EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK
Wahyu Haryadi
Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara
Abstrak
Penyelenggaraan pemilu pertama pada tahun 1955 merupakan awal baru wajah
demokrasi di Negara Indonesia. Yang dimana dalam penyelenggaraan pemilu tahun
1955 dimulai dengan adanya dorongan dari berbagai kalangan agar dapat
menajalankan amanat konstitusi.
Penerapan pemilu serentak mengacu kepada UUD 1945 Pasal 22E yang
menerangkan bahwa pemilu harus dilangsukan secara langsung, bersih, jujur dan adil.
Serta penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil
Presiden dilangsungkan secara serentak.
Penyelenggraan pemilu serentak menuai banyak polemik dan masalah dalam
penerapannya sehingga perlu adanya evaluasi terhadap sistem pemilu yang akan
datang. Dalam prespektif demokrasi pemilu serentak telah menggambarkan budaya
demokrasi baru di negara Indonesia yang dimana dalam satu hari melangsungkan
proses pemungutan suara caleg dan capres secara serentak.
Penyelenggaraan pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan oleh banyak pihak
kembali kepada model pemilu sebelumnya, dengan model pemisahan antara
pemilihan anggota legislatif dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Yang
dimana sebelum adanya pemilu serentak ini model pemilihan ini dinilai lebih efektif
dan efisien oleh banyak pihak.
Kata Kunci: Pileg, Pilpres, Pemilu Serentak, Demokrasi
1
EVALUATION OF THE ELECTION OF GENERAL ELECTIONS
Abstract
The holding of the first election in 1955 was the new beginning of the face
of democracy in the State of Indonesia. Which in the holding of the 1955
elections began with the encouragement of various groups to be able to carry out
the mandate of the constitution.
The implementation of elections simultaneously refers to the 1945
Constitution Article 22E which explains that elections must be carried out
directly, cleanly, honestly and fairly. As well as organizing the election of
members of the DPR, DPD, DPRD, President and Vice President are held
simultaneously.
The holding of the election simultaneously has many polemics and
problems in its implementation so that there is an evaluation of the upcoming
election system. In the perspective of democratic elections simultaneously has
described a new democratic culture in the Indonesian state which in one day
carried out the process of voting candidates and candidates simultaneously.
The holding of elections in 2024 is expected by many to return to the
previous election model, with the model of separation between the election of
members of the legislature with the election of president and vice president.
Before the simultaneous election, this election model was considered more
effective and efficient by many parties.
Keywords: Legislative Election, Presidential Election, Simultaneous Election,
Democracy
2
A. Latar Belakang
Dalam sejarah pemihan umum (Pemilu) di Negara Indonesia pertama kali
tercetus pada tahun 1955 yang dimana
penyelenggaraan pemilu tersebut
melandaskan kepada UU Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota
Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan perarturan
pelaksananya PP Nomor 9 Tahun 1954 Tentang Penyelenggaraan Undang-Undang
Pemilihan Umum. Dalam prosesnya pemilu pertama tahun 1955 melaui dua kali
proses pemilu yaitu pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
pemilihan anggota Konstituante dengan demikian dimulailah era demokrasi di negara
Indonesia.
Tercetusnya pemilu tahun 1955 terjadi karena adanya desakan dari
demonstran pada tanggal 17 Oktober 1952 yang dilakukan aksi demonstrasi di depan
Istana Negara yang dimana para demonstran melakukan aksi pengrusakan terhadap
gedung parlemen dengan tujuan meminta pembubaran parlemen, terjadinya peristiwa
tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan percepatan dan mendorong untuk
segera melakukan pemilihan umum tahun 1955.1
Dengan tercetusnya pemilu pada tahun 1955 menjadi awal baru dalam
lahirnya era demokrasi di Negara Indonesia, yang selanjutnya setelah adanya pemilu
pada tahun 1955 Indonesia kembali melaksanakan pemilu pada tahun 1971,19771997, 1999, 2004, 2009 dan 2019 yang diikuti oleh beberapa partai politik. Dari awal
pemilu tahun 1955 sampai dengan 2014 proses pemilu masih melalui dua kali proses
pemilihan yaitu pemilihan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Pesiden. Pada tahun 2019 ini sistem pemilihan umum
berubah menjadi sistem pemilihan umum serentak. Sitem pemilihan umum serentak
ini pemilihan anggota legislatif dilakukan bersamaan dengan pemilihan presiden dan
wakil presiden, namun dengan sistem pemilihan pemilu serentak tersebut timbul
banyak permasalahan diantara lain adalah permasalahan perhitungan suara yang
memakan waktu panjang, banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) yang kelelahan bahkan meninggal dunia dalam proses pemcoblosannya
memakan waktu yang lama karena saat pencoblosan terdapat 5 surat suara.
Dalam hal efektifiktas terhadap pemilu serentak akan lebih efisien jika adanya
persiapan yang matang dari pemerintah dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Perisiapan yang matang dan tidak tergesa-gesa akan dapat menjamin
terselenggaranya pemilu serentak yang efektif dan efisien, jika melihat kepada pemilu
1
Imam Suhadi, Pemilihan Umum 1955, 1971, 1977; Cita-cita dan Kenyataan Demokrasi, Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1981, hlm. 6.
3
serentak yang telah dilakukan maka masih banyak kekurangan-kekurangan dalam
penyelenggaraannya baik dari segi persiapan maupun dari segi pelaksanaannya.
Selain itu dengan adanya pemilu serentak ini membuat Pemilihan Anggota
Legislatif (Pileg) menjadi tidak efektif karena masyarakat pada umumnya hanya
mengaju kepada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang dimana dalam
pilpres tersebut di ikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
mencalonkan diri, dimata masyarakat dapat membawa kemajuan bagi Negara
Indonesia tanpa memperdulikan wakil-wakil mereka yang memperjuangkan suara
rakyat di parlemen.
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya permasalahan yang telah disampaikan pada latar belakang di
atas maka penulis mendapatkan beberapa rumusan masalah yang antara lain sebagai
berikut:
1. Apakah penerapan pemilu serentak yang telah diselenggarakan sudah
efektif dan sudah sesuai dengan konstitusi Negara Indonesia dan budaya
demokrasi Negara Indonesia?
2. Apakah penyelenggaraan pemilu serentak akan kembali diterapkan pada
pemilu tahun 2024 mendatang?
C. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian yang
ingin dicapai adalah:
1. Untuk meneliti efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak telah sesuai
dengan amanat UUD 1945 dan budaya demokrasi yang ada di Negara
Indonesia
2. Untuk mendeskripsikan efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak serta
memberikan pendapat hukum terhadap penyelenggaraan pemilu untuk
kedepannya
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui
pendekatan metode yuridis normatif yakni metode yang metode yang digunakan
dengan menguasai hukumnya bagi suatu persoalan tertentu serta bagaimana
4
melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum tersebut. Pendekatan
yuridis normative ini mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian
terhadap taraf sinkronisasi hukum. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian
hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
yang ada, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier untuk selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis,
dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang
diteliti.2
E. Kerangka Teoritis
Dalam konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD 1945 penyelenggaraan pemilu
diatur dalam Pasal 22E menerangkan3:
1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.
5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang.
Dengan ketentuan tersebut, tersirat dan tersurat bahwa Pemilihan Umum
(Pemilu) dilaksanakan untuk memilih para pemimpin bangsa baik di lembaga
eksekutif maupun lembaga legislatif atau perwakilan. Secara spesifik, ayat (2) di atas
menyebutkan pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden
dan Wakil Presiden, serta DPRD. Artinya, pemilu itu menjadi instrumen bagi Negara
ini untuk melakukan sirkulasi elit dalam rangka kesinambungan berbangsa dan
bernegara. Pilihannya adalah sistem demokrasi sehingga semua warga negara
memiliki andil dan peluang untuk menentukan siapa yang akan menjadi
2
3
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008), hlm. 51.
Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5
pemimpinnya melalui penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil tiap lima tahun sekali.
F. Hasil Pembahasan
1. Efektifitas Penerapan Pemilu Serentak Yang Sesuai Dengan
Konstitusi Negara Indonesia Dan Budaya Demokrasi Negara
Indonesia
Sejak bangsa Indonesia merdeka, salah satu prinsip dasar bernegara yang
dianut adalah paham kedaulatan rakyat. Hal ini ditandai sebagaimana amanat
ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen
menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Redaksi itu yang tampil
pertama kali meskipun dalam perkembangannya terjadi pergeseran paradigma
yang semula rumusan konstitusi dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
secara redaksional berubah menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang
membentuk pemerintahan, ikut menyelenggarakan pemerintahan, dan menjadi
tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan Negara. Pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat yang demikian itulah disebut dengan sistem demokrasi.4
Mengutip pendapat dari Jimly Asshidiqie5 bahwa konsepsi demokrasilah
yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip
persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai
pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Berdasarkan pada teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia
tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara individual, tetapi harus
bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang
menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang
bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian
yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam
bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the
land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan
negara. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk
memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya.
4
Ria Casmi Arrsa, Pemilu Serentak Dan Masa Depan Konsilidasi Demokrasi, Jurnal Konstitusi, Vol. 11,
Nomor 3, 2014, hlm 525.
5
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press,
2005, hlm. 45.
6
Dalam tataran konsepsi, demokrasi mengutamakan adanya dan pentingnya
pluralisme dalam masyarakat.6 Di sisi lain, demokrasi tidak mungkin terwujud jika
disertai absolutisme dan sikap mau benar sendiri. Demokrasi mengharuskan sikap
saling percaya (mutual trust) dan saling menghargai (mutual respect) antara warga
masyarakat di bawah tujuan yang lebih besar, yaitu kemaslahatan umum.7 Proses
kompromi yang didasari sikap saling percaya (mutual trust) dan saling menghargai
(mutual respect) dalam kontrak sosial menentukan cita-cita nasional dan prinsipprinsip kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan negara yang merdeka dan
berdaulat.
Mengacu pada ide dasar demokrasi dan kedaulatan dirakyat maka
rumusan konstitusi yang memayungi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia
terdapat di dalam ketentuan Pasal 22E (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam ketentuan delegatif sebagaimana pengaturan
melalui rumusan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 42 Tahun 2008 memberikan arah
pengaturan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah
pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Dengan demikian dalam pelaksanaan pemilu telah sejalan dengan budaya
demokrasi yang ada di Negara Indonesia yang dimana dalam UUD 1945
kedaulatan berada ditangan rakyat yang berarti segala bentuk kebijakan dan
penyelenggaraan yang lakukan oleh pemerintah ditentukan oleh rakyat dan rakyat
yang akan menilai dan memilihnya.
Dalam ranah teoritis konsep pemilu serentak adalah suatu kebijakan politk
untuk melakukan penggabungan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu
eksekutif dalam satu hari untuk melakukan pemungutan suara. Dalam konteks
perbandingan (comparative) sistem politik yang berkembang konsep pemilu
serentak hanya dikenal di negara-negara penganut sistem pemerintahan
presidensil. Sebab, dalam sistem ini, baik anggota legislatif maupun pejabat
eksekutif dipilih melalui pemilu. Berbeda dengan sistem pemerintahan
parlementer, dimana pemilu legislatif dengan sendirinya menghasilkan pejabat
6
Jimly, Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi
Press, 2005, hlm. 257.
7
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan
Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2003, hlm. 98-99.
7
eksekutif. Sebab, parpol atau koalisi parpol yang memenangi pemilu menguasai
mayoritas kursi parlemen sehingga bisa membentuk pemerintahan.8
Dengan kata lain dalam penyelenggaraan pemilu serentak merupakan
suatu ciri dari suatu bentuk sistem pemerintahan presidensil yang dimana baik
legislatif maupun eksekutif dipilih melalui proses pemilu. Pemilu serntak yang di
selenggarakan oleh pemerintah Indonesia untuk pertama kali dinilai efektif untuk
membuat koalisi terlebih dahulu dari partai politik pengusung pasangan calon
presiden dan wakil presiden, dikarenakan calon presiden dan wakil presiden yang
mereka usung akan mempengaruhi suara partai politik dan suara para calon
anggota legislatif yang disungkan oleh partai politik yang ikut serta dalam pemilu.
Namun jika dalam pemilihan anggota legislatif ada salah satu partai dalam koalisi
tidak mendapat suara atau mendapatkan suara untuk menduduki kursi parlemen
dalam jumlah kecil maka partai tersebut akan bergabung dengan koalisi yang
memenangkan pemilu presiden dan wakil presiden dan atau akan menjadi oposisi
dengan koalisi yang kalah dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
implementasinya pemilu serentak telah sesuai dengan apa yang diamanatkan
dalam UUD 1945 yang dimana UUD 1945 merupakan konstitusi Negara
Indonesia, selain itu pemilu serentak menjadi wajah baru dalam sistem demokrasi
di Indonesia. Sehingga dengan sejalannya dengan konstitusi Negara Indonesia dan
budaya demokrasi Indonesia pemilu serentak dapat dibilang sudah berjalan efektif
dengan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggarannya.
2. Pemilu Serentak Kembali Di Gunakan Dalam Pemilu Tahun 2024
Dengan adanya kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu
serentak pada tahun 2019 banyak pihak berpendapat bahwa pemilu yang akan
kembali diselenggarakan pada tahun 2024 akan kembali pada model
dipisahkannya pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil
presiden. Dari segi biaya pelaksanaan pemilu serentak memang menghemat
banyak biaya, namun dalam hal waktu pemilu serentak terlalu banyak memakan
waktu. Dalam proses pencoblosan memakan waktu yang lama dikarenakan
banyaknya surat suara selain itu dalam hal penghitungan suara dapat memakan
waktu dua sampai tiga hari.
Mengutip pendapat dari Jusuf Kalla9 bahwa model pemilu di Indonesia
harus dikemabalikan seperti dahulu, beliau menginginkan antara pemilihan
8
Op.cit, hlm 532
8
anggota legislatif dan pemilihan presiden dipisahkan tidak dilangsukan secara
serentak.
Selain itu banyak masyarakat berpendapat bahwa berlangsungnya pemilu
serentak membuatnya pusing dikarenakan banyaknya surat suara dan calon
anggota legislatif yang tidak mereka ketahui. Disisi lain pemilu serentak
menimbulkan duka di kalangan KPPS yang dimana banyak anggota KPPS yang
meninggal dunia saat bertugas sebagai anggota KPPS dikarenakan kelelahan
dalam proses penghitungan suara yang memakan waktu cukup lama.
Dengan demikian banyak ahli dan kalangan negarawan berpendapat
bahwa model pemilu serentak harus dievaluasi kembali sebelum diterapkan dalam
pemilu tahun 2024 mendatang dikarenakan banyaknya masalah yang terjadi pada
pemilu serentak tahun 2019.
Masalah-masalah yang timbul dari pemulu serentak ini harus kembali
dievaluasi dan harus ada amandenen terkait dengan UU pemilu yang dimana
pemilu serentak ini dinilai kurang efektif dalam penyelenggaraannya. Sehingga
untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan kembali kepada
model pemisahan antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan
wakil presiden, serta dalam hal masa kampanye pun harus ditegaskan kembali
masa kampanye yang harus dilakukan oleh calon anggota legislatif (Caleg) dan
calon presiden dan wakil presiden agar mendapat sebuah sistem pemilu yang lebih
demokratis, efisien dan efektif.
G. Penutup
1. Kesimpulan
a. Efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak telah sesuai dengan
konstitusi Negara Indonesia dan budaya demokrasi Indonesia, akan
tetapi walaupun sudah efektif secara konstutional masih terdapat
banyak kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraannya yang
harus kembali dievaluasi oleh pemerintah yang akan datang.
b. Penerapan kembali pemilu serentak pada pemilu tahun 2024
mendatang mendapatkan banyak polemik yang dimana banyak yang
menginginkan dikembalikannya model pemilu seperti model pemilu
sebelumnya dengan pemisahan antara pemilu legislatif dengan pilpres.
2. Saran
9
https://nasional.tempo.co/read/1157447/kritik-pemilu-serentak-jk-menyulitkan-capres-dan-caleg diakses
tanggal 25 Agustus 2019
9
Dalam penerapannya pemilu serentak mendapatkan banyak hambatan baik
dari kalangan masyarakat maupun dari kalangan negarawan yang dimana pemilu
serentak tersebut dinilai tidak efektif dalam penyelenggaraannya. Sehingga untuk
pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan dapat dikembalikan kepada model
pemilu sebelumnya dengan pemisahan antara pemilu legislatif dan pilpres.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Imam Suhadi, Pemilihan Umum 1955, 1971, 1977; Cita-cita dan Kenyataan
Demokrasi, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
1981.
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi.
Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Jimly, Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan
Kedua, Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
bekerja sama dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan
Membangun Kembali Indonesia, 2003.
Ria Casmi Arrsa, Pemilu Serentak Dan Masa Depan Konsilidasi Demokrasi,
Jurnal Konstitusi, Vol. 11, Nomor 3, 2014.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota
Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
PP Nomor 9 Tahun 1954 Tentang Penyelenggaraan Undang-Undang Pemilihan
Umum.
10
Internet
https://nasional.tempo.co/read/1157447/kritik-pemilu-serentak-jk-menyulitkan
capres-dan-caleg diakses tanggal 25 Agustus 2019.
11