PROPOSAL
TUGAS AKHIR I
AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL DAUN
KECUBUNG GUNUNG (Brugmansia suaveolens) TERHADAP
MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS WEBSTER
DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST
Oleh :
SARI SAFITRI
2404113136
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2017
AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL DAUN
KECUBUNG GUNUNG (Brugmansia suaveolens) TERHADAP
MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS WEBSTER
DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST
PROPOSAL
TUGAS AKHIR I
Sebagai
salah
satu
syarat
untuk
Melaksanakan Tugas Akhir II di Program
Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut
Garut, Oktober 2017
Oleh :
Sari Safitri
2404113136
Disetujui Oleh:
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis ke hadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir I yang berjudul “AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL
DAUN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens) PADA MENCIT JANTAN
GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE FORCED SWIMMING
TEST”. Tugas akhir I ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
melaksankan tugas akhir II diprogram Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut.
Penyusunan tugas akhir I ini dapat selesai berkat adanya bimbingan dan
bantuan
dari
berbagai
pihak.
Sehubungan
dengan
itu,
penulis
ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada Prof. Dr. Anas Subarnas, M. Sc., Apt,
selaku pembimbing utama yang telah memberikan masukan serta saran dalam
penyusunan tugas akhir ini. Deden Winda Suwandi, M. Farm., Apt, selaku
pembimbing serta yang telah memberikan masukan serta saran dalam penyusunan
Tugas Akhir I ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tugas akhir I ini
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Dengan segala
kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Harapan penulis mudah-mudahan tugas akhir I ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan dan semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
BAB
I
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
1.1 Tinjauan Botani ................................................................ 3
1.2 Sistem Saraf ..................................................................... 6
1.3 Depresi ............................................................................. 8
1.4 Antidepresi ....................................................................... 15
II
METODE PENELITIAN ......................................................... 23
III
ALAT, BAHAN, DAN HEWAN PERCOBAAN ................... 25
3.1 Alat .................................................................................. 25
3.2 Bahan ............................................................................... 25
3.3 Hewan Percobaan ............................................................ 26
IV
RANCANGAN KERJA ........................................................... 27
4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan .............................. 27
4.2 Determinasi Tanaman ..................................................... 27
4.3 Penapisan Fitokimia ......................................................... 28
4.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ............................... 30
4.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung .................... 34
4.6 Penyiapan Hewan Percobaan .......................................... 34
4.7 Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun
Kecubung (Brugmansia suaveolens) dengan Metode
Berenang (Forced Swimming Test) .................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 36
LAMPIRAN ................................................................................................ 38
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. TANAMAN KECUBUNG .................................................................. 38
2. PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG
(Brugmansia suaveolens) ..................................................................... 39
3. PERHITUNGAN DOSIS ..................................................................... 40
4. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI DENGAN
METODE FORCED SWIMMING TEST ............................................. 42
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
4.1
Tanaman Kecubung (Brugmansia suaveolens) ............................. 38
4.2
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung
(Brugmansia suaveolens) ............................................................... 39
4.3
Bagan Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun
Kecubung (Brugmansia suaveolens) .............................................. 42
iv
PENDAHULUAN
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
ketiadaan kesenangan atau kenikmatan hidup yang berlangsung terus-menerus
paling sedikit selama 2 tahun dan keadaan perasaan yang sedih, melankolis yang
berlanjut hingga mengganggu fungsi sosial, dan kehidupan sehari-hari pasien.
Namun, keadaan murung dan perasaan sedih seseorang yang tidak menganggu
fungsi sosial seseorang sering juga dianggap sebagai depresi
(1)
. Depresi juga
dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional seseorang yang amat sangat,
perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, sulit tidur,
kehilangan selera makan, disfungsi seksual, dan minat serta kesenangan terhadap
aktivitas yang biasa dilakukan (2).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan depresi
berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresi terjadi sekitar
20% pada wanita dan 12% pada laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan.
Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penderita gangguan depresi semakin
meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia (3).
Pengobatan depresi pada umumnya menggunakan obat-obat antidepresi
yang merupakan senyawa kimia sintetis. Namun, obat antidepresi sintesis dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, misalnya antidepresi trisiklik
seperti amitriptilin, amoxapin, dan desipramin dapat menimbulkan efek samping
berupa kekeringan mulut, gangguan akomodasi, obstipasi, gangguan urinasi, dan
yang lebih penting adanya gangguan kardiovaskular seperti penurunan tekanan
1
2
darah, dan gangguan penghantar impuls. Antidepresi tetrasiklik seperti maprotilin
dan mianserin efek sampingnya jauh lebih ringan dari antidepresi trisiklik dan
inhibitor monoaminoksidase. Efek samping pada awal terapi dapat terjadi
ketidaktenangan, yang paling sering terjadi yaitu pusing, sakit kepala, dan
keadaan hipotensi, akan tetapi mungkin pula terjadi hipertensi (4).
Selain obat antidepresi sintetik yang biasa digunakan secara klinis,
terdapat juga beberapa jenis obat herbal sebagai antidepresi yang dimanfaatkan
secara tradisional oleh masyarakat, salah satunya yaitu tanaman kecubung
(Brugmansia suaveolens). Salah satu bagian tumbuhan kecubung yang dapat
dimanfaatkan secara tradisional yaitu daun kecubung yang secara empiris diduga
dapat memberikan efek relaksasi pada sistem saraf.
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi
adalah apakah ekstrak etanol daun kecubung (Brugmansia suaveolens) memiliki
efek antidepresi dengan menggunakan metode Forced Swimming Test atau
metode berenang terhadap mencit jantan galur Swiss Webster, serta berapa dosis
efektif ekstrak etanol daun kecubung sebagai antidepresi pada mencit jantan galur
Swiss Webster.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya aktivitas
antidepresi dari ekstrak etanol daun kecubung dan untuk mengetahui dosis
efektifnya sebagai antidepresi. Sehingga informasinya dapat dimanfaatkan sebagai
obat antidepresi oleh masyarakat.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Tinjauan Pustaka
Tinjauan botani yang akan dibahas yaitu mulai dari klasifikasi tanaman,
sinonim, nama daerah, morfologi tanaman, ekologi dan asal penyebaran, uraian
tumbuhan, kandungan kimia, sifat dan khasiat, dan efek farmakologi.
1.1.1
Klasifikasi Tanaman
Divisi
: Magnoliphyta
Kelas
: Magnoliopsida
Anak kelas
: Asteridae
Bangsa
: Solanales
Spesies
: Brugmansia suaveolens (Humb. & Bonpl. ex
Willd.) Bercht. & Presl (5).
1.1.2
Sinonim
Sinonim dari tanaman kecubung Brugmansia suaveolens adalah
Pseudodatura suaveolens van Zijp., Datura suaveolens H. B (5).
1.1.3
Nama Daerah
Nama daerah dari kecubung (Brugmansia suaveolens) adalah
kucubung (Sunda), kecubung, dan semprong (Bali) (5).
1.1.4
Morfologi Tanaman
Tanaman kecubung merupakan tanaman perdu, setahun, tegak,
bagian pangkal umumnya berkayu, bercabang-cabang, tinggi 0,5-2 m, dan
3
4
beracun. Daun tunggal, bertangkai, dan letaknya berhadapan. Helaian daun
bentuknya bulat telur, ujung runcing, tapi berlekuk, panjang 6-25 cm, dan
lebar 4,5-20 cm. Bunga tunggal berbentuk terompet tegak, keluar dari
ujung tangkai, bunga akan mekar menjelang matahari terbenam, dan akan
kuncup sore hari berikutnya. Buahnya berbentuk kotak, berduri tempel,
dan tajam. Bijinya banyak, kecil-kecil, gepeng, dan berwarna kuning
kecokelatan (5).
1.1.5
Ekologi dan Penyebaran
Tanaman kecubung (Brugmansia suaveolens) berasal dari Meksiko
dan termasuk tanaman beracun. Di Indonesia, umumnya tanaman
kecubung tumbuh liar di daerah yang lembab sebagai penutup jurang atau
digunakan sebagai pagar hidup maupun perdu hias. Tanaman ini dapat
ditemukan pada ketinggian 700-2100 mdpl. Kecubung dapat diperbanyak
dengan cara stek dan biji (5).
1.1.6
Uraian Tumbuhan
Kecubung ini merupakan tanaman perdu kuat atau pohon kecil,
tegak, berkayu, bercabang-cabang, dan tinggi 2-4 meter. Ujung ranting
berambut pendek yang sangat rapat. Helaian daun besar, bertangkai, bulat
telur memanjang, pangkal tumpul, atau runcing, umumnya tidak sama sisi,
ujung runcing, tepi berlekuk, pertulangan menyirip, permukaan daun
berbulu jarang, permukaan bawah berambut halus, panjang 9-35 cm, dan
lebar 4-17 cm. Bunga tunggal di ketiak daun, menggantung, dan
bertangkai. Kelopak bunga hijau dan berbentuk tabung. Mahkota
5
berbentuk terompet, tabung bersudut lima dan taju meruncing pendek,
berwarna putih atau jingga, dan berbau enak pada malam hari. Buah buni
memanjang, tidak berduri tempel, berambut halus, dan panjang 9-11 cm.
Biji berkulit tebal menyerupai gabus dan memiliki warna abu-abu (5).
1.1.7
Kandungan Kimia
Tanaman kecubung mengandung
sekitar 0,3%-0,4% alkaloid
(85% skopolamin dan 15% hiosiamin), hiosin, atropin (tergantung pada
varietas, lokasi, dan musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi
bagi pemakainya (5).
1.1.8
Sifat dan Khasiat
Sifat dari kecubung adalah mempunyai rasa yang pahit, pedas,
hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru-paru, dan limfa.
Kecubung
berkhasiat
sebagai
antiasamatik,
antibatuk
(antitusif),
antirematik, penghilang nyeri (analgetik), afrodisiak, dan pemati rasa (5).
1.1.9
Efek Farmakologi
Efek
farmakologi
daun
kecubung
diantaranya:
(1)
efek
parasimpatolitik perifer menimbulkan gejala jantung berdebar, pupil mata
melebar, kulit dan mulut terasa kering, serta relaksasi otot polos saluran
cernadan saluran napas; (2) penekanan sentral oleh atropin menimbulkan
halusinasi dan menekan ganglia basal. Selain itu,dari penelitian
sebelumnya dari daun kecubung yaitu “Pemberian kecubung dosis tinggi
pada tikus jantan dapat menyebabkan perilakuhiperaktivitas (Nurhayati
Harun, Jurusan Farmasi FMIPA, Unair, 1990)” (5).
6
1.2
Sistem Saraf
1.2.1
Dasar Anatomi dan Fisiologi
Makin tinggi makhluk hidup berkembang, makin besar kebutuhan
akan sistem penghantar informasi, sistem koordinasi, dan sistem
pengaturan disamping kebutuhan akan organ pemasok dan organ eksresi.
Pada manusia, sistem saraf khususnya otak mempunyai kemampuan
berfungsi yang jauh lebih berkembang dibandingkan sistem saraf makhluk
hidup lain. Sistem saraf berfungsi menerima impuls dari lingkungan atau
impuls yang terjadi di dalam tubuh, mengubah impuls ini dalam
perangsangan
saraf
menghantarkan
dan
memprosesnya,
serta
mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang
dibebaskan dari pusat ke perifer. Dalam sistem saraf selanjutnya
berlangsung semua proses-proses kejiwaan (1).
Dari titik pandang anatomi-topografi dan sekaligus fungsional
dibedakan antara sistem saraf pusat (SSP) yang meliputi otak, sumsum
tulang belakang, dan sistem saraf perifer yang meliputi serabut-serabut
hantar dari SSP ke perifer dan dari perifer ke SSP, termasuk serabut dari
sel-sel yang terletak dibagian perifer. Serabut-serabut aferen yang berasal
dari organ panca indera disebut saraf sensorik, sedangkan serabut-serabut
aferen yang menuju ke kelenjar disebut serabut sekretorik (1).
1.2.2
Neuron
Bentuk khas dari neuron adalah sel piramidal kortikal yang
mempunyai inti besar dengan kromatin yang jernih seperti air serta anak
7
inti
yang
mencolok.
Sitoplasmanya
berisi
gumpalan
retikulum
endoplasmik yang mempunyai permukaan kasar mengikat secara kuat
pewarnaan dasar seperti hematoksilin. Dari badan sel keluar banyak
dendrit dan sebuah akson yang berhubungan dengan neuron lain pada
tempat-tempat yang disebut sinaps dan memungkinkan otak mempunyai
fungsi penghantar yang unik. Seperti manusia, neuron juga mempunyai
bentuk dan ukuran yang bervariasi mulai dari sel granular kecil di dalam
korteks serebelum sampai sel Betz yang berukuran besar pada korteks
motorik (7).
Neuron merupakan kesatuan saraf yang fungsional dan terdiri dari
badan sel dan serabut saraf (cabang-cabangnya). Di dalam sel saraf
terdapat butir-butir Nissl yang hanya bisa dilihat dengan pulasan khusus.
Dengan pulasan khusus, butir-butir Nissl tampak seperti kulit macan tutul
sehingga disebut juga tigriod substansi. Dengan pulasan Hemiplegia (HE)
hanya dapat terlihat badan sel dengan inti, sedangkan neurit dan dendrit
kurang nyata. Dengan pewarnaan khusus tampak pula serabut di dalam
sitoplasma yang disebut neurofibril. Aksos memiliki garis tengahnya
dengan ukuran 1.5 mikron yang dilapisi mielin. Pada susunan saraf pusat
selubung ini dibagian luar dilapisi oleh oligodendroglia, sedangkan pada
susunan saraf tepi dilapisi oleh sel schwann (8).
1.2.3
Neurotransmiter
Pengalihan impuls kolinergik yang terjadi dengan bantuan
asetilkolin yaitu terjadi pada banyak sinaps sistem saraf pusat.Pada sinaps
8
pusat noradregenik, khususnya dalam locus coeruleus pada dasar ventrikel
ke-4, pada ujung serabut prostaglandin simpatikus. Dopaminergik, yaitu
dengan adanya bantuan dopamin pada sinaps pusat sistem nigrostiata,
sistem mesolimbik, dan sistem tubero infun dibuler (yang terakhir
mempersarafi bagian-bagian hipotalamus dan bagian-bagian hipofisis).
Serotonergik, yaitu dengan bantuan serotonin pada sinaps pusat batang
otak bawah dan pada neuron (serotonergik) dalam seluruh saluran cerna.
Gabanergik yaitu dengan adanya bantuan asam -aminobutirat (GABA)
yang dibentuk dalam sistem saraf pusat dengan dekarboksilasi asam
glutamat pada sinaps inhibitorik pusat (4).
Disamping zat-zat pengalih tersebut, juga terdapat senyawa lainnya
yaitu glisin dan asam glutamat. Glisin bekerja pada proses penghambatan
postsinaps dari motoneuron dalam sumsum tulang belakang, sedangkan
glutamat bekerja sebagai transmiter sinaps yang dirangsang (4).
1.3
Depresi
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai
dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya keinginan menjalani hidup, mengalami gangguan menilai realitas, dan
perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (9).
1.3.1
Etiologi depresi
Penyebab depresi sampai saat ini belum dapat dipastikan. Salah
satu yang pasti adalah adanya keterlibatan dari ketidakseimbangan sistem
monoamin di otak. Suatu sistem yang mengatur kerja darineurotransmiter
9
di otak yaitu dopamin, serotonin, dan norepinefrin. Sampai saat ini,
hipotesis yang menyatakan mengenai depresi salah satunya adalah terjadi
penurunan kadar dan kerja dari serotonin disistem tersebut. Itulah alasan
pasien depresi diberikan obat antidepresi golongan SSRI atau Selective
Serotonin Re-uptake Inhibitor (10).
Gangguan mood diyakini menggambarkan disfungsi sistem limbik,
hipotalamus, dan ganglia basalis yang membentuk kesatuan pada emosi
yang saat ini dapat mengobservasi area fisiologis tubuh yang paling kecil.
Teori tentang gangguan mood difokuskan pada pengalaman hidup dan
bagaimana individu memilih untuk meresponnya (11).
1.3.2
Epidemologi
Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat
keluarga mengalami gangguan depresi, biasanya mulai usia 15-30 tahun.
Usia paling awal 5-6 tahun sampai 50 tahun. Gangguan depresi berat
terjadi rata-rata dimulai pada usia 40 tahun. Epidemologi ini tidak
bergantung ras dan tidak ada korelasinya dengan sosial ekonomi.
Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak.
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi semua
umur hidup kira-kira pada pria 15% dan pada wanita 25% (12).
Perempuan memiliki kecenderungan dua kali lebih besar
mengalami gangguan depresi dibandingkan dengan laki-laki. Alasannya
karena masalah abnormal, dampak melahirkan, stressor, dan pola perilaku
10
yang dipelajari. Gangguan depresi sangat umum terjadi dan setiap
tahunnya lebih dari 17 juta orang mengalaminya (12).
1.3.3
Patofisiologi
Pasien depresi mempunyai gejala-gejala yang merefleksikan
perubahan-perubahan pada neurotransmiter monoamin di otak, khususnya
norepinefrin, serotonin, dan dopamin. Ada beberapa patofisiologis pada
depresi diantaranya hipotesis amin biogenik, teori perubahan sentisisasi
reseptor pascasinaptik, hipotesis permisif, dan hipotesis deregulasi (17).
Menurut hipotesis amin biogenik, depresi dapat disebabkan oleh
penurunan kadar neurotransmiter seperti norepinefrin, serotonin, dan
dopamin di otak. Tipe hipotesis ini tidak dapat menjelaskan penyakit
depresi sebenarnya. Efek khusus antidepresi umunya dapat diamati setelah
pemberian obat (17).
Teori perubahan sensitivitas reseptor pasca sinaps, pemberian
antidepresi secara kronik menunjukkan desensitisasi sintesis cAMP
(Adenosin Monofosfat Siklik) yang dirangsang oleh norepinefrin.
Kebanyakan antidepresi menyebabkan penurunan regulasi kerja dari
reseptor -adregenik setelah terjadi desensitisasi, hal ini berkaitan dengan
lama waktu terjadinya depresi (17).
Hipotesis permisif mengakomodasikan hasil pengamatan tentang
peranan norepinefrin dan serotonin pada depresi. Teori ini menyebabkan
serotonin yang rendah menunjukkan ekspresi keadaan jika tipe atau
jenisnya
ditentukan
oleh
konsentrasi
norepinefrin
yang
tinggi
11
menyebabkan mania. Menurut hipotesis ini dengan memperbaiki aktivitas
serotonin yang rendah, maka mood dapat diperbaiki. Hipotesis hubungan
serotonin
dan
norepinefrin
diperlukan
sistem
serotonergik
dan
noradrenergik yang fungsional agar efek antidepresi dapat optimal (17).
Hipotesis deregulasi, dimana teori ini ditekankan pada kegagalan
regulasi homeostatik pada sistem neurotransmiter yang dibedakan pada
peningkatan atau penurunan aktivitas neurotransmiter itu sendiri.
Diperlukan sistem serotonergik dan noradregenik yang fungsional agar
efek antidepresi optimal. Yang terakhir peranan dopamin (DA) yaitu pada
beberapa kajian menunjukkan bahwa peningkatan neurotransmiter DA
dalam inti nukleus kemungkinan terkait dengan mekanisme aksi
antidepresi (17).
Gangguan psikiatris lainnya yang mempunyai hubungan dengan
kadar serotonin rendah adalah penyakit demensia, alzheimer, penyakit
parkinson, dan juga migrain. Pada demensia disamping kekurangan
asetilkolin (Ach), juga terdapat penyusutan reseptor serotonin. Begitu pula
pada parkinson yang selain kekurangan dopamin, juga ada penurunan
fungsi serotonergik. Selain neurotransmiter, faktor keturunan juga
merupakan pemeran penting pada terjadinya depresi (13).
1.3.4
Manifestasi Klinis
Gejala emosional antara lain meliputi berkurangnya kemampuan
untuk merasakan kesenangan, kehilangan minat terhadap aktivitas yang
biasanya dilakukan, kesedihan, pesimis, sering menangis, putus harapan,
12
ansietas (dijumpai hampir 90% pada pasien depresi rawat jalan), perasaan
bersalah, dan tanda-tanda psikosis (misalnya halusinasi mendengar sesuatu
dan delusi) (14).
Gejala intelektual atau kognitif, meliputi penurunan kemampuan
untuk berkonsentrasi atau keterlambatan proses berfikir, ingatan yang
lemah
terhadap
ketidakyakinan
kejadian
yang
baru
terjadi,
kebingungan,
dan
(14)
. Gangguan psikomotor, meliputi retardasi psikomotor
(perlambanan gerakan fisik, proses berfikir, dan berbicara) atau agitasi
psikomotor (14).
1.3.5
Klasifikasi Depresi
Klasifikasi sederhana depresi yang pertama adalah depresi reaktif
atau sekunder yaitu paling umum dijumpai sebagai respon terhadap
penyebab nyata, misalnya penyakit dan kesedihan dikenal sebagai depresi
eksogen. Yang kedua adalah depresi endogen yang merupakan gangguan
biokimia yang ditentukan secara genetik, ketidakmampuan untuk
mengalami stres yang biasa, dan yang ketiga adalah depresi yang
berhubungan dengan gangguan bipolar, yaitu depresi dan mania yang
terjadi bergantian (16).
Pembagian depresi berdasarkan tingkatnya terbagi kedalam
beberapa tingkat yaitu depresi ringan, depresi sedang, depresi berat tanpa
psikotik, dan depresi berat dengan psikotik. Depresi ringan, yaitu
sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi, ditambahkan
dengan sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya, tidak boleh ada gejala
13
yang berat diantaranya yaitu lamanya seluruh gejala berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, hanya terjadi sedikit kesulitan dalam
pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan (3,17).
Depresi sedang yaitu depresi yang sekurang-kurangnya harus
terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi, ditambah sekurang-kurangnya
terdapat 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya, lamanya seluruh gejala
berlangsung minimun sekitar 2 minggu, seperti menghadapi kesulitan
untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, urusan rumah tangga, dan
lain-lain (3,17).
Depresi berat tanpa psikotik yaitu semua gejala utama depresi
harus ada, ditambahkan sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting
(misalnya retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin
tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal
tersebut, penilaian secara menyeluruh terhadap depresi berat masih dapat
dibenarkan. Depresi biasanya
berlangsung sekurang-kurangnya dalam
waktu 2 minggu, akan tetapi jika gejala berlangsung sangat lama, maka
diagnosis dapat dilakukan dalam kurun waktu lebih dari 2 minggu (3,17).
1.3.6
Diagnosis Depresi
Untuk mendiagnosis keadaan depresi adalah ketika pasien
menunjukkan gejala depresi serta kemungkinan penyebab medis,
psikiatrik, dan atau tanpa dipicu oleh obat. Pada pasien depresi perlu
14
dilakukan kajian pengobatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status
mental, tes fungsi tiroid, termasuk pemeriksaan elektrolit (14).
Apabila pasien memperlihatkan gejala depresi seperti sedih
berkepanjangan, murung, menangis, lesu, pesimitris, aktivitas menurun,
gangguan makan dan tidur, selalu menyendiri dan keinginan untuk bunuh
diri, serta jika gejala itu terjadi dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun,
maka hal tersebut menunjukkan stressor positif (18).
1.3.7
Dampak Depresi
Gangguan ini tidak hanya menyerang pada orang yang mengalami
depresi, melainkan juga menimbulkan dampak pada anggota keluarga dan
lingkungan. Karena gangguan depresi, seseorang menjadi kehilangan
minat, termasuk minat dalam pemeliharaan diri, dan sampai aktivitas
pekerjaan. Dampaknya yaitu menggangu kehidupan sosial ekonomi,
meningkatkan angka ketidakhadiran di sekolah, dan di tempat kerja
sehingga produktivitas menurun. Selain itu, gangguan depresi juga
menganggu kehidupan keluarga serta dapat mengancam keselamatan diri,
orang lain, dan lingkungan (3).
1.3.8
Penanganan Depresi
Gangguan depresi yang tidak ditangani dapat sembuh dengan
sendirinya pada 80% dari kasus setelah rata-rata 6-12 bulan, tetapi
menyebabkan resiko kambuh secara cepat, dan menimbulkan kronisnya
penyakit. Dengan penanganan psikoterapi dan antidepresi progres penyakit
agak membaik, sebagian penderita sembuh selama 34 bulan. Penting untuk
15
tidak membebankan diri terlalu berat, mempertahankan struktur aktivitas
setiap hari dengan kontak sosial, dan gerak badan secukupnya, bahkan jika
bisa tetap melakukan pekerjaan rutin (13).
Pilihan obat antidepresi yang umumnya adalah golongan obat
antidepresi trisiklik (ATC). Golongan obat ini sebaiknya digunakan
apabila terdapat gejala ekstrapiramidal atau jika serentak mengkonsumsi
obat antipsikotropika atau NSAIDs (antiinflamasi non-steroid). Obat-obat
generasi kedua SSRIs (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) sebaiknya
diberikan apabila ada keluhan jantung (setelah infark, aritmia), sukar
buang air kecil, dan glaukoma (13).
Pemberian dari ATC perlu dilakukan secara berangsur-angsur,
yakni mulai dengan dosis rendah yang setiap 2-3 hari dinaikkan sampai
tercapai dosis pemeliharaan efektif. Seringkali digunakan dosis amitriptilin
atau imipramin diatas 150 mg/hari, tetapi dalam praktek klinis ternyata
dosis rendah 100 mg/hari sering kali sudah efektif (13).
1.4
Antidepresi
Antidepresi adalah senyawa yang mampu melakukan perbaikan pada
gejala depresi. Antidepresi atau obat antimurung adalah obat-obat yang mampu
memperbaiki suasana (mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala
keadaan murung yang disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan atau
penyakit lain (13).
Sekitar tahun 1957, obat-obat antidepresi pertama mulai diproduksi yaitu
obat tuberkulosa iproniazid dan juga imipramin. Obat-obat ini disusul dengan
16
sejumlah besar antidepresi lain dan juga obat-obat yang memiliki lebih sedikit
efek samping yang secara efektif bedanya melawan gejala keadaan sendu (13).
1.4.1
Pembagian Obat Antidepresi
Beberapa obat antidepresi, yakni antidepresi generasi pertama yaitu
inhibitor monoaminoksidase (MAOi), antidepresi trisiklik, antidepresi
tetrasiklik, antidepresi generasi kedua yaitu golongan SSRI (Selective
Serotonin Re-uptake Inhibitor), dan antidepresi generasi ketiga yaitu
golonganSNRI (Serononin Norepinephrine Re-uptake Inhibitor), dan
senyawa lainnya (1).
a) Antidepresi Trisiklik
Amitriptilin dan imipramin merupakan antidepresi siklik
yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresi
trisiklik. Kedua obat ini paling banyak digunakan untuk terapi
depresi serta boleh dianggap sebagai pengganti penghambat
monoaminoksidase (MAO) yang tidak banyak digunakan lagi.
Obat jenis ini telah dibuktikan dapat mengurangi keadaan depresi,
terutama depresi endogen. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan
suasana
perasaan
(mood),
bertambahnya
aktivitas
fisik,
kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang
lebih baik. Obat ini tidak menimbulkan euforia terhadap orang
normal (1).
Golongan obat ini bekerja menghambat pengambilan kembali
neurotransmiter di otak. Dari berbagai jenis antidepresi trisiklik
17
terdapat
perbedaan
potensi
dan
selektivitas
hambatan
pengambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang sensitif
terhadap norepinefrin, ada yang sensitif terhadap serotonin, dan
ada yang sensitif terhadap dopamin. Tidak jelas hubungan antara
mekanisme penghambatan pengambilan kembali katekolamin
dengan efek antidepresinya (1).
Efek sampingnya dapat menimbulkan
kekeringan mulut,
gangguan akomodasi, obstipasi, dan gangguan urinasi. Yang
lebihpenting
penurunan
itu
adanya
tekanan
gangguan
darah,
kardiovaskular
takhikardia,
dan
seperti
gangguan
penghantaran rangsang. Pada dosis yang berlebihan dapat
menyebabkan adanya gangguan ritme jantung yang berbahaya
dan menyebabkan kematian. Terutama harus ada usaha preventif
jika ada kerusakan awal pada jantung. Efek samping lainnya
adalah sulit tidur, gemetaran, peningkatan tonus mirip rigor, dan
reaksi alergi. Kontra indikasi golongan antidepresi trisiklik antara
lain
gangguan
penglihatan
atau
glaukoma,
gangguan
pengosongan kandung kemih, delirium akut, serta sedativa (4).
b) Antidepresi Tetrasiklik
Yang termasuk antidepresi tetrasiklik adalah maprotilin dan
mianserin. Berdasarkan profil kerjanya, kedua senyawa ini
dikelompokkan dalam tipe imipramin, akan tetapi karena adanya
komponen kerja menekan sistem saraf terutama pada awal terapi,
18
maka dapat digunakan juga pada depresi ringan karena rasa takut
yang juga ringan. Efek samping antikolinergik jauh lebih ringan
daripada antidepresi trisiklik yang dalam sifat-sifatnya yang lain
mirip dengan maprotilin dan mianserin (4).
c) Penghambat Ambilan Kembali Serotonin Yang Selektif
Golongan obat ini merupakan golongan obat yang secara
spesifik menghambat pengambilan serotonin. SSRI (Selective
Serotonin
Re-uptake
Inhibitor)
obat-obat
yang
termasuk
golonganini adalah fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin,
sitalopram, dan S-sitalopram. Efek samping yang sering muncul
dari golongan obat ini adalah mual, mulut kering, penurunan
frekuensi urinasi, dan lain-lain (1).
d) Penghambat Monoaminoksidase
Penghambat
monoaminoksidase
(MAO)
dalam
tubuh
berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria. Proses ini dihambat oleh penghambat MAO karena
terbentuk suatu kompleks antara penghambat MAO. Akibatnya
kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin dalam otak naik.
Hubungan antara fakta ini dengan efek stimulasi psikis belum
terpecahkan. Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO,
tetapi juga enzim-enzim lain. Karena itu, obat ini mengganggu
metabolisme obat di hati (1).
19
Turunan
hidrazin
yang
semula
digunakan
misalnya
iproniazida (Marsilid), sudah ditarik karena menimbulkan efek
samping yang berat. satu-satunya monoaminoksidase yang
digunakan di Jerman Barat adalahtranilsipromin (Parnate) yang
merupakan analog amfetamin dengan rantai samping siklik.
Indikasi monoaminoksidase untuk depresi terhambat (4).
Efek samping penghambat MAO merangsang SSP berupa
gejala tremor, insomnia, dan konvulsi. Penghambat MAO dapat
merusak sel hati. Penghambat MAO tidak boleh diberikan
bersamaobat yang mengandung tiramin, fenilpropanolamin,
amfetamin, norepinefrin, dopamin, obat antihipertensi, dan
lepodova. Golongan obat ini tidak banyak digunakan lagi karena
telah tersedia obat yang lebih aman (1).
e) Struktur Kimianya
Golongan ini terdiri dari senyawa yang struktur kimianya
jauh menyimpang dari senyawa-senyawa sebelumnya. Contohnya
adalah nomifensin (Aliva), trazodon (Thombran), dan viloksazin
(Vivalan). Dari ketiga senyawa tersebut, nomifensin mempunyai
efek menaikkan aktivitas yang paling besar, senyawa ini
menunjukkan sifat dopaminergik yang jelas. Sebaliknya trazodon
bekerja sedatif dan ansiolitik, kerja antidepresinya terutama pada
depresi endogen kecil. Viloksazin digolongkan pada antidepresi
tipe imipramin (4).
20
Salah satu obat yang digunakan untuk antidepresi adalah
amitriptilin yang bekerja menghambat pengambilan kembali dari
noradrenalin dan serotonin di otak. Selain pada depresi,
amitriptilin juga digunakan pada terapi migrain, urinasi pada
anak-anak diatas 5 tahun dan sebagai analgetikum pada nyeri
kronis (13).
1.4.2
Tipe Antidepresi
Berdasarkan kerjanya, antidepresi dibagi kedalam beberapa tipe
diantaranya
tipe
monoaminoksidase
yang
selain
bekerja
untuk
mengaktifkan psikomotor, juga dapat memperbaiki mood. Antidepresi
tipedesipramin mempunyai kemampuan menaikkan aktivitas motorik
yang lebih kecil, tetapi kerja memperbaiki suasana jiwa (mood) yang
lebih kuat dari pada inhibitor monoaminoksidase. Antidepresi imipramin
mempunyai kerja memperbaiki mood yang lebih lemah tetapi kerjanya
menghambat aktivitas dan menghilangkan rasa takutnya yang lebih besar
dibandingkan dengan yang lain (4,13).
1.4.3 Mekanisme Kerja Antidepresi
Antidepresi
bekerja
menghambat
re-uptake
(pengambilan
kembali) neurotransmiter, yaitu serotonin dan noradrenalin yang terdapat
di ujung-ujung saraf otak sehingga memperpanjang waktu tersedianya
neurotransmiter tersebut. Disamping itu antidepresi dapat mempengaruhi
reseptor postsinapsis. Menghambat re-uptake dari serotonin dan
norepinefrin berlangsung dengan pesat, sedangkan efek antidepresinya
21
baru nyata setelah jangka waktu 2-6 minggu. Menurut perkiraan masa
laten, ini berkaitan dengan berkurangnya jumlah dan kepekaan dari
reseptor postsinaps tertentu, yang baru terjadi sesudah beberapa minggu.
Demikian disamping peningkatan kadar serotonin, diperkirakan masih
terdapat mekanisme lain untuk antidepresi (13).
Mekanisme kerja yang tepat memang belum diketahui pasti,
walaupun demikian berbagai hasil percobaan menunjukkan bahwa
antidepresi
bekerja
pada
metabolisme
monoamin.
Inhibitor
monoaminoksidase dengan memblok enzim monoaminoksidase akan
meninggikan
konsentrasi
monoamin
dalam
sistem
saraf
pusat.
Antidepresi lainnya menghambat pengambilan kembali noradrenalin atau
serotonin dari celah sinaptik ke dalam sitoplasma. Hambatan pada
pengambilan kembali noradrenalin akan menyebabkan peningkatan
aktivitas, sedangkan hambatan pada pengambilan kembali serotonin akan
memperbaiki suasana jiwa (13).
Pada setiap senyawa kekuatan hambatan transpor kembali
beragam, sebagai contoh desipramin bekerja menghambat transpor
kembali noradrenalin lebih kuat dari pada imipramin dan ini lebih kuat
lagi dari amitriptilin. Penemuan ini menunjukkan hal yang sesuai dengan
profil kerjanya. Kerja antidepresi tidak hanya dapat diperlihatkan dengan
pengaruh obat pada pengambilan monoamin saja. Hal ini disebabkan
oleh adanya hambatan pada pengambilan kembali monoamin yang
berlangsung dalam waktu singkat setelah pemakaian, sedangkan efek
22
antidepresinya baru timbul setelah periode laten beberapa hari sampai
beberapa minggu. Diduga bahwa karena perubahan konsentrasi
monoamin yang disebabkan oleh neuroleptika, kerapatan berbagai
reseptor amin akan berubah (up atau down-regulation), dan inilah yang
mengakibatkan efek psikisnya (13).
1.4.4
Penggunaan Antidepresi
Untuk penggunaan senyawa-senyawa antidepresi yang benar yaitu
harus adanya diagnosis yang pasti dan pengetahuan yang benar tentang
mekanisme kerja antidepresi. Penggunaan antidepresi tergantung pada
jenis atau tipe depresinya.
Menurut Kielholz, penggunaan antidepresi dapat dilakukan
berdasarkan 3 gejala depresi, yaitu rangsangan psikomotorik akibat
rasatakut, mood yang depresif, dan hambatan psikomotorik. Pada
pemilihan antidepresi yang akan digunakan harus dipertimbangkan sesuai
dengan gejala depresi yang muncul. Sebagai contoh pada keadaan
rangsangan dan rasa takut akibat depresi, digunakan senyawa tipe
amitriptilin. Jika kemungkinan ada bahaya bunuh diri, maka digunakan
antidepresi yang terutama mempunyai mekanisme kerja menekan sistem
saraf atau menggunakan kombinasi antidepresi dengan neuroleptika
trankuilansia (13).
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di
laboratorium farmakologi Universitas Garut. Proses penelitian yang dilakukan
dimulai dari pengumpulan dan determinasi bahan, pembuatan simplisia, kemudian
dilakukan karakteristisasi simplisia, dan penapisan fitokimia. Selanjutnya
dilakukan
ekstraksi
terhadap
simplisia
dengan
cara
maserasi
dengan
menggunakan pelarut etanol 70% dalam wadah tertutup dan terlindung dari
cahaya selama 3x24 jam. Ekstrak cair diuapkan pelarutnya dengan menggunakan
ratory evaporator. Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik simplisia, penetapan kadar air, penetapan susut
pengeringan, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut
asam, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar sari larut air, dan penetapan
kadar sari larut etanol.
Setelah pemeriksaan karakterisasi simplisia, dilakukan penapisan fitokimia
yang merupakan pemeriksaan awal untuk mengetahui golongan senyawa kimia
yang terdapat dalam simplisia. Penapisan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid.
Pengujian aktivitas antidepresi dari ekstrak etanol daun kecubung
(Brugmansia suaveolens) dilakukan dengan menggunakan metode Forced
Swimming Test (metode berenang). Metode Forced Swimming Test berhubungan
dengan model perilaku yang menyebabkan keadaan depresi pada hewan
23
24
percobaan. Hewan percobaan dipaksa berenang pada bejana berisi air sehingga
mereka tidak dapat melarikan diri. Setelah periode awal pada saat hewan berusaha
melarikan diri dengan melakukan aktivitas berenang dengan aktif, akhirnya hewan
akan memperlihatkan sikap tidak bergerak (immobile). Gambaran sikap tidak
bergerak merupakan suatu keadaan penurunan suasana jiwa (mood) atau kondisi
depresi.
Adanya aktivitas antidepresi ditunjukkan dengan penurunan waktu
immobilitas kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berbeda
bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan
menggunakan uji ANAVA (analisis varian) serta uji lanjut LSD (Least Significant
Different), apabila sudah dipastikan memiliki distribusi data yang normal.
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN HEWAN PERCOBAAN
3.1
Alat
Alat yang diperlukan adalah timbangan hewan, timbangan elektrik, blender,
alat suntik 1 ml, sonde oral untuk mencit, mortir dan stemper, gelas kimia, gelas
ukur, batang pengaduk kaca, ratory evaporator, maserator, stopwatch, bejana
pengamatan, pipet tetes, rak tabung, tabung reaksi, gelas kimia, kaki tiga, kawat
kassa, dan pembakar spirtus.
3.2
Bahan
3.2.1
Bahan Tanaman Uji
Tanaman uji yang digunakan pada penelitian ini adalah daun
kecubung (Brugmansia suaveolens) yang diperoleh dari Arboretum Garut,
Jawa Barat.
3.2.2
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia
daun kecubung (Brugmansia suaveolens). Pelarut etanol 70%, NaCl,
aquades, amoniak 0,05N, H2SO4 2N, pereaksi Dragendroff, pereaksi
Mayer, pereaksi Steasny, FeCl3, HCl pekat, amoniak, logam magnesium,
NaCl 10%, gelatin, dan pereaksi Libermand Burchard.
25
26
3.3
Hewan percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss Webster dengan
bobot badan 20-30 gram sebanyak 25 ekor yang berumur 6-8 minggu yang
diperoleh dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
(ITB).
BAB IV
RANCANGAN PENELITIAN
4.1
Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan, serta
determinasi tanaman kecubung.
4.1.1
Pengumpulan dan Pengolahan Bahan
Bahan yang digunakan untuk percobaan adalah daun kecubung yang
diperoleh dari Arboretum yang terletak di kawasan Taman Wisata
Kamojang di kampung Legok Pulus, Desa Sukakarya, Kecamatan
Samarang, Kabupaten Garut. Daun kecubung yang digunakan dalam
percobaan dikumpulkan dan diolah lebih lanjut menjadi simplisia kering
yang dapat disimpan. Pengolahan bahan dimulai dengan memilih daun-daun
yang utuh, tidak terkena hama atau rusak, dan bersih dari kotoran.
Kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir. Simplisia yang telah
kering kemudian dipilih lagi untuk mendapatkan simplisia kering yang
bebas dari zat pengotor, selanjutnya dibuat serbuk. Serbuk simplisia
disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar (25ºC).
4.1.2
Determinasi
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
kecubung (Brugmansia suaveolens) yang dideterminasi di Sekolah Ilmu dan
Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung. Bahan dideterminasi
27
28
dalam keadaan segar untuk memastikan identitas dari bahan yang
dikumpulkan dan akan diuji.
4.2 Penapisan Fitokimia
Untuk mengetahui senyawa golongan yang terkandung di dalam serbuk
simplisia dan ekstraknya dilakukan penapisan fitokimia diantaranya, alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid (19).
4.2.1
Pemeriksaan Golongan Senyawa Alkaloid
Sebanyak
2
gram
simplisia
daun
kecubung
dilembabkan
menggunakan 5 mL amoniak 25%, digerus dalam mortir, kemudian
ditambahkan 20 mL kloroform, dan digerus kuat-kuat kemudian disaring.
Filtrat dibagi menjadi 2 bagian. Filtrat pertama ditetesi pereaksi Mayer,
apabila terbentuk endapan berwarna putih maka positif mengandung
alkaloid. Filtrat kedua ditetesi pereaksi Dragendroff, apabila terbentuk
warna merah jingga dikatakan positif mengandung golongan senyawa
alkaloid (19).
4.2.2
Pemeriksaan Golongan Senyawa Flavonoid
Sebanyak 2 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air
panas dididihkan selama 15 menit, lalu disaring, dan filtrat diambil sebagai
larutan C yang akan digunakan untuk pemeriksaan golongan senyawa
polifenol, saponin, kuinon, dan tanin. Pada 5 mL larutan C ditambahkan
serbuk magnesium dan 2 mL larutan alkohol:HCl (1:1), serta amil alkohol,
dikocok kuat-kuat dan dibiarkan hingga memisah. Flavonoid dinyatakan
29
positif apabila terbentuk warna jingga, merah atau merah ungu pada lapisan
amil alkohol (19).
4.2.3
Pemeriksaan Golongan Senyawa Saponin
Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air
panas. Dididihkan selama 15 menit, kemudian disaring. Filtrat diambil
sebanyak 10 mL dalam tabung reaksi, dikocok vertikal selama 10 detik, dan
didiamkan selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya
busa stabil meskipun sudah ditambahkan HCl (19).
4.2.4
Pemeriksaan Golongan Senyawa Tanin
Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air
panas, dididihkan selama 15 menit, kemudian disaring, dan filtrat dibagi tiga
masing-masing 5 mL. Ke dalam filtrat yang pertama ditambahkan larutan
besi (III) klorida 1%. Golongan senyawa tanin dinyatakan positif apabila
terbentuk warna hijau violet. Ke dalam filtrat kedua ditambahkan larutan
gelatin. Golongan senyawa tanin dinyatakan positif apabila terbentuk
endapan putih. Ke dalam filtrat ketiga ditambahkan 14 mL pereaksi Steasny
(formaldehid:HCl) 2:1 dan dipanaskan dalam penangas air suhu 90ºC. Tanin
katekat dinyatakan positif apabila terbentuk endapan berwarna merah muda.
Endapan dipisahkan dan filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, kemudian
ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Tanin galat
dinyatakan positif apabila terbentuk warna biru tinta dan hitam (19).
30
4.2.5
Pemeriksaan Golongan Senyawa Kuinon
Apabila ada tanin, serbuk simplisia sebanyak 2 gram dimaserasi
dalam 100 mL HCl 10% selama beberapa jam, kemudian larutan disaring
dan dibagi 2 bagian, satu bagian (5mL) diekstraksi dengan campuran
eter:kloroform (2:1). Kedua fase organik masing-masing dikeringkan
dengan natrium sulfat anhidrat dan diuapkan sampai sepersepuluh (0,5 mL).
Kedua ekstrak (benzen dan campuran eter:kloroform) masing-masing
dikocok dengan larutan natrium hidroksida 30%. Terbentuknya warna
jingga atau merah pada fase air menunjukkan adanya senyawa kuinon (19).
Apabila tidak ada tanin, ke dalam larutan C ditambahkan beberapa
tetes larutan natrium hidroksida 1 N. Warna merah yang timbul
menunjukkan adanya kuinon.
4.2.6
Pemeriksaan Golongan Senyawa Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung dimaserasi dengan
menggunakan 25 mL eter selama 2 jam, kemudian disaring, dan sebanyak
10 mL filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian ke dalam residu
ditambahkan dua tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa dalam ekstrak terkandung
senyawa kelompok triterpenoid, sedangkan apabila terbentuk warna hijau
biru menunjukkan adanya senyawa steroid (6).
4.3
Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Berdasarkan
pustaka,
pemeriksaan
karakteristik
simplisia
meliputi
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan
31
kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, kadar sari larut etanol,
dan penetapan kadar air (6).
4.3.1
Pemeriksaan Mikroskopik dan Makroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada serbuk simplisia daun
kecubung (Brugmansia suaveolens) dan terhadap penampang melintang.
Untuk pemeriksaan secara makroskopik, dilakukan dengan membuat foto
tumbuhan segar utuh dan bagian-bagian tumbuhannya secara terpisah yang
dilengkapi dengan skala (19).
4.3.2
Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram simplisia yang telah dibuat dalam bentuk serbuk
dimasukkan ke dalam cawan krus yang telah diketahui bobotnya, kemudian
dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian dimasukkan dalam
desikator, dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu ditimbang
terhadap serbuk yang telah dikeringkan dan dikali 100% (21).
4.3.3
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dididihkan dengan
menggunakan 25 mL HCl selama 5 menit, lalu disaring melalui penyaring
kaca masir atau kertas saring, kemudian dicuci dengan air panas, dan
dipijarkan selama 15 menit pada suhu 450ºC sampai bobot tetap.
Konsentrasi abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot simplisia
awal (21).
32
4.3.4
Penetapan Susut Pengeringan
Ditimbang 1-2 gram dalam bobot timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan
telah ditara. Jika zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus dengan
cepat hingga ukuran butiran ± 2 mm. Diratakan zat dalam bobot timbang
dengan menggoyangkan botol, hingga terbentuk lapisan setebal lebih kurang
5-10 mm, dimasukkan ke dalam ruang pengeringan, dibuka tutupnya,
dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, dibiarkan botol dalam keadaan tertutup sampai dingin dalam
desikator hingga suhu kamar (25ºC). Jika suhu lebur zat lebih rendah dari
suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5ºC dan 10ºC di
bawah suhu leburnya selama 1-2 jam hingga bobot tetap (21).
4.3.5
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Serbuk simplisia terlebih dahulu dikeringkan di udara. kemudian
sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 100 mL etanol 95%
selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam
kemudian disaring dengan menghindarkan penguapan etanol, 20 mL filtrat
diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal dasar rata yang sudah ditara,
kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105ºC sehingga bobot tetap.
Kemudian dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%).
Kadar sari larut etanol dihitung terhadap bobot simplisia awal (21).
33
4.3.6
Penetapan Kadar Air
Simplisia dimasukkan ke dalam labu kering yang diperkirakan
mengandung 2 mL sampai 4 mL air. Dimasukkan lebih kurang 200 mL
toluen ke dalam labu, dipanaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit.
Setelah toluen mendidih, disuling dengan kecepatan kurang lebih 2 tetes tiap
detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian dinaikkan kecepatan
penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, dicuci
bagian dalam pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat
tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga yang telah dibasahi
toluen. dilanjutkan pengeringan 5 menit. dibiarkan tabung penerima
pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada
pendingin tabung penerima, digosok dengan karet yang diikatkan pada
sebuah kawat tembaga, dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun,
sampai air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air. Dihitung
kadar air dalam persen (%) (19).
4.3.7
Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan menggunakan
kloroform selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil
sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam.
Setelah 24 jam kemudian disaring dengan menghindarkan penguapan
etanol, 20 mL filtrat diuapkan sampai kering di cawan dangkal dasar rata
yang sudah ditara, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105ºC hingga
bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bobot simplisia kering (21).
34
4.3.8
Penetapan Susut Pengeringan
Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam botol timbang
dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC
selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan
dalam botol timbang hingga membentuk lapisan setebal 5 mm. Kemudian
dimasukkan ke dalam ruang pengering, dibuka tutupnya, kemudian
dikeringkan pada suhu 105ºC hingga bobotnya tetap. Cawan segera ditutup
jika oven dibuka, kemudian didinginkan dalam desikator hingga suhu
kamar. Jika sulit kering pada pemanasan, maka ditambahkan 1 gram silika
pengering yang telah ditimbang kemudian dikeringkan, dan didinginkan
dalam desikator hingga suhu kamar. Kadar dihitung terhadap bobot awal
simplisia.
4.4
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung
Ekstraksi daun kecubung dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu
dengan cara maserasi pada suhu kamar (25ºC). Sebanyak 200 gram simplisia
dimaserasi selama 3x24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 70%.
Perbandingan yang digunakan yaitu 200 gram serbuk simplisia kering dilarutkan
dalam 2 liter etanol 70%, pelarut diganti setiap 24 jam sekali. Ekstrak etanol hasil
maserasi kemudian dipekatkan menggunakan ratory evaporatorhingga didapat
ekstrak pekat (19).
4.5
Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan diadaptasikan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk
penelitian supaya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hewan percobaan
35
yang akan digunakan adalah mencit putih jantan galur Swiss Webster dengan
bobot badan 20-30 (berumur 5-8 minggu). Sehari sebelum percobaan, mencit
dikondisikan dengan memberikan
perlakuan
sebagai berikut, mencit diberenangkan
selama 5 menit pada bejana berisi air ± 10 cm pada suhu 25ºC untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
4.6
Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun Kecubung
Mencit dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok,dimana masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok pertama adalah kelompok
kontrol yang diberi PGA 1%. Kelompok kedua yaitu kelompok yang diberi
amitriptilin dosis 25 mg/kg bb, kelompok ketiga diberi ekstrak etanol daun
kecubung dosis 125 mg/kg bb, kelompok keempat diberi ekstrak etanol daun
kecubung dosis 250 mg/kg bb, dan kelompok kelima diberi ekstrak etanol daun
kecubung dosis 500 mg/kg bb. Semua kelompok uji diberikan sediaan dengan rute
oral dan didiamkan selama 1 jam setelah pemberian sediaan. Setelah 1 jam,
mencit dimasukkan ke dalam bejana berisi air ± 10 cm. Mencit akan berenang
secara aktif. Pada saat-saat tertentu mencit akan menunjukkan sikap yang pasif,
dimana mencit sama sekali tidak bergerak (immobile). Keadaan mencit tidak
bergerak menunjukkan bahwa mencit tersebut mengalami keputusasaan yang
dianggap menyerupai depresi. Lamanya waktu mencit ketika tidak bergerak
(immobile) dicatat setiap 5 menit sekali selama waktu 15 menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Farmakologi dan Terapetik, β007, “Farmakologi dan
Terapi”, Edisi V, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
Hlm. 171-178.
2. Moinuddin, G., 2012, “Evaluation of The Anti-Depressant Activity of
Myristica Fragnans (Nutmeg) In Male Rats”, Avicenna Journal of
Phytomedicine Vol. 2, No 2, Departement of Pharmacology, Al-Ameen
College of Pharmacy, India.
3. Departemen Kesehatan RI, 2007, “Pharmaceutical Care Untuk
Pendekatan Penderita Gangguan Depresif”, Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan.
4. Mutschler, E., 1991, “Dinamika Obat”, Edisi V, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, Hlm. 141-174.
5. Dalimartha, S., β000, “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Jilid 2,
Pusaka Bunda, Jakarta, Hlm. 106-111.
6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007, “Farmakologi dan
Terapi”, Edisi V, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
Hlm. 171-178.
7. Nasar, I. M., Himawan, S., dan W. Marwoto., β010, “Patologi II”, Edisi I,
Sanggung Seto, Jakarta, Hlm. 563-606.
8. Kumar, dan Robbins., 1995, “Buku Ajar Patologi II”, Edisi IV, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
9. Harun, H., β007, “Depresi dan Penanganannya”, Majalah Ilmiah
Ukhuwah.
10. “Kenali
Depresi,
Cegah
Dampak
Buruknya”,
http://health.kompas.com/read/2011/11/14/17345046/Kenali.Depresi.%20
Cegah.%20Dampak.Buruknya. [Diakes pada 06 Mei 2013]
36
37
11. Videbeck, Sheila, L., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Jiwa”, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Hlm. 389.
12. Fitriyani, S., β01γ, “Aktivitas Antidepresi Ekstrak N-Heksan Bunga
Melati (Jasminum sambac (L)., Ait) pada Mencit Jantan Galur Swiss
Webster dengan Metode Forced Swimming Test dan Metode Wheel
Chage”, FMIPA Farmasi, Universitas Garut, Garut.
13. Tjay, T. H., dan K. Raharja., β007, “Obat-Obat Penting, Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya”, PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Jakarta, Hlm. 462-475.
14. Yulinah, E., 2008, “ISO Farmakoterapi”, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Jakarta, Hlm. 215-222.
15. Saleh, I., 2013, “Uji Aktivitas Antidepresi Ekstrak N-Heksan Daun
Pandan Wangi (Pandanus amarylli folius roxb.) pada Mencit Jantan
Swiss Webster dengan Metode Forced Swimming Test dan Metode
Wheel Chage”, FMIPA Farmasi, Universitas Garut, Garut.
16. Fakultas Kedokteran, 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV,
Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 157-162.
17. Maslim, R., 1996, “Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas”, dari PPDGJ III, Jakarta.
18. Mansjoer, A., 2000, “Kapita Selekta Kedokteran”, Jilid 1 dan 2, Edisi
III, Media Aesculapius, Jakarta, Hlm. 209-210.
19. Departemen kesehatan RI, 1989, “Materi Media Indonesia”, Jilid V,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Hlm. 266-269.
20. Harborne, J. B., 1987, “Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan”, ITB, Bandung.
21. Siraiat, M., 2007, “Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi”, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
22. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, “Farmakope Herbal
Indonesia”, Edisi I, Jakarta.
38
LAMPIRAN 1
TANAMAN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens)
Gambar 4.1 Tanaman kecubung (Brugmansia suaveolens)
39
LAMPIRAN 2
PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG
(Brugmansia suaveolens)
200 gram serbuk simplisia
-
Residu
Ditambah 3000 mL etanol 70%
Maserasi selama 3x24 jam pada
suhu kamar
Sekali-kali diaduk
Filtrat
Dipekatkan
dengan
penguapan
vakum putar
Ekstrak etanol kental daun
kecubung (Brugmansia
suaveolens)
Gambar 4.2 Bagan pembuatan ekstrak etanol daun kecubung
(Brugmansia suaveolens)
40
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN DOSIS
1. Perhitungan dosis amitriptilin
Dosis Amitriptilin
= 25 mg/70kgbb
Untuk mencit 20 g
= Faktor Konversi manusia-mencit x dosis amitriptilin
= 0,0026 x 25 mg
= 0,065 mg/20 g
Dosis untuk mencit
⁄
=
Karena volume pemberian rute per oral sebesar 0,2 mL, konsentrasi
⁄
Amitriptilin yang dibuat =
2. Pembuatan sediaan uji ekstrak etanol daun kecubung
a. Dosis 500 mg/kg bb
⁄
Dosis mencit
=
Volume pemberian
= 0,2 mL/20g bb mencit
Konsentrasi
=
Dibuat untuk 50 mL
: timbang 2,5 gram ekstrak kering daun
⁄
kecubung, tambahkan suspensi PGA 1% ad 50 mL.
b. Dosis 250 mg/kg bb
Dosis mencit
=
Volume pemberian
= 0,2 mL/20g bb mencit
Konsentrasi
=
⁄
⁄
41
Dibuat untuk 25 mL
:
V1 x CI
=
V2 x C2
V1 x 50
=
50 x 25
V1
=
1250/50
V1
=
25 mL
Dibuat untuk 50 mL : diambil 25 mL ekstrak daun kecubung
konsentrasi 50 mg/ mL ditambahkan larutan PGA 1% hingga 50 mL.
c. Dosis 125 mg/kg bb
Dosis mencit
=
Volume pemberian
= 0,2 mL/20g bb mencit
Konsentrasi
=
Dibuat untuk 50 mL
:
V1 x CI
=
V2 x C2
V1 x 25
=
50 x 12,5
V1
=
625/25
V1
=
25 mL
⁄
⁄
Dibuat untuk 50 mL : diambil 25 mL ekstrak daun kecubung
konsentrasi 50 mg/ mL ditambahkan larutan PGA 1% hingga 50 ml.
42
LAMPIRAN 4
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI DENGAN METODE
FORCED SWIMMING TEST
Mencit Jantan Galur Swiss Webster
-
Kel 1
Kel 2
Pengelompokan mencit
Kel 4
Kel 3
Kel 5
Mencit Uji
- Masing-masing diberikan sediaan
- Didiamkan selama 1 jam
- Setelah 1 jam mencit dimasukkan
ke dalam bak berisi air dengan
tinggi ± 10 cm
- Pengamatan diamati sejak menit
pertama mencit dimasukkan dan
dihitung waktu imobilitasnya
- Pengamatan tiap 5 menit selama
15 menit
Pengolahan data dengan uji
ANAVA dan LSD
Gambar 4.3 Bagan aktivitas pengujian antidepresi ekstrak etanol daun kecubung
(Brugmansia suaveolens)