Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer Satisfaction Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New Customer, dan Number of Repeated Order.
3. Perspektif proses bisnis internal (Internal Business Process).
Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk bisnis perusahaan, yang bergerak dalam bidang manifacturing product, sangat ditentukan oleh: ketersediaan bahan baku, mutu produk, dan dukungan dari teknologi untuk produksi. Penciptaan produk baru tidak hanya membutuhkan investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah bagaimana perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan. Untuk mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi perusahaan. Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih untuk perspektif internal adalah: On Time Service Delivery Percentage, Solved Complaint dan Number of New Product.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning And Growth).
Perspektif terakhir dalam scorecard perusahaan adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif sebelumnya dapat tercapai. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (yang terdiri tiga kategori utama, yaitu: kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan) menciptakan infrastruktur bagi pencapaian sasaran pada ketiga perspektif sebelumnya, yakni perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal. Ketiadaan kategori kapabilitas sistem informasi dalam perspektif karyawan pada perusahaan ini dapat menyebabkan para pekerja bekerja tidak efektif. Hal ini karena untuk dapat bersaing dalam lingkungan kompetitif dunia bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan, proses internal bisnis, dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh ukuran tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas ini perusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled Employee, Number of Training Days, Number of Trained People, Training Investment, Number of idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over, dan Revenue per Employee.
Setelah membangun model scorecard-nya, perusahaan kemudian menyiapkan program aplikasi untuk operasionalisasi ukuran-ukuran yang ada pada scorecard-nya. Program yang digunakan oleh perusahaan adalah program Oracle yang didisain secara khusus untuk penerapan Balanced Scorecard di perusahaan. Program aplikasi ini memiliki dua fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi pengelolaan data.
Keluaran yang dihasilkan dari fungsi ini adalah bentuk-bentuk laporan baik berupa tabel, grafik, maupun diagram.
2. Fungsi pemantauan.
Keluaran yang dihasilkan adalah laporan perkembangan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Manajemen dapat mengetahui sampai tingkat mana pencapaian kinerja perusahaan untuk periode yang diinginkan setiap saat. Umpan balik dari fungsi ini adalah timbulnya perhatian manajemen untuk peningkatan kinerja secara berkesinambungan.
Pengelolaan data Balanced Scorecard dilakukan dengan rincian pekerjaan sebagai berikut:
• Melakukan pengumpulan data Balanced Scorecard.
• Pembuatan laporan Balanced Scorecard.
• Mengirimkan laporan Balanced Scorecard ke Pimpinan dan stakeholders perusahaan.
• Tampilkan laporan Balanced Scorecard pada database PC (Personal Computer).
• Mengarsipkan laporan Balanced Scorecard.
Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan data Balanced Scorecard telah dibuat dokumen SOP (Standard Operating Procedures) yang terdiri dari beberapa dokumen SOP. SOP-SOP yang disusun merupakan serangkaian prosedur yang harus dijalani untuk menjamin validitas data yang akan menjadi masukan bagi pengukuran serta laporan kinerja perusahaan.
Atas dasar SOP-SOP yang ada, dapat dilihat bahwa implementasi Balanced Scorecard di perusahaan terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama yaitu:
(1) Tahap pengumpulan data Balanced Scorecard, Pada tahap pengumpulan data, masing-masing supervisor menyiapkan data-data yang diperlukan oleh kunci pengukuran (KPI) bagiannya. Setelah data-data tersebut disiapkan, para supervisor tersebut kemudian mengoreksi untuk kemudian menyerahkan yang telah ditentukan beserta data-data pendukungnya kepada manajer yang menjadi atasan langsungnya.
(2) Tahap pelaporan, manajer terkait kemudian menyampaikan data tersebut beserta dokumen pendukungnya kepada manajer yang mengolah ke dalam format Balanced Scorecard. Pada bagian ini data-data tersebut kembali diperiksa untuk mendapatkan jaminan atas validitas dan kewajarannya. Setelah proses ini data tersebut di-input ke loader Balanced Scorecard dan ke dalam form laporan Balanced Scorecard yang telah distandarkan. Setelah mengoreksi hasil input baik pada loader Balanced Scorecard maupun form laporan Balanced Scorecard, bagian manajer tersebut mengirimkan laporan Balanced Scorecard kepada Pimpinan perusahaan.
(3) Tahap monitoring.
Laporan Balanced Scorecard yang ditampilkan pada PC (Personal Computer) manajemen dalam bentuk database untuk mendapatkan tindak lanjut dari apa-apa yang telah dicapai perusahaan selama periode yang bersangkutan. Setelah data masukan ini diproses, aplikasi Balanced Scorecard perusahaan akan menyajikan pencapaian kinerja perusahaan dibandingkan dengan target atau anggaran pada periode atau waktu yang terkait.
Ada beberapa prosedur tanggapan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam menindaklanjuti laporan kinerja yang ditampilkan ini, yaitu:
1) Melakukan koreksi dengan cara membuat catatan berdasarkan grafik dan diagram yang ditampilkan pada masing-masing KPI Balanced Scorecard untuk melihat perkembangan terhadap pelaksanaan kerja dari masing-masing bagiannya apakah pelaksanaan kerja tersebut dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan atau tidak.
2) Mencari penyebab sehingga pelaksanaan kerja yang dilakukan tidak dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan sebagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kerja periode yang akan datang.
3) Mencari cara agar pelaksanaan kerja yang dilakukan pada periode yang akan datang dapat mencapai rencana kerja yang ditentukan.
Melakukan koordinasi dengan masing-masing bagian di bawahnya terhadap pelaksanaan kerja periode yang akan datang untuk disesuaikan dengan rencana kerja yang telah ditentukan.
Program pengembangan Balanced Scorecard di perusahaan akan terus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1) Tujuan jangka pendek.
Direncanakan dalam jangka waktu pendek implementasi Balanced Scorecard dapat sampai pada level supervisor, sehingga struktur scorecard yang ada sekarang akan diperluas untuk masing-masing supervisor.
2) Tujuan jangka panjang.
Setelah tujuan pada angka 1 (satu) di atas, implementasi Balanced Scorecard akan diarahkan pada masing-masing karyawan. Setiap karyawan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan sistem penilaian berbasis Balanced Scorecard. Nantinya diharapkan seluruh bagian dalam perusahaan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan kerangka Balanced Scorecard perusahaan.
Seperti yang telah disebutkan diatas, ada berbagai alasan perusahaan menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk mendapatkan kejelasan dan konsensus tentang strategi, mencapai fokus, pengembangan kepemimpinan, intervensi strategis, mendidik perusahaan, menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta membangun sistem umpan balik. Setiap alasan merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke arah strategi yang baru. Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada perusahaan hendaknya tidak hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi lebih luas seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced Scorecard.
Cara pandang pihak manajemen perusahaan harus diubah ke arah yang lebih strategis. Balanced Scorecard tidak akan banyak memberikan arti manakala masih dianggap sebagai sistem pengukuran finansial dan nonfinansial saja.
.
Kebanyakan perusahaan yang menerapkan Balanced Scorecard memberikan perhatian yang cukup besar pada peningkatan kapabilitas internal perusahaan. Hal ini karena dengan proses internal yang baik perusahaan dapat menghasilkan produk-produk unggul yang dibutuhkan pelanggan.
Ukuran yang efektif KPI Scorecard perusahaan adalah ukuran yang mampu menjelaskan strategi perusahaan secara memadai, dan tidak semua hal harus diukur. Yang perlu diukur adalah hal-hal yang penting dan strategis saja. Di luar scorecard akan ada sejumlah ukuran dan rasio-rasio penting lain yang diperlukan untuk melengkapi ukuran-ukuran strategis di dalamnya.
Ukuran yang digunakan oleh perusahaan pada perspektif keuangan terdiri dari 5 (lima) ukuran yaitu: Account Receivable-Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan Return on Equity (ROE). Pemilihan ukuran untuk perspektif finansial bergantung pada tahap siklus bisnis organisasi. Berdasarkan Rencana Bisnis Tahun depan dan keadaan keuangan saat ini berada dalam tahap bertumbuh. Perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk hal ini, perusahaan harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru. perusahaan juga berusaha untuk memperluas pangsa pasarnya agar dapat mencapai tingkat pengembalian yang diinginkan.
Tujuan finansial perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah. Ukuran Return on Equity (ROE), Revenue from Data Management, dan Revenue from Access to Data merupakan ukuran yang relevan karena sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang bertumbuh serta sejalan dengan sasaran pertama di bidang keuangan yakni peningkatan pendapatan. Ukuran yang lain yaitu Account Receivable-Collection Period, Operating Cost, dan Investment juga sudah sesuai dengan sasaran perusahaan di perspektif ini yaitu peningkatan kinerja manajemen keuangan yang sehat melalui optimalisasi sumber dan penggunaan dana.
Untuk mewujudkan sasaran perspektif pelanggan yang telah ditentukan, yakni perluasan pangsa pasar maka keberadaan ukuran yang menerangkan strategi perluasan pasar menjadi kebutuhan yang mendesak. Sayangnya, di dalam scorecard yang ada saat ini perluasan pasar belum mendapatkan perhatian yang memadai. Hanya ada satu KPI yang menerangkan perluasan pasar. KPI tersebut adalah KPI Number of New Customer. KPI ini digunakan untuk mengukur jumlah pelanggan yang menggunakan produk atau jasa untuk pertama kalinya. Jumlah pelanggan yang meningkat diukur oleh KPI belum berarti positif bagi perusahaan. Bisa saja pelanggan yang dulunya menggunakan produk perusahaan beralih kepada produk lain. Hal ini secara keseluruhan tidak memberi pengaruh signifikan dalam peningkatan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu untuk menegaskan sasaran perusahaan maka ukuran yang secara tegas mengukur peningkatan pangsa pasar merupakan kebutuhan yang relevan bagi perusahaan. Untuk memenuhi maksud ini maka KPI Market Share (%) bisa digunakan untuk membantu perusahaan dalam memfokuskan diri pada peningkatan pangsa pasar yang dikehendaki.
Untuk mewujudkan target-target pada perspektif keuangan dan pelanggan maka perspektif internal menyiapkan faktor-faktor pendorong terwujudnya target-target tersebut. Sesuai dengan inisiatif strategis yang tampak dalam rencana bisnis.
Dari hal-hal tersebut dan berdasarkan analisis deskripsi KPI yang ada maka ukuran yang relevan untuk perusahaan dalam perspektif ini adalah: Data Accuracy, On Time Delivery Service, Solved Complaint, Number of New Product, dan Lead Time for Product Development.
Setelah ketiga perspektif awal dalam scorecard perusahaan di atas, maka adalah perlu perspektif karyawan yang merupakan pilar untuk mewujudkan kinerja istimewa dalam tiga perspektif sebelumnya. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan memfokuskan pada pengukuran strategi yang dikembangkan untuk manajemen sumber daya manusia agar bisa mendukung pencapaian sasaran kinerja yang diinginkan oleh perusahaan. Ukuran-ukuran ini merupakan syarat penting dan strategis untuk perusahaan agar kinerja istimewa perusahaan memiliki dasar yang kuat untuk direalisasikan. Ukuran yang telah digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kategori ini adalah Number of Skilled Employees, Employee Satisfaction Index, dan Number of Training Days. Dari keseluruhan KPI yang ada pada scorecard untuk perspektif ini, tiga KPI tersebut cukup relevan untuk menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan tiga perspektif sebelumnya. Satu alternatif tambahan ukuran yang dapat ditambahkan untuk mengukur strategi pemberdayaan seperti yang telah digariskan dalam rencana bisnis perusahaan. yaitu Empowerment Index yang mengukur tingkat pemberdayaan karyawan dalam perusahaan.
PENGEMBANGAN SISTEM EVALUASI KINERJA
PENGEMBANGAN
1. Definsi Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin. Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis, meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan, pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
f. Menentukan Pendekatan-pendekatan Pengembangan
Pendekatan pengembangan dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu (1) pengerabangan pada pekerjaan (job side), antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan komite, rotasi pekerjaan (job rotation), posisi “asisten”, pengembangan secara on line, pusat-pusat universitas korporasi, pusat pengembangan karier, dan organisasi pembenlajaran, serta( 2) pengembangan di luar pekerjaan (off –site) anatara lain: kursus dan perkuliahan, peatihan hubungan manusia, simulasi (permaianan bisnis), serta cuti panjang (sabbatical leave)
g. Mengevaluasi Keberhasilan Pengembangan
Keberhasilan proses pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan SDM berikutnya, dimulai dari tahap pertama kembali.
• Diagnosis sebelum melakukan pengembangan
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya, biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar. Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung
Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara langsung.
6. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan keterampilan dan sikap
B. EVALUASI KERJA
Pengertian
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998: 209).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para karyawan.
2. Fungsi Penilaian Kinerja
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall, 1998: 209).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback)
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan, pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward)
Penilaian unjuk kerja memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi tersebut, penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan bekerjasama, para karyawan, supervisor dan manajer dapat menggunakan informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
3. Kriteria penilaian kinerja
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegall, 1998: 212) yaitu :
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas dan kuantitas sebagai kriteria utama, termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas dalam waktu yang ditentukan, kemampuan perencanaan ke depan, pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannya, dan kerjasama dengan rekan kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja
Menurut Robbins (2002: 261) terdapat beberapa alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawan, yaitu :
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri
Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation) konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu membumbung dan bias jasa diri.
d. Bawahan Langsung
Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik waktu dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
PENGEMBANGAN DAN EVALUASI KERJA
PENGEMBANGAN
1. Definsi Pengembangan
Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan
Pada makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan organisasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan manajemen. Pengembangan ini, satu dengan yang lain saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM
Ada dua tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan
Pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini, fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin. Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyata, seperti sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana untuk semua karyawan, tidak hanya pada manajer, dapat membantu memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sikap dan sifat-sifat kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis, meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan, pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
f. Menentukan Pendekatan-pendekatan Pengembangan
Pendekatan pengembangan dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu (1) pengerabangan pada pekerjaan (job side), antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan komite, rotasi pekerjaan (job rotation), posisi “asisten”, pengembangan secara on line, pusat-pusat universitas korporasi, pusat pengembangan karier, dan organisasi pembenlajaran, serta( 2) pengembangan di luar pekerjaan (off –site) anatara lain: kursus dan perkuliahan, peatihan hubungan manusia, simulasi (permaianan bisnis), serta cuti panjang (sabbatical leave)
g. Mengevaluasi Keberhasilan Pengembangan
Keberhasilan proses pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan SDM berikutnya, dimulai dari tahap pertama kembali.
• Diagnosis sebelum melakukan pengembangan
Sebelum melakukan pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik adalah metode diagnostik yang tersedia, maka yang paling baik adalah menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang relevan untuk semua usaha pengembangan, kemudian melanjutkannya dengan mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling sesuai dengan kebutuhan.
Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses pengidentifikasian masalah yang akan di atasi dengan melakukan pengembangan, yaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai
Lata atau teknik ini adalah yang paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal karena banyak tujuan, sehingga kegunaannya, biayanya, dan manfaatnya dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar. Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung
Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara langsung.
6. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan keterampilan dan sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku
Metode yang berusaha menyelidiki secara mendalam tentang proses perilaku kolompok dan individu. Menggunakan berbagai cara antara lain, jaringan menegerial, latihan kepekaan, pembentukan team, dan umpan balik survey
2. Metode Pengembangan Keterampilan
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi tersebut agar kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.
EVALUASI KERJA
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998: 209).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para karyawan.
Fungsi Penilaian Kinerja
Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju (feedforward)” (Jewell & Siegall, 1998: 209).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback)
Penilaian unjuk kerja memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawan, pemeriksaan, pemilihan, dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu. Misalnya, pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan tersebut perlu ditinjau kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward)
Penilaian unjuk kerja memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi tersebut, penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan bekerjasama, para karyawan, supervisor dan manajer dapat menggunakan informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
3. Kriteria penilaian kinerja
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegall, 1998: 212) yaitu :
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi
Pendekatan sifat pribadi untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada loyalitas, kepandaian, dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap sifat tersebut, dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapat, pengalaman dan bias pribadi penilai. Oleh sebab itu, alat ukur pendekatan sifat pribadi mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya merupakan penyelesaian yang baik, tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut tergantung pada catatan yang tepat, dan catatan mungkin saja tidak tepat dan tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Kedua, hasil yang dicapai suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas dan kuantitas sebagai kriteria utama, termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas dalam waktu yang ditentukan, kemampuan perencanaan ke depan, pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannya, dan kerjasama dengan rekan kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja
Menurut Robbins (2002: 261) terdapat beberapa alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawan, yaitu :
a. Atasan Langsung
Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh atasan langsung para pekerja.
b. Rekan kerja
Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Pertama, evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari rekan kerja, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi dan oleh bias persahabatan maupun perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri
Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation) konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu membumbung dan bias jasa diri.
d. Bawahan Langsung
Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik waktu dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat
Cara ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan oleh seorang pekerja, mulai dari hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan, dan bawahan diharapkan akan memberikan setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian, dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
PENGEMBANGAN STANDAR KINERJA
pengertian standar kinerja Standar kinerja (performance standards) adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh seorang karyawan.
Menurut Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar kriteria kinerja”, yaitu:
Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan).Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal).
Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan). Berikut ini diberikan beberapa keuntungan atau manfaat penggunaan standar operasi/ produksi dalam perusahaan:
Dapat dikuranginya macam bahan baku maupun barang jadi yang harus ada dalam persediaan.dengan adanya standardisasi barang-barang jadi maka pembuatannya pun menjadi lebih mudah dalam arti tidak perlu dilakukan penghitungan atau perubahan ukuran, sifat barang setiap mulai produksi sehingga akan menghemat waktu, tenaga dan modal.
Dengan dihematnya waktu pembuatan maka penyerahan barang jadi ke konsumen akan dapat tepat waktu.
Pengiriman barang tidak akan salah karena barang-barang telah dikelompokkan terlebih dulu berdasarkan standarnya masing-masing.
Manajemen operasi yang efektif membutuhkan standar yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan hal- hal berikut.
Muatan pekerja dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
Kebutuhan staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang yang dibutuhkan).
Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk membantu mengambil beragam keputusan dari perkiraan biaya hingga ke keputusan untuk membuat sendiri atau membeli).
Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa dalam satu aktivitas kelompok atau pada satu lini produksi).
Tingkat produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja tahu apa saja yang termasuk dalam satu hari kerja normal).
Dasar perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi acuan untuk memberikan insentif yang tepat).
Efisiensi karyawan dan pengawasan (sebuah standar diperlukan untuk mengetahui apa yang digunakan dalam penentuan efisiensi).
Standar tenaga kerja yang ditetapkan secara benar ini mewakili waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja rata- rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu di bawah kondisi kerja normal.
Fungsi standar kinerja
Standar kinerja pekerjaan (performance standard) menetapkan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan dari pelaksana pekerjaan dankriteria pengukuran kesuksesan pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan membuat eksplisit kuantitas dan atau kualitas kinerja yang diharapkan dalam tugas dasar yang ditentukan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan ini biasanya berupa pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam standar kinerja pekerjaan diantaranya adalah :
1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi.
2. Standar kinerja harus stabil dan handal.
3. Standar kinerja harus membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan buruk.
4. Standar kinerja harus dijabarkan dalam angka.
5. Standar kinerja harus mudah diukur.
6. Standar kinerja harus dipahami oleh karyawan dan penyelia.
7. Standar kinerja harus memberikan interprestasi yang tidak bias.
Standar kinerja pekerjaan ini mempunyai dua fungsi. Pertama, menjadi tujuan atau sasaran upaya karyawan. Jikalau standar telah terpenuhi, karyawan akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian. Kedua, standar kinerja pekerjaan ini merupakan kriteria pengukuran keberhasilan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar, tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan. Beberapa diantaranya dapat menjadi disfungsional. Contoh, standar tidak tertulis diperusahaan Jepang adalah bahwa seorang karyawan harus bekerja luar biasa lamanya setiap hari guna membuktikan loyalitasnya kepada perusahaan. Karoshi, atau kematian yang diakibatkan kelebihan kerja, menjadi konsekuensi yang harus ditanggung karyawan.
Penerapan standar kinerja untuk posisi manajerial dan profesional lebih baru permunculannya dengan aplikasi manajemen berdasarkan sasaran Management by objectives ( MBO). Sekalipun standar kinerja cenderung membentuk standar kinerja yang dapat diterima oleh rata-rata pemangku jabatan tertentu, manajemen berdasarkan sasaran cenderung lebih berorientasi ke masa depan, dalam pengertian bahwa metode ini melibatkan penetapan sasaran atau tujuan yang menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Sedangkan jantung dari MBO ini adalah sasaran-sasaran yang secara obyektif terukur dan disepakati bersama oleh karyawan dan manajer. Instrumen ini mengkombinasikan pengembangan dengan evaluasi. Karyawan dan manajer bersama-sama memformulasikan sasaran-sasaran yang berfungsi sebagai kriteria penilaian, fokus pada aktivitas karyawan, dan basis bagi penilaian kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Bentuk dari MBO haruslah mencakup tempat untuk mendaftar tujuan-tujuan, menulis kerangka waktu untuk pencapaiannya, dan menggambarkan hasil-hasil yang terukur yang mengindikasikan pencapaian sasaran.
Selain itu pada saat digunakan untuk evaluasi, sasaran-sasarannya haruslah :
1. Mengidentifikasi hasil-hasil tertentu yang dikehendaki dan langkah-langkah yang perlu diambil.
2. Menetapkan batas waktu kapan sasaran-sasaran itu akan dicapai.
3. Dapat diukur sehingga penentuan yang terandalkan dari pencapaian mereka dapat dibuat.
4. Realistik, menantang, tetapi masih dapat dicapai.
Adapun prosedur dari metode penilaian MBO ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Setiap bawahan diminta untuk menentukan bagi dirinya sendiri sasaran atau target prestasi kerja jangka pendek beserta cara-cara bagaimana ia dapat memperbaiki pola kerjanya sendiri serta pola kerja dari unitnya.
2. Atasan dan bawahan bersama-sama membicarakan apa yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk menyesuaikan terhadap organisasi sebagai keseluruhan.
3. Pada akhir masa penilaian yang ditetapkan (misalkan 6 bulan ) mereka bertemu lagi untuk menilai apakah sasaran-sasaran dapat dicapai dengan baik, membahas perihal apa saja yang dapat diperbaiki dan menetapkan sasaran-sasaran baru untuk masa penilaian berikutnya. Sebagai upaya untuk saling mengisi, maka atasan menuliskan hasil penilaian yang terperinci mengenai bawahannya dan bawahannya menuliskan prestasi kerja yang dapat atau tidak dapat dicapainya.
Persyaratan standar kinerja
Persyaratan dan Prosedur pembuatan standar kinerja pekerjaan sangatlah majemuk. Dalam ancangan yang sangat terpusat, atasan mungkin langsung menulis standar dan langsung memberitahukannya kepada para karyawan. Dalam ancangan partisipatif, lebih terdapat banyak interaksi antara penyelia dan kalangan karyawan. Prosedur partisipatif dalam rangka menyusun standar kinerja adalah sebagai berikut :
1. Penyelia menjalin kerja sama dari para bawahan dalam menyusun standar kinerja dan prosedur yang perlu diikuti ketika menuliskannya.
2. Setiap bawahan menuliskan standar tentatif untuk setiap aspek pekerjaannya dan menyampaikan usulan pendahuluan kepada penyelia.
3. Setiap bawahan menemui penyelia guna membahas standar tentatif dan mencapai kesepakatan atas dokumen akhir.
4. Standar ini digunakan oleh karyawan untuk menelusuri seberapa baik pekerjaannya, dan oleh karyawan maupun penyelia dipakai untuk menilai kinerja karyawan.
Sekiranya memungkinkan, standar kinerja pekerjaan ini tertulis dalam istilah kuantitatif, namun praktiknya beberapa aspek pekerjaan memang sulit dikuantifikasikan, dan pernyataan kualitatif mesti digunakan. Dimana seorang pimpinan harus memperhatikan prestasi kerja karyawannya. Prestasi kerja karyawan ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang baik tidaknya kinerja karyawan tersebut.
kreteria Untuk Mengukur Kinerja
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Agar penilaian fair, ada lima elemen yang harus diperhatikan:
Sasaran kinerja yang jelas
Sasaran disepakati bersama
Sasaran berkaitan dengan uraian jabatan
Pertemuan tatap muka
Diskusi
Sementara itu, untuk melakukan penilaian yang objektif, Anda harus mempertimbangkan enam elemen di bawah ini:
Data aktual
Perilaku karyawan yang positif dan negatif
Keberanian atau ketegasan Anda
Sistem penilaian yang terstruktur
Formulir yang tidak rumit
Kemampuan menilai
Proses Penilaian Kinerja
Berikut adalah langkah-langkah yang harus Anda lakukan untuk menilai kinerja anak buah atau pegawai Anda.
1. Persiapkan data-data yang dibutuhkan
Langkah pertama adalah mempersiapkan data-data yang berkaitan dengan perilaku dan kinerja bawahan Anda. Ini dapat berupa catatan, laporan, hasil bimbingan terakhir, dan sebagainya.
2. Buat penilaian
Gunakan data-data yang telah dipersiapkan tersebut sebagai landasan menilai dan memberikan umpan balik. Penilaian dan umpan balik ini umumnya termasuk sebagai draf penilaian (sementara). Meskipun demikian, Anda tetap harus serius membuatnya.
3. Diskusikan dengan atasan langsung
Langkah selanjutnya adalah mendiskusikan penilaian dan umpan balik sementara dengan atasan langsung Anda. Tujuannya, untuk memutuskan penilaian akhir yang fair dan objektif.
4. Selenggarakan pertemuan dengan bawahan Anda
Setelah penilaian akhir diputuskan, selenggarakan pertemuan dengan bawahan Anda. Pertemuan ini seyogianya dilangsungkan di tempat dan waktu yang nyaman (misalnya kantor Anda atau ruang rapat) sehingga Anda berdua tidak terganggu aktivitas lain.
5. Serahkan hasil penilaian kepada bawahan Anda
Langkah kelima adalah menyerahkan hasil penilaian kepada bawahan Anda. Jangan lupa, berikan waktu yang memadai agar karyawan yang bersangkutan membaca hasil tersebut.
6. Bahas hasil penilaian
Langkah selanjutnya adalah membahas hasil penilaian Anda. Dalam pembahasan ini, kemukakan dasar penilaian Anda dengan bahasa yang positif dan ukurannya (misal pengukuran motivasi). Setelah itu, berikan kesempatan bawahan Anda untuk menyampaikan pendapat atau tanggapan.Mungkin saja dia memiliki pandangan yang berbeda atas penilaian yang Anda berikan. Terima argumentasi tersebut lalu diskusikan lebih lanjut sehingga Anda berdua dapat menyepakati penilaian akhirnya.
7. Informasikan rencana pengembangan
Langkah terakhir adalah menginformasikan rencana pengembangan untuk bawahan Anda. Rencana ini dapat berupa pelatihan, promosi jabatan, penugasan, atau permagangan. Seperti halnya langkah keenam, langkah ini bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama agar pengembangan tersebut berjalan dengan lancar dan berhasil guna (efektif).
Dengan mengetahui kriteria dan langkah-langkah di atas, Anda dapat melakukan penilaian kinerja yang efektif. Dengan demikian, penilaian kinerja tidak lagi menjadi kegiatan yang menegangkan atau sia-sia. Ujung-ujungnya, produktivitas karyawan, unit kerja, dan perusahaan meningkat dari tahun ke tahun.
Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran kinerja adalah untuk membantu menerapkan strategi.
1. Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran ini dapat dilihat sebagai factor keberhasilan penting masa kini dan masa depan.
2. Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan
Tujuan utama dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan laba masa depan.
Beberapa alasan yang hanya mengandalkan ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi fungsional:
Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua,, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target periode sekarang.
Kesimpulannya, mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik nonkeuangan maupun keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi strategi disebut factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja.
Perusahaan lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat yang lebih tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan dan nonkeuangan sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi.
Proses Pengembangan Standar Kinerja
Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat dan reliable akan meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu :
a. Mengadakan standar kinerja untuk setiap posisi dan criteria evaluasianya,
b. Mengadakan kebijaksanaan evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan penilaian dilakukan, seberapa sering dan siapa yang harus menilai,
c. Memiliki penilaian yang mengumpulkan data kinerja karyawan,
d. Memiliki penilaian yang mengevaluasi kinerja karyawan,
e. Mendiskusikan evaluasi tersebut dengan karyawan,
f. Membuat keputusan dan menyimpan hasil evaluasi tersebut.
Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut dengan criteria evaluasi. Menurut Ivancevich (1992), suatu criteria yang efektif harus memiliki karakteristik sebagao berikut :
a. Relevan. Suatu pengukuran kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu criteria harus dapat mencerminkan perbedaan antara orang yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah.
c. Praktis. Kriteria harus mudah diukur, dan pengumpulan data dilakukan secara efisien.
Menurut Ivancevich (1992), beberapa pertimbangan yang dapat digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan penilaian kinerja, yakni :
a. Dapat dilakukan secara arbitari, artinya waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat ditentukan secara sembarang.
b. Setiap karyawan dievaluasi dengan jadwal tunggal.
c. Jadwal evaluasi adalah pada suatu saat penyelesaian dari suatu siklus tugas.
Beberapa pihak yang dijadikan sebagai penilai dalam menilai kinerja karyawan antara lain :
a. Dinilai dari suatu komite dari beberapa atasan
b. Dinilai oleh teman kerja (Peer)
c. Dinilai oleh bawahan
d. Dinilai oleh orang dari luar (teknik reviu lapangan)
e. Dinilai oleh diri sendiri (Self-evaluation)
f. Dinilai dengan kombinasi pendekatan
g. Penilaian kinerja 360o
PENGEMBANGAN INSTRUMEN
1.Pegawai melaksanakan pekerjaan/tugasnya Evaluasi formatif
2.Kinerja pegawai dalam upaya mencapai tujuan organisasi
3.kinerja akhir pegawai
4. Penilai mengisi instrumen evaluasi kinerja Evaluasi sumatif
Standar kinerja pegawai Gambar Proses Penggunaan Instrumen Evaluasi Kinerja
Isi Instrumen
Isi instrumen evaluasi kinerja pada prinsipnya sama dan berisi antara lain butir-butir :
a) Nama Organisasi/perusahaan,
b) Identitas karyawan: nama karyawan, unit kerja, jabatan, pangkat,
c) Identitas penilai: nama penilai, jabatan, unit kerja,
d) Masa periode penilaian,
e) Butir-butir indikator kinerja
f) Deskriptor level kinerja,
g) Catatan penilai,
h) Tanggapan ternilai atas penilaian,
i) Tanda tangan penilai dan ternilai.
Instrumen juga sering berisi penjelasan cara mengisi instrumen, definisi mengenai dimensi, dan indikator penilaian. Selain itu teknik penskoran juga dijelaskan.
Skala Penilaian Evaluasi kinerja merupakan proses pengukuran, yaitu mengukur kinerja karyawan.
Pengukuran adalah penetapan angka atau kata-kata pada butir-butir, keadaan, kejadian atau kinerja untuk menunjukkan adannya perbedaan. Pengukuran terdiri atas empat skala, yaitu : Skala rasio Skala interval Skala ordinal Skala nominal
Deskriptor Level Kinerja DLK adalah skala bobot yang melukiskan tingkatan kinerja untuk setiap indikator kinerja karyawan. Agar evaluasi kinerja bersifat sensitif artinya dapat membedakan kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja karyawan yang sedang, buruk, dan sangat buruk. Setiap indikator kinerja dilengkapi dengan Deskriptor Level Kinerja (DLK) atau Performance Level Descriptor (PLD). DLK dapat terdiri atas halhal berikut : 1) Angka, angka digunakan untuk membobot bersifat sewenang-wenang, artinya tidak ada ukuran yang seragam. Skala angka dapat dari 10-100 atau 1-10. Misal, DLK daftar penilaian pekerjaan pegawai negri menggunakan skala 10-100.
2) Kata sifat. DLK dapat menggunakan kata sifat, seperti sangat buruk, buruk, sedang, baik, dan sangat baik.
3) Kombinasi angka dan kata sifat. Pemberian skala yang paling banyak digunakan adalah antara angka dan kata sifat.
Contoh Deskriptor Level Kinerja (DLK) Angka Kata Sifat 100-90 Sangat Baik 89-80 Baik 79-70 Sedang 69-50 Buruk 49-40 Sangat Buruk
Uji Coba Instrument Sebelum digunakan dalam system evaluasi kerja, instrument evaluasi kinerja harus diuji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Instrument evaluasi kerja harus valid dan reliable. Suatu instrument evaluasi kinerja disebut valid, artinya instrument tersebut dapat mengukur kinerja karyawan yang harus diukur setelah melaksanakan pekerjaannya. Suatu instrument dikatakan reliable atau dapat dipercaya jika digunakan untuk mengukur kinerja pegawai yang sama oleh penilai yang berbeda hasilnya sama atau tidak jauh berbeda.
MODEL EVALUASI KINERJA
Setiap organisasi mempunyai model system evaluasi kinerja yang berbeda mengenai dimensi kinerja, indikator kinerja, standar kinerja, dan instrument yang berbeda satu sama lain.
Model-model umum dan instrumennya yang digunakan di berbagai organisasi: 1. Model Esai adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya merumuskan hasil penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Model ini menyediakan peluang yang sangat baik untuk melukiskan kinerja ternilai secara terperinci. – – Keunggulan evaluasi kinerja model esai memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sangat terperinci karena bentuknya terbuka walaupun indikator kinerjanya terstruktur. Kelemahan evaluasi kinerja model esai adalah memerlukan waktu untuk menyusun satu esai tentang kinerja karyawan. Penilai harus merumuskan hasil observasi kinerja ternilai dalam bentuk esai mengenai setiap indicator kinerja.
2. Model Critical Incident Insiden kritikal (critical incident) adalah kejadian kritikal atau penting yang dilakukan karyawan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan berperilaku sesuai standar, para karyawan dapat mencapai standar kinerja yang ditetapkan. Para supervisor mengobservai perilaku dan mengevaluasi kinerja para karyawannya setiap hari. – Keunggulan Model Critical Incident Dengan pengawasan yang dilakukan setiap hari oleh penilai, dapat mebuat karyawan bekerja sesuai standar kinerja yang ditetapkan dan terlindar dari kecelakaan kerja. – Kelemahan Model Critical Incident
(1) Jika penilai tidak membuat catatan kerja harian karena malas/lupa, maka penilaian kinerjanya tidak lengkap.
(2) Jika penilai mempunyai 10 anak buah/ lebih, maka waktunya akan habis hanya untuk membuat catatan.
(3) Memerlukan waktu, mahal, dan mewajibkan penilai mempunyai keterampilan verbal, analitis, objektif, akurat.
(4) Karyawan akan merasa terganggu karena merasa diawasi secara terus menerus oleh atasanya.
3. Ranking Methode
Ranking Methode, yaitu mengurutkan para pegawai dari nilai tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja para karyawan, kemudian me-ranking kinerja mereka. Di Indonesia metode ini dipraktikkan oleh pegawai negeri dalam Daftar Urutan kepangkatan. Metode ini digunakan untuk mekanisme pembinaan dan pengembangan karir. Jika ada jabatan yang lowong, kesempatan pengisian jabatan diberikan kepada pegawai berdasarkan urutanya.
4. Metode Checklist • Evaluasi kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, prilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode checklist, penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda ( atau X ).
5. Model Graphic Rating Scales Ciri Graphic Scales adalah indicator kinerja karyawan dikemukakan beserta definisi singkat. Deskripsi kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi tanda centang (V) atau silang (X) pada skala.
Keunggulan :
• Semua indikator kinerja, definisi, dan nilainya terstruktur dan terstandarisasi.
• Nilai kinerja setiap karyawan dengan mudah dibandingkan dengan rata-rata nilai seluruh karyawan.
• Mudah dipahami oleh penilai dan ternilai.
Kelemahan :
• Menyamaratakan semua jenis pekerjaan.
6. Model Forced Distribution Model evaluasi kinerja Forced Distribution adalah sistem evaluasi kinerja yang mengklasifikasi karyawan menjadi 5 sampai 10 kelompok kurva normal dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi.
7. Model Forced Choice Scale Sistem evaluasi kinerja ini dikembangkan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Kemudian, sistem ini diadopsi oleh organisasi lain, misalnya perguruan tinggi.
Contoh satu butir dari Forced Choiced untuk menilai kinerja seorang professor adalah : – Memperoleh penilaian tinggi dari mahasiswa
– Menolak untuk berbicara dengan dekan
– Menerbitkan penelitian di jurnal ilmiah setiap tahun – Menolak untuk menjadi anggota komisi universitas.
Berikut kelemahan dari sistem metode ini adalah :
• Memerlukan kemauan penilai untuk mengevaluasi ternilai karena mereka tidak mengetahui apakah mereka telah menilai baik atau buruknya kinerja ternilai.
• Karena tidak mengetahui nilai kinerjanya, karyawan tidak mendapatkan balikan tentang kinerjanya dalam melaksanakan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
http://dhollahmaharani.blogspot.com/2016/01/evaluasi-kinerja.html
http://mgt-sdm.blogspot.com/2010/11/human-resource-scorecard-dalam.html
http://ururureaoka.blogspot.com/2011/06/pengembangan-dan-evaluasi-kerja.html
http://fekool.blogspot.com/2015/10/pengembangan-standar-kinerja.html
https://www.slideshare.net/ariefanzarullah1/instrumen-evaluasi-kinerja
48