Academia.eduAcademia.edu

LAPORAN SYRUP PARACETAMOL

Sirup adalah sediaan cair yang berupa larutan mengandung sakrosa, kecuali dinyatakan lain, kadar sakrosa, C12H22O11 tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0% (Farmakope Indonesia III, 1979). Sirup merupakan sediaan cair ang ditandai dengan rasa manis serta memiliki konsistensi kental. Kemungkinan mengandung sukrosa pada konsistensi minimal yaitu 45% m/m. Rasa yang manis juga diperoleh dari penggunaan pemanis atau poliol. Sirup pada umumnya mengandung aromatic atau perasa. Setiap dosis dari wadah multidose dielola dengan perangkat yang cocok gar data mengukur volume yang telah ditentukann. Perangkat ini dapat nerupa sendok atau cup untuk volume 5 ml ataupun kelipatannya (British Pharmacopea, 2009).

BAB I Dasar Teori Sirup adalah sediaan cair yang berupa larutan mengandung sakrosa, kecuali dinyatakan lain, kadar sakrosa, C12H22O11 tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0% (Farmakope Indonesia III, 1979). Sirup merupakan sediaan cair ang ditandai dengan rasa manis serta memiliki konsistensi kental. Kemungkinan mengandung sukrosa pada konsistensi minimal yaitu 45% m/m. Rasa yang manis juga diperoleh dari penggunaan pemanis atau poliol. Sirup pada umumnya mengandung aromatic atau perasa. Setiap dosis dari wadah multidose dielola dengan perangkat yang cocok gar data mengukur volume yang telah ditentukann. Perangkat ini dapat nerupa sendok atau cup untuk volume 5 ml ataupun kelipatannya (British Pharmacopea, 2009). Sirup sangat terkonsentrasi, larutan air gula ataupun pengganti yang secara tradisional mengandung zat penyedap, misalnya cherry, cokelat, jeruk, raspberry. Sebuah sirup yang tidak diberi prasa terdiri dari larutan yang mengandung 85% sukrosa. Agen terapetik mungkin baik jika langsung dimasukkan ke dalam sistem ini atau dapat ditambahkan sebagai sirup yang sedang dipersiapkan. Komponen utama dari sirup adalah air yang terpurifikasi, gula atau sukrosa pengganti gula (pemanis buatan), bahan pengawet, perasa, pewarna (Jones, 2008). Co-solvent merupakan komponen utama cair yang dimasukkan menjadi formulasi untuk meningkatkan kelarutan yang buruk menjadi tingkat kelarutan yang dibutuhkan. Dalam formulasi farmasi solusi untuk pembeian oral, larutan air lebih disukai karena kurngnya toksisitas air sebagai pelarut. Co-solvent yang umum digunakan adalah gliserol, peropilenglikol, etanol, polietilenglikol. Prediksi kelarutan agen terapetik dalam suatu campuran system pelarut (pelarut, air, dan co-solvent yang dipilih) adalah sulit karena dapat menimbulkan efek dari banyak variable kelarutan (Jones, 2008). MONOGRAFI Zat  Aktif                    : Parasetamol (C8H9NO2) Nama Kimia                : N-asetil-4-aminofenol Berat Molekul             : 151, 16 gram/mol Titik Lebur                  : 169 – 172oC (Farmakope Indonesia III, 37) Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit (Farmakope Indonesia III, 37) Kandungan                 : parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutan                 :larut dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida (Farmakope Indonesia III, 37) Inkompatibiltas        : tidak bercampur dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dan beberapa antasida. Stabilitas                     : peningkatansuhu dapat mempercepat degradasi. Terhidrolisis pada pH minimal 5-7, stabil pada temperatur 45oC (dalam bentuk serbuk). Polimorfisme      :tiga bentuk metastabil dari parasetamol yaitu osthorombik acetamoluntuk pembuatan tablet dan monoklinik acetaminophen dengan ukuran lebih kecil dan termodinamik yang stabil. Penyimpanan         : dalam wadah tetutup baik, terlindung dari cahaya (Farmakope Indonesia III, 37) a.       Propilenglikol (Cosolven) Pemerian               : cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, hogroskopis. Kelarutan              : dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eterP, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak lemak. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik. Pemakaian             : 10% - 25% (HOPE Ed. 4 hal 521) Inkompatibiltas     : reagen oksidasi seperti potassium permanganate (HOPE Ed. 4 hal 521) b.      Gliserin Pemerian               : jernih, tak berwarna, viskos, manis, sekitar 0,6 kali sakarosa Kelarutan              : dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak. Stabilitas               : Panas (titik didih 290oC dengan dekomposisi)   Hidrolisis (higroskopis)   Cahaya (tidak tahan cahaya) Inkompatibiltas     : dapat meledak dengan agen pengoksidaan kuat seperti  kromium trioksida, kalium klorat atau KMnO4. Pada larutan, reaksi terjadi secara lambat dengan produk hasil oksidasi yang terbentuk. Kontaminan besi pada gliserin dapat membentuk kompleks asam borat, asam gliserobat yang lebih asam daripada asam borat (HOPE 301-303) c.       Sakarin                  Pemerian               : serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak aromatik, sangat manis. Kelarutan              : larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol (95%)P. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik. Pemakaian             : 0,02% - 0,5%. Stabilitas               : stabil dibawah kisaran kondisi normal bekerja dalam formulasi. Dalam bentuk massal itu tidak menunjukkan dekomposisi terdeteksi dan hanya bisa terkena suhu tinggi (1285oC) pada pH rendah (pH 2) selama lebih dari 1 jam dekomposisi signifikan terjadi. Inkompatibiltas     : bereaksi dengan molekul besar sehingga endapan terbentuk d. Sorbitol Pemerian               : serbuk, butiran atau kepingan; putih; rasa manis; higroskopis. Kelarutan              : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam metanol P dan dalam asetat P. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup rapat Stabilitas               : sorbitol secara kimiawi relatif inert dan kompatibel dengan kebanyakan eksipien, stabil di udara dengan tidak adanya katalis dan dalam dingin, asam encer dan alkali. Sorbitol tidak menggelapkan atau terurai pada suhu tinggi. Inkompatibiltas     : sorbitol akan membentuk khelat air yang larut dalam air dengan banyak divalen dan ion logam trivalen pada kondisi asam dan basa. Penambahan cairan polietilenglikol menjadi larutan sorbtol dengan agitasi yang kuat, menghasilkan lilin, air-gel larut dengan titik leleh 35-408oC. Larutan sorbitol juga bereaksi dengan oksida besi menjadi berubah warna. e.       Nipagin (Methylparaben) Pemerian               : sebuk hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan              : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P, dan dalamlarutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan teteap jernih. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik. Pemakaian             : 0,1% - 0,2%. Stabilitas               : larutan encer nipagin (methylparaben) pada pH 3-6 mungkin disterilisasi dengan autoklaf pada 1208oC selama 20 menit tanpa dekomposisi. Larutan berair pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar. Sedangkan larutan berair pada pH 8 atau lebih tinggi pada hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada suhu kamar). Inkompatibiltas     : aktifitas mikroba methylparaben jauh berkurang adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80. Tidak kompatibel dengan zat lain seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak atsari, sorbtol. f.       Nipasol (propilparaben) Pemerian               : serbuk hablurputih, tidak berbau, tidak berasa. Kelarutan              : sangat sukar larut dalam air , larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton p, dalam 140 bagian gliserol P, dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudsh larut dalam larutan alakali hidroksida. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik. Pemakaian             : 0,1% - 0,2% Stabilitas               : larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Inkompatibiltas     : aktifitas anti mikroba propilparaben berkurang jauh dengan adanya surfaktan nonionik, propilparaben berybah warna dengan adanya zat besi dan zat besi terhidrolisis oleh alkali lemah dan asam kuat. g.      Aquadest Pemerian               : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Kelarutan              : bercampur dengan banyak pelarut polar. Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik. Stabilitas               : secara kimia, air stabil dalam sema bentuk fisik (es, cair dan uap). Air untuk tujuan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Air untuk injeksi disimpan dalam wadah tertutup rapat bersegel. Air steril untuk injeksi disimpan dalam wadah dosis tinggi. Inkompatibiltas     : air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air dapat bereaksi dengan logam-logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan oksidasinya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam-garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi, dengan material organik tertentu BAB II PERHITUNGAN Perhitungan Parasetamol 100ml/5ml x 120 =2,400mg(0,4g) Propileng glikol 18ml/60ml x 100ml =30 ml Gliserin 3ml/60ml x 100ml =5 ml Sakarin 150ml/60ml x 100ml =250 ml sorbitol 6ml/60ml x 100ml =60 ml Nipagin 0.108g/60ml x 100ml =0.18gml (180mg) Nipasol 0.012ml/60ml x 100ml=0.02g (20mg) Aquadest Ad 100 ml Penimbangan Parasetamol 2,400mg(0,4g) Propileng glikol 30 ml Gliserin 5 ml Sakarin 250 ml sorbitol 60 ml Nipagin 0.18gml (180mg) Nipasol 0.02g (20mg) Aquadest Ad 100 ml BAB III PROSEDUR KERJA BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN Evaluasi Sediaan Organoleptis Sirup yang kami buat mempunyai mempunyai hasil : Warna : Hijau Muda Bau : Bau khas mint Rasa : Manis Viskositas Air = 1,42 detik Syrup = 3 detik Hal ini menunjukkan bahwa syrup memiliki viskositas yang lebih tinggi daripada air hal itu dapat diketahui dari lebih banyak waktu yang dibutuhkan oleh syrup untuk mengalir daripada waktu yang dibutuhkan oleh air. Tetapi perbandingan jaraknya hanya 1,5 detik dimana hal ini menandakan sediaan syrup memiliki daya alir yang baik juga apabila dikonsumsi nantinya. Bobot Jenis Piknometer kosong (a) = 23,01 g Piknometer + air (b) = 48,902 g Piknometer + sirup (c) = 49,212 g ρ = = = 1,01 g/ml Pemeriksaan pH Indikator universal dimasukkan ke dalam sirup selama 1 menit kemudian diukur nilai pH nya. pH yang dihasilkan adalah 6, yang berarti sirup ini bersifat asam lemah. Volume Terpindahkan Sediaan sirup dimasukkan ke dalam 10 botol dengan volume awal 30 ml. Lalu dipindahkan secara berturut-turut masing-masing ke gelas ukur, dan didapat volume akhir yaitu : Botol 1 : 30/30 x100 % = 100% Botol 2 : 30/30 x100 % = 100% Botol 3 : 30/30 x100 % = 100 % Uji Kejernihan Didapatkan hasil tidak terlihat lagi partikel-partikelnya, semunaya larut dengan baik. Pembahasan Praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan larutan. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Sedangkan eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat dalam. (Moh. Anief, 2008). Dalam pembuatan sirup parasetamol ini, dilakukan metode pelarutan dengan pemanasan. Sirup yang dibuat dengan cara ini dibutuhkan waktu yang relative cepat dan komponen sirup tidak rusak atau menguap oleh pemanasan. Zat aktif yang digunakan dalam praktikum pembuatan larutan adalah Acetaminophenum dan bahan tambahan yang digunakan adalah glycerol, propilenglycol,Nipagin, Sukrosa, Aqua Menthae pio dan aquadestilata. Parasetamol yang akan dibuat sediaan sirup untuk anak-anak yaitu sirup parasetamol non alkoholik. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan larutan adalah kelarutan  parasetamol terhadap cairan pembawanya karena sediaan parasetamol non-alkoholik jadi pelarut atau cairan pembawa pengganti alkohol dapat menggunakan  propilen glikol dangliserin walaupun memiliki kelarutan yang lebih rendah dibandingkan alkohol. Parasetamol yang memiliki struktur seperti di atas memiliki kelarutan dalam air (1:70), propilen glikol (1:9) dan gliserin (1:40). Pada saat  parasetamol dilarutkan dalam propilen glikol dan gliserin, parasetamol dapat larut dengan sempurna. Namun ketika suhunnnya kembali dingin, terjadi pengkristalan dengan ukuran partikel yang lebih besar karena ada  penggabungan antara partikel gula yang berasal dari gliserin dan propilen glikol dimana partikel kecil menempel pada partikel yang lebih besar. Karena rasa parasetamol yang pahit, maka ditambah bahan tambahan pemanis yaitu gliserin dan sukrosa. Sediaan akhir yang sesuai dengan persyaratan menginginkan bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri sampai waktu kadaluarsanya, sehingga penggunaan  pengawet sangat diperlukan. Pada praktikum ini pengawet yang kita gunakan adalah nipagin. Setelah sediaan sirup dibuat sesuai formula, kemudiaan sediaan tersebut dilakukan evaluasi. Adapun evaluasi yang dilakukan meliputi, organoleptis, viskositas, bobot jenis, pemeriksaan pH, dan volume terpindahkan Pada pengujian organoleptis, yaitu menguji sediaan dari warna, bau, dan rasanya. Dipantau dari warna, sediaan syrup memiliki warna hijau muda, memiliki bau khas mint, dan rasanya manis. Warna hijau ditimbulkan dari penambahan pewarna atau essence hijau, bau khas mint ditimbulkan dari essence tadi, dan manis ditimbulkan dari formula pemanis yang cukup banyak. sirup paracetamol memiliki rasa manis, bau khas mint dan juga warna hijau pekat yang merupakan warna dasar., hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang digunakan (Pada uji homogenitas semua sirup yang diuji tidak memiliki gumpalan dan endapan dalam larutan Lachman, 1994). Pada pengujian viskositas, setelah data dimasukkan ke dalam kurva ternyata dihasilkan jenis aliran pseudoplastis. Dimana aliran pseudoplastis diperoleh ketika semakin besar kecepatan, maka semakin kecil viskositas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemudahan mengalir sediaan saat nanti akan dikonsumsi. Uji ini berhubungan erat dengan kekentalan suatu sediaan. Jika kekentalan yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah mengalir dan sebaliknya, jika viskositas/kekentalan semakin besar, maka cairan akan semakin sukar dimengalir (Ansel, 1989). Pada pengujian ini sirup paracetamol dikatakan layak karena memiliki waktu mengalir yang memenuhi persyaratan uji sirup.. Pada pengujian bobot jenis, menggunakan piknometer. Yaitu piknometer kosong ditimbang, kemudian diisi penuh oleh sediaan, lalu ditimbang lagi. Kemudian dihitung bobot jenis menggunakan rumus. Dan menghasilkan nilai bobot jenis adalah 1,01 g/ml. Pada pengujian pemeriksaan pH, yaitu menggunakan indicator universal. Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata Yaitu dengan mencelupkan indicator universal selama 1 menit kemudian setelah itu dicocokkan dengan tabel universal. Dan diperolehlah pH sebesar 5. Yang menandakan sediaan sirup bersifat asam lemah. Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4 – 7 (Anonim, 1995). Pada pengujian pH semua sirup yang dihasilkan masih memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan Pengujian terakhir yaitu volume terpindahkan, yaitu dengan mengisikan sediaan sirup sebanyak 30 ml ke dalam 3 botol yang berbeda. Ditunggu, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur dan diamati berapa volume sediaan hasil tuangan tadi apakah terjadi pengurangan atau tidak. Apabila terjadi suatu pengurangan itu karena ketidakstabilan sediaan. Namun pada hasil yang diperoleh mayoritas tidak mengalami pengurangan, hanya minoritas yang mengalami pengurangan yaitu hanya berkisal 0,5 ml saja. Dan keseluruhannya memenuhi syarat volume terpindahkan. Yaitu tidak boleh kurang dari 95%. Kesimpulan Kesimpulan dari peraktiku kali ini mengenai syiup parasetamol adalah bahsaya sedian tersebut memenuhi syarat untuk formula B karena dilihat dari semua uji evaluasi sediaan syrup dianggap pantas Daftar pustaka Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979 . Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta : Dekpes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta : Dekpes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978 . Formularium Nasional Edisi 2 .Jakarta : Dekpes RI Syamsuni . 2007 . Ilmu Resep . Jakarta : EGC BAB VI LAMPIRAN Uji kejernihan Volume terpindahkan Bobot jenis Viskositas Penentuan PH Kemasan