Academia.eduAcademia.edu

SEJARAH OMBUDSMAN DI INDONESIA

MAKALAH PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANAK LUAR KAWIN Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Dosen Pembimbing: Hj. Eveline Fifiana, S.H., M.Hum. Disusun Oleh : Ade Safutra Ananda K.W Arief Ridwan Lusi Anggreani Vicha Carissa M SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SUMPAH PEMUDA TAHUN AKADEMIK 2018/2019 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena ataslimpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Perkembangan Ombudsman di Indonesia” dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Sistem Hukum Adat di Indonesia. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini. Perkembangan Ombudsman di Indonesia ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan kita dapat memahami mengenaisistem Perkembangan Ombudsman di Indonesia. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah Perkembangan Ombudsman di Indonesia dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, kritikdan masukan sangat kami harapkan dari seluruh pihak dalam proses membangun mutu makalah ini. Palembang, 04 Nov. 19 Penyusun SEJARAH OMBUDSMAN DI INDONESIA Sejarah Ombudsman Ombudsman pertama dibentuk oleh raja Charles XII di Swedia pada tahun 1700-an dengan nama King’s Highest Ombudsman. Meskipun demikian pada dasarnya Swedia bukanlah Negara pertama yang membangun sistem pengawasan ala Ombudsman. Selama satu setengah abad berlalu, institusi Ombudsman baru dikenal di Swedia setengah abad setelahnya barulah sistem Ombudsman ini menyebar ke berbagai penjuru dunia. Setelah raja Charles XII di Swedia membentuk Office Of King,s Highest Ombudsman, parlement Swedia juga mengukuhkanya dengan membentuk Ombudsman Parlementer pada tahun 1809. (www.sejarahombudsman.com) Istilah Ombudsman pertamakali dikenalkan dalam konstitusi Swedia pada tahun 1718 dengan sebutan umbudsman yang berarti “perwakilan”, yaitu menunjuk seorang pejabat atau badan yang independen bertugas menampung keluhan warga negara atas penyimpangan atau pekerjaan buruk yang dilakukan pejabat atau lembaga pemerintah. Sebelumnya, fungsi pengawasan atas tindakan penyelenggara negara dan perlindungan terhadap hak-hak warga juga telah 52 diperkenalkan dalam sistem tata negara kekaisaran Romawi dengan Tribunal Plebis melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan, kekaisaran China 221 SM dengan membentuk Control Yuan bertugas melakukan pengawasan terhadap pejabat-pejabat kekaisaran (pemerintah) dan bertindak sebagi perantara bagi masyarakat yang ingin melaporkan keluhan dan aspirasi kepada Kaisar, kekhalifahan Umar Bin Khathab (634-644 M) yang memposisikan diri sebagai muhtasib (orang yang menerima keluhan) kemudian membentuk Qadi al Quadat (Ketua Hakim Agung) dengan mandat khusus melindungi masyarakat dari tindakan sewenangwenang dan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah. Contoh dari negara-negara di atas menunjukkan bahwa lembaga yang berfungsi menjalankan mandat untuk pengawasan dan menerima keluhan masyarakat usianya sudah tua, hanya saja Swedia negara yang pertama kali memasukkan dalam konsitusinya. Sekarang Ombudsman telah berkembang dan menjadi kecenderungan ketatanegaraan sebagai pilar demokrasi dan perlindungan terhadap HAM dimana lebih dari 140 negara telah memilikinya. Negara-negara seperti Philipina, Afrika Selatan, Thailand juga telah memasukkannya dalam konsitusi. Secara internasional, tidak kurang 65 negara kini memiliki lembaga Ombudsman yang keberadaannya bahkan diatur dalam konstitusi. Ombudsman di negara-negara yang sudah lama memilikinya seperti Finlandia, Swedia, dan 53 Norwegia, dinamai “Parliamentary Ombudsman”. Ini terkait dengan para anggotanya dipilih dan diangkat oleh parlemen, sehingga kedudukan mereka sangat kuat. Ombudsman Finlandia dan Polandia diberikan kewenangan untuk mengawasi lembaga peradilan sekaligus menghukum hakim-hakim yang terbukti korup. Kemudian, hampir semua negara eks komunis di Eropa Timur, termasuk Rusia, kini memiliki sistem Ombudsman; apalagi negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Belanda, Australia dan Selandia Baru. Negara-negara Afrika yang tergolong sebagai negara berkembang seperti Zambia, Ghana, Uganda, Pantai Gading, Burkina Faso dan Kamerun, juga mempunyai Ombudsman. Sehingga, pilihan Indonesia untuk membentuk lembaga Ombudsman tidak terlepas dari trend internasional yang memilih strategi model Ombudsman untuk memperbaiki kualitas pemerintahannya, terutama di negara-negara yang sedang berada dalam proses transisi dari rezim otoriter ke rezim demokrasi. B. OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Ombudsman Republik Indonesia (sebelumnya bernama Komisi Ombudsman Nasional) adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas 54 menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008. Ombudsman Republik Indonesia bermula dari dibentuknya "Komisi Ombudsman Nasional" pada tanggal 20 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Peran Komisi Ombudsman Nasional saat itu adalah melakukan pengawasan terhadap pemberian pelayanan publik oleh penyelenggara negara, termasuk BUMN/BUMD, lembaga pengadilan, Badan Pertanahan Nasional, Kepolisian, Kejaksaan, Pemerintah Daerah, Departemen dan Kementerian, Instansi Non Departemen, Perguruan Tinggi Negeri, TNI, dan sebagainya. Dalam menjalankan kewenangannya KON berpegang pada asas mendengarkan kedua belah pihak (imparsial) serta tidak menerima imbalan apapun baik dari masyarakat yang melapor atau pun instansi yang dilaporkan. KON tidak memiliki kewenangan menuntut maupun menjatuhkan sanksi kepada instansi yang dilaporkan, namun memberikan rekomendasi kepada instansi untuk melakukan self-correction. Penyelesaian keluhan oleh KON merupakan salah satu upaya alternatif penyelesaian masalah (alternative dispute resolution) di 55 samping cara lainnya yang membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang harus dikeluarkan. Pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni, pertama, bahwa pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Kedua, bahwa pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuh kembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan. Terakhir, pembentukan Ombudsman sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat agar turut terlibat aktif untuk melakukan pengawasan terhadap aparat pemerintah sehingga akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat ini merupakan implementasi demokratisasi yang perlu dikembangkan serta 56 diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur negara dapat diminimalisasi. Dalam UU Ombudsman ditegaskan bahwa Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sasaran utama kerja Ombudsman adalah praktek maladministrasi, yakni perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Terdapat beberapa tujuan pembentukan Ombudsman : Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. Selanjutnya, dinyatakan dalam pasal 2 UU Ombudsman bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Kemandirian dan independensi Ombudsman dimaksudkan agar dalam melaksanakan tugasnya Ombudsman dapat bersikap obyektif, transparan, dan mempunyai akuntabilitas kepada publik. Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. 58 Terkait dengan tugas, Ombudsman mempunyai tugas sebagai berikut: Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan. Membangun jaringan kerja. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang. Dalam menjalankan fungsi dan tugas, Ombudsman di Indonesia berwenang: Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak. Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Ombudsman berwenang Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi. Melihat fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman tersebut, jelaslah bahwa pembentukan Ombudsman terutama untuk membantu upaya pemerintah dalam mengawasi jalannya proses pemerintahan. Dengan tujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, bersih dari KKN dan meningkatkan pelayanan umum (public service). Terlihat juga bahwa Ombudsman dibentuk untuk memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pengawasan pemerintah. Aspek partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dapat lebih terjamin melalui mekanisme Ombudsman. Sehingga, partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 60 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, dapat dilaksanakan secara optimal. Visi dan Misi Ombudsman Visi: Mewujudkan Pelayanan Publik Prima yang Menyejahterakan dan Berkeadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia Misi: Melakukan tindakan pengawasan, menyampaikan saran dan rekomendasi serta mencegah maladministrasi dalam pelaksanaan pelayanan publik. Mendorong penyelenggara negara dan pemerintah agar lebih efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaraan hukum masyarakat dan supremasi hukum yang berintikan pelayanan, kebenaran serta keadilan. CONTOH KASUS OMBUDSMAN LMC l Palembang- Adanya isu miring terkait adanya Pungutan Liar (Pungli) di SDN 114 Kecamatan Sukarame Palembang, membuat se jumlah guru yang mengajar di sekolah ini mendatangi kantor DPRD Kota Palembang Senin (20/08) lalu kedatangan guru ini menuntut agar Oknum Kepala Sekolah di Copot dari Jabatanya permasalahan ini disampaikan langsung ke Komisi 1V yang membidangi Pendidikan. rapat yang berlangsung tertutup yang di hadiri para guru dan pihak dinas pendidikan tersebut membahas masalah dugaan Pungli yang terjadi di SDN 114 Palembang Berdasarkan Surat dari Wali Murid Sekolah ini yang di tujukan kepada Komisi IV DPRD Kota Palembang. di ketahui beberapa permasalahan yang terjadi, di mana Kepala Sekolah meminta uang kepada wali murid yang anak nya lulus di sekolah tersebut sebesar Rp 500 Ribu, bahkan uang seragam 150 Ribu namun hingga Satu Bulan lebih Seragam belum juga di terima, dalam kondisi ini kepala sekolah juga tidak segan-segan menelepon pihak wali murid, dari ketiga baju yang di berikan hingga saat ini baru baju olahraga yang di berikan. Sementara Itu Ketua Komisi 1V DPRD Kota Palembang Syafran Saropi Kepada Awak media (20/08) Mengatakan jika pihaknya berjanji akan melakukan tindakan terkait kasus ini bahkan merekomendasikan ke Pemkot Palembang jika terbukti. " jika ini terbukti kita akan buat rekomendasi ke pemkot palembang" ujar nya terpisah Ketua Ombusdman Sumsel Muhamad Ardian di hubungi lintasmediacyber.com malam ini (22/08) mengatakan . " Kalau memang benar seperti yang diberitakan media, maka apa yg dilakukan oleh oknum Kepsek SD tsb masuk dalam kategori Pungli, dalam apalagi SD masuk dalam kategori usia wajib belajar, sehingga seharusnya semua gratis, SD disumsel sendiri, selain menerima dana BOS dari pemerintah pusat, mereka juga menerima dana BSG dari pemerintah daerah yg merupakan program unggulan provinsi sumsel. Dalam hal sekolah tersebut kekurangan dana pendidikan, maka sekolah sesuai dengan Permendikbud tentang Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana, bunyi dari pasal 10 ayat 2 yaitu Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Sesuai dengan kewenangan yg ada di Ombudsman, maka terhadap kasus SDN 114 Palembang, krn sdh ditangani oleh Diknas Kota PLG dan bahkan juga sdh sampai ke DPRD kota Palembang, maka Ombudsman Sumsel menunggu hasil penyelesaian dari kedua lembaga tersebut. lebih lanjut dikatakanya "Sebagai saran buat Diknas Kota Palembang, agar gencar melakukan sosialisasi permendikbud no 76 tahun 2016 tentang komite sekolah, disana jelas apa yg boleh dan tidak boleh dilakukan sekolah dan komite sekolah dalam penggalangan dana ke masyarakat" demikian Ardian Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang Ahmad Julinto terkait permasalahan ini belum berkomentar, di hubungi via Whatsapp tidak ada jawaban, begitu pula dengan Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Sukarame Juanda belum membalas pesan yang di krm ke Whatsapp beliau, sementara Kepala Sekolah SDN 114 Kecamatan Sukarame Palembang Nurmala Dewi Handphone nya selalu tidak aktif. (MD)