Academia.eduAcademia.edu

EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK

Abstrak Penyelenggaraan pemilu pertama pada tahun 1955 merupakan awal baru wajah demokrasi di Negara Indonesia. Yang dimana dalam penyelenggaraan pemilu tahun 1955 dimulai dengan adanya dorongan dari berbagai kalangan agar dapat menajalankan amanat konstitusi. Penerapan pemilu serentak mengacu kepada UUD 1945 Pasal 22E yang menerangkan bahwa pemilu harus dilangsukan secara langsung, bersih, jujur dan adil. Serta penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dilangsungkan secara serentak. Penyelenggraan pemilu serentak menuai banyak polemik dan masalah dalam penerapannya sehingga perlu adanya evaluasi terhadap sistem pemilu yang akan datang. Dalam prespektif demokrasi pemilu serentak telah menggambarkan budaya demokrasi baru di negara Indonesia yang dimana dalam satu hari melangsungkan proses pemungutan suara caleg dan capres secara serentak. Penyelenggaraan pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan oleh banyak pihak kembali kepada model pemilu sebelumnya, dengan model pemisahan antara pemilihan anggota legislatif dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Yang dimana sebelum adanya pemilu serentak ini model pemilihan ini dinilai lebih efektif dan efisien oleh banyak pihak.

EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK Wahyu Haryadi Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Abstrak Penyelenggaraan pemilu pertama pada tahun 1955 merupakan awal baru wajah demokrasi di Negara Indonesia. Yang dimana dalam penyelenggaraan pemilu tahun 1955 dimulai dengan adanya dorongan dari berbagai kalangan agar dapat menajalankan amanat konstitusi. Penerapan pemilu serentak mengacu kepada UUD 1945 Pasal 22E yang menerangkan bahwa pemilu harus dilangsukan secara langsung, bersih, jujur dan adil. Serta penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dilangsungkan secara serentak. Penyelenggraan pemilu serentak menuai banyak polemik dan masalah dalam penerapannya sehingga perlu adanya evaluasi terhadap sistem pemilu yang akan datang. Dalam prespektif demokrasi pemilu serentak telah menggambarkan budaya demokrasi baru di negara Indonesia yang dimana dalam satu hari melangsungkan proses pemungutan suara caleg dan capres secara serentak. Penyelenggaraan pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan oleh banyak pihak kembali kepada model pemilu sebelumnya, dengan model pemisahan antara pemilihan anggota legislatif dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Yang dimana sebelum adanya pemilu serentak ini model pemilihan ini dinilai lebih efektif dan efisien oleh banyak pihak. Kata Kunci: Pileg, Pilpres, Pemilu Serentak, Demokrasi 1 EVALUATION OF THE ELECTION OF GENERAL ELECTIONS Abstract The holding of the first election in 1955 was the new beginning of the face of democracy in the State of Indonesia. Which in the holding of the 1955 elections began with the encouragement of various groups to be able to carry out the mandate of the constitution. The implementation of elections simultaneously refers to the 1945 Constitution Article 22E which explains that elections must be carried out directly, cleanly, honestly and fairly. As well as organizing the election of members of the DPR, DPD, DPRD, President and Vice President are held simultaneously. The holding of the election simultaneously has many polemics and problems in its implementation so that there is an evaluation of the upcoming election system. In the perspective of democratic elections simultaneously has described a new democratic culture in the Indonesian state which in one day carried out the process of voting candidates and candidates simultaneously. The holding of elections in 2024 is expected by many to return to the previous election model, with the model of separation between the election of members of the legislature with the election of president and vice president. Before the simultaneous election, this election model was considered more effective and efficient by many parties. Keywords: Legislative Election, Presidential Election, Simultaneous Election, Democracy 2 A. Latar Belakang Dalam sejarah pemihan umum (Pemilu) di Negara Indonesia pertama kali tercetus pada tahun 1955 yang dimana penyelenggaraan pemilu tersebut melandaskan kepada UU Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan perarturan pelaksananya PP Nomor 9 Tahun 1954 Tentang Penyelenggaraan Undang-Undang Pemilihan Umum. Dalam prosesnya pemilu pertama tahun 1955 melaui dua kali proses pemilu yaitu pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemilihan anggota Konstituante dengan demikian dimulailah era demokrasi di negara Indonesia. Tercetusnya pemilu tahun 1955 terjadi karena adanya desakan dari demonstran pada tanggal 17 Oktober 1952 yang dilakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara yang dimana para demonstran melakukan aksi pengrusakan terhadap gedung parlemen dengan tujuan meminta pembubaran parlemen, terjadinya peristiwa tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan percepatan dan mendorong untuk segera melakukan pemilihan umum tahun 1955.1 Dengan tercetusnya pemilu pada tahun 1955 menjadi awal baru dalam lahirnya era demokrasi di Negara Indonesia, yang selanjutnya setelah adanya pemilu pada tahun 1955 Indonesia kembali melaksanakan pemilu pada tahun 1971,19771997, 1999, 2004, 2009 dan 2019 yang diikuti oleh beberapa partai politik. Dari awal pemilu tahun 1955 sampai dengan 2014 proses pemilu masih melalui dua kali proses pemilihan yaitu pemilihan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD dan Pemilihan Presiden dan Wakil Pesiden. Pada tahun 2019 ini sistem pemilihan umum berubah menjadi sistem pemilihan umum serentak. Sitem pemilihan umum serentak ini pemilihan anggota legislatif dilakukan bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, namun dengan sistem pemilihan pemilu serentak tersebut timbul banyak permasalahan diantara lain adalah permasalahan perhitungan suara yang memakan waktu panjang, banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kelelahan bahkan meninggal dunia dalam proses pemcoblosannya memakan waktu yang lama karena saat pencoblosan terdapat 5 surat suara. Dalam hal efektifiktas terhadap pemilu serentak akan lebih efisien jika adanya persiapan yang matang dari pemerintah dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perisiapan yang matang dan tidak tergesa-gesa akan dapat menjamin terselenggaranya pemilu serentak yang efektif dan efisien, jika melihat kepada pemilu 1 Imam Suhadi, Pemilihan Umum 1955, 1971, 1977; Cita-cita dan Kenyataan Demokrasi, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1981, hlm. 6. 3 serentak yang telah dilakukan maka masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraannya baik dari segi persiapan maupun dari segi pelaksanaannya. Selain itu dengan adanya pemilu serentak ini membuat Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) menjadi tidak efektif karena masyarakat pada umumnya hanya mengaju kepada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang dimana dalam pilpres tersebut di ikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mencalonkan diri, dimata masyarakat dapat membawa kemajuan bagi Negara Indonesia tanpa memperdulikan wakil-wakil mereka yang memperjuangkan suara rakyat di parlemen. B. Rumusan Masalah Dengan adanya permasalahan yang telah disampaikan pada latar belakang di atas maka penulis mendapatkan beberapa rumusan masalah yang antara lain sebagai berikut: 1. Apakah penerapan pemilu serentak yang telah diselenggarakan sudah efektif dan sudah sesuai dengan konstitusi Negara Indonesia dan budaya demokrasi Negara Indonesia? 2. Apakah penyelenggaraan pemilu serentak akan kembali diterapkan pada pemilu tahun 2024 mendatang? C. Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk meneliti efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak telah sesuai dengan amanat UUD 1945 dan budaya demokrasi yang ada di Negara Indonesia 2. Untuk mendeskripsikan efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak serta memberikan pendapat hukum terhadap penyelenggaraan pemilu untuk kedepannya D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui pendekatan metode yuridis normatif yakni metode yang metode yang digunakan dengan menguasai hukumnya bagi suatu persoalan tertentu serta bagaimana 4 melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum tersebut. Pendekatan yuridis normative ini mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang ada, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier untuk selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.2 E. Kerangka Teoritis Dalam konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD 1945 penyelenggaraan pemilu diatur dalam Pasal 22E menerangkan3: 1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. Dengan ketentuan tersebut, tersirat dan tersurat bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) dilaksanakan untuk memilih para pemimpin bangsa baik di lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif atau perwakilan. Secara spesifik, ayat (2) di atas menyebutkan pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD. Artinya, pemilu itu menjadi instrumen bagi Negara ini untuk melakukan sirkulasi elit dalam rangka kesinambungan berbangsa dan bernegara. Pilihannya adalah sistem demokrasi sehingga semua warga negara memiliki andil dan peluang untuk menentukan siapa yang akan menjadi 2 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008), hlm. 51. Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 5 pemimpinnya melalui penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tiap lima tahun sekali. F. Hasil Pembahasan 1. Efektifitas Penerapan Pemilu Serentak Yang Sesuai Dengan Konstitusi Negara Indonesia Dan Budaya Demokrasi Negara Indonesia Sejak bangsa Indonesia merdeka, salah satu prinsip dasar bernegara yang dianut adalah paham kedaulatan rakyat. Hal ini ditandai sebagaimana amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Redaksi itu yang tampil pertama kali meskipun dalam perkembangannya terjadi pergeseran paradigma yang semula rumusan konstitusi dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat secara redaksional berubah menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang membentuk pemerintahan, ikut menyelenggarakan pemerintahan, dan menjadi tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan Negara. Pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang demikian itulah disebut dengan sistem demokrasi.4 Mengutip pendapat dari Jimly Asshidiqie5 bahwa konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya. 4 Ria Casmi Arrsa, Pemilu Serentak Dan Masa Depan Konsilidasi Demokrasi, Jurnal Konstitusi, Vol. 11, Nomor 3, 2014, hlm 525. 5 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005, hlm. 45. 6 Dalam tataran konsepsi, demokrasi mengutamakan adanya dan pentingnya pluralisme dalam masyarakat.6 Di sisi lain, demokrasi tidak mungkin terwujud jika disertai absolutisme dan sikap mau benar sendiri. Demokrasi mengharuskan sikap saling percaya (mutual trust) dan saling menghargai (mutual respect) antara warga masyarakat di bawah tujuan yang lebih besar, yaitu kemaslahatan umum.7 Proses kompromi yang didasari sikap saling percaya (mutual trust) dan saling menghargai (mutual respect) dalam kontrak sosial menentukan cita-cita nasional dan prinsipprinsip kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan negara yang merdeka dan berdaulat. Mengacu pada ide dasar demokrasi dan kedaulatan dirakyat maka rumusan konstitusi yang memayungi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia terdapat di dalam ketentuan Pasal 22E (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam ketentuan delegatif sebagaimana pengaturan melalui rumusan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 42 Tahun 2008 memberikan arah pengaturan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemilu telah sejalan dengan budaya demokrasi yang ada di Negara Indonesia yang dimana dalam UUD 1945 kedaulatan berada ditangan rakyat yang berarti segala bentuk kebijakan dan penyelenggaraan yang lakukan oleh pemerintah ditentukan oleh rakyat dan rakyat yang akan menilai dan memilihnya. Dalam ranah teoritis konsep pemilu serentak adalah suatu kebijakan politk untuk melakukan penggabungan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif dalam satu hari untuk melakukan pemungutan suara. Dalam konteks perbandingan (comparative) sistem politik yang berkembang konsep pemilu serentak hanya dikenal di negara-negara penganut sistem pemerintahan presidensil. Sebab, dalam sistem ini, baik anggota legislatif maupun pejabat eksekutif dipilih melalui pemilu. Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, dimana pemilu legislatif dengan sendirinya menghasilkan pejabat 6 Jimly, Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press, 2005, hlm. 257. 7 Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2003, hlm. 98-99. 7 eksekutif. Sebab, parpol atau koalisi parpol yang memenangi pemilu menguasai mayoritas kursi parlemen sehingga bisa membentuk pemerintahan.8 Dengan kata lain dalam penyelenggaraan pemilu serentak merupakan suatu ciri dari suatu bentuk sistem pemerintahan presidensil yang dimana baik legislatif maupun eksekutif dipilih melalui proses pemilu. Pemilu serntak yang di selenggarakan oleh pemerintah Indonesia untuk pertama kali dinilai efektif untuk membuat koalisi terlebih dahulu dari partai politik pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, dikarenakan calon presiden dan wakil presiden yang mereka usung akan mempengaruhi suara partai politik dan suara para calon anggota legislatif yang disungkan oleh partai politik yang ikut serta dalam pemilu. Namun jika dalam pemilihan anggota legislatif ada salah satu partai dalam koalisi tidak mendapat suara atau mendapatkan suara untuk menduduki kursi parlemen dalam jumlah kecil maka partai tersebut akan bergabung dengan koalisi yang memenangkan pemilu presiden dan wakil presiden dan atau akan menjadi oposisi dengan koalisi yang kalah dalam pemilu presiden dan wakil presiden. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dalam implementasinya pemilu serentak telah sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UUD 1945 yang dimana UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Indonesia, selain itu pemilu serentak menjadi wajah baru dalam sistem demokrasi di Indonesia. Sehingga dengan sejalannya dengan konstitusi Negara Indonesia dan budaya demokrasi Indonesia pemilu serentak dapat dibilang sudah berjalan efektif dengan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggarannya. 2. Pemilu Serentak Kembali Di Gunakan Dalam Pemilu Tahun 2024 Dengan adanya kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu serentak pada tahun 2019 banyak pihak berpendapat bahwa pemilu yang akan kembali diselenggarakan pada tahun 2024 akan kembali pada model dipisahkannya pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Dari segi biaya pelaksanaan pemilu serentak memang menghemat banyak biaya, namun dalam hal waktu pemilu serentak terlalu banyak memakan waktu. Dalam proses pencoblosan memakan waktu yang lama dikarenakan banyaknya surat suara selain itu dalam hal penghitungan suara dapat memakan waktu dua sampai tiga hari. Mengutip pendapat dari Jusuf Kalla9 bahwa model pemilu di Indonesia harus dikemabalikan seperti dahulu, beliau menginginkan antara pemilihan 8 Op.cit, hlm 532 8 anggota legislatif dan pemilihan presiden dipisahkan tidak dilangsukan secara serentak. Selain itu banyak masyarakat berpendapat bahwa berlangsungnya pemilu serentak membuatnya pusing dikarenakan banyaknya surat suara dan calon anggota legislatif yang tidak mereka ketahui. Disisi lain pemilu serentak menimbulkan duka di kalangan KPPS yang dimana banyak anggota KPPS yang meninggal dunia saat bertugas sebagai anggota KPPS dikarenakan kelelahan dalam proses penghitungan suara yang memakan waktu cukup lama. Dengan demikian banyak ahli dan kalangan negarawan berpendapat bahwa model pemilu serentak harus dievaluasi kembali sebelum diterapkan dalam pemilu tahun 2024 mendatang dikarenakan banyaknya masalah yang terjadi pada pemilu serentak tahun 2019. Masalah-masalah yang timbul dari pemulu serentak ini harus kembali dievaluasi dan harus ada amandenen terkait dengan UU pemilu yang dimana pemilu serentak ini dinilai kurang efektif dalam penyelenggaraannya. Sehingga untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan kembali kepada model pemisahan antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden, serta dalam hal masa kampanye pun harus ditegaskan kembali masa kampanye yang harus dilakukan oleh calon anggota legislatif (Caleg) dan calon presiden dan wakil presiden agar mendapat sebuah sistem pemilu yang lebih demokratis, efisien dan efektif. G. Penutup 1. Kesimpulan a. Efektifitas penyelenggaraan pemilu serentak telah sesuai dengan konstitusi Negara Indonesia dan budaya demokrasi Indonesia, akan tetapi walaupun sudah efektif secara konstutional masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraannya yang harus kembali dievaluasi oleh pemerintah yang akan datang. b. Penerapan kembali pemilu serentak pada pemilu tahun 2024 mendatang mendapatkan banyak polemik yang dimana banyak yang menginginkan dikembalikannya model pemilu seperti model pemilu sebelumnya dengan pemisahan antara pemilu legislatif dengan pilpres. 2. Saran 9 https://nasional.tempo.co/read/1157447/kritik-pemilu-serentak-jk-menyulitkan-capres-dan-caleg diakses tanggal 25 Agustus 2019 9 Dalam penerapannya pemilu serentak mendapatkan banyak hambatan baik dari kalangan masyarakat maupun dari kalangan negarawan yang dimana pemilu serentak tersebut dinilai tidak efektif dalam penyelenggaraannya. Sehingga untuk pemilu tahun 2024 mendatang diharapkan dapat dikembalikan kepada model pemilu sebelumnya dengan pemisahan antara pemilu legislatif dan pilpres. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Imam Suhadi, Pemilihan Umum 1955, 1971, 1977; Cita-cita dan Kenyataan Demokrasi, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1981. Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005. Jimly, Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press, 2005. Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2003. Ria Casmi Arrsa, Pemilu Serentak Dan Masa Depan Konsilidasi Demokrasi, Jurnal Konstitusi, Vol. 11, Nomor 3, 2014. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008). Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. PP Nomor 9 Tahun 1954 Tentang Penyelenggaraan Undang-Undang Pemilihan Umum. 10 Internet https://nasional.tempo.co/read/1157447/kritik-pemilu-serentak-jk-menyulitkan capres-dan-caleg diakses tanggal 25 Agustus 2019. 11