Academia.eduAcademia.edu

Pengetahuan dan Ilmu

Sejarah tercetusnya ilmu Berdasarkan buku Philosophy of Science yang ditulis oleh Alexander Bird (1998) menjelaskan bahwa pada sekitar tahun 1995 sempat terjadi perdebatan besar di Amerika terkait digunakannya ajaran agama di kitab suci atau ilmu yang dijadikan landasan tentang terbentuknya kehidupan dan alam semesta. Masyarakat Amerika sangat berpegang teguh pada ajaran agama sebelum ilmu pengetahuan menguasai pola pikir mereka. Menurut mereka, apa yang sudah dicantumkan di kitab suci (Injil) itu tidak perlu diperdebatkan dan sudah pasti benar. Bahkan, ilmu tentang terbentuknya kehidupan atau alam semesta dilarang diajarkan di sekolah karena dianggap bertentangan dengan ilmu agama. Di sisi lain, para ahli tidak mau hanya mempercayai kitab suci tanpa mengetahui sendiri bagaimana proses pembentukan alam semesta. Mereka ingin mengetahui apakah ilmu juga bisa menjelaskan proses pembentukannya dan apakah ada perkembangan ilmu lagi yang bisa dipelajari setelah mempelajari bagaimana terbentuknya alam semesta. Pada tahun 1925, Scopes melakukan percobaan dan pengamatan terhadap evolusi yang dikenal dengan percobaan Monkey. Scopes terbukti bersalah dan dihukum karena melakukan percobaan dan mengajarkan hasil eksperimennya ke sekolah-sekolah. Scopes dianggap melanggar hukum yang sudah dicetuskan bahwa tidak boleh ada ilmu yang bertentangan dengan hukum agama, namun idealisme ilmu pengetahuan oleh para fundamentalis Kristiani ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1957 diluncurkanlah satelit buatan yang bernama Sputnik. Satelit ini menjadi bukti bahwa ilmu bisa memberikan kontribusi besar untuk peradaban manusia. Hal ini juga menjadi bukti bahwa dengan ilmu, manusia bisa lebih tinggi derajatnya dibanding manusia yang tidak berilmu. Fundamentalis Kristiani mulai menyadari tentang pentingnya ilmu dan mereka sudah tidak boleh mengekang perkembangannya. Pada perkembangannya, proses agar ilmu dapat diakui dan boleh berkembang bebas tidaklah mudah. Banyak pertanyaan terkait dengan ilmu, seperti "Apa itu ilmu?", "Kapan suatu hal itu dianggap ilmiah?". Disinilah filosofi atau filsafat dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menurut penegak hukum yang saat itu menangani perdebatan antara ilmu dan agama, teori keilmuan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1. Ada kendali dari hukum alam. 2. Harus ada penjelasan yang referensinya adalah dari hukum alam.

PENGETAHUAN DAN ILMU Oleh: Milka Malva Rohi (111814253014) Livianinda N. M. (111814253017) Nerinda Rizky F (111814253019) Rizqy Amalia (111814253020) Tania Nurmalita (1118142530xx) Diessa Restikaning G. (1118142530xx) Sejarah Sejarah tercetusnya ilmu Berdasarkan buku Philosophy of Science yang ditulis oleh Alexander Bird (1998) menjelaskan bahwa pada sekitar tahun 1995 sempat terjadi perdebatan besar di Amerika terkait digunakannya ajaran agama di kitab suci atau ilmu yang dijadikan landasan tentang terbentuknya kehidupan dan alam semesta. Masyarakat Amerika sangat berpegang teguh pada ajaran agama sebelum ilmu pengetahuan menguasai pola pikir mereka. Menurut mereka, apa yang sudah dicantumkan di kitab suci (Injil) itu tidak perlu diperdebatkan dan sudah pasti benar. Bahkan, ilmu tentang terbentuknya kehidupan atau alam semesta dilarang diajarkan di sekolah karena dianggap bertentangan dengan ilmu agama. Di sisi lain, para ahli tidak mau hanya mempercayai kitab suci tanpa mengetahui sendiri bagaimana proses pembentukan alam semesta. Mereka ingin mengetahui apakah ilmu juga bisa menjelaskan proses pembentukannya dan apakah ada perkembangan ilmu lagi yang bisa dipelajari setelah mempelajari bagaimana terbentuknya alam semesta. Pada tahun 1925, Scopes melakukan percobaan dan pengamatan terhadap evolusi yang dikenal dengan percobaan Monkey. Scopes terbukti bersalah dan dihukum karena melakukan percobaan dan mengajarkan hasil eksperimennya ke sekolah-sekolah. Scopes dianggap melanggar hukum yang sudah dicetuskan bahwa tidak boleh ada ilmu yang bertentangan dengan hukum agama, namun idealisme ilmu pengetahuan oleh para fundamentalis Kristiani ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1957 diluncurkanlah satelit buatan yang bernama Sputnik. Satelit ini menjadi bukti bahwa ilmu bisa memberikan kontribusi besar untuk peradaban manusia. Hal ini juga menjadi bukti bahwa dengan ilmu, manusia bisa lebih tinggi derajatnya dibanding manusia yang tidak berilmu. Fundamentalis Kristiani mulai menyadari tentang pentingnya ilmu dan mereka sudah tidak boleh mengekang perkembangannya. Pada perkembangannya, proses agar ilmu dapat diakui dan boleh berkembang bebas tidaklah mudah. Banyak pertanyaan terkait dengan ilmu, seperti "Apa itu ilmu?", "Kapan suatu hal itu dianggap ilmiah?". Disinilah filosofi atau filsafat dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menurut penegak hukum yang saat itu menangani perdebatan antara ilmu dan agama, teori keilmuan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1. Ada kendali dari hukum alam. 2. Harus ada penjelasan yang referensinya adalah dari hukum alam. 3. Bisa diuji untuk menanggapi atau menguji teori empiris. 4. Kesimpulannya masih bisa diperdebatkan dan bukan kesimpulan final. 5. Sesuatu bisa dikatakan ilmu jika bisa dimodifikasi. B. Ilmu (Logos) Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta (Mirriam Webster, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian utama dari pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui dunia. Seringkali, individu hanya melihat komponen pertama dari ilmu, yaitu pengetahuan. Individu disajikan konsep-konsep ilmiah dalam bentuk pernyataan dengan sedikit latar belakang tentang proses yang mengarah pada pengetahuan itu dan mengapa individu dapat mempercayainya. Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan dan membuat prediksi tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji, misal pertanyaan “Apakah Bumi datar atau bulat?” bisa diuji dan dipelajari melalui penelitian, terdapat bukti untuk dievaluasi dan menentukan apakah itu mendukung bumi bulat atau datar. Tujuan ilmiah yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari proses ilmiah untuk semua ilmuwan (Carpi & Egger, 2011). Pada proses menganalisis dan menginterpretasikan data, ilmuwan menghasilkan hipotesis, teori, atau hukum yang membantu menjelaskan hasil temuan dan menempatkannya dalam konteks pengetahuan ilmiah yang lebih luas. Berbagai macam penjelasan ini diuji oleh para ilmuwan melalui eksperimen tambahan, observasi, pemodelan, dan studi teoritis. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah dibangun di atas ide-ide sebelumnya dan terus berkembang. Hal ini sengaja dibagi dengan orang lain melalui proses peer review dan kemudian melalui publikasi dalam literatur ilmiah, di mana disana didapatkan evaluasi dan integrasi oleh komunitas yang lebih besar. Salah satu keunggulan dari pengetahuan ilmiah adalah bahwa hal itu dapat berubah, karena data baru dikumpulkan dan interpretasi ulang dari data yang sudah ada. Teori-teori utama, yang didukung oleh banyak bukti, jarang sekali diubah sepenuhnya, tetapi data baru dan penjelasan teruji menambah nuansa dan detail (Carpi & Egger, 2011). Cara berpikir ilmiah adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh siapa pun, kapan pun, meskipun sedang dalam proses mengembangkan pengetahuan dan penjelasan baru. Berpikir secara ilmiah melibatkan mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab secara analitis dengan mengumpulkan data atau membuat model dan kemudian menguji ide seseorang. Cara berpikir ilmiah termasuk kreativitas dalam mendekati penjelasan sambil tetap berada dalam batas-batas data. Berpikir secara ilmiah tidak berarti menolak budaya dan latar belakang, meskipun penjelasan yang bisa diuji merupakan komponen penting dalam berpikir secara ilmiah, ada cara berpikir lain yang valid tentang dunia di sekitar yang tidak selalu menghasilkan penjelasan yang bisa diuji. Cara berpikir yang berbeda ini saling melengkapi, bukan dalam persaingan, tapi karena membahas aspek-aspek berbeda dari pengalaman manusia (Carpi & Egger, 2011). Sembilan ciri utama science menurut Mondal (2018) adalah sebagai berikut: Objektivitas Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti kemampuan untuk melihat dan menerima fakta apa adanya. Untuk menjadi objektif, seseorang harus waspada terhadap bias, keyakinan, harapan, nilai, dan preferensi sendiri. Objektivitas menuntut bahwa seseorang harus menyisihkan segala macam pertimbangan subyektif dan prasangka. 2. Verifiability Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan melalui indera kita, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan sentuhan. Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti yang dapat diverifikasi, melalui pengamatan faktual konkret sehingga pengamat lain dapat mengamati, menimbang atau mengukur fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi. 3. Netralitas Etis Sains bersifat etis netral. Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana pengetahuan ini akan digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai kemasyarakatan. Pengetahuan dapat digunakan berbeda. Etika netralitas tidak berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti bahwa ia tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah desain dan perilaku penelitiannya. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah adalah netral terhadap nilai-nilai atau bebas-nilai. 4. Eksplorasi sistematis Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial tertentu, rencana yang terorganisir atau desain penelitian untuk mengumpulkan dan menganalisis fakta tentang masalah yang diteliti. Umumnya, rencana ini mencakup beberapa langkah ilmiah, seperti perumusan hipotesis, pengumpulan fakta, analisis fakta, dan interpretasi hasil. 5. Keandalan atau Reliabilitas Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang ditentukan tidak sekali tetapi berulang kali dan dapat direproduksi dalam keadaan yang dinyatakan di mana saja dan kapan saja. Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan tanpa bukti ilmiah sangat tidak dapat diandalkan. 6. Presisi Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti beberapa tulisan sastra. Presisi membutuhkan pemberian angka, data atau ukuran yang tepat. 7. Akurasi Pengetahuan ilmiah itu akurat. Akurasi secara sederhana berarti kebenaran atau kebenaran suatu pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang tepat sebagaimana adanya tanpa melompat ke kesimpulan yang tidak beralasan, harus ada data dan bukti yang jelas. 8. Abstrak Sains berlanjut pada bidang abstraksi. Prinsip ilmiah umum sangat abstrak. Tidak tertarik untuk memberikan gambaran yang realistis. 9. Prediktabilitas Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan fenomena yang sedang dipelajari, tetapi juga berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi juga. Sehingga menurut Sumarna (2006) ilmu dapat diartikan bahwa ilmu adalah sesuatu yang dihasilkan dari pengetahuan ilmiah yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris). Sehingga hal inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan. Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans dan Rooney (2008) berpendapat dengan sudut pandang psikologi yang mana mempelajari individu sebagai subject matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain: To Describe (mendeskripsikan) To Explain (menjelaskan) To Predict (memprediksikan) To Control (mengontrol atau mengendalikan) C. Pengetahuan (Episteme) Pengetahuan adalah familiaritas, kesadaran, atau pemahaman mengenai seseorang atau sesuatu, seperti fakta, informasi, deskripsi, atau keterampilan, yang diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan dengan mempersepsikan, menemukan, atau belajar. Pengetahuan dapat merujuk pada pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek. Hal ini dapat diperoleh secara implisit, dengan keterampilan atau keahlian praktis atau eksplisit, dengan pemahaman teoritis terhadap suatu subjek dan bisa secara disesuaikan keformalan atau sistematisnya (Oxford dictionary, 2018). Akuisisi pengetahuan melibatkan proses kognitif yang kompleks seperti persepsi, komunikasi, dan penalaran (Cavell, 2002). Dr. M.J. Langeveld mengatakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui. Sedangkan menurut James K. Feibleman, pengetahuan adalah hubungan antara subjek dan objek. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, melalui pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan), yaitu: a. Awareness (kesadaran) Individu tersebut menyadari atau mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) Individu merasa tertarik pada stimulus atau objek tersebut. Disini sikap individu sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-menimbang) Individu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial Sikap dimana individu mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adaptation Individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu: a. Tahu (know) Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya. d. Analisis (Analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru. f. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan diukur dari objek penelitian. Filsafat Pengetahuan Ilmu Pengetahuan Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan. Yang dipelajari terbatas karena hanya sekedar kemampuan yang ada dalam diri kita untuk mengetahui sesuatu hal. Cenderung kepada hal yang dipelajari dari sebuah buku panduan. Keseluruhan yang ada Objek penelitian yang terbatas Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material. Menilai objek renungan dengan suatu makna. Misalkan : religi, kesusilaan, keadilan, dsb Tidak menilai objek dari suatu sistem nilai tertentu. Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental. Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu. Bertugas memberikan jawaban Ilmu Pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris Bersifat apriori, yaitu kesimpulan ditarik tanpa pengujian, sebab terbebas dari pengalaman inderawi apapun Hasil tahu, atau segla sesuatu yang diketahui Bersifat aposteriori, kesimpulan ditarik setelah melakukan pengujian empiris secara berulang-ulang Contoh: → Ilmu - Fisika (dapat menjelaskan konsep massa jenis) → Pengetahuan - berat benda di air lebih ringan → Pengetahuan dapat pula berupa mitos-mitos di suatu tempat Jadi, setiap ilmu adalah pengetahuan tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu Pustaka Acuan Knowledge: Definition of knowledge in Oxford Dictionary. (2018). [online] Available at: https://web.archive.org/web/20100714023323/http://www.oxforddictionaries.com/view/entry/m_en_us1261368 [Accessed 25 Aug. 2018]. Dekel, G. (2009). 08. Methodology (pt 2 of 2) | Inspiration: a functional approach to creative practice.. [online] Insight.poeticmind.co.uk. Available at: http://www.insight.poeticmind.co.uk/8-methodology-pt-2-of-2/ [Accessed 25 Aug. 2018]. Carpi, A & Egger, A. E. 2011 “The Nature of Scientific Knowledge” Visionlearning. 3 (2). Science: definition of science in Mirriam Webster Online Dictionary, (2018). [online] Available at:https://www.merriam-webster.com/dictionary/science?utm_campaign=sd&utm_medium=serp&utm_source=jsonld [Accessed 25 Aug. 2018]. Evans, A. N., & Rooney, B. J. (2008). Methods in Psychological Research. California: Sage Publications, Inc. Mondal, P. (2018). Top 9 Main Characteristics of Science – Explained!. [online] Your Article Library. Available at: http://www.yourarticlelibrary.com/science/top-9-main-characteristics-of-science-explained/35060 [Accessed 25 Aug. 2018]. Bird, Alexander. Philosophy of Science (University College London :UCL Press 1998) Notoadmodjo, Soekidjo.(2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:Rineka Cipta. Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.2010