Academia.eduAcademia.edu

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi 2018 Universitas Pendidikan Indonesia) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan yang diampu Bapak Dr. Amin Budiamin, M,Pd Oleh: Alifia Salsabila Lulu Fauziatul Hasanah Nopa 1808078 1805319 1801143 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KOTA BANDUNG 2018 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.2 TUJUAN 1 1.3 RUMUSAN MASALAH 1 BAB II KONSEP TEORI 2 2.1 DEFINISI 2 1) Pengertian Kognitif 2 2) Pengertian perkembangan kognitif 2 2.2 KARAKTERISTIK TEORI 3 2.3 FAKTOR YANG MEMENGARUHI 3 2.4 UPAYA OPTIMALISASI 4 BAB III PEMBAHASAN 9 3.1 Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik 9 3.2 Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik 17 BAB IV PENUTUP 19 4.1 KESIMPULAN 19 4.2 SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah. Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya. Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik TUJUAN Mengetahui pengertian kognitif. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya. Mengetahui masalah perkembangan kognitif peserta didik. RUMUSAN MASALAH Apa yang dimaksud kognitif? Apa yang dimaksud perkembangan kognitif? Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik? Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana solusinya? KONSEP TEORI DEFINISI Pengertian Kognitif Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Pengertian perkembangan kognitif Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan. Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009). Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah. Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009). KARAKTERISTIK TEORI Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal. Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang lain, ia menguraikan pengalaman fisik, yang merupakan abstraksi dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui proses pemikiran anak didik . Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis – matematis. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya. FAKTOR YANG MEMENGARUHI Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu : Fisik Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut. Kematangan Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri. Pengaruh sosial Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan kognitifnya. UPAYA OPTIMALISASI Struktur Pembelajaran Selama tahun 1970-an dan 1980-an, Madeline Hunter (1982), Barak Rosenshine (Rasenshine dan Stevens, 1986) dan para peneliti lainya mencoba untuk mengidentifikasi keefektifan tipe-tipe struktur pembelajaran. Meskipun berbeda-beda sebutan, mereka menyepakati struktur pembelajaran efektif pada dasarnya mencakup komponen : (1) pendahuluan pembelajaran, (2) penjelasan dan klarifikasi isi pembelajaran secara jelas, (3) monitoring terhadap pemahaman anak, (4) pemberian waktu untuk praktek/berlatih, (5) fase penyimpulan dan penutupan pembelajaran, (6) pendalaman secara terstruktur maupun mandiri dan review. Motivasi anak Motivasi mengimplikasi pada terbentuknya energi belajar pada diri anak. Review terhadap hasil-hasil penelitian terhadap motivasi belajar anak (brophy, 1987), sejumlah variabel motivasi anak meliputi (1) mengacukan belajar anak dengan interes/minat anak diluar sekolah, (2) menyesuaikan aktivitas belajar anak dengan kebutuhan anak, (3) kebaruan dan kebervariasian aktivitas belajar, (4) pengalaman sukses anak atas belajarnya, (5) tensi-tekanan yang mengarahkan tingginya kepedulian belajar anak, (6) atmosfir/iklim psikologis kelas yang kondusif untuk belajar, (7) monitoring terhadap kinerja anak, (8) belajar yang menantang (Levin dan F. Nolan; 1996:98-103). Efektasi guru Riset tahun 1970-an yang dilakukan oleh sejumlah peneliti seperti Thomas Good dan Jere Brophy terhadap perilaku guru ditemukan bahwa guru-guru kurang berpengharapan terhadap siswa-siswanya yang dipahaminya sebagai anak yang kurang cerdas. Dalam komunikasinya terhadap anak-anak yang dipahaminya kurang cerdas tersebut, guru-guru menampakan perilaku dinama mereka (1) kurang memberikan pertanyaan, (2) kalau toh memberikan pertanyaan , kurang memberi waktu anak untuk berfikir, (3) kurang memberikan arahan bila anak yang kurang cerdas tersebut mengalami kesukaran, (4) kurang memberikan reinforcement, (5) sering memberikan kritik, (6) menjauh terhadap anak baik fisik dan psikologis, (7) jarang berekspresi secara personal, (8) memarjinalkan anak atas pertanyaan anak, (9) sedikit sekali tersenyum terhadap anak kurang cerdas, (10) kurang kontak pandang terhadap anak kurang cerdas, dan (11) kurang memberikan masukan terhadap anak kurang cerdas(Levin dan F. Nolan; 1996:102-103). Hal-hal tersebut berlaku sebaliknya terhadap anak-anak yang dipahaminya sebagai anak yang cerdas. Perlakuan yang buruk terhadap anak yang kurang cerdas tersebut, gilirannya memperngaruhi pula harapan anak terhadap dirinya sendiri, yang dampaknya dapat menumbuhkan perilaku belajar yang negatif seperti kurang berpengharapan terhadap diri sendiri, kurang produktif, serta kurang percaya diri untuk konfirmasi kepada guru. Perlakuan guru yang berat sebelah tersebut secara kumulatif akan memperparah ketertinggalan anak-anak yang kurang cerdas. Namun, apabila anak-anak yang kurang cerdas tersebut memperoleh perlakuan yang sama dengan mereka yang dipahami guru sebagai anak yang cerdas, maka prestasinya cenderung meningkat. Hal ini terbuktikan dalam riset bahwa guru-guru yang memberikan respon dan kesempatan, umpan balik dan partisipasinya, belajar anak cenderung meningkat cerdas (Levin dan F. Nolan; 1996:103). Kesimpulannya, ekspektasi guru terhadap anak, berpengaruh positif terhadap belajar anak.. Pertanyaan kelas Diantara semua jenis metode atau teknik pembelajaran, pertanyaan merupakan metode atau teknik pembelajaran yang memiliki multi guna. Pertanyaan dapat digunakan untuk menilai kesiapan dan kematangan anak Untuk mempelajari sesuatu topik, Dengan pertanyaan dapat digunakan untuk mengarahkan minat , motivasi dan perhatian anak, mengarahkan pembentukan konsep secara benar, untuk mendeteksi pemahaman anak, mengarahkan pemahaman anak atas batas-batas tugas-tugas yang perlu di kerjakan, membimbing perilaku positif dan keterlibatan anak dalam belajar. Wilen (1986) dalam simpulan yang dikumpulkannya dari beberapa riset tentang penggunaan pertanyaan oleh guru di kelas menemukan bahwa pertanyaan kelas membantu meningkatkan belajar anak cerdas(Levin dan F. Nolan; 1996:104-105). Beberapa temuan penelitian penggunaan pertanyaan menunjukan berikut. a. Pertanyaan yang diajukan dengan variasi tingkat berfikir dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis anak dan retensi yang lebih baik atas pengetahuan dasar anak ( Good dan Brophy, 1987). b. Pertanyaan umumnya disampaikan kemudian ditunggu beberapa saat antara 3 atau 5 detik, kemudian guru baru menunjuk salah seorang anak. c. Penelitian Brophy dan Good, (1986) menemukan bahwa penggunaan predictable order dalam seleksi anak untuk menjawab pertanyaan dari pada dengan cara random order hasilnya lebih efektif. d. Penggunaan waktu berfikir antara 3 sampai 5 detik setelah pertanyaan disampaikan, diperlukan khusus hanya untuk pertanyaan tingkat tinggi yang jawabanya menuntut anak untuk membuat kesimpulan, hubungan dan penilaian. e. Menggali beberapa jawaban anak keseluruh kelas, sebelum memberikan umpan balik. f. Setelah anak menjawab pertanyaan, kemudian ditunggu beberapa saat antara 3-5 detik baru kemudian direspon, teknik ini cenderung dapat meningkatkan jumlah anak yang merespon pertanyaan, meningkatkan kualitas jawaban ( length of answers), meningkatkan interaksi antar anak, meningkatkan diversitas jawaban anak. g. Menggunakan variasi penguatan positif dan membuat anak memahami secara jelas mengapa mereka memperoleh penguatan positif. h. Memberikan pertanyaan tingkat lanjut misalnya dengan pertanyaan melacak yang dapat memperluas cakrawala berfikir anak, setelah siswa menjawab baik jawaban benar atau salah. Pertanyaan lanjut yang di maksud misalnya, (1) pertanyaan untuk klarifikasi jawaban, (2) pertanyaan untuk memikirkan kembali proses berfikir anak dalam menemukan jawaban, (3) pertanyaan yang dapat mendukung pernyataan anak, (4) pertanyaan untuk mengelaborasi jawaban, (5) pertanyaan yang mengarahkan anak untuk mengaitkan dengan jawaban atas pertanyaan sebelumnya. Memaksimalkan Waktu belajar Ada hubungan antara waktu yang diberikan untuk belajar dengan prestasi belajar yang dicapai anak (Lieberman.dan Denham, 1980). ). Seperti halnya para pendukung belajar tuntas, mereka berpendapat bahwa tingkat keberasilan siswa lebih banyak ditentukan oleh kesempatan belajar serta kualitas pembelajaran yang diperoleh siswa dari pada tingkat kecerdasan tradisional yang diyakini selama ini. Carroll dalam Syamsudin (1983:84) berasumsi bahwa, jika setiap siswa diberi kesempatan belajar dengan waktu yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masing-masing anak, maka mereka akan mampu mencapai tarap penguasaan yang sama. Oleh karena itu, tingkat penguasaan belajar merupakan fungsi dari proporsi jumlah waktu yang disediakan guru, dengan jumlah waktu yang diperlukan anak untuk belajar. Meskipun demikian, motivasi belajar, kemampuan memahamai pembelajaran dan kualitas pembelajaran merupakan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kualitas penguasaan belajar. Hal terpenting dari pemaksimalan waktu adalah pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan tugas anak. Banyaknya alokasi waktu yang diberikan untuk suatu mata pelajaran, belum berarti apapun tanpa penggunaannya untuk aktivitas pembelajaran. Hasil riset menyatakan bahwa keberhasilan managemen termasuk kegiatan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam memaksimalkan alokasi waktu untuk belajar akademik, menyelesaikan tugas-tugas meminimalkan penggunaan waktu untuk menunggu pelajaran, pergantian matapelajaran, jam kosong tanpa pelajaran ( Brophy,1988). Hasil riset mengisyaratkan untuk memanfaatkan alokasi waktu belajar, disarankan berikut (Levin dan F. Nolan; 1996:107). a. Memanfaatkan waktu untuk interaksi substantive—model pembelajaran dimana guru menyajikan informasi—tanya jawab—melakukan unpan balik—memonitor kerja siswa—mendorong siswa belajar secara independent—belajar dalam kelompok kecil tanpa banyak intervensi guru. b. Guru memonitor keseluruhan kelas selama pembelajaran dimulai hingga berakhirnya anak menyelesaikan tugas, selama aktivitas anak berlangsung guru mendorong dan mengarahkannya. c. Meningkatkan pemahaman anak terhadap aktivitas apa yang mereka perlu lakukan, keterampilan yang perlu dikuasai agar mampu melaksanakan tugas dengan berhasil, mengarahkan anak untuk mencari sendiri semua bahan yang diperlukan dalam belajarnya, dan mengarahkan anak agar mampu mengendalikan diri untuk tidak berperilaku menyimpang selama penyelesaian tugas. d. Memberikan pengarahan secara verbal-oral kepada anak agar memusatkan perhatian tentang bagaimana mengerjakan tugas dan bilamana pekerjaan selesai, serta mendayagunakan waktu sebaik mungkin untuk mengerjakan tugas. e. Memahami perilaku anak yang tampak dan mengarahkannya untuk meningkatkan keterlibatan dan partisipasinyaan dalam mengerjakan tugas. f. Menyediakan variasi kegiatan dengan acuan untuk mempertahankan perhatian anak terhadap tugas tanpa bayak interupsi atas kegiatan anak dalam kelompok kecil ( Evertson, 1989). PEMBAHASAN Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu: 1.      Masa kanak-kanak awal Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak. Kemampuan yang mampu dikuasai anak Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu: Berpikir Simbolik Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan yang sebenarnya. Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat dalamperjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu. Berpikir Egosentris Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan. Contoh: Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat melihat gambar yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku di depan wajahnya sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku tersebut. Berpikir lntuitif Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif  karena pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu. Contoh: Ani menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya Ani tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian. Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah: Memahami identitas Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter alamiah sesuatu. Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut tetapi orang itu tetap gurunya yang berada di dalam kostum. Memahami sebab akibat Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat. Contoh: Anas melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang tembok untuk mencari siapa yang menendang bola tersebut. Mampu mengklasifikasi Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang memiliki makna. Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek. Memahami angka Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka. Contoh: Rosa membagi permen kepada teman-temannya dan menghitung permen yang dia punya untuk memastikan setiap orang mendapatkan permen yang sama. Empati Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain. Contoh: Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang sedang kecewa dan menangis. Teori pikiran Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya. Contoh: Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri, karena itu ia menyimpan coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia mengetahui bahwa coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena sang adik tidak akan mencarinya ke tempat yang biasanya tidak terdapat coklat. Batasan pemikiran praoperasional (merujuk kepada piaget), yaitu: Sentrasi: ketidakmampuan untuk decenter Diskripsi: Anak fokus kepada satu aspek dari situasi dan mengabaikan yang lain. Contoh: Timon menggoda adik perempuannya bahwa ia memiliki juice yang lebih kerena juice-nya dituangkan ke dalam gelas yang panjang dan ramping sedangkan milik adiknya dituangkan dalam gelas yang pendek dan melebar. Irreversibility Diskripsi: Anak gagal  memahami bahwa beberapa operasi atau tindakan dapat dibalik, dikembalikan ke situasi semula. Contoh: Timon tidak menyadari bahwa juice dalam tiap gelas dapat dikembalikan ke dalam kotak juice yang merupakan tempat semula juice tersebut, dan berlawanan dengan klaim miliknya lebih banyak dibandingkan milik sang adik. Fokus kepada situasi, bukan kepada transformasi Diskripsi: Anak gagal memahami nilai penting transformasi antar pernyataan Contoh: Dalam tugas percakapan, Timon  tidak memahami bahwa tranformasi bentuk cairan (dituangkan dari satu tempat ke tempat yang lain) tidak mengubah jumlah. ·         Penalaran transduktif Diskripsi: Anak tidak menggunakan penalaran deduktif atau induktif, mereka malah melompat dari satu penalaran ke yang lain dan mencari sebab ketika tidak menemukannya. Contoh: Sarah memarahi adiknya, kemudian adiknya jatuh sakit, sarah menyimpulkan bahwa yang menyebabkan adiknya sakit adalah dia. Animisme Diskripsi: Anak mengatributkan kehidupan kepada objek yang tidak hidup. Contoh: Amanda mengatakan bahwa musim semi mencoba untuk datang dan musim gugur berkata, “saya tidak mau pergi! Saya tidak mau pergi!”. Ketidakmampuan membedakan penampakan dengan kenyataan Diskripsi: Anak merasa bingung dengan apa yang sebenarnya penampilan. Contoh: Budi merasa bingung dengan spon yang dibuat berbentuk batu. Dia menyatakan bahwa benda tersebut berbentuk seperti batu dan benar-benar batu. 2.      Masa Kanak-kanak Akhir Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak  usia sekolah dasar disebut pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek  peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung padamasa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi – operasi, yaitu : Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain. Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata. KEMAJUAN KOGNITIF ·         Pemikiran spasial Contoh : Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya mencari objek tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda tersebut kepada orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke rumah, dapat memperkirakan jarak, dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. ·         Sebab akibat Contoh : Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil (misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak). Tetapi dia belum mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan penempatan objek, yang membuat perbedaan. ·         Klasifikasi Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis. Contoh : elena dapat memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk, warna, atau keduanya. Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki anggota yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelas yang menjadi induknya (bunga). ·         Seriasi dan kesimpulan transitif Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui hubungan antara masing-masing objek tersebut dan objek ketiga. Contoh : nina dapat mengatur kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang paling pendek ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat berukuran menengah ke tempat yang tepat. Dia mengetahui apabila satu tongkat lebih panjang dibandingkan tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga. ·         Penalaran induktif dan deduktif Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari yang observasi khusus terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang kelas tersebut. Dan penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis yang bergeneral dari premis umum tentang sebuah kelas kepada sebuah kesimpulan tentang anggota tertentu atau beberapa anggota dari kelas tersebut. Contoh : Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan mengetahui bahwa kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa premis tertentu) memiliki tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan kesimpulan deduktif (didasarkan kepada premis umum). ·         Konservasi Dalam memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada dalam tahap operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka: mereka tidak harus mengukur atau menimbang objek tersebut. Contoh : Pada usia 7 tahun, Andre mengetahui apabila bola tanah liat digulung menjadi bentuk sosis, maka ia memiliki jumlah tanah liat yang sama (konservasi substansi). Pada usia 9 tahun, dia mengetahui bahwa berat bola dan sosis sama. Baru pada usia awal remaja, dia mengetahui bahwa keduanya meluberkan jumlah cairan yang sama jika keduanya diletakkan dalam segelas air. POKOK BAHASAN KOGNITIF a.      Perkembangan Memori Cara otak menyimpan informasi dipercaya bersifat universal, walaupun efisiensi dari sistem tersebut bervariasi dari orang ke orang (Siegler, 1998). Model pemrosesan informasi menggambarkan otak memiliki tiga “gudang”, yaitu: 1.      Memori sensoris (sensory memory) adalah sistem penyimpanan awal “tangki penampungan” sementara bagi informasi sensoris yang masuk. Ingatan sensoris menunjukkan sedikit perubahan berkaitan dengan usia; sebagaimana yang telah kita saksikan, bayi pun memilii ingatan sensoris. 2.      Memori kerja (working memory) adalah sebuah “gudang” jangka pendek bagi informasi yang sedang dikerjakan oleh seseorang pada saat ini; dan informasi tersebut adalah informasi yang berusaha untuk dipahami, diingat, atau dipikirkan. 3.      Memori jangka panjang (long-term memory) adalah sebuah “gudang” dengan kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas, yang menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama. b.      Perkembangan Pemikiran Kritis Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif. c.       Perkembangan Kreativitas Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah. d.      Perkembangan Bahasa Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perkembangan bahasa pada usia sekolah yaitu antara lain: a)      Aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi dan percakapan. Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan sulit , sehingga anak-anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann orang lain, lalu anak usia 5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan informasi dari anak yang lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu dikomuikasikan pada anak-anak. b)      Meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi. Dalam masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus menerus, sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak melalui bacaan-bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin setelah kelas empat SD. Namun walaupun terjadi peningkatan perbendaharaan kata tidak selalu anak dapat memahami makna suatu kata atau kalimat. Karena, dapat terjadi bila anak tidak menguasai perbendaharaan dari semua kata di dalam kalimat, tapi anak itu dapat memahami makna kata atau kalimat secara tepat. Sebaliknya, anak yang menguasai arti dari seluruh kata dalam suatu kalimat tertentu tidak dapat memahami makna kata atau suatu kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata ataupun kalimat diperlukan lebih banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata atau kalimat daripada sekedar mengetahui arti kata. 3.      Masa Remaja ·         Pengertian perkembangan kognitif remaja Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul. Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu : Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu. Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah: a.      Abstrak Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak. b.      Fleksibel dan kompleks Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. c.       Logis Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis.Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik a.        Masa kanak-kanak awal Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca. Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca. b.      Masa kanak-kanak akhir Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat. Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing. c.       Masa Remaja Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan. Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius PENUTUP KESIMPULAN Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik. Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak. SARAN Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik sesuai karakteristik perkembangan kognitif anak. DAFTAR PUSTAKA Hurlock, Elizabeth. B. (1978). Child Development, Sixth Edition.New York : Mc. Graw Hill, Inc. https://www.kompasiana.com/jokowinarto/550094a28133115318fa799e/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan?page=all https://sarwoedy09320036.wordpress.com/2011/02/07/perkembangan-kognitif/ 4