Academia.eduAcademia.edu

REFERAT KELAINAN REFRAKSI

Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur mata yang berkontribusi dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous dan vitreous humor. Cahaya yang masuk akan direfraksikan ke retina, yang akan dilanjutkan ke otak berupa impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh otak. Kelainan refraksi ini terjadi apabila fungsi refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan sempurna (Guyton, 2014). Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami kebutaan (WHO, 2006). Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di depan retina; hiperopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan. Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial atau sumbu mata. Kelainan

REFERAT STASE MATA KOREKSI REFRAKSI Pembimbing: dr. Iman Krisnugroho, Sp.M Presentan: Lintang Suroya 1913020013 Fionny Novira A. 1913020015 Sebastiana Regita K. 1913020028 Deby Wicaksono S. 1913020033 Mym Dzulfan Azmi 1913020034 PENDIDIKAN DOKTER PROGRAM PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2019 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur mata yang berkontribusi dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous dan vitreous humor. Cahaya yang masuk akan direfraksikan ke retina, yang akan dilanjutkan ke otak berupa impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh otak. Kelainan refraksi ini terjadi apabila fungsi refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan sempurna (Guyton, 2014). Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami kebutaan (WHO, 2006). Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di depan retina; hiperopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan. Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial atau sumbu mata. Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, lingkungan dan genetik (Ilyas, 2015). Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Pemeriksaan visus jarak jauh juga harus dilakukan terhadap semua anak-anak sesegera mungkin setelah usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini terhadap ambylopia (Ilyas, 2015). BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Media Refraksi Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh media refrakta mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous (cairan bilik mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum) (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. (Ilyas S, Yulianti SR. 2015) Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama dari nervus cranialis V (trigeminus) (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Epitel Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004). Humor Aqueous Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. Humor aqueous difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan siliaris di camera oculi posterior. Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang anterior. Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari trabecular meshwork. Trabecular meshwork adalah saluran seperti saringan yang mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke dalam badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke dalam pembuluh darah di sekitar bola mata (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Kamera okuli anterior Sudut bilik mata depan dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meningkat atau glaucoma Lensa Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Vitreus Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Fisologi Penglihatan Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II), ke korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueous, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini, dimana cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini bertemu. Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea (Sidarta I. 2010). Pemeriksaan Refraksi Mata Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari teknik pemeriksaan subjektif dan objektif (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Pemeriksaan Refraksi Subjektif Pemeriksaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan mata (refraksi) dimana ada kerja sama antara penderita dan pemeriksa. Pemeriksaan refraksi subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan trial and error dan snellen chart (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Gambar I. Trial and Error Lens dan Snellen Chart Snellen Chart Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran dengan berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata. Misalnya menggunakan “Kartu Snellen” yang biasa terdiri dari deretan huruf yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jarak jauh. Setiap baris ditandai sebuah angka yang disesuaikan jaraknya, dalam kaki ataupun meter, dan semua huruf dalam baris tersebut dapat dibaca oleh mata normal. Sesuai konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh 6 meter atau pada jarak dekat 30cm. untuk keperluan diagnosis, ketajaman jarak adalah standar untuk perbandingan dan selalu diuji bagi masing-masing mata secara terpisah. Ketajaman diberi skor dengan dua angka (misal 20/40). Nilai pertama adalah jarak tes dalam kaki antara “kartu snellen” dan pasien, dan nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat dibaca mata pada pasien normal (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Gambar 2. Kartu Snellen Kartu yang berisi angka dapat dipakai bagi pasien yang tidak terbiasa dengan abjad inggris. Kartu “E-buta huruf” dipakai untuk menguji anak-anak kecil atau yang memiliki hambatan bahasa. Gambar “E” secara acak diputar dengan orientasi yang berbeda. Untuk setiap sasaran, pasien diminta menunjukan arah yang sesuai dengan arah ketiga “batang” gambar E. kebanyakan anak dapat dites dengan cara ini sejak usia 3,5 tahun (Ilyas S, Yulianti SR. 2015). Gambar 3. Kartu E-buta huruf Trial and Error Merupakan kombinasi dari lensa koreksi kelainan refraksi yang digunakan untuk mendapatkan koreksi visual terbaik (BCVA). Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai berikut : Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart. Pada mata dipasang trial frame. Satu mata ditutup dengan okluder. Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu Dipasang trial lens, tergantung dari jarak berapa pasien mulai tidak bisa membaca Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari kejernihan pasien melihat tulisan Snellen chart (lensa +/-) Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah lensa sampai huruf pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa negatif (-) pilih lensa yang negatif terkecil yang dapat melihat huruf pada jarak 5/5, dan jika lensa positif, maka di pilih positif yang terbesar yang bisa melihat huruf pada jarak 5/5. Lakukan hal yang sama pada mata kiri Interpretasikan Pemeriksaan refraksi objektif Pemeriksaan refraksi objektif adalah pemeriksaan mata (refraksi) dimana pasien bersifat pasif, hasil pengukuran diperoleh dari pemeriksaan dengan alat.Pemeriksaan refraksi objektif dengan autorefractometer dan streak retinoskopi. (American Academy of Ophthalmology.2016). Autorefraktometer Autorefraktometer adalah suatu alat untuk pengukuran indeks bias pada kelainan refraksi. Indeks bias dihitung dari hukum Snell sedangkan untuk campuran, indeks bias dapat dihitung dari komposisi bahan menggunakan beberapa aturan pencampuran seperti hubungan Gladstone - Dale dan persamaan Lorentz – Lorenz (Tien Yin Wong, 2011). Gambar 4. Autorefraktometer Retinoskop Retinoskopi atau yang dikenal juga dengan istilah skiaskopi, merupakan suatu cara untuk menentukan kelainan refraksi dengan metode netralisasi. Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari cermin ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil bergantung pada keadaan refraktif mata (Tien Yin Wong, 2011) Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya perak mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welch-Allyn). Meskipun berbagai merek streak retinoskopi berbeda dalam desain, alat-alat tersebut bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya melewati lapisan air mata pasien, kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreus dan retina. Hal ini kemudian tercermin pada koroid dan epitel pigmen retina sebagai refleks merah linear yang kembali melalui retina sensorik, vitreus, lensa, akuos, kornea, dan air mata melalui udara antara pasien dan pemeriksa, dan ke kepala dari retinoskopi, melalui lubang di cermin, yang akhirnya keluar melalui belakang retinoskopi ke mata pemeriksa (retinoscopist) (Corboy J M, Wirtschafter J D, Schwartz G S. 2009). Retinoskopi ada 2 jenis: Spot Retinoscopy, yaitu retinoskopi dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan. Streak Retinoscopy, yaitu retinoskopi dengan memakai berkas sinar dengan bentuk celah/slit. Teknik untuk mendapatkan hasil pemeriksaan streak retinoskopi yang objektif (Principle of Retinoscopy, 2010): Retinoskopi Dinamik, saat dilakukan pemeriksaan pasien berakomodasi dan berfiksasi pada benda dekat. Retinoskopi Statik, saat dilakukan pemeriksaan akomodasi pasien dilumpuhkan (dengan pemberian siklopegik). Retinoskopi Binocular Barratt, retinoskopi fiksasi dari jarak dekat. Kerugian dari metode ini adalah ketidak tepatan potensial yang disebabkan oleh adanya perubahan akomodasi pasien, teknik ini sering digunakan pada kasus diplopia dengan keluhan turunnya tajam penglihatan. Retinoskopi Mohindra, pengembangan dari retinoskopi fiksasi dekat yang sering digunakan pada bayi dan juga anak-anak tanpa menggunakan siklopegik. Cahaya ruangan yang tidak terang dan oklusi mata dapat mengurangi stimulus untuk berakomodasi. Retinoskopi Carter, teknik ini menggunakan sikloplegik untuk mengatur pembesaran pupil mata pasien dan mempermudah untuk melihat reflek cahaya. Teknik ini sangat berguna apabila pasien disertai dengan katarak. Teknik ini dilakukan pada jarak 40 cm, lensa +5D dipegang diantara retinoskopi dan pasien. Penilaian astigmatisma lebih mudah walaupun tanpa menggunakan lensa silindris, karena hubungan antara posisi retinoskopi dan kekuatan dioptri terletak dalam satu bidang garis lurus. Retinoskopi Radikal, digunakan pada jarak pengerjaan yang lebih rendah untuk memungkinkan reflex terlihat lebih mudah pada kasus miotic pupil atau opaque medii. Jika medianya bersih, maka jarak optimum pengerjaan retinoskopi adalah 66 cm. Jarak pengerjaan yang pendek akan memperlihatkan refleks yang lebih jelas dan mempermudah dalam menjangkau pasien akan tetapi jarak tersebut tidak diperbolehkan, dengan lensa WD atau perhitungan maka kemungkinan untuk terjadinya kesalahan menjadi lebih tinggi. Jarak pengerjaan lebih dari 66 cm mengurangi resiko untuk terjadinya kesalahan dalam pengerjaannya namun refleknya menjadi kurang jelas (Riordan P, Eva. 2012). Gambar 5. Streak Retinoskopi Lintasan yang diproyeksikan, membentuk bayangan kabur dari filamen pada retina pasien, yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya batu yang kembali ke mata pemeriksa. Melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini, seseorang dapat menentukan status refraktif mata. Pada pasien emetropia, cahaya muncul secara paralel. Apabila pasien adalah miopia, maka cahaya yang muncul akan konvergen. Dan apabila pasien adalah hipermetropia, maka cahaya muncul secara divergen.Melalui lubang intip pada retinoskop, cahaya yang muncul ini terlihat sebagai reflek berwarna merah pada pupil pasien. Jika pemeriksa berada pada titik jauh pasien, maka semua cahaya memasuki pupil pemeriksa dan penerangan merata. Meskipun demikian, jika titik jauh dari mata pasien bukan di lubang intip retinoskopi, maka beberapa cahaya yang memancar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang intip dan penerangan pupil tidak sempurna (Riordan P, Eva. 2012). Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (miopia lebih besar daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan (dikenal sebagai pergerakan berlawanan/against motion). Jika titik jauh tidak berada diantara pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahayaakanbergerak searah dengan ayunan (dikenal dengan gerakan searah/with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil pasien dan tidak bergerak karena mata emetropia atau karena sebelumnya telah dipasang koreksi lensa yang sesuai kondisi ini dikenal dengan netralisasi (Riordan P, Eva. 2012). Gambar 6. Gerakan Refleks Retina Pada Pemeriksaan Retinoskopi Pada Mata dengan Emetropia, Miopia dan Hipermetropi Kelainan Refraksi Mata Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat mengakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma. Miopia Miopia atau rabun jauh adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina. Gejala miopia terpenting yang timbul ialah buram saat melihat jauh, sakit kepala dan cenderung menjadi juling saat melihat jauh. Pasien akan lebih jelas melihat dalam posisi yang lebih dekat. Penatalaksanaan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan koreksi sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman pengelihatan maksimal (Vaughan, Daniel, G. 2013). Defenisi. Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidakmampuan untuk melihat jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina (Dwi Ahmad Yani, 2008). Patofisiologi. Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat : Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter anteroposterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma (Dwi Ahmad Yani, 2008). Gejala Klinis. Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut: Gejala utamanya kabur melihat jauh Sakit kepala (jarang) Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih belum diketahui dengan pasti (Dwi Ahmad Yani, 2008). Pembagian. Berdasarkan besar kelainan refraksi, miopia dibagi atas 3, yaitu: Miopia ringan : -0,25 D s/d -3,00 D Myopia sedang : -3,25 D s/d -6,00 D Myopia berat : -6,25 D atau lebih. Berdasarkan perjalan klinis, miopia dibagi sebagai berikut: Myopia simpleks : dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh ( ±20 tahun ) Myopia progresif/maligna : myopia bertambah secara cepat ( ± 4.0 D / tahun ) dan sering disertai perubahan vitero-retinal Ada satu tipe miopia pada anak dengan miopia 10 D atau lebih yang tidak berubah sampai dewasa (Dwi Ahmad Yani, 2008). Hipermetropia Hiperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hiperopia refraktif), seperti pada afakia. Hiperopia adalah suatu konsep yang lebih sulit dijelaskan daripada miopia. Istilah "farsighted" berperan dalam menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga seringnya terdapat kesalahpahaman di kalangan awam bahwa presbiopia adalah farsightedness dan bahwa seseorang yang melihat jauh dengan baik artinya farsighted (Vaughan, Daniel, G. 2013). Defenisi. Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi ) akan dibias membentuk bayangan di belakang retina (Dwi Ahmad Yani, 2008). Patofisiologi. Ada 3 patofisiologi utama hipermetropia, yaitu: Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal (Dwi Ahmad Yani, 2008). Gejala Klinis. Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut: Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll Mata sensitif terhadap sinar Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh konvergensi yang berlebihan pula (Dwi Ahmad Yani, 2008). Pembagian. Berdasarkan besar kelainan refraksi, hipermetropia dibagi 3, yaitu: Hipermetropia ringan : +0,25 s/d +3,00 Hipermetropia sedang : +3,25 s/d +6,00 Hipermetropia berat : +6,25 atau lebih Berdasarkan kemampuan akomodasi, hipermetropia sebagai berikut: Hipermetropia laten: kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus otot siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih aktif Hipermetropia manifes, dibagi Hipermetropia manifes fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif Hipermetropia manifes absolut : kelainan hipermetropik yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya Hipermetropia total: Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia (Dwi Ahmad Yani, 2008) Astigmatisma Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh meridian. Pada astigmatisma regular terdapat dua meridian utama yang terletak saling tegak lurus. Gelaja astigmatisma biasanya dikenali dengan penglihatan yang kabur, head tilting, mempersempit palpebra dan mendekati objek untuk melihat lebih jelas. Penatalaksanaan astigmatisma dilakukan dengan lensa silinder bersama sferis (Vaughan, Daniel, G. 2013). Defenisi. Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik (Dwi Ahmad Yani, 2008). Patofisiologi. Patofisiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut: Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty Trauma pada kornea Tumor (Dwi Ahmad Yani, 2008). Gejala Klinis. Astigmatisma mempunyai gejala klinis sebagai berikut: Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang Nyeri kepala Nyeri pada mata (Dwi Ahmad Yani, 2008). Pembagian. Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut: Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme With the Rule Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal. Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. Astigmatisme Irreguler: Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut: Astigmatisme Miopia Simpleks Astigmatisme Miopia Kompositus Astigmatisme Hiperopia Simpleks Astigmatisme Hiperopia Kompositus 5. Astigmatisme Mixtus (Dwi Ahmad Yani, 2008). Koreksi Kelainan Refraksi Lensa Kacamata Kacamata masih merupakan metode yang paling aman untuk memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt). Pengobatan hipermetropia adalah dengan koreksi kaca mata menggunakan lensa sferis positif (+) terbesar yang memberikan penglihatan jauh terjelas. Dikoreksi dengan lensa sferis negatif (-) terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal, agar tanpa akomodasi dapat melihat dengan baik. Untuk memperbaiki gangguan penglihatan astigmat dapat dikoreksi dengan kaca mata cilinder yang mempunyai kekuatan refraksi hanya pada bidang tertentu yang ditentukan oleh axisnya (Vaughan, Daniel, G. 2013). Bentuk-bentuk kelainan Lensa koreksi Kuasa Miopia Lensa (-) Refraktif Aksial Hipermetropia Lensa (+) Bias kuat Bola mata panjang Bias lemah Bola mata pendek Astigmat regular Kacamata silinder Kurvatur 2 meridian tegak lurus Astigmat irregular Lensa kontak Kurvatur kornea iregular Lensa Kontak Lensa kontak merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari polimetil metakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar (Vaughan, Daniel, G. 2013). Bedah Keratorefraktif Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan bukan didasarkan pada perhitungan optis matematis (Vaughan, Daniel, G. 2013). Lensa Intraokular Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas suatu optic: terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik), terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokular adalah di dalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular (Vaughan, Daniel, G. 2013). Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia tinggi (Vaughan, Daniel, G. 2013). BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial atau sumbu mata. Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, lingkungan dan genetik. Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II), ke korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueous, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat mengakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma. DAFTAR PUSTAKA American Academy of Ophthalmology. 2009. Basic Clinical Science and Course 2005-2006. New York: American Academy of Ophthalmology; Corboy J M, WirtschafterJD,SchwartzGS. 2009. Retinoscopy. The Retinoscopy Book: An Introductory Manual for Eye Care Professionals. SLACK Incorporated. Hawaii Dwi Ahmad Yani. 2008. Kelainan Refraksi Dan Kacamata. Surabaya: Surabaya Eye Clinic,17 (5). Guyton, A.C, 2014, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Principle of Retinoscopy. 2010. Available from: http://telemedicine.orbis.org/bins/content_page.asp?cid=11092-11094&lan Riordan P, Eva. 2012. Optik dan Refraksi. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. McGraw-Hill Companies: New York. Chapter 20. P; 382-398 Sidarta I. 2010. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI. Vaughan, Daniel, G. (2013). Oftalmologi Umum. 14th ed. Jakarta: Widya Medika. WHO, 2006, Sight Test and Glasses Could Dramatically Improve The Lives of 150 Million People With Poor Vision, Geneva: WHO Press Release 30