Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH TERAPI KOMPLEMENTER TERAPI ANTI GANGGUAN POLA NAPAS

Asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang dapat mengenai mereka yang memiliki faktor resiko. Penyakit ini mempunyai spektrum gejala klinis yang bervariasi mulai dari ringan hanya berupa batuk, sampai berat berupa serangan yang mengancam jiwa.v c Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernafasan ditandai episode berulang mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel (National Asthma Council, 2006). Menurut Scadding dan Godfrey dalam Oemiati et al ( 2010), asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi (bengek/weezing) dan sesak nafas biasanya terjadi di malam hari. (Pratama, 2017)

MAKALAH TERAPI KOMPLEMENTER TERAPI ANTI GANGGUAN POLA NAPAS Dosen Pengampu : Ns.Faisal Khalid Fahdi,M.Kep. Di susun : ALDY SHADIYANTO I1031161006 NUR LUTHFIANTI I1031161018 M. ADIL FARHAN I1031161032 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuni-Nya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Terapi Komplementer, program studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. Penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada: Ns. Faisal Kholid Fahdi, S.Kep., M.Kep selaku dosen Fasilisator mata kuliah “Terapi Komplementer” ini; Seluruh Pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan dari pembaca, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Pontianak, April 2019 Penyusun DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang dapat mengenai mereka yang memiliki faktor resiko. Penyakit ini mempunyai spektrum gejala klinis yang bervariasi mulai dari ringan hanya berupa batuk, sampai berat berupa serangan yang mengancam jiwa.v c Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernafasan ditandai episode berulang mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel (National Asthma Council, 2006). Menurut Scadding dan Godfrey dalam Oemiati et al ( 2010), asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi (bengek/weezing) dan sesak nafas biasanya terjadi di malam hari. (Pratama, 2017) Mengutip data dari WHO, saat ini ada sekitar 300 juta orang yang menderita asma di seluruh dunia. Terdapat sekitar 250.000 kematian yang disebabkan oleh serangan asma setiap tahunnya, dengan jumlah terbanyak di negara dengan ekonomi rendah-sedang. Prevalensi asma terus mengalami peningkatan terutama di negara-negara berkembang akibat perubahan gaya hidup dan peningkatan polusi udara. Resiko kematian akibat asma jarang terjadi, tetapi resiko kematian meningkat seiring dengan peningkatan usia, terutama pada pasien lanjut usia dengan 4,4 kematian per 100.000 pasien (American Lung Association, 2010). Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, melaporkan prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5% dari populasi, dengan jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032. Asma berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini terutama pada anak usia 10-14 tahun dan orang tua usia 75-79 tahun. Diluar usia tersebut kematian dini berkurang, namun lebih banyak memberikan efek disabilitas. Saat ini, asma termasuk dalam 14 besar penyakit yang menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. (Muhammad Ikhwan Rizki, 2015). Faktor pencetus asma menyebabkan fase sensitisasi, antibodi IgE meningkat. Alergen akan berikatan dengan antibodi IgE dengan cara melekat pada sel mast. Sel mast mengandung neutral triptase yang mempunyai bermacam aktivitas proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin yang berperan pada bronkokonstriksi. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. (Rengganis, 2008). Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar pada berbagai kepulauan di seluruh Indonesia, memiliki banyak sekali produk budaya terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Produk budaya yang berhubungan dengan kesehatan terwujud dalam bentuk obat tradisional dan cara tradisional yang digunakan masyarakat untuk mengatasi permasalahan mereka dibidang kesehatan. Hal ini senada dengan Undang-undang No. 36 tahun 2009, pasal 59 menyatakan berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki banyak khasiat dalam mengatasi berbagai penyakit (Heinrich et al, 2012). Kemampuan tanaman dalam mengatasi berbagai penyakit disebabkan adanya efek sinergisme antar senyawa metabolit sekunder. Selain itu, senyawa metabolit sekunder memiliki polivalent activity, sehingga memungkinkan mengatasi berbagai penyakit (Bone & Mills, 2013). Obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat yang ada dibeberapa daerah di Indonesia sangat beragam. Masyarakat disuatu daerah tertentu memiliki obat tradisional yang berbeda dengan masyarakat daerah lainnya, hal ini dikarenakan keanekaragaman hayati yang terdapat dilingkungan tempat mereka hidup serta kearifan lokal yang mereka miliki menjadi penyebab munculnya bermacam-macam produk budaya. Berdasarkan hal tersebut, Asma dapat di atasi dengan pengobatan non farmakologi berupa tanaman Herbal. (Hendy Lesmana, 2009) Rumusan Masalah Apakah jenis-jenis obat herbal yang dapat mengatasi Asma? Apa saja kandungan zat aktiv dalam Herbal dalam mengatasi Asma? Bagaimana etiologi herbal jahe merah untuk obat Asma? Bagaimana pemanfaatan pengobatan Herbal dalam Dunia Keperawatan? Tujuan Tujuan Umum Diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan membuat riset mendalam mengenai Pengobatan Herbal pada Penyakit Gangguan Pola Nafas (Asma). Tujuan Khusus Mengetahui definisi dari Pengobatan Herbal dan Penyakit Asma Mengetahui jenis-jenis obat herbal untuk mengatasi Asma Mengetahui etiologi dari Pengobatan Herbal dengan Jahe Merah terhadap penyakit Asma Mengetahui bagaimana pemanfaatan obat Herbal dalam Dunia Keperawatan Metode Penulisan Metode penulisan pada makalah ini adalah : Metode Pustaka yaitu Metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan dari pustaka dan berhubungan dengan tema yang diambil baik berupa buku maupun jurnal yang terkait. BAB II TERAPI HERBAL Tanaman Herbal Jahe Merah Tumbuhan herbal adalah tumbuh-an atau tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tradi-sional terhadap penyakit. Sejak zaman dahulu, tumbuhan herbal berkhasiat obat sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa. Pengobatan tradisional terhadap penyakit tersebut menggunakan ramuan-ramuan dengan bahan dasar dari tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang berada di alam. Sampai sekarang, hal itu banyak diminati oleh masyarakat karena biasanya bahan-bahannya dapat ditemukan dengan mudah di lingkungan sekitar (Suparmi & Wulandari, 2012). Jahe merah (Zingiber offcinale Linn. Var. rubrum) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe merah termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), satu keluarga dengan temu-temuan yang lain seperti temu lawak, temu hitam, kunyit dan kencur.Tanaman jahe merah suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan ketinggian 30-100 cm, namun kadang-kadang tingginya mencapai 120 cm. Daunnya sempit, berwarna hijau, bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap, rimpangnya berwarna merah, dan akarnya bercabang-cabang, berwarna kuning dan berserat (Arobi, 2010). Kandungan Zat Aktif dari Herbal Jahe merah mengandung komponen minyak menguap (volatile oil) dan minyak tak menguap (non-volatile oil) dan pati. Minyak menguap disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma khas, sedangkan minyak yang tak menguap disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdiri dari oleoresin merupakan kandungan jahe merah yang meliputi fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol dan resin (Herlina et al dalam Arobi 2010). Etiologi Jahe Merah untuk Asma Para peneliti menemukan bahwa jaringan yang diberi kombinasi ekstrak jahe merah dan isoproterenol menunjukkan respon relaksasi secara signifikan lebih besar dibandingkan mereka yang diobati hanya dengan isoproterenol. Secara khusus, campuran 6-shogaol menjadi yang paling efektif.Setelah melihat efek dari ekstrak jahe merah, para peneliti melihat mekanisme di balik efek aditif dengan berfokus pada enzim paru-paru yang disebut phosphodiesterase4D (PDE4D), karena penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa senyawa kimia dapat menghambat relaksasi jaringan ASM. Menggunakan metode yang disebut polarisasi neon, tim menemukan bahwa ketiga ekstrak tersebut mampu menghambat PDE4D. Mereka juga menemukan bahwa ekstrak 6shogaol sangat efektif dalam melarutkan filamen aktin F-, struktur protein yang berperan dalam penyempitan ASM. Data ini menunjukkan bahwa senyawa 6-gingerol, 8-gingerol dan shogaol 6 ketika bersinergi dengan β-agonis dapat menjadi suatu terapi mengurangi gejala asma. Perkembangan ekstrak jahe merah menjadi obat yang signifikan mengobati jutaan pasien asma di seluruh dunia (Smith dalam web RSUA, 2013 dalam Kartini & Pratama, 2017). Pemanfaatan dalam Dunia Keperawatan Manfaat jahe merah baru saja diproklamirkan pada Konferensi Internasional American Thoracic Society 2013 di Philadelphia. Dalam pertemuan ini dinyatakan bahwa jahe merah atau akar pedas pedas dapat membantu penderita asma bernapas lebih mudah.Dalam studi tersebut, peneliti menyelidiki apakah komponen jahe merah bisa meningkatkan efek beta-agonis. Obat asma yang disebut beta-agonis (β-agonis) bekerja dengan relaksasi otot polos (ASM) jaringan di saluran napas.Elizabeth Townsend, doktor di Universitas Columbia Departemen Anestesiologi menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut, komponen jahe merah dapat bekerja secara sinergis dengan β-agonis untuk merelaksasi jaringan otot di saluran nafas atau yag disebut ASM.Dalam studi tersebut, para peneliti mengambil sampel ASM untuk neurotransmitter asetilkolin. Tim kemudian menggabungkan isoproterenol β-agonis dengan tiga ekstrak jahe merah terpisah: 6gingerol, 8-gingerol atau 6-shogaol (Kartini & Pratama, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Kartini & Pratama, 2017 yang berjudul POTENSI EKSTRAK JAHE MERAH SEBAGAI TERAPI ALAMI KEJADIANASMA PADA ATLET menyebutkan bahwa Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kandungan ekstrak jahe merah dapat membantu penderita asma bernafas lebih mudah, karena kandungan ekstrak jahe merah dapat meningkatkan efek beta-agonis yang bekerja dengan relaksasi otot polos (ASM) sehingga dapat menjadi terapi alami yang baik untuk mengurangi gejala asma. BAB III PENUTUP Kesimpulan Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernafasan ditandai episode berulang mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel (National Asthma Council, 2006). Tumbuhan herbal adalah tumbuh-an atau tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tradi-sional terhadap penyakit. Sejak zaman dahulu, tumbuhan herbal berkhasiat obat sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa. Jahe merah (Zingiber offcinale Linn. Var. rubrum) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe merah termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), satu keluarga dengan temu-temuan yang lain seperti temu lawak, temu hitam, kunyit dan kencur.Tanaman jahe merah suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan ketinggian 30-100 cm, namun kadang-kadang tingginya mencapai 120 cm. Penelitian yang dilakukan oleh Kartini & Pratama, 2017 menyebutkan bahwa Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kandungan ekstrak jahe merah dapat membantu penderita asma bernafas lebih mudah, karena kandungan ekstrak jahe merah dapat meningkatkan efek beta-agonis yang bekerja dengan relaksasi otot polos (ASM) sehingga dapat menjadi terapi alami yang baik untuk mengurangi gejala asma. Saran Dengan adanya tersusunnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. Dalam penulisan ini kami penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Arobi, I. 2010. Pengaruh Ektsrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) Terhadap Perubahan Pelebaran Alveolus Paru-paru Tikus (Rattus norvegicus) Yang Terpapar Alletthrin. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. Hendy Lesmana, A. P. (2009). PENGOBATAN TRADISIONAL PADA MASYARAKAT TIDUNG KOTA TARAKAN: STUDY KUALITATIF KEARIFAN LOKAL BIDANG KESEHATAN. Jurnal Ners Vol.4 No.1 , 9-18. Muhammad Ikhwan Rizki, L. C. (2015). Tanaman dengan Aktivitas Anti-Asma. Jurnal Pharmascience . Pratama, P. R. (2017). POTENSI EKSTRAK JAHE MERAH SEBAGAI TERAPI ALAMI KEJADIAN ASMA PADA ATLET. Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia , 58(11):444-451. Suparmi, & Wulandari, A. 2012. Herbal Nusantara 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. Yessy Susanty Sabri, Y. C. (2014). Penggunaan Asthma Control Test (ACT) secara Mandiri oleh Pasien untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal Kesehatan Andalas . PAGE \* MERGEFORMAT iii PAGE \* MERGEFORMAT 8