LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM KIMIA TANAH
OLEH :
YUDA NOPRIANDRI
05081002030
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2009
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM KIMIA TANAH
OLEH :
YUDA NOPRIANDRI
05081002030
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pH Tanah
Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan [H+], atau sebgai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter.
pH berkisar antara 10-1 sampai 10-12 mol/liter. Makin tinggi konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi tanah. Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan basa. Ion H+ dihasilkan oleh kelompok organik yang dibedakan atas kelompok karboksil dan kelompok fenol.
Tipe keasaman aktif atau keasaman actual disebabkan oleh adanya Ion H+ dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi tanah-air dengan nisbah 1 : 1; 1 : 2,5; dan 1 : 5. Keasaman ini ditulis dengan pH (H2O).
Reaksi tanah yang masam menjadi masalah di Indonesia, kemasaman tanah bagi keasaman aktif dan keasaman potensial. Kemasaman aktif disebabkan oleh ion Al dan H pada kompleks jerapan. Nilai kemasaman potensial dengan larutan 1 Na Cl (Hanafiah,2003).
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan menggunakan indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertantu pada pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak pH-meter jinjing (portable) yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat digunakan untuk pH tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh).
Selain itu pH tanah rendah memungkinkan terjadinya hambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses mineralisasi unsur hara seperti N dan P dan mikroorganisme yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri tanah yang dapat bersimbiosis degan leguminosa seperti Rhizobium atau bersimbiosis dengan tanaman non leguminosa seperti Frankia sehingga sering dijumpai daun-daun tanaman makanan ternak pada tanah asam mengalami chlorosis akibat kekurangan N. Bakteri tanah yang lain seperti azotobakter (A. Chroococcum ) yang dapat berasosiasia dengan akar tanaman hanya dapat hidup apabila suasana larutan tanah netral hingga basa. Mikroorganisme tanah lain yang bermanfaat bagi tanaman, yang dapat terpengaruh pertumbuhannya bila berada pada suasana asam adalah mikoriza. Mikoriza adalah jamur yang dapat melarutkan fosfor organik menjadi fosfor inorganik yang tersedia bagi tanaman.
Sebaliknya bila tanah bersuasana basa (pH>7.0) biasanya tanah tersebut kandungan kalsiumnya tinggi, sehingga terjadi fiksasi terhadap fosfat dan tanaman makanan ternak pada tanah basa seringkali mengalami defisiesi P.
Pengaruh pH tanah terhadap petumbuhan, produksi dan kualitas tanaman makanan aterak dapat ilihat pada Gambar ....yang memperlihatkan bahwa pada tanah dengan pH 4.6 produksi biomassa tanaman legum pakan Arachis pintoi lebih rendah dibandingkan dengan produksi biomasa oada tanaman yang tumbuh pada tanah ber pH 5.2 atau 5.8.
Apabila pH tanah dinaikan sebanyak 0.6 unit dari 5.8, yaitu menjadi 6.4 maka produksi biomasa kembali menurun hingga selevel dengan produksi biomasa pada tanah dengan pH masam (4.6).
Jumlah ion atau konsentrasi ion hydrogen dan hidroksil ini sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah-jumlah kation yang diserap oleh kompleks liat. Kompleks kation yang jenuh basa menyebabkan reaksi tanah atau bahan alkalis. Oleh karena basa-basa yang diserap ini akan ditukar oleh ion-ion jenuh oleh ion H+ akan menjadikannya selalu terjadi reaksi tanah masam untuk menetralkan atau menjadikannya basa adalah dengan jalan pengapuran (Subagjo,1970).
Sejumlah kecil factor-faktor lain yang mempengaruhi pH tanah kurang mendapat perhatian. Sulfur merupakan hasil sampingan dalam industri gas. Hal ini merupakan penyebab kemasaman tanah pada lapisan tanah disekitarnya sebagai suatu akibat dari hujan (Sutopo,1986).
2. Penetapan C-Organik
Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dr jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yg telah mati, pada berbagai tahana (stage) dekomposisi (Millar, 1955).
Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 % pada tanah berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Contohnya tanah yang berwarna merah mengandung kadar besi yang tinggi, tetapi rendah kandungan C-organiknya. (McVay & Rice, 2002).
Bahan organik tanah lebih mengacu pd bahan (sisa jaringan tanaman/hewan) yang telah mengalami perombakan/dekomposisi baik sebagian/seluruhnya, yg telah mengalami humifikasi maupun yg belum.
Kononova (1966) dan Schnitzer (1978) membagi bahan organic tanah menjadi 2 kelompok, yakni: bahan yg tlah terhumifikasi, yg disebut sbg bahan humik (humic substances) dan bahan yg tidak terhumifikasi, yg disebut sbg bahan bukan humik (non-humic substances)
Kelomp pertama lbh dikenal sbg “humus” yg merupakan hsl akhir proses dekomposisi bahan organic bersifat stabil dan tahan thd proses bio-degradasi (Tan, 1982). Terdiri atas fraksi asam humat, asam fulfat dan humin. Humus menyusun 90% bag bahan organik tanah (Thompson & Troeh, 1978)
Kelompok kedua meliputi senyawa-senyawa organik spt karbohidrat, as amino, peptida, lemak, lilin, lignin, asam nukleat, protein.
Bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamik sbg akibat adanya mikroorganisme tanah yg memanfaatkannya sbg sumber energi dan karbon.
Kandungan bahan organik tanah terutama ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pelonggokan dengan laju dekomposisinya (Pal & Clark, 1989).
Kandungan bahan organik tanah sangat beragam, berkisar ant 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahkan sampai 100% pada tana organik (Histosol) (Bohn, 1979).
Faktor yg pengaruhi kand BO tnh adalah: iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping).
Sebaran vegetasi berkaitan erat dg pola tertentu dr agihan temperatur dan curah hujan. Pd wil yg CH rendah, mk vegetasi jg jarang shg akumulasi BO jg rendah. Pd wil yg temperatur dingin, mk keg mikroroganisme jg rendah shg proses dekomposisi lambat.
Apabila terjadi laju pelonggokan bahan organik melampaui laju dekomposisinya, terutama pd daerah dengan kondisi jenuh air dan suhu rendah, mk kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat dekomposisi yg rendah
Ciri dan kandungan bahan organik tanah merupakan ciri penting suatu tanah, krn BO tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah melalui berbagai cara.
Hasil perombakan bahan organik BO mampu mempercepat proses pelapka bahan2 mineal tanah; agihan (distribution) bahan organik di dlm tanah berpengaruh thd pemilahan (differentiation) horison.
Proses perombakan bahan organik merupakan mekanisme awal yg selanjutnya menentukan fungsi dan peran bahan organik tsb di dlm tanah.
Tekstur - Hydrometer
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah.
Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur dibedakan berdasarkan prosentase kandungan pasir, debu dan liat.
Tekstur tanah merupakan dasar dari kebanyakan sifat-sifat tanah. Susunan menurut besarnya butir-butir jenis tanah bisa dilihat pada grafik segitiga. Menurut besarnya tersusun dari 60% butir-butir pasir, lempung 15% , dan lia 25%. Istilah tekstur berkaitan dengan ukuran partikel tanah yaitu partikel penyusun tanah tertentu, yanh terdidri dari ukuran partikel besar, sedang, dan kecil. Istilah tekstur mensiratkan tentang kualitatif dan kuantitatif. Metode tradisional perincian partikel pada tanah adalah membagi susunan ukuran partikel menjadi susunan ukuran partikel menjadi tiga ukuran kisaran yang berbeda, dikenal dengan fraksi tekstur atau bahan tunggal yaitu pasir, debu, dan liat (Hanafiah, 2003)..
Prosedur yang sesungguhnya untuk memisahkan fraksi ini dan mengukur fraksi disebut analisis mekanis, dengan teknik baku telah diciptakan. Hasil analisis berupa komposisi mekanis tanah suatu istilah yang sering digunakan secara bergantian dengan tekstur tanah (Hanafiah, 2003)..
Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat yang dinyatakan dalam persen. Tekstur tanah sangat penting karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia, dan kimia tanah (Hanafiah, 2003)..
Tekstur tanah dibagi menjadi tiga golongan yaitu pasir, debu dan liat. Pasir merupakan partikel tersebar dengan ukuran 2-0,05 mm, debu 0,05 – 0,002 mm dan liat < 0,002 mm. Oleh karena itu, luas permukaan pasir adalah kecil sekali. Disamping itu, fraksi pasir itu mempunyai luas permukaan kecil, tetapi memiliki ukuran besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dalam mana sekelilingnya dapat partikel-partikel lian dan debu yang lebih aktif (Hanafiah, 2003)..
Tekstur tanah sangat berhubungan dengan permeabilitas plastisitas, kekerasan, kemudahan oleh kesuburan dan produktiitas tanah pada daerah-daerah geografis tertentu. Akan tetapi berhubungan dengan adanya variasi yang terdapat dalam sistem mineralogi fraksi tanah, maka belum ada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk semua jenis tanah dipermukan bumi (Hanafiah, 2003).
Partikel-partikel debu terasa sangat licin sebagai tepung (powder) dan kurang melekat. Tanah-tanah yang memiliki kemampuan besar dalam memegang air adalah fraksi liat. Sedangkan tanah yang mengandung debu yang tinggi dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman. Fraksi liat pada kebanyakan tanah terdiri dari mineral-mineral yang berbeda pada komposisi kimianya dan sifat-sfat lainnya dibandingkan dengan pasir dan debu(Hanafiah, 2003).
Tekstur tanah adalah sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan konduktivitas hidraulik tanah serta berbagai sifat fisikm lainnya (Arsyad, 1989).
Isitilah tekstur tanah berkaitan dengan kisara ukuran partikel tanah, yaitu partikel penyusun tanah tertentu, yang terdiri dari ukuran partikel besar, kecil atau partikel sedang. Secara kualitatif, menyatakan rasa dari bahan tanah, apakah kasar dan terasa berpasir, atau halus dan lembut. Secara kuantitatif, istilah tekstur tanah menyatakan distribusi ukuran partikel atau proporsi dari berbagai kisaran ukuran partikel yang terdapat pada suatu tanah (Susanto dan Purnomo,1996).
Tekstur tanah merupakan distribusi ukuran partikel yang mempunyai pengaruh terhadap sifat tanah. Partikel yang diameternya lebih besar dari 2 mm disebut kerikil, sedangkan yang kecil dari 2 mm terbagi lagi menjadi tiga kategori yang didasarkan perbedaan ukuran dengan menggunakan klasifikasi United States Department of Agriculture (USDA), partikel antara 2 mm sampai 0,05 disebut pasir, partikel antara 0,05 mm sampai 0,002 disebut debu dan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm disebut kiat. Tekstur tanah ini biasanya dinyatakan dalam bentuk persen (Milford,1976).
Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Kapasitas Tukar Kation Total (KTK Total) tanah adalah jumlah muatan negative tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid organic (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Bahan organic tanah meskipun tergantung derajat humifikasinya mempunyai KTK paling besar disbanding koloid-koloid liat.
Arti partikel dan pertukaran kation bagi penyediaan hara tanaman adalh penting. Kation kompleks serapan dipaksa memasuki larutan, disi mereka diasimilasikan oleh jasad renik atau diserap oleh tanaman. Bila hubungan antara koloid tanah dan akar tanaman sangat berdekatan maka akan terjadi pertukaran langsung antara tanah dan akar. Dalam hal ini orang beranggapan bahwa ion H yang dihasilkan akar menggantikan kation-kation yang diperlukan tanaman langsung dari permukaan komplek serapan dan koloid tanah.
Kapasitas tukar kation totak ( KTK )tanah adalah jumlah muatan negatife tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik ( liat ) maupun koloid organic ( humus ) yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Bahan organic tanah meskipun tergantung derajat humifikasinya mempunyai KTK paling besar dibanding koloid-koloid liat.
Mudah tidaknya kation-kation tersebut dapat digantikan oleh ion H dari akar tegantung kejenuhan kation tersebut dikomplek serapan. Bila kejenuhan tinggi maka akan mudah digantikan , sebaliknya bila kejenuhannya sangat rendah. Kejenuhan suatu kation adalah perbandingan kation tersebut dengan seluruh kation terserap (KTK) kejenuhan kation yang dinyatakan dalam persen.
Pertukaran kation merupakan merupakan reaksi yang umum terjadi dan merupakan salah satu reaksi yang terpenting dalam tanah. Dasar-dasar jerpan dan pertukaran kation telah dibicarakan dengan jelas. Dengan demikian pertukaran kation oleh kation lain yang terjadi pada permukaan koloid tanah dapat dikemukakan secara sederhana.
Suatu tanah mengandung KTK tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terserap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber KTK rendah, pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupukan kation tentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupikkan kation dalam jumlah banyak pada tanah ber KTK rendah adalah tidak efisien.
Penelitian itu menunjukkan bahwa lempung yang diaktivasi dengan HF 1% dan diikuti dengan kalsinasi dapat memberikan situs asam sebanyak 0,9 mmol/g atau meningkat 94% dari keadaan awalnya. Kenyataan lain ditunjukkan pula oleh Muhdarina et al, dalam Muhdarina & Amilia (2000) bahwa lempung yang dipanaskan pada suhu 350 selama 3 jam mampu menukar kation NH4+
(85%) lebih banyak dari pada penukar kation jenis amberlit (32%), sedangkan lempung yang diaktifkan dengan NaOH 2M mampu menyerap kation Ni 2+m sebanyak 93%. Berdasarkan fakta ini lempung dapat dimodifikasi menjadi resin penukar ion. Pertukaran ion merupakan salah satu proses penting untuk mengontrol distribusi elemen dalam larutan dan fasa partikulat yang dapat meregulasi polutan-polutan logam dalam hidrosfer. Proses tersebut telah diamati oleh Gao et al; Rao & Bandyopadhyay dalam Suraj et al, (1998) pada berbagai material seperti mangan hidrat, oksida besi, apatit dan lempung yang sesuai untuk adsorpsi polutan-polutan pada konsentrasi rendah. Sebagai polimer anorganik, mineral lempung dikelompokkan pada penukar ion anorganik yang secara
Menurut Brady (2002), lempung alam memiliki KTK berkisar antara 3-150 cmol/kg. Kualitas ini dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya modifikasi. Mineral kaolinit telah terlacak dari lempung alam asal desa Sukamaju Kecamatan Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau (Muhdarina
& Erman 2001).
Penetapan Al -dd
Untuk mengolah suatu tanah maka kita harus tahu kondisi tanah yang akan diolah terlebih dahulu. Karena jika suatu tanah keracunan Alumunium maka tanaman yang akan di tanam akan kurang subur, bahkan bisa mati. Alumunium merupakan kation yang sangat banyak terdapat di dalam tanah.
Beberapa ultisol mempunyai kejenuhan Alumunium tinggi, terutama pada tanah bawah atau horizon bawah. Gejala suatu tanah yang keracunan alumunium biasanya terdapat banyak tanaman ilalang. Al-dd merupakan alumuniu yang dapat di pertukarkan.
Pengaruh keracunan Al terutama membatasi kedalaman maupun percabangan akar, sehingga akan menghambat daya serap tanaman terhadap hara lain. Pada beberapa tanaman, keracunan Al memperlihatkan gejala daun yang mirip difesiensi P, kekerdilan menyeluruh, dedaunan mengecil berwarna hijau dan gelap dan lambat matang,batang daun dan urat d tanaman daun berwarna unggu , ujung daun menguning dan mati. Pada tanaman lain menunjukkan gejala defisiensi Ca yang terinduksi atau tertekannya transfortasi Ca dalam tanaman, yaitu dedaunana mudah mengeriting atau menggulung dan titik tumbuh atau tangki daun tumbang. Akar yang terluka secara khas terlihat menggemuk dan rapuh. Pucuk akar dan akar lateral menjadi tebal dan berubah coklat.
Aluminium ( Al ) merupakan unsure ketiga penyusun lithosfer setelah oksigen dan silica, yaitu 15%. Dalam struktur liat, dan Al dan Si merupakan unsur-unsur inti penyusun lempeng pertama dan keduanya. Dalam dinding tentahedral liat, 15% situs diduduki Al dan sisanya 85% diduduki Si (Grim cit. mengel dan Kirkby, 1982 )
Penurunan Aldd selain disebabkan oleh kenaikan pH dan pengikatan oleh bahan-bahan tanah bermuatan negatif, juga disebabkan pengkhelatan senyawa humik. Peranan asam fulvik jauh lebih tinggi dibandingkan asam humik sekitar tiga kalinya (Winarso, 1996). Bahan organik sebagai bahan rehabilitasi juga didapat dari limbah, misalnya kelapa sawit mampu meningkatkan pH tanah, kandungan P, K, Mg, dan KTK tanah.
Kapur
Dolomit adalah kapur pertanian yang sering digunakan pada usaha pertanian. Dolomit diberikan apabila keadaan lahan tanam terlalu basa atau pH terlalu tinggi atau juga pH sudah diatas rata-rata. Kapur pertanian yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman agar tidak melewati batasan hara esensial. Kapur pertanian berfungsi untuk mengembalikan pH tanah menjadi normal.
Pemberian kapur pada tanah masam tidak saja memperbaiki sifat kimia tanah, tetapi juga mempengaruhi sifat kimia tanah, tetapi juga memepegaruhi sifat fisika dan biologi tanah. Pengaruh kapur yang menonjol terhadap kimia tanah yaitu berupa naiknya kadar Ca dan pH tanah, sehingga reaksi tanah mengarah ke netral.
Pemberian Kapur pada tanah masam tidak saja memperbaiki sifa kimia tanah, tetapi juga mempengaruhi sifat fisik dan biologi tanah. Pengaruh kapur yang menonjol terhadap kimia tanah yaitu berupa naiknya kadar Ca dan pH tanah, sehingga reaksi tanah mengarah ke netral. Dolomit merupakan campuran dari magnesium dan kalsium. Kedua kation-kation utama pada komplek pertukaran dan mempunyai dan perilaku yang mirip didalam tanah.
Unsur- unsur tersebut biasanya dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran karena keduanya merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman. Dan juga dapat menaikkkan Ph. (Hanafiah,2003).
B. Tujuan
1. Penetapan pH tanah
Penetapan pH tanah bertujuan untuk menentukan reaksi atau derajat kemasaman dan kebasaan suatu tanah. Dengan mengetahui nilai pH kita dapat menentukan jenis tanaman yangb sesuai dengan keadaan tanah tersebut.
2. Penetapan C-organik
Tujuan praktikum Penetapan C-organik ini adalah untuk mengetahui kandungan bahan organik berdasarkan atas jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi.
3. Tekstur Hydrometer
Praktikum Tekstur Hydrometer ini bertujuan untuk mengetahui tekstur tanah yang kita teliti dan sebagai data dalam penentuan penanaman.
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Praktikum Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ini bertujuan untuk memperdalam pengertian tentang tata cara dalam penetapan KTK yang sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah dalam tujuan pemakaian.
5. Penetapan Al-dd
Praktikum Penetapan Al-dd ini bertujuan untuk memperdalam pengertian tentang penetapan Al -dd baik secara di lapangan maupun di laboratorium dalam tujuan pemakaian
Pengapuran
Tujuan dari praktikum pengapuran ini adalah untuk mengetahui jumlah kapur yang diperlukan dan juga untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penetapan pH Tanah
pH merupakan logaritma negative dari komnsentrasi hydrogen,hapir semua tanah pertnian mempunyai ph antara 4-6 walaupun tanah bukan pertanian kurang dari atau dapat berkisar 3-11. perkembangan ph secara alami tergantung pada banyak factor, dua diantaranya adalah hujan dan jenis vegetasi. Pada daerah basah curah hujan tinggi tanah cenderung bereaksi masam karena ion basa hilang atau tercuci dari tanah.
Reaksi Tanah merupakan ukuran keasamaan dan kebasaan larutan tanah pH = - log (H+). pH tanah merupakan indikator pelapukan tanah, kandungan mineral dalam batuan induk, lama waktu dan intensitas pelapukan, terutama pelindihan kation-kation basa dari tanah
Tanah asam banyak mengandung H yang dapat ditukar, sedang tanah alkalis banyak mengandung basa dapat ditukar pH > 7 Ca dan Mg bebas; pH>8.5 pasti terdapat Na tertukar. Kandungan unsur-unsur hara seperti besi, copper, fosfor, Zn, dan hara lainnya serta substansi toksik (Al3+, Pb2+) dikontrol oleh pH. Kandungan Al3+, Pb2+ akan berpengaruh sedikit bagi pertumbuhan tanaman pada tanah alkali calcareous tapi akan sangat serius pada tanah asam.
Nutrient seperti P banyak tersedia (optimum) pada pH asam sampai netral, dan akan sedikit pada pH dibawah atau diatas nilai optimum tersebut
Nutrient availability sangat tergantung pH yaitu :
Pada pH rendah (< 5,5) :
P : terikat oleh Al dan Fe membentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman
Micronutrient : semua micronutrients kecuali Mo akan lebih tersedia; deficiency jarang terjadi pada pH<7
Al : Al akan terlepas dari clay lattice pada pH<5.5
Nitrifikasi : pH dibawah 5.5 maka aktivitas bakteri akan tereduksi dan nitrifikasi terhambat
Pada pH tinggi (>8.0) :
P ; terikat oleh Ca (jika Ca ada) dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
B : keracunan B merupakan hal yang umum pada saline soil dan sodic soil
Sodium : pH>8.5 mengindikasikan persentase exchangeable sodium > 15 dan kemungkinan problema pembentukan struktur dan reklamasi lahan
Nitrifikasi : menghambat nitrifikasi
Micronutrients : ketersediaan akan berkurang dengan meningkatkan pH kecuali Mo
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, jumlah curah hujan, drainase tanah internal, dan aktivitas manusia
Hardjowigeno menyatakan pentingnya pH yaitu antara lain :
1. Menentukan mudah tidaknya unsure-unsur hara diserap tanaman, umumnya hara-hara tersebut lebih mudah diserap akar pada pH sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsure hara mudah larut dalam air.
2. menunjukkan kemungkinan adanya unsure-unsur beracun.
3. mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH tanah melalui 2 cara, yaitu :
1.) Pengaruh langsung ion H, dan 2.) Pengaruh tidak langsung , yakni tidak tersedianya unsure hara tertentu dan unsure-unsur beracun.
Nilai pH tanah merupakan factor yang penting dalam mempengaruhi ketersediaan unsure hara. Selain itu pH juga mengendalikan kelarutan karbonat-karbonat, silikat- silikat, juga mempengaruhi reksi redoks dan dapat menentukan jenis spesies fosfat dan karbonat dalam tanah.
2. penatapan C-Organik
Sebagian besar kehilangan karbon dari tanah pertanian terjadi selama dekade awal setelah pengolahan tanah. Dengan waktu, kecepatan kehilangan karbon menurun sejalan dengan semakin menurunnya pol karbon yang mudah terdekomposisi dan adanya perbaikan secara berangsur pengelolaan lahan. Sebagai konsekuensinya, sebagian besar tanah-tanah pertanian sekarang hampir hampir netral dalam kaitannya dengan emisi atau penyerap karbon. Berdasarkan simulasi komputer (Smith et al, 1997) menghasilkan bahwa kehilangan karbon organik dari tanah pertanian di Kanada rata-rata hanya 40 kg/ha/th pada tahun 1990 dan rata-rata kehilangan tersebut terus menurun. Evaluasi terhadap tanah-tanah pertanian di Amerika Serikat (Donigan et al, 1997) menyimpulkan bahwa kehilangan karbon telah berkurang dan tanah sekarang sudah mulai mengakumulasi karbon kembali. Penemuan ini dan dengan analisis tanah langsung dari peneliti lain, memberikan gambaran potensial untuk mencapai kembali tingkat kandungan karbon masa lalu yaitu transformasi tanah dari penghasil menjadi penyerap untuk CO2 atmosfer.
Penyerapan karbon merupakan penyimpanan karbon dalam tanah dalam bentuk yang relatif stabil, baik melalui fiksasi CO2 atmosfer secara langsung maupun tidak langsung. Pengikatan karbon secara langsung terjadi reaksi senyawa inornagik kalsium dan magnesium karbonat, sedangkan secara tidak langsung melalui photosintesis tanaman yang mampu merubah CO2 atmosfer menjadi biomasa tanaman. Secara berangsur biomasa tanaman ini secara tidak langsung tersimpan dalam bentuk bahan organik tanah selama proses dekomposisi. Jumlah karbon yang tersimpan pada tanah merupakan refleksi keseimbangan yang telah dicapai dalam jangka panjang antara mekanisme pengambilan dan pelepasan karbon. Banyak metode agronomi, kehutanan dan konservasi termasuk sebagai pengelolaan lahan yang dapat meningkatkan fiksasi karbon di dalam tanah.
Untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah, metode pengelolaan lahan yang baru haruslah : 1) meningkatkan jumlah karbon masuk ke dalam tanah dalam bentuk residu tanaman, atau 2) menekan kecepatan dekomposisi bahan organik tanah. Pertama merupakan merupakan fungsi dari produksi tanaman dan proporsi produksi tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah sebagai serasah ataupun residu tanaman. Kecepatan dekomposisi dikontrol oleh keadaan lingkungan tanah seperti suhu, kelembaban, ketersediaan oksigen dan komposisi bahan organik, posisi bahan organik dalam profil tanah dan tingkat perlindungan secara fisik dalam agregar tanah.
Penyimpanan karbon di dalam tanah berubah karena erosi, yang menyebabkan redistribusi karbon pada lansekap. Pemecahan agregat menyebabkan peningkatan mineralisasi bahan organik yang sebelumnya terlindung dalam agregat. Bahan tererosi yang terdeposisikan pada suatu lansekap atau di dalam sistem perairan tidak semuanya dapat dianggap sebagai karbon yang hilang ke atmosfer. Untuk alasan yang sama, karbon tanah yang dapat dipertahankan dari penurunan erosi tidak dapat dihitung seluruhnya sebagai transformasi dari CO2 atmorfer.
Banyak strategi untuk meningkatkan karbon dalam tanah pertanian telah diidenfikasi (Tabel 3). Strategi tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat pendekatan utama : 1) mengurangi intensitas pengolahan tanah, 2) intensifikasi sistem pertanaman, 3) adopsi metode peningkatan hasil, seperti perbaikan sistem pemupukan, dan 4) penggunaan tanaman tahunan.
Pengolahan tanah dapat meningkatkan kehilangan karbon karena beberapa mekanisme : 1) merusak agregat tanah yang melindungi bahan organik tanah dari dekomposisi, 2) menstimulasi aktivitas mikroba dengan perbaikan aerasi tanah, 3) mencampur bahan organik segar kedalam tanah yang kondisinya lebih menguntungkan untuk dekomposisi daripada dipermukaan tanah. Pengolahan tanah dapat menyebabkan tanah lebih mudah tererosi, mengakibatkan kehilangan karbon melalui erosi. Adopsi pengolahan tanah minimum dan tanpa olah tanah menghasilkan akumulasi karbon tanah (Lal et al, 1998a dan Paustin et al, 1997b). Peningkatan karbon tanah dengan pengurangan pengolahan tanah ini juga dapat meningkatkan produksi melalui perbaikan retensi air/kelembaban tanah.
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.
Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur dibedakan berdasarkan prosentase kandungan pasir, debu dan liat.
Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
(1) apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.
(2) apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung.
(3) apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir.
(4) apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung.
(5) apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.
(6) apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Debu.
(7) apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berliat.
(8) apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir.
(9) apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.
(10) apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir.
(11) apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.
(12) apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat.
5. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Kapasitas tukar kation dinyatakan dalam satuan kimia mili ekivalen per 100 (me/100 g). Satu ekivalen adalah suatu yang secara kimia setara dengan 1 g hydrogen. Jumlah dalam setiap satu ekivalen adalah 6,02 x 10 (bilangan Avogadro). Dengan demikian 1 mili ekivalen setara dengan 1 mg hydrogen dan terdiri dari 6,20 x 10 muatan negative. Untuk menunjukkan jumlah muatan negative dalam tanah dengan menuliskan jumlah muatan yang sebenarnya ada adalah tidak praktis sehingga lebih mudah digunakan satauan mili ekivalen. Dari satuan mili ekivalen dapat diubaha menjadi satuan berat, demikian pula dari satuan me/100 g tanah dapat di ubah menjadi ppm (part per million). (Hardjowigeno, 1987).
Pengelolaan kesuburan tanah yang benar-benar terencana harus mempertimbngkan KTK. Nilainya perlu dijaga atau ditngkatkan. Bagian fraksi tanah yang mempunyai anion atau muatan negative ataupun kation disebut misel atau koloid, yang terdri dari partikel liat berukuran koloid dan partikel-partikel organic atau humus. Usaha pencegahan menurunnya KTK auh lebih mudah dari pada usaha peningkatannya. Usaha peningkatan KTK membutuhkan pemberian bahan organic dan kapur yang jumlahnya tidak sedikit, dalam hal ini yang dimaksudkan KTK adalah jumlah kation total yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid bermuatan negative, yang dinyatakan dalam me/ 100 g kering oven. ( Hanafiah, K.A 2001 ).
Hanafiah, K.A. 2001, bahan organik, liat oksidasi dan sebagian besar nilai KTK liat silikat di pengaruhi pH tanah, sehingga nilai KTK ini terbagi menjadi :
Muatan permanent ( tidak tergantung pH ) dan
Muatan tidak permanent ( tergantung pH ), yang meningkat apabila ph naik.
Arti partikel dari pertukaran kation bagi penyediaan hara tanaman adalah penting. Kation di kompleks jerapan dipaksa memasuki larutan, di sini mereka diasimilasikan oleh jasad renik atau diserap oleh tanaman. Bila hubungan antara koloid tanah dan akar tanaman sangat berdekatan maka akan terjadi pertukaran langsung antara tanah dan akar.
Dalam hal ini, orang beranggapan bahwa ion H+ yang dihasilkan akar menggantikan kation-kation yang diperlukan oleh tanaman langsung dari permukaan kompleks jerapan atau koloid tanah. Mudah tidaknya kation-kation tersebut dapat digantikan oleh ion H+ dari akar tergantung pada kejenuhan kation tersebut di kompleks jerapan. Bila kejenuhan tinggi maka akan mudahlah ia digantikan, sebaliknya bila kejenuhannya sangat rendah.
Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur apabila kejenuhan basanya ≥ 80%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah yang sama dengan kejenuhan basa 50%.
Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah. Larutan tanah yang mengandung suatu campuran kation, semua kation tersebut akan dapat tertarik ke permukaan lempung. Komposisi larutan tanah akan berubah tergantung pada tipe dan jumlah kation yang sedang dipertukarkan.
5. Penetapan Al-dd
Dalam keadaan tanah sangat masam Al dan hidroksida Al, kedua bentuk ini dikenal dengan Aluminium dapat dipertukarkan ( Al-dd ). Kedua ion Al itu lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada ion H. Aluminium myang terjerap berada dalam keadaan seimbang dengan Al dalam larutan tanah. Oleh karena itu Al berada dalam larutan yang mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman utama atau penyumbang ion H.
Pemakaian dan penerapan Al-dd bermanfaat sebagai tolok ukur kebutuhan kapur tanah masam di Indonesia. Perkiraan jumlah kapur didasrkan pada jumlah Al-dd yang terdapat dalam tanah. Jumlah Al-dd yang dikendalikan kapur ditunjukkan unutk mencapai pH tertentu paling sesuai untuk pertumbuhan. ( Sutedjo. 1986 ).
Aluminium adalah masalah yang terjadi pada tanah masam dan dapat menyebabkan keracunan pada tanaman . Kadar aluminium yang tinggi dalam media timbuh menjadi factor yang utama . Namun hal ini dapat dikendalikan dengan menaikkan pH dan meniadakan Al yang menjadi racun dengan cara pengapuran.
Pertumbuhan sejumlah tanaman dapat juga dihambat oleh pengapuran antaranya Crantirier, Blueberies, water, melons, lauree serta Rhedodendos tertentu. Manfaatnya untuk mengetahui keadaan tanah dan memahami pengaruh kapur pada pertumbuhan tanaman, jmulah Al-dd yang dikendalikan kapur ditunjukkan untuk mencapai pH tertentu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu pula. Jumlah Al-dd dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. ( Buckman and Brady,1982 )
Pada tanah masam Al menjadi sanagat larut dan dijumpai dalam bentuk kation Al dan hidroksida Al. kedua kation ini lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada ion H. Oleh karena itu Al berada dalam larutan yang mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman atau penumbang ion H.
Pada tanah yang kemasamannya sedang ion Al dan H juga merupakan sumber ion H,tetapi melalui reaksi yang berbeda. Jumlah ion dalam larutan menunjukkan kemasaman aktif, sedangkan jumlah ion H yang terjerap menunjukkan kemasaman cadangan atau kemasaman dapat dipertukarkan.
Pada tanah masam Al menjadi sanagat larut dan dijumpai dalam bentuk kation Al dan hidroksida Al. kedua kation ini lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada ion H. Oleh karena itu Al berada dalam larutan yang mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman atau penumbang ion H.
Pada tanah yang kemasamannya sedang ion Al dan H juga merupakan sumber ion H,tetapi melalui reaksi yang berbeda. Jumlah ion dalam larutan menunjukkan kemasaman aktif, sedangkan jumlah ion H yang terjerap menunjukkan kemasaman cadangan atau kemasaman dapat dipertukarkan.
6. Pengapuran
Pengapuran adalah cara yang baik dan mudah dalam hal ini mengurangi keasaman tanah. Apabila tanah masam dikapur dan pH tanah naik menjadi netral, maka hal ini yang terjadi adalah konsentrasi ion H+ akan menurun, konsentrasi ion H+ akan naik, daya larut Al, Fe, dan Mn dapat dipertukar naik, ketersediaan P dan Me akan diperbaiki, Ca dan Mg dapat dipertukar naik, persentase basa akan naik dan ketersediaan K dapat naik atau tergantung pada keadaan. (Hakim, 1996)
Pengapuran adalah pemberian kapur pada tanah untuk tujuan pertanian guna mengatasi keasaman tanah. Tingkat keasaman ini berpengaruh terhadap keterbatasan tersedia unsur hara, seperti kalsium, Mg, tekstus, kaium serta beberapa unsur mikro lainnya agar tersedia sehingga akan memengaruhi produktivitas tanaman tersebut.
Sebab-sebab perlu diadakannya pengapuran antara lain adalah karena pengapuran akan memengaruhi tanah dalam hal kelarutan dan ketersediaan beberapa unsur hara di dalam tanah, pengapuran, dan pengaruh lainnya dapat memperbaiki struktur tanah dan pmempengaruhi penyebaran akar. (Sutoto, 1989)
Pengapuran berfungsi untuk mempercepat penguraian bahan organik serta meningkatkan fikasasi N oleh bintil akar tanaman kacang.
Analisa bahan kapur biasanya ditunjukan untuk mengetahui kadar CaO dan MgO yang kemudian dapat dinyatakan dalam satuan ekuivalen Cao. Berdasarkan daya netralisasi CaCO3 yang mengandung 56% CaO adalah 100, maka daya netral kapur lainnya dapat ditentukan (Sutedjo, 1999)
Pemberian pakur akan memberikan manfaat besar bagi tanaman atau tanah, yaitu menjadi perbaikan terhadap sifat fisik, kimia, maupun sifat biologi
Pada umumnya bahan kapur unutk pertanian berupa kalsium karbonat (CaCO3), beberapa berupa kalsium karbonat, dan hanya sedikit yang berupa CaO atau Ca(OH). Dalam ilmu kimia kapur adalah Cao, tetapi dalam bidang pertanian kapur umumnya berupa CaCO3. ada beberapa jenis bahan pengapur, antara lain:
Kapur kalsit (CaCO3), terdiri dari batu kapur kalsit yang ditumbuk atau digiling sampai kehalusan tertentu.
Kapur dolomit (CaMg (CO3)2), terdiri dari batu kapur dolomit yang ditumbuk atau digiling sampai kehalusan tertentu.
Kapur bakar , quick lime (CaO), merupakan batu kapur yang dibakar sehingga terbentuk CaO.
Dapurhidrat alaked lime (Ca(OH)2)
CaO +H2O -------- Ca(OH)2 + Panae
Diberi air kapur hidrat
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. TEMPAT dan WAKTU
1. Penetapan pH
Praktikum penetapan pH ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada bulan Oktober 2009.
2. Penetapan C-Organik
Praktikum penetapan C-Organik ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada bulan Oktober 2009.
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
Praktikum penetapan tekstur hydrometer ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada tanggal 21 Oktober 2009.
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Praktikum Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada tanggal 18 November 2009.
5. Penetapan Al-dd
Praktikum Penetapan Al-dd ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada tanggal 02 Desember 2009.
6. Penetapan Kapur
Praktikum Penetapan kapur ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada bulan Desember 2009.
B. ALAT dan BAHAN
1. Penetapan pH
a) pH meter, b) tabung film, c) sampel tanah, d) aquadest, e) KCl 0,1 N, f) Larutan Buffer 4,0 dan 7,0
2. Penetapan C-Organik
a) Erlenmeyer 250 ml, b) buret, c) Gelas Ukur, d) Pipet Tetes, e) Sampel Tanah, f) K2 Cr2 O7, 7) H2 SO4 Pa, g) Aquadest, h) NaF, i) H3 PO4, j) Indikator Dyphenylamine, k) Ferrous Ammonium Sulfat
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
a) Ayakan 2 mm, b) Tanur Pengering, c) Botol Timbang, d) Mesin Gancang/aduk, e) Botol Kocok dan dispersi, f) Silinder 1000 ml, g) Termometer, h) Pengaduk, i) H2 O2 6%, j) NaOH 1 N, k) HCl 1 N, l) HCl 0,2 N, m) Aquadest, n) Na-Oksalat jenuh atau Calgon.
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
a) 1 gr tanah kering udara, b) Erlenmeyer 100 ml, c) 20 ml Natrium Asetat, d) Kertas W41, e) Alkohol 96%, f) 20 ml amonium asetat 1 N, g) Aquadest, h) Flem fotometer
5. Penetapan Al-dd
a) Mesin Pengocok, b) Erlenmeyer, c) Kertas saring W-41, d) Beaker glass, e) Alat Titrasi (Buret), f) Sampel Tanah 5 gr, g) KCl 1 N, h) NaOH 0,1 N, i) NaF 14% 25 ml, j) HCl 0,1 N, k) Indikator PP.
6. Pengapuran
a) Tanah, b) bahan organik, c) pupuk N,Pdan K, d) Dolomit, e) Polybag, f)ayakan g), timbangan, h) cangkul,
C. Cara Kerja
1. Penetapan pH
Timbang 15 gr tanah kering udara masukkan kedalam botol film.
Tambah 15 ml aquadest dan 15 ml KCl 1 M.
Kocok sampai homogen selama 30 menit.
Hidupkan alat pH meter dan kalibrasi dengan buffer 4,0 dan 7,0 sampai stabil.
Kemudian cek contoh dengan Ph meter.
2. Penetapan C-Organik
Timbang contoh tanah kering udara 0,5 gr kedalam erlenmeyer 250 ml.
Kemudian tambahkan 10 ml K2 Cr2 O7 dengan biuret.
Tambahkan 10 ml H2SO4 Pa dengan gelas ukur.
Goyang dan gerakkan mendatar dan memutar.
Warna harus tetap merah jingga, kalau warna menjadi hijau/ biru tambahkan lagi K2 Cr2O7 dan H2S O4Pa dengan jumlah penambahan harus dicatat.
Diamkan sampai dingin kurang lebih 30 menit.
Setelah dingin tambahkan 100 ml dyphenylamine, kemudian titirasi dengan Ferrous Ammonium Sulfat sampai warna biru berlian.
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
Contoh/ sampel tanah halus atau tanah halus yang sudah diayak.
Masukkan tanah yang telah ditimbang sebanyak 50 gr.
Masukkan air hingga setengah dari bejana atau 4 cm dari bibir bejana .
Masukkan calgon sebanyak 10 ml.
Letakkan bejana pada mesin aduk kemudian dispersikan selama 30 menit.
Pindahkan suspensi ke silinder 1000 ml.
kemudian kocok 20 kali dan diamkan selama 40 detik kemudian ukur R1 dan T1.
Diamkan selama 2 jam kemudian ukur R2 dan T2.
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Timbang 1 gr tanah kering udara masukkan kedalam erlenmeyer 100 ml tambah 20 ml natrium asetat, kocok selama 30 menit.
Kemudian saring dengan kertas W-41.
Endapan dalam kertas saring dicuci dengan alkohol 96% (3×25 ml).
Setelah itu tambah 20 ml ammonium asetat 1 N.
Ambil sebanyak 1 ml (point 4) lalu jadikan 25 ml dengan aquadest. Lalu cek dengan flem fotometer.
5. Penetapan Al-dd
Timbang tanah sebanyak 5 gr.
Masukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml.
Tambah 25 ml KCl 1 N.
Kocok selama 30 menit.
Saring, tampung ke dalam beker glass 150 ml hingga volume 25 ml dengan menambah KCl.
Tambahk 5 tetes indikator PP.
Lalu titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga warna pink.
Baca pembacaan buret (T).
Tambahkan 1 tetes HCl 1 N, warna pink akan hilang.
Tambahkan 2,5 ml NaF 14% warna pink akan timbul kembali.
Diamkan selama 20 menit.
Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna pink hilang dan biarkan beberapa detik sampai warna tidak timbul lagi.
Baca pembacaan buret.
6. Pengapuran
Contoh tanah un tuk percobaan diambil dari kedalaman 0 – 20 cm, kemudian dikering anginkan, ditumbuk, diayak dan ditimbang tanah kering mutlak/ poly bag sebagian tanah diambil untuk analisa awal.
kapur CaMg(Co3)2 setara 1 × Al-dd diberikan sebagai perlakuan dasarkapur diberikan kedalam tanah, diaduk rata dan diberi air sampai mencapai kapasitas lapang serta diinkubasi selama 2 minggu sebelum di beri pupuk.
Pemupukan dilakukan dengan bersamaan waktu penanaman benih kepolybag
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Penetapan pH
Sampel
pH
Kriteria
H2O
KCl
Kelompok 1
Lapisan 1
3,99
3,96
Asam
Lapisan 2
4,21
3,62
Asam
Kelompok 2
Lapisan 1
6,62
6,29
Asam
Lapisan 2
4,68
4,04
Asam
Kelompok 3
Lapisan 1
4,12
3,62
Asam
Lapisan 2
4,79
4,00
Asam
Kelompok 4
Lapisan 1
5,14
4,00
Asam
Lapisan 2
4,68
4,14
Asam
Kelompok 5
Lapisan 1
5,30
4,98
Asam
Lapisan 2
5,77
4,95
Asam
2. Penetapan C-Organik
No.
Kelompok
Lapisan
Titrasi
T/b
% C-Organik
%BO
1
1
Lapisan 1
4,9
0,48
4,056
6,99
Lapisan 2
8,3
0,81
1,48
2,55
2
2
Lapisan 1
19,1
-0,87
-6,78
-11,69
Lapisan 2
16,2
-0,58
-4,52
-9,79
3
3
Lapisan 1
8,1
0,79
1,638
2,824
Lapisan 2
8,2
0,803
1,5360
2,649
4
4
Lapisan 1
8,0
0,78
1,716
2,96
Lapisan 2
9,9
0,97
0,234
,40
5
5
Lapisan 1
6,0
0,588
3,21
5,537
Lapisan 2
8,4
0,82
1,376
2,373
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
No.
Kelompok
Lapisan
t1/t2
R1
R2
%P
%L
%D
1
1
Lapisan 1
270
13
0
84
5,6
10,4
2
2
Lapisan 1
270
6,62
4,68
81,16
14,96
3,88
3
3
Lapisan 1
270
11
5
74,4
15,6
10
4
4
Lapisan 1
270
25
20
46
44
10
5
5
Lapisan 1
270
12
2
29,6
60,8
9,6
Perhitungan :
Kelompok 2 :
%pasir = [W-{R1+ (T10-200)0,4}] ×2
= [50-{6,62+ (27-200)0,4}] ×2
= [50-{6,62+ (7)0,4}] ×2
= [50-{6,62+ (2,8}] ×2
= [50-{9,42}] ×2
= [40,58] ×2
= 81,16 %
% liat = {R2+ (T20-200)0,4}] ×2
= {4,68+ (270-200)0,4}] ×2
= [4,68+{(7)0,4}] ×2
= [{4,68+ (2,8}] ×2
= [{7,48}] ×2
= 14,96 %
% debu = 100 % – (%P + % L)
= 100 % - (81,16 + 14,96)
= 100 % - 96,12%
= 3,88 %
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
No.
Kelompok
Lapisan
Pembacaan
KTK
1
1
Lapisan 1
6
13,05
Lapisan 2
7
15.225
2
2
Lapisan 1
6
13,05
Lapisan 2
4
8,7
3
3
Lapisan 1
9
19,575
Lapisan 2
4
8,7
4
4
Lapisan 1
4,3
8,7
Lapisan 2
5,4
6,52
5
5
Lapisan 1
0,05
10,875
Lapisan 2
0,04
8,7
5. Penetapan Al-dd
No.
Kelompok
Lapisan
Pembacaan
Al-dd
H-dd
T1
T2
1
1
Lapisan 1
0,2
0,1
0,1
Lapisan 2
0,05
2
2
Lapisan 1
0,1
0
0
Lapisan 2
0,3
0,1
0,05
3
3
Lapisan 1
6,8
0,1
0,2
Lapisan 2
0,5
4
4
Lapisan 1
Lapisan 2
5
5
Lapisan 1
0,1
0,18
0,09
Lapisan 2
0,18
0,19
0,095
B. PEMBAHASAN
1. Penetapan pH
Dari hasil yang didapat kelompok kami pada praktikum penetapan pH dengan aQuadest pada lapisan 1 dengan pH 6,62 dan pada lapisan 2 dengan pH 4,68. Untuk meningkatkan pH 4,68 ini mK yang biasa dilakukan adalah dengan cara pengapuran karena pengapuran ini bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, memperbaiki sifat tanah fisik, kimia, dan biologi tanah serta menurunkan pengaruh negatif dari Al.
pH 4,0 kurang bagus untuk pertumbuhan tanaman karena masih tergolong asam, tanah asam kurang bagus untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan pada tanah lapisan 2 yang dilakukan oleh kelompok 2 dengan pH 4,68 pada H2O tidak baik bagi tanaman karena tergolong asam. pH yang paling bagus untuk pertumbuhan tanaman adalah pH netral yaitu = 7,0, namun tidak semua pH netral bagus untuk pertumbuhan suatu tanaman jagung contohnya dengan pH 5,7 , kacang tanah dengan pH 5,7 , kedelai dengan pH 6,0 kentang dengan pH 5,0 serta tanaman nanas 4,7.
Pada KCl pH yang didapat pada lapisan 1 adalah 6,29 dan pada lapisann 2 adalah 4,04 termasuk ke dalam pH yang sangat asam, pH yang sangat asam kurang bagus untuk pertumbuhan suatu tanaman. Dalam pengapuran untuk meningkatkan pH tanah, kapur yang digunakan yaitu kapur tohor, batu kapur, dan dolomite untuk menetralkan pH tanah dan sekaligus menambah kandungan Ca dan Mg.
Penetapan pH ini penting karena pH mempunyai peranan penting antara lain : keasaman pH mempengaruhi proses pembentukkan dan pengembangan tanah ditinjau dari alih rupa mineral dan bahan organik dan selanjutnya proses perkembangan tanah. Pengaruh pH juga cukup besar terhadap sifat tanah dan proses yang terjadi, termasuk ketersediaan unsur hara.
Dalam percobaan praktikum bahwa tanah dominan masih asam sedangkan pada tanah netral dan basa atau alkali susah sekali ditemukan, hampir tidak ditemukan lagi tanah yang benar-benar subur, kecuali pada daerah tertentu belum terganggu oleh kegiatan manusia.
2. Penetapan C-Organik
Pada penetapan C-Organik ini hasil yang didapat pada kelompok 2, pada tanah lapisan 1 mempunyai hasil C-Organik -6,78 dan B-Organik -11,69 %. Sedangkan pada lapisan 2 mempunyai hasil C-Organik -4,52 dan B-Organik -9,79 %.
Sebenarnya tujuan dari penetapan C-Orgtanik ini yaitu untuk menentukan kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah dipengaruhi oleh aras akumulasi bahan asli dan aras dekompisisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbulan, dan praktik pertanian).
Kriteria kandungan bahan organik tanah ada berbagai macam yaitu < 0,5 rendah, 0,5 – 1 sedang-rendah, 1 – 2 sedang, 2 – 4 tinggi, 4 – 8 berlebihan, 8 – 15 sangat berlebihan, > 15 ganbut. Dari hasil yang di dapat tidak ada kandungan bahan organik yang tergolong kriteria rendah, dan kandungan bahan organik dengan kriteria sedang rendah, namun ada juga tanah yang berkelebihan bahan organik namun tidak ada yang tergolong gambut.
Bahan organik tanah yang sedang, sangat baik sekali pada pertumbuhan tanaman, karena bahan organik mempunyai peranan penting terhadap tanah. Sebagai tubuh alam yaitu sumber N tanah dan unsur hara lainnya, terutama S dan P, berperan penting dalam perbaikan struktur tanah.
Namun bila kelebihan bahan organik tanah juga kurang bagus buat kesuburan tanah karena bisa mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Dari hasil perhitungan, diperoleh bahwa kandungan bahan organik yang tinggi terdapat pada lapisan pertama yaitu sebesar -4,52 % sedangkan pada lapisan kedua bahan organiknya cenderung lebih sedikit dari lapisan pertama yaitu sebesar -6,78 %.
Nilai bahan organik yang besar sangat membantu tanah dalam memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah dan memberikan hara yang cukup bagi tanaman. Di dalam tanah terdapat kandungan bahan organik yang berbeda-beda untuk tiap lapisan dan keragaman ini terjadi karena pengaruh banyak faktor, baik faktor alam maupun faktor aktivitas manusia sebagai pengolah tanah.
3. Penetapan Tekstur Hydrometer
Dari hasil yang diperoleh kelompok kami, maka data yang didapat menunjukkan bahwa kadar pasir sangat besar didalam tanah. Dari tabel rata-rata persen pasir yang didapat adalah sekitar 81,16 %. Ini menunjukkan bahwa persen pasir didalam tanah sangat besar melebihi setengah.
Maka dapat kita ketahui bila tanah terlalu banyak mengandung pasir maka akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah berpasir kurang baik bagi pertumbuhan tanaman , karena tanah yang berpasir laju peresapan airnya kurang baik sehingga air sering kering didalam tanah, dan bila tanaman kekurangan air maka akan timbul tanaman menjadi kurus bahkan ada juga tanaman yang mati. Kapsitas menahan air rendah sehingga air langsung terserap oleh pasir, kandungan hara rendah, kapasitas adsorpsi rendah, baik untuk sistem perakaran tanaman serta tanahnya mudah diolah.
Sedangkan persen liat 14,96 % ini menunjukkan bahwa liat didalam tanah kurang begitu banyak, baik untuk pertumbuhan tanaman. Karena yang kita ketahui bila didalam tanah terlalu banyak mengandung liat maka kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman. Drainase suatu tanaman bila terdapat banyak liat maka drainasenya buruk, kapasitas pengikatan air tinggi, kandungan hara tinggi di dalam suatu tanah, kurang baik untuk suatu sistem perakaran tanaman karena airnya tidak mudah diserap sehingga akar tidak kuat, kapasitas penyerapan air tinggi, dan sukar dioleh karena tanah liat ini mempunyai sifat lengket dan bila musim kering maka ia akan mengeraas dan pecah sehingga butuh tenaga yang besar untuk mengolah tanahnya.
Sedangkan untuk % debu bervariasi tergantung dengan tanah masing-masing, kelompok 1 26%, kelompok 2 3,88%, kelompok 3 10%, kelompok 4 10%, kelompok 5 9,6%. Tanah yang berdebu mempunyai sifat antara pasir liat atau campuran antara pasir dan liat.
4. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Dari hasil praktikum ini daya kapasitas tukar kation yang diperoleh kelompok 2 adalah pada lapisan 1 13,05 me/100g dan pada lapisan 2 8,7 me/100g. Sedangkan yang kita ketahui KTK paling efektif paling sedikit 4 me/100g diperlukan untuk menahan sebagian besar kation terhadap pencucian.
Nilai KTK yang lebih tinggi bahkan lebih baik bagi pertumbuhan tanaman terutama jika kation dapat ditukar ada yang bersifat basa. Karena mineral sangat lapuk atau bertekstur pasiran, banyak tanah tropika umunya memnpunyai nilai KTK efektif yang lebih rendah dari 4 me/100g. Pada tanah yang demikian meningkat KTK merupakan pengaturan yang penting.
Hal ini dapat dilakukan dengan dua proses yaitu menggamping tanah asam dengan sistem oksida atau sistem silikat lapis bersalut – oksida, dan memperbanyak kandungan bahan organik tanah.
Ini menunjukkan bahwa tanah ini asam, KTK tanah yang sangat asam dengan sistem oksida atau sistem bersalut-oksida terutama oksisol, ultisol dan andept daoat ditingkatkan dengan menggunakan meningkatkan penggampingan, karena jumah yang mencolok dari muatan tergantung –pH.
Namun menggamping tanah sampai pH 7 bukanlah cara yang dianjurkan bagi tanah seperti itu karena dapat mempunyai pengaruh lain yang dapat merugikan. Menggamping tanah sampai pH 5,5 atau 6,0 rupanya merupakan tingkat yang paling tepat. Pada banyak tanah dengan sistem oksida atau sistem bersalut-oksida, bahan organik menambahkan 45 sampai 85 persen jumlah KTK tanah abu vulkanik dari Panama, sedangkan pada tanah alluvial dengan silikat lapis tambahan yang diberikan oleh bahan organik berkisar antara 10 sampai 28% dari jumlah KTK-nya.
Pada banyak tanah tropika yang sangat lapuk, terutama oksisol, menjaga tetap adanya bahan organik dapat dikatakan sama saja dengan mempertahankan KTK pada tingkat yang memadai. Hubungan yang erat antara kandungan bahan organik pada kapasitas tukar kation.
5. Penetapan Al-dd
Tingkat aluminium didalam tanah dipengaruhi oleh atau bergantung pula pada kandungan bahan organik tanah dan kandungan garamnya. Aluminium dalam larutan tanah itu menurun apabila bahan organik meningkat, karena bahan organik membentuk kompleks yang sangat kuat dengan aluminium. Aluminium di dalam larutan tanah itu meningkat dengan naiknya kandungan garam, karena kation lainnya kemudian menggusur aluminium dapat tukar dengan gerakan asam.
Aluminium merupakan salah satu faktor penyebab ketidak suburan tanah, kerana jika didalam tanah terdapat banyak Al-dd maka kemungkinan besar tanah akan mengalami keracunan.
Bila aluminium larutan tanah di atas 1 ppm sering menyebabkan penurunan hasil secara langsung. Ini menunjukkan bahwa pengaruh utama keracunan aluminium adalah kerusakan langsung pada sistem akarnya, perkembangan akar terhambat dan akar menjadi lebih tebal dan pendek kaku.
Aluminium ini juga dipengaruhi oleh pH tanah atau keasaman suatu tanah, keasaman tanah merupakan parameter yang batasannya tidak jelas. Al-dd merupakan kation dominan yang berhubungan dengan keasaman tanah. Ion hidrogen yang dihasilkan oleh perebutan bahan organik tidaklah mantap dalam mineral tanah karena bereaksi dengan lempung silikat lapis, membebaskan aluminium dapat ditukar dan asam silikat. Al-dd ditemukan dalam jumlah kecil padsa tanah mineral asam. Pada tanah yag tinggi kandungan bahan organiknya, H-dd dihubungkan dengan gugus karboksil bahan organik itu.
Selain itu juga aluminium ini dalam tanah dapat beracun, disamping nilai aluminium dapat ditukar yang sebenarnya, ukuran asam tanah yang berguna adalah persentase kejenuhan aluminium dari KTK efektifnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penetapan pH
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
Pada praktikum ini pH yang diperoleh adalah asam
Rata-rata tiap kelompok pH yang diperoleh bersifat asam
Tanah yang memiliki pH dibawah 7 bersifat asam
2. Penetapan C-organik
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
C-organik yang diperoleh kelompok kami pada lapisan I sebesar -6,78 % dan pada lapisan II -4,52
Dengan % BO -11,69 pada lapisan I dan -9,79 % pada lapisan II
3. Tekstur Hydrometer
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
Diperoleh % pasir sebesar 81,16, 14,96 % liat dan 3,88 % debu.
Penetapan tekstur tanah dilapangan dapat menggunakan metode perasa
Setelah menghitung % pasir, % debu dan % liat, maka kita dapat menentukkan jenis tekstur tanah tersebut.
4. Penetapan KTK
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
Untuk lapisan I diperoleh KTK sebesar 13,05
Untuk lapisan II diperoleh KTK sebesar 8,7
5. Penetaapan Al-dd
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
Al-dd yang diperoleh sebesar 0 untuk lapisan I
Al-dd yang diperoleh sebesar 0,05 untuk lapisan II
B. Saran
Pada praktikum penetapan pH pada saat menimbang sample tanah hendaknya lebih teliti dan akurat karena penimbangan tersebut menyangkut pada berat tanah yang akan dilakukan percobaan.
Pada praktikum penetapan BO pada saat pencampuran larutan asam sulfat pekat sebaiknya menggunakan sarung tangan agar keselamatan dapat tetap terjaga.
Pada praktikum tekstur hydrometer saranya saat perhitungan harga R1 dan R2 menggunakan hidrometer hendaknya dilakukan dengan teliti agar didapat hasil yang akurat
Pada penetapan KTK saat menyaring larutan menggunakan kertas saring dalam posisi benar agar larutan yang dibuat tidak terbuang.
Pada praktikum penetapan Al-dd banyak menggunakan bahan-bahan berbahaya sehingga praktikan harus lebih berhati-hati lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Brandy dan Buckman. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta : Bhantara Karya Aksa.
Hakim, Nurhayati, dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung : UNILA.
Hanafiah, K.A. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Unsri : Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Tanah.
Mulyani, Sutedjo. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Bandung : Bineka Cipta.
Subagjo. 1970. Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Soeroengan.
Sutopo. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Lanjutan. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Tanah : Unsri.
PAGE 6