Academia.eduAcademia.edu

PROPOSAL SARI SAFITRI

ioiioiujuuiio

PROPOSAL TUGAS AKHIR I AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG GUNUNG (Brugmansia suaveolens) TERHADAP MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST Oleh : SARI SAFITRI 2404113136 PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GARUT 2017 AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG GUNUNG (Brugmansia suaveolens) TERHADAP MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST PROPOSAL TUGAS AKHIR I Sebagai salah satu syarat untuk Melaksanakan Tugas Akhir II di Program Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut Garut, Oktober 2017 Oleh : Sari Safitri 2404113136 Disetujui Oleh: KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir I yang berjudul “AKTIVITAS ANTIDEPRESI EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST”. Tugas akhir I ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk melaksankan tugas akhir II diprogram Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut. Penyusunan tugas akhir I ini dapat selesai berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada Prof. Dr. Anas Subarnas, M. Sc., Apt, selaku pembimbing utama yang telah memberikan masukan serta saran dalam penyusunan tugas akhir ini. Deden Winda Suwandi, M. Farm., Apt, selaku pembimbing serta yang telah memberikan masukan serta saran dalam penyusunan Tugas Akhir I ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tugas akhir I ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis mudah-mudahan tugas akhir I ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin. i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii PENDAHULUAN....................................................................................... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3 1.1 Tinjauan Botani ................................................................ 3 1.2 Sistem Saraf ..................................................................... 6 1.3 Depresi ............................................................................. 8 1.4 Antidepresi ....................................................................... 15 II METODE PENELITIAN ......................................................... 23 III ALAT, BAHAN, DAN HEWAN PERCOBAAN ................... 25 3.1 Alat .................................................................................. 25 3.2 Bahan ............................................................................... 25 3.3 Hewan Percobaan ............................................................ 26 IV RANCANGAN KERJA ........................................................... 27 4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan .............................. 27 4.2 Determinasi Tanaman ..................................................... 27 4.3 Penapisan Fitokimia ......................................................... 28 4.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ............................... 30 4.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung .................... 34 4.6 Penyiapan Hewan Percobaan .......................................... 34 4.7 Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun Kecubung (Brugmansia suaveolens) dengan Metode Berenang (Forced Swimming Test) .................................. 35 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 36 LAMPIRAN ................................................................................................ 38 ii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. TANAMAN KECUBUNG .................................................................. 38 2. PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens) ..................................................................... 39 3. PERHITUNGAN DOSIS ..................................................................... 40 4. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST ............................................. 42 iii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 4.1 Tanaman Kecubung (Brugmansia suaveolens) ............................. 38 4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung (Brugmansia suaveolens) ............................................................... 39 4.3 Bagan Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun Kecubung (Brugmansia suaveolens) .............................................. 42 iv PENDAHULUAN Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan ketiadaan kesenangan atau kenikmatan hidup yang berlangsung terus-menerus paling sedikit selama 2 tahun dan keadaan perasaan yang sedih, melankolis yang berlanjut hingga mengganggu fungsi sosial, dan kehidupan sehari-hari pasien. Namun, keadaan murung dan perasaan sedih seseorang yang tidak menganggu fungsi sosial seseorang sering juga dianggap sebagai depresi (1) . Depresi juga dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional seseorang yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, sulit tidur, kehilangan selera makan, disfungsi seksual, dan minat serta kesenangan terhadap aktivitas yang biasa dilakukan (2). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresi terjadi sekitar 20% pada wanita dan 12% pada laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penderita gangguan depresi semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia (3). Pengobatan depresi pada umumnya menggunakan obat-obat antidepresi yang merupakan senyawa kimia sintetis. Namun, obat antidepresi sintesis dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, misalnya antidepresi trisiklik seperti amitriptilin, amoxapin, dan desipramin dapat menimbulkan efek samping berupa kekeringan mulut, gangguan akomodasi, obstipasi, gangguan urinasi, dan yang lebih penting adanya gangguan kardiovaskular seperti penurunan tekanan 1 2 darah, dan gangguan penghantar impuls. Antidepresi tetrasiklik seperti maprotilin dan mianserin efek sampingnya jauh lebih ringan dari antidepresi trisiklik dan inhibitor monoaminoksidase. Efek samping pada awal terapi dapat terjadi ketidaktenangan, yang paling sering terjadi yaitu pusing, sakit kepala, dan keadaan hipotensi, akan tetapi mungkin pula terjadi hipertensi (4). Selain obat antidepresi sintetik yang biasa digunakan secara klinis, terdapat juga beberapa jenis obat herbal sebagai antidepresi yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat, salah satunya yaitu tanaman kecubung (Brugmansia suaveolens). Salah satu bagian tumbuhan kecubung yang dapat dimanfaatkan secara tradisional yaitu daun kecubung yang secara empiris diduga dapat memberikan efek relaksasi pada sistem saraf. Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah apakah ekstrak etanol daun kecubung (Brugmansia suaveolens) memiliki efek antidepresi dengan menggunakan metode Forced Swimming Test atau metode berenang terhadap mencit jantan galur Swiss Webster, serta berapa dosis efektif ekstrak etanol daun kecubung sebagai antidepresi pada mencit jantan galur Swiss Webster. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya aktivitas antidepresi dari ekstrak etanol daun kecubung dan untuk mengetahui dosis efektifnya sebagai antidepresi. Sehingga informasinya dapat dimanfaatkan sebagai obat antidepresi oleh masyarakat. BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan botani yang akan dibahas yaitu mulai dari klasifikasi tanaman, sinonim, nama daerah, morfologi tanaman, ekologi dan asal penyebaran, uraian tumbuhan, kandungan kimia, sifat dan khasiat, dan efek farmakologi. 1.1.1 Klasifikasi Tanaman Divisi : Magnoliphyta Kelas : Magnoliopsida Anak kelas : Asteridae Bangsa : Solanales Spesies : Brugmansia suaveolens (Humb. & Bonpl. ex Willd.) Bercht. & Presl (5). 1.1.2 Sinonim Sinonim dari tanaman kecubung Brugmansia suaveolens adalah Pseudodatura suaveolens van Zijp., Datura suaveolens H. B (5). 1.1.3 Nama Daerah Nama daerah dari kecubung (Brugmansia suaveolens) adalah kucubung (Sunda), kecubung, dan semprong (Bali) (5). 1.1.4 Morfologi Tanaman Tanaman kecubung merupakan tanaman perdu, setahun, tegak, bagian pangkal umumnya berkayu, bercabang-cabang, tinggi 0,5-2 m, dan 3 4 beracun. Daun tunggal, bertangkai, dan letaknya berhadapan. Helaian daun bentuknya bulat telur, ujung runcing, tapi berlekuk, panjang 6-25 cm, dan lebar 4,5-20 cm. Bunga tunggal berbentuk terompet tegak, keluar dari ujung tangkai, bunga akan mekar menjelang matahari terbenam, dan akan kuncup sore hari berikutnya. Buahnya berbentuk kotak, berduri tempel, dan tajam. Bijinya banyak, kecil-kecil, gepeng, dan berwarna kuning kecokelatan (5). 1.1.5 Ekologi dan Penyebaran Tanaman kecubung (Brugmansia suaveolens) berasal dari Meksiko dan termasuk tanaman beracun. Di Indonesia, umumnya tanaman kecubung tumbuh liar di daerah yang lembab sebagai penutup jurang atau digunakan sebagai pagar hidup maupun perdu hias. Tanaman ini dapat ditemukan pada ketinggian 700-2100 mdpl. Kecubung dapat diperbanyak dengan cara stek dan biji (5). 1.1.6 Uraian Tumbuhan Kecubung ini merupakan tanaman perdu kuat atau pohon kecil, tegak, berkayu, bercabang-cabang, dan tinggi 2-4 meter. Ujung ranting berambut pendek yang sangat rapat. Helaian daun besar, bertangkai, bulat telur memanjang, pangkal tumpul, atau runcing, umumnya tidak sama sisi, ujung runcing, tepi berlekuk, pertulangan menyirip, permukaan daun berbulu jarang, permukaan bawah berambut halus, panjang 9-35 cm, dan lebar 4-17 cm. Bunga tunggal di ketiak daun, menggantung, dan bertangkai. Kelopak bunga hijau dan berbentuk tabung. Mahkota 5 berbentuk terompet, tabung bersudut lima dan taju meruncing pendek, berwarna putih atau jingga, dan berbau enak pada malam hari. Buah buni memanjang, tidak berduri tempel, berambut halus, dan panjang 9-11 cm. Biji berkulit tebal menyerupai gabus dan memiliki warna abu-abu (5). 1.1.7 Kandungan Kimia Tanaman kecubung mengandung sekitar 0,3%-0,4% alkaloid (85% skopolamin dan 15% hiosiamin), hiosin, atropin (tergantung pada varietas, lokasi, dan musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya (5). 1.1.8 Sifat dan Khasiat Sifat dari kecubung adalah mempunyai rasa yang pahit, pedas, hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru-paru, dan limfa. Kecubung berkhasiat sebagai antiasamatik, antibatuk (antitusif), antirematik, penghilang nyeri (analgetik), afrodisiak, dan pemati rasa (5). 1.1.9 Efek Farmakologi Efek farmakologi daun kecubung diantaranya: (1) efek parasimpatolitik perifer menimbulkan gejala jantung berdebar, pupil mata melebar, kulit dan mulut terasa kering, serta relaksasi otot polos saluran cernadan saluran napas; (2) penekanan sentral oleh atropin menimbulkan halusinasi dan menekan ganglia basal. Selain itu,dari penelitian sebelumnya dari daun kecubung yaitu “Pemberian kecubung dosis tinggi pada tikus jantan dapat menyebabkan perilakuhiperaktivitas (Nurhayati Harun, Jurusan Farmasi FMIPA, Unair, 1990)” (5). 6 1.2 Sistem Saraf 1.2.1 Dasar Anatomi dan Fisiologi Makin tinggi makhluk hidup berkembang, makin besar kebutuhan akan sistem penghantar informasi, sistem koordinasi, dan sistem pengaturan disamping kebutuhan akan organ pemasok dan organ eksresi. Pada manusia, sistem saraf khususnya otak mempunyai kemampuan berfungsi yang jauh lebih berkembang dibandingkan sistem saraf makhluk hidup lain. Sistem saraf berfungsi menerima impuls dari lingkungan atau impuls yang terjadi di dalam tubuh, mengubah impuls ini dalam perangsangan saraf menghantarkan dan memprosesnya, serta mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang dibebaskan dari pusat ke perifer. Dalam sistem saraf selanjutnya berlangsung semua proses-proses kejiwaan (1). Dari titik pandang anatomi-topografi dan sekaligus fungsional dibedakan antara sistem saraf pusat (SSP) yang meliputi otak, sumsum tulang belakang, dan sistem saraf perifer yang meliputi serabut-serabut hantar dari SSP ke perifer dan dari perifer ke SSP, termasuk serabut dari sel-sel yang terletak dibagian perifer. Serabut-serabut aferen yang berasal dari organ panca indera disebut saraf sensorik, sedangkan serabut-serabut aferen yang menuju ke kelenjar disebut serabut sekretorik (1). 1.2.2 Neuron Bentuk khas dari neuron adalah sel piramidal kortikal yang mempunyai inti besar dengan kromatin yang jernih seperti air serta anak 7 inti yang mencolok. Sitoplasmanya berisi gumpalan retikulum endoplasmik yang mempunyai permukaan kasar mengikat secara kuat pewarnaan dasar seperti hematoksilin. Dari badan sel keluar banyak dendrit dan sebuah akson yang berhubungan dengan neuron lain pada tempat-tempat yang disebut sinaps dan memungkinkan otak mempunyai fungsi penghantar yang unik. Seperti manusia, neuron juga mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi mulai dari sel granular kecil di dalam korteks serebelum sampai sel Betz yang berukuran besar pada korteks motorik (7). Neuron merupakan kesatuan saraf yang fungsional dan terdiri dari badan sel dan serabut saraf (cabang-cabangnya). Di dalam sel saraf terdapat butir-butir Nissl yang hanya bisa dilihat dengan pulasan khusus. Dengan pulasan khusus, butir-butir Nissl tampak seperti kulit macan tutul sehingga disebut juga tigriod substansi. Dengan pulasan Hemiplegia (HE) hanya dapat terlihat badan sel dengan inti, sedangkan neurit dan dendrit kurang nyata. Dengan pewarnaan khusus tampak pula serabut di dalam sitoplasma yang disebut neurofibril. Aksos memiliki garis tengahnya dengan ukuran 1.5 mikron yang dilapisi mielin. Pada susunan saraf pusat selubung ini dibagian luar dilapisi oleh oligodendroglia, sedangkan pada susunan saraf tepi dilapisi oleh sel schwann (8). 1.2.3 Neurotransmiter Pengalihan impuls kolinergik yang terjadi dengan bantuan asetilkolin yaitu terjadi pada banyak sinaps sistem saraf pusat.Pada sinaps 8 pusat noradregenik, khususnya dalam locus coeruleus pada dasar ventrikel ke-4, pada ujung serabut prostaglandin simpatikus. Dopaminergik, yaitu dengan adanya bantuan dopamin pada sinaps pusat sistem nigrostiata, sistem mesolimbik, dan sistem tubero infun dibuler (yang terakhir mempersarafi bagian-bagian hipotalamus dan bagian-bagian hipofisis). Serotonergik, yaitu dengan bantuan serotonin pada sinaps pusat batang otak bawah dan pada neuron (serotonergik) dalam seluruh saluran cerna. Gabanergik yaitu dengan adanya bantuan asam -aminobutirat (GABA) yang dibentuk dalam sistem saraf pusat dengan dekarboksilasi asam glutamat pada sinaps inhibitorik pusat (4). Disamping zat-zat pengalih tersebut, juga terdapat senyawa lainnya yaitu glisin dan asam glutamat. Glisin bekerja pada proses penghambatan postsinaps dari motoneuron dalam sumsum tulang belakang, sedangkan glutamat bekerja sebagai transmiter sinaps yang dirangsang (4). 1.3 Depresi Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya keinginan menjalani hidup, mengalami gangguan menilai realitas, dan perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (9). 1.3.1 Etiologi depresi Penyebab depresi sampai saat ini belum dapat dipastikan. Salah satu yang pasti adalah adanya keterlibatan dari ketidakseimbangan sistem monoamin di otak. Suatu sistem yang mengatur kerja darineurotransmiter 9 di otak yaitu dopamin, serotonin, dan norepinefrin. Sampai saat ini, hipotesis yang menyatakan mengenai depresi salah satunya adalah terjadi penurunan kadar dan kerja dari serotonin disistem tersebut. Itulah alasan pasien depresi diberikan obat antidepresi golongan SSRI atau Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (10). Gangguan mood diyakini menggambarkan disfungsi sistem limbik, hipotalamus, dan ganglia basalis yang membentuk kesatuan pada emosi yang saat ini dapat mengobservasi area fisiologis tubuh yang paling kecil. Teori tentang gangguan mood difokuskan pada pengalaman hidup dan bagaimana individu memilih untuk meresponnya (11). 1.3.2 Epidemologi Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresi, biasanya mulai usia 15-30 tahun. Usia paling awal 5-6 tahun sampai 50 tahun. Gangguan depresi berat terjadi rata-rata dimulai pada usia 40 tahun. Epidemologi ini tidak bergantung ras dan tidak ada korelasinya dengan sosial ekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak. Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi semua umur hidup kira-kira pada pria 15% dan pada wanita 25% (12). Perempuan memiliki kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresi dibandingkan dengan laki-laki. Alasannya karena masalah abnormal, dampak melahirkan, stressor, dan pola perilaku 10 yang dipelajari. Gangguan depresi sangat umum terjadi dan setiap tahunnya lebih dari 17 juta orang mengalaminya (12). 1.3.3 Patofisiologi Pasien depresi mempunyai gejala-gejala yang merefleksikan perubahan-perubahan pada neurotransmiter monoamin di otak, khususnya norepinefrin, serotonin, dan dopamin. Ada beberapa patofisiologis pada depresi diantaranya hipotesis amin biogenik, teori perubahan sentisisasi reseptor pascasinaptik, hipotesis permisif, dan hipotesis deregulasi (17). Menurut hipotesis amin biogenik, depresi dapat disebabkan oleh penurunan kadar neurotransmiter seperti norepinefrin, serotonin, dan dopamin di otak. Tipe hipotesis ini tidak dapat menjelaskan penyakit depresi sebenarnya. Efek khusus antidepresi umunya dapat diamati setelah pemberian obat (17). Teori perubahan sensitivitas reseptor pasca sinaps, pemberian antidepresi secara kronik menunjukkan desensitisasi sintesis cAMP (Adenosin Monofosfat Siklik) yang dirangsang oleh norepinefrin. Kebanyakan antidepresi menyebabkan penurunan regulasi kerja dari reseptor -adregenik setelah terjadi desensitisasi, hal ini berkaitan dengan lama waktu terjadinya depresi (17). Hipotesis permisif mengakomodasikan hasil pengamatan tentang peranan norepinefrin dan serotonin pada depresi. Teori ini menyebabkan serotonin yang rendah menunjukkan ekspresi keadaan jika tipe atau jenisnya ditentukan oleh konsentrasi norepinefrin yang tinggi 11 menyebabkan mania. Menurut hipotesis ini dengan memperbaiki aktivitas serotonin yang rendah, maka mood dapat diperbaiki. Hipotesis hubungan serotonin dan norepinefrin diperlukan sistem serotonergik dan noradrenergik yang fungsional agar efek antidepresi dapat optimal (17). Hipotesis deregulasi, dimana teori ini ditekankan pada kegagalan regulasi homeostatik pada sistem neurotransmiter yang dibedakan pada peningkatan atau penurunan aktivitas neurotransmiter itu sendiri. Diperlukan sistem serotonergik dan noradregenik yang fungsional agar efek antidepresi optimal. Yang terakhir peranan dopamin (DA) yaitu pada beberapa kajian menunjukkan bahwa peningkatan neurotransmiter DA dalam inti nukleus kemungkinan terkait dengan mekanisme aksi antidepresi (17). Gangguan psikiatris lainnya yang mempunyai hubungan dengan kadar serotonin rendah adalah penyakit demensia, alzheimer, penyakit parkinson, dan juga migrain. Pada demensia disamping kekurangan asetilkolin (Ach), juga terdapat penyusutan reseptor serotonin. Begitu pula pada parkinson yang selain kekurangan dopamin, juga ada penurunan fungsi serotonergik. Selain neurotransmiter, faktor keturunan juga merupakan pemeran penting pada terjadinya depresi (13). 1.3.4 Manifestasi Klinis Gejala emosional antara lain meliputi berkurangnya kemampuan untuk merasakan kesenangan, kehilangan minat terhadap aktivitas yang biasanya dilakukan, kesedihan, pesimis, sering menangis, putus harapan, 12 ansietas (dijumpai hampir 90% pada pasien depresi rawat jalan), perasaan bersalah, dan tanda-tanda psikosis (misalnya halusinasi mendengar sesuatu dan delusi) (14). Gejala intelektual atau kognitif, meliputi penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi atau keterlambatan proses berfikir, ingatan yang lemah terhadap ketidakyakinan kejadian yang baru terjadi, kebingungan, dan (14) . Gangguan psikomotor, meliputi retardasi psikomotor (perlambanan gerakan fisik, proses berfikir, dan berbicara) atau agitasi psikomotor (14). 1.3.5 Klasifikasi Depresi Klasifikasi sederhana depresi yang pertama adalah depresi reaktif atau sekunder yaitu paling umum dijumpai sebagai respon terhadap penyebab nyata, misalnya penyakit dan kesedihan dikenal sebagai depresi eksogen. Yang kedua adalah depresi endogen yang merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, ketidakmampuan untuk mengalami stres yang biasa, dan yang ketiga adalah depresi yang berhubungan dengan gangguan bipolar, yaitu depresi dan mania yang terjadi bergantian (16). Pembagian depresi berdasarkan tingkatnya terbagi kedalam beberapa tingkat yaitu depresi ringan, depresi sedang, depresi berat tanpa psikotik, dan depresi berat dengan psikotik. Depresi ringan, yaitu sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi, ditambahkan dengan sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya, tidak boleh ada gejala 13 yang berat diantaranya yaitu lamanya seluruh gejala berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, hanya terjadi sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan (3,17). Depresi sedang yaitu depresi yang sekurang-kurangnya harus terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi, ditambah sekurang-kurangnya terdapat 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya, lamanya seluruh gejala berlangsung minimun sekitar 2 minggu, seperti menghadapi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, urusan rumah tangga, dan lain-lain (3,17). Depresi berat tanpa psikotik yaitu semua gejala utama depresi harus ada, ditambahkan sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal tersebut, penilaian secara menyeluruh terhadap depresi berat masih dapat dibenarkan. Depresi biasanya berlangsung sekurang-kurangnya dalam waktu 2 minggu, akan tetapi jika gejala berlangsung sangat lama, maka diagnosis dapat dilakukan dalam kurun waktu lebih dari 2 minggu (3,17). 1.3.6 Diagnosis Depresi Untuk mendiagnosis keadaan depresi adalah ketika pasien menunjukkan gejala depresi serta kemungkinan penyebab medis, psikiatrik, dan atau tanpa dipicu oleh obat. Pada pasien depresi perlu 14 dilakukan kajian pengobatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental, tes fungsi tiroid, termasuk pemeriksaan elektrolit (14). Apabila pasien memperlihatkan gejala depresi seperti sedih berkepanjangan, murung, menangis, lesu, pesimitris, aktivitas menurun, gangguan makan dan tidur, selalu menyendiri dan keinginan untuk bunuh diri, serta jika gejala itu terjadi dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun, maka hal tersebut menunjukkan stressor positif (18). 1.3.7 Dampak Depresi Gangguan ini tidak hanya menyerang pada orang yang mengalami depresi, melainkan juga menimbulkan dampak pada anggota keluarga dan lingkungan. Karena gangguan depresi, seseorang menjadi kehilangan minat, termasuk minat dalam pemeliharaan diri, dan sampai aktivitas pekerjaan. Dampaknya yaitu menggangu kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan angka ketidakhadiran di sekolah, dan di tempat kerja sehingga produktivitas menurun. Selain itu, gangguan depresi juga menganggu kehidupan keluarga serta dapat mengancam keselamatan diri, orang lain, dan lingkungan (3). 1.3.8 Penanganan Depresi Gangguan depresi yang tidak ditangani dapat sembuh dengan sendirinya pada 80% dari kasus setelah rata-rata 6-12 bulan, tetapi menyebabkan resiko kambuh secara cepat, dan menimbulkan kronisnya penyakit. Dengan penanganan psikoterapi dan antidepresi progres penyakit agak membaik, sebagian penderita sembuh selama 34 bulan. Penting untuk 15 tidak membebankan diri terlalu berat, mempertahankan struktur aktivitas setiap hari dengan kontak sosial, dan gerak badan secukupnya, bahkan jika bisa tetap melakukan pekerjaan rutin (13). Pilihan obat antidepresi yang umumnya adalah golongan obat antidepresi trisiklik (ATC). Golongan obat ini sebaiknya digunakan apabila terdapat gejala ekstrapiramidal atau jika serentak mengkonsumsi obat antipsikotropika atau NSAIDs (antiinflamasi non-steroid). Obat-obat generasi kedua SSRIs (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) sebaiknya diberikan apabila ada keluhan jantung (setelah infark, aritmia), sukar buang air kecil, dan glaukoma (13). Pemberian dari ATC perlu dilakukan secara berangsur-angsur, yakni mulai dengan dosis rendah yang setiap 2-3 hari dinaikkan sampai tercapai dosis pemeliharaan efektif. Seringkali digunakan dosis amitriptilin atau imipramin diatas 150 mg/hari, tetapi dalam praktek klinis ternyata dosis rendah 100 mg/hari sering kali sudah efektif (13). 1.4 Antidepresi Antidepresi adalah senyawa yang mampu melakukan perbaikan pada gejala depresi. Antidepresi atau obat antimurung adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasana (mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan atau penyakit lain (13). Sekitar tahun 1957, obat-obat antidepresi pertama mulai diproduksi yaitu obat tuberkulosa iproniazid dan juga imipramin. Obat-obat ini disusul dengan 16 sejumlah besar antidepresi lain dan juga obat-obat yang memiliki lebih sedikit efek samping yang secara efektif bedanya melawan gejala keadaan sendu (13). 1.4.1 Pembagian Obat Antidepresi Beberapa obat antidepresi, yakni antidepresi generasi pertama yaitu inhibitor monoaminoksidase (MAOi), antidepresi trisiklik, antidepresi tetrasiklik, antidepresi generasi kedua yaitu golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor), dan antidepresi generasi ketiga yaitu golonganSNRI (Serononin Norepinephrine Re-uptake Inhibitor), dan senyawa lainnya (1). a) Antidepresi Trisiklik Amitriptilin dan imipramin merupakan antidepresi siklik yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresi trisiklik. Kedua obat ini paling banyak digunakan untuk terapi depresi serta boleh dianggap sebagai pengganti penghambat monoaminoksidase (MAO) yang tidak banyak digunakan lagi. Obat jenis ini telah dibuktikan dapat mengurangi keadaan depresi, terutama depresi endogen. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik. Obat ini tidak menimbulkan euforia terhadap orang normal (1). Golongan obat ini bekerja menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Dari berbagai jenis antidepresi trisiklik 17 terdapat perbedaan potensi dan selektivitas hambatan pengambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang sensitif terhadap norepinefrin, ada yang sensitif terhadap serotonin, dan ada yang sensitif terhadap dopamin. Tidak jelas hubungan antara mekanisme penghambatan pengambilan kembali katekolamin dengan efek antidepresinya (1). Efek sampingnya dapat menimbulkan kekeringan mulut, gangguan akomodasi, obstipasi, dan gangguan urinasi. Yang lebihpenting penurunan itu adanya tekanan gangguan darah, kardiovaskular takhikardia, dan seperti gangguan penghantaran rangsang. Pada dosis yang berlebihan dapat menyebabkan adanya gangguan ritme jantung yang berbahaya dan menyebabkan kematian. Terutama harus ada usaha preventif jika ada kerusakan awal pada jantung. Efek samping lainnya adalah sulit tidur, gemetaran, peningkatan tonus mirip rigor, dan reaksi alergi. Kontra indikasi golongan antidepresi trisiklik antara lain gangguan penglihatan atau glaukoma, gangguan pengosongan kandung kemih, delirium akut, serta sedativa (4). b) Antidepresi Tetrasiklik Yang termasuk antidepresi tetrasiklik adalah maprotilin dan mianserin. Berdasarkan profil kerjanya, kedua senyawa ini dikelompokkan dalam tipe imipramin, akan tetapi karena adanya komponen kerja menekan sistem saraf terutama pada awal terapi, 18 maka dapat digunakan juga pada depresi ringan karena rasa takut yang juga ringan. Efek samping antikolinergik jauh lebih ringan daripada antidepresi trisiklik yang dalam sifat-sifatnya yang lain mirip dengan maprotilin dan mianserin (4). c) Penghambat Ambilan Kembali Serotonin Yang Selektif Golongan obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat pengambilan serotonin. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) obat-obat yang termasuk golonganini adalah fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram, dan S-sitalopram. Efek samping yang sering muncul dari golongan obat ini adalah mual, mulut kering, penurunan frekuensi urinasi, dan lain-lain (1). d) Penghambat Monoaminoksidase Penghambat monoaminoksidase (MAO) dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh penghambat MAO karena terbentuk suatu kompleks antara penghambat MAO. Akibatnya kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin dalam otak naik. Hubungan antara fakta ini dengan efek stimulasi psikis belum terpecahkan. Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, tetapi juga enzim-enzim lain. Karena itu, obat ini mengganggu metabolisme obat di hati (1). 19 Turunan hidrazin yang semula digunakan misalnya iproniazida (Marsilid), sudah ditarik karena menimbulkan efek samping yang berat. satu-satunya monoaminoksidase yang digunakan di Jerman Barat adalahtranilsipromin (Parnate) yang merupakan analog amfetamin dengan rantai samping siklik. Indikasi monoaminoksidase untuk depresi terhambat (4). Efek samping penghambat MAO merangsang SSP berupa gejala tremor, insomnia, dan konvulsi. Penghambat MAO dapat merusak sel hati. Penghambat MAO tidak boleh diberikan bersamaobat yang mengandung tiramin, fenilpropanolamin, amfetamin, norepinefrin, dopamin, obat antihipertensi, dan lepodova. Golongan obat ini tidak banyak digunakan lagi karena telah tersedia obat yang lebih aman (1). e) Struktur Kimianya Golongan ini terdiri dari senyawa yang struktur kimianya jauh menyimpang dari senyawa-senyawa sebelumnya. Contohnya adalah nomifensin (Aliva), trazodon (Thombran), dan viloksazin (Vivalan). Dari ketiga senyawa tersebut, nomifensin mempunyai efek menaikkan aktivitas yang paling besar, senyawa ini menunjukkan sifat dopaminergik yang jelas. Sebaliknya trazodon bekerja sedatif dan ansiolitik, kerja antidepresinya terutama pada depresi endogen kecil. Viloksazin digolongkan pada antidepresi tipe imipramin (4). 20 Salah satu obat yang digunakan untuk antidepresi adalah amitriptilin yang bekerja menghambat pengambilan kembali dari noradrenalin dan serotonin di otak. Selain pada depresi, amitriptilin juga digunakan pada terapi migrain, urinasi pada anak-anak diatas 5 tahun dan sebagai analgetikum pada nyeri kronis (13). 1.4.2 Tipe Antidepresi Berdasarkan kerjanya, antidepresi dibagi kedalam beberapa tipe diantaranya tipe monoaminoksidase yang selain bekerja untuk mengaktifkan psikomotor, juga dapat memperbaiki mood. Antidepresi tipedesipramin mempunyai kemampuan menaikkan aktivitas motorik yang lebih kecil, tetapi kerja memperbaiki suasana jiwa (mood) yang lebih kuat dari pada inhibitor monoaminoksidase. Antidepresi imipramin mempunyai kerja memperbaiki mood yang lebih lemah tetapi kerjanya menghambat aktivitas dan menghilangkan rasa takutnya yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain (4,13). 1.4.3 Mekanisme Kerja Antidepresi Antidepresi bekerja menghambat re-uptake (pengambilan kembali) neurotransmiter, yaitu serotonin dan noradrenalin yang terdapat di ujung-ujung saraf otak sehingga memperpanjang waktu tersedianya neurotransmiter tersebut. Disamping itu antidepresi dapat mempengaruhi reseptor postsinapsis. Menghambat re-uptake dari serotonin dan norepinefrin berlangsung dengan pesat, sedangkan efek antidepresinya 21 baru nyata setelah jangka waktu 2-6 minggu. Menurut perkiraan masa laten, ini berkaitan dengan berkurangnya jumlah dan kepekaan dari reseptor postsinaps tertentu, yang baru terjadi sesudah beberapa minggu. Demikian disamping peningkatan kadar serotonin, diperkirakan masih terdapat mekanisme lain untuk antidepresi (13). Mekanisme kerja yang tepat memang belum diketahui pasti, walaupun demikian berbagai hasil percobaan menunjukkan bahwa antidepresi bekerja pada metabolisme monoamin. Inhibitor monoaminoksidase dengan memblok enzim monoaminoksidase akan meninggikan konsentrasi monoamin dalam sistem saraf pusat. Antidepresi lainnya menghambat pengambilan kembali noradrenalin atau serotonin dari celah sinaptik ke dalam sitoplasma. Hambatan pada pengambilan kembali noradrenalin akan menyebabkan peningkatan aktivitas, sedangkan hambatan pada pengambilan kembali serotonin akan memperbaiki suasana jiwa (13). Pada setiap senyawa kekuatan hambatan transpor kembali beragam, sebagai contoh desipramin bekerja menghambat transpor kembali noradrenalin lebih kuat dari pada imipramin dan ini lebih kuat lagi dari amitriptilin. Penemuan ini menunjukkan hal yang sesuai dengan profil kerjanya. Kerja antidepresi tidak hanya dapat diperlihatkan dengan pengaruh obat pada pengambilan monoamin saja. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan pada pengambilan kembali monoamin yang berlangsung dalam waktu singkat setelah pemakaian, sedangkan efek 22 antidepresinya baru timbul setelah periode laten beberapa hari sampai beberapa minggu. Diduga bahwa karena perubahan konsentrasi monoamin yang disebabkan oleh neuroleptika, kerapatan berbagai reseptor amin akan berubah (up atau down-regulation), dan inilah yang mengakibatkan efek psikisnya (13). 1.4.4 Penggunaan Antidepresi Untuk penggunaan senyawa-senyawa antidepresi yang benar yaitu harus adanya diagnosis yang pasti dan pengetahuan yang benar tentang mekanisme kerja antidepresi. Penggunaan antidepresi tergantung pada jenis atau tipe depresinya. Menurut Kielholz, penggunaan antidepresi dapat dilakukan berdasarkan 3 gejala depresi, yaitu rangsangan psikomotorik akibat rasatakut, mood yang depresif, dan hambatan psikomotorik. Pada pemilihan antidepresi yang akan digunakan harus dipertimbangkan sesuai dengan gejala depresi yang muncul. Sebagai contoh pada keadaan rangsangan dan rasa takut akibat depresi, digunakan senyawa tipe amitriptilin. Jika kemungkinan ada bahaya bunuh diri, maka digunakan antidepresi yang terutama mempunyai mekanisme kerja menekan sistem saraf atau menggunakan kombinasi antidepresi dengan neuroleptika trankuilansia (13). BAB II METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium farmakologi Universitas Garut. Proses penelitian yang dilakukan dimulai dari pengumpulan dan determinasi bahan, pembuatan simplisia, kemudian dilakukan karakteristisasi simplisia, dan penapisan fitokimia. Selanjutnya dilakukan ekstraksi terhadap simplisia dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya selama 3x24 jam. Ekstrak cair diuapkan pelarutnya dengan menggunakan ratory evaporator. Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik simplisia, penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol. Setelah pemeriksaan karakterisasi simplisia, dilakukan penapisan fitokimia yang merupakan pemeriksaan awal untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia. Penapisan yang dilakukan meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. Pengujian aktivitas antidepresi dari ekstrak etanol daun kecubung (Brugmansia suaveolens) dilakukan dengan menggunakan metode Forced Swimming Test (metode berenang). Metode Forced Swimming Test berhubungan dengan model perilaku yang menyebabkan keadaan depresi pada hewan 23 24 percobaan. Hewan percobaan dipaksa berenang pada bejana berisi air sehingga mereka tidak dapat melarikan diri. Setelah periode awal pada saat hewan berusaha melarikan diri dengan melakukan aktivitas berenang dengan aktif, akhirnya hewan akan memperlihatkan sikap tidak bergerak (immobile). Gambaran sikap tidak bergerak merupakan suatu keadaan penurunan suasana jiwa (mood) atau kondisi depresi. Adanya aktivitas antidepresi ditunjukkan dengan penurunan waktu immobilitas kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berbeda bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan menggunakan uji ANAVA (analisis varian) serta uji lanjut LSD (Least Significant Different), apabila sudah dipastikan memiliki distribusi data yang normal. BAB III ALAT, BAHAN, DAN HEWAN PERCOBAAN 3.1 Alat Alat yang diperlukan adalah timbangan hewan, timbangan elektrik, blender, alat suntik 1 ml, sonde oral untuk mencit, mortir dan stemper, gelas kimia, gelas ukur, batang pengaduk kaca, ratory evaporator, maserator, stopwatch, bejana pengamatan, pipet tetes, rak tabung, tabung reaksi, gelas kimia, kaki tiga, kawat kassa, dan pembakar spirtus. 3.2 Bahan 3.2.1 Bahan Tanaman Uji Tanaman uji yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kecubung (Brugmansia suaveolens) yang diperoleh dari Arboretum Garut, Jawa Barat. 3.2.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia daun kecubung (Brugmansia suaveolens). Pelarut etanol 70%, NaCl, aquades, amoniak 0,05N, H2SO4 2N, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, pereaksi Steasny, FeCl3, HCl pekat, amoniak, logam magnesium, NaCl 10%, gelatin, dan pereaksi Libermand Burchard. 25 26 3.3 Hewan percobaan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss Webster dengan bobot badan 20-30 gram sebanyak 25 ekor yang berumur 6-8 minggu yang diperoleh dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB). BAB IV RANCANGAN PENELITIAN 4.1 Penyiapan Bahan Penyiapan bahan meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan, serta determinasi tanaman kecubung. 4.1.1 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Bahan yang digunakan untuk percobaan adalah daun kecubung yang diperoleh dari Arboretum yang terletak di kawasan Taman Wisata Kamojang di kampung Legok Pulus, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Daun kecubung yang digunakan dalam percobaan dikumpulkan dan diolah lebih lanjut menjadi simplisia kering yang dapat disimpan. Pengolahan bahan dimulai dengan memilih daun-daun yang utuh, tidak terkena hama atau rusak, dan bersih dari kotoran. Kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir. Simplisia yang telah kering kemudian dipilih lagi untuk mendapatkan simplisia kering yang bebas dari zat pengotor, selanjutnya dibuat serbuk. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar (25ºC). 4.1.2 Determinasi Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kecubung (Brugmansia suaveolens) yang dideterminasi di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung. Bahan dideterminasi 27 28 dalam keadaan segar untuk memastikan identitas dari bahan yang dikumpulkan dan akan diuji. 4.2 Penapisan Fitokimia Untuk mengetahui senyawa golongan yang terkandung di dalam serbuk simplisia dan ekstraknya dilakukan penapisan fitokimia diantaranya, alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid (19). 4.2.1 Pemeriksaan Golongan Senyawa Alkaloid Sebanyak 2 gram simplisia daun kecubung dilembabkan menggunakan 5 mL amoniak 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 mL kloroform, dan digerus kuat-kuat kemudian disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian. Filtrat pertama ditetesi pereaksi Mayer, apabila terbentuk endapan berwarna putih maka positif mengandung alkaloid. Filtrat kedua ditetesi pereaksi Dragendroff, apabila terbentuk warna merah jingga dikatakan positif mengandung golongan senyawa alkaloid (19). 4.2.2 Pemeriksaan Golongan Senyawa Flavonoid Sebanyak 2 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air panas dididihkan selama 15 menit, lalu disaring, dan filtrat diambil sebagai larutan C yang akan digunakan untuk pemeriksaan golongan senyawa polifenol, saponin, kuinon, dan tanin. Pada 5 mL larutan C ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL larutan alkohol:HCl (1:1), serta amil alkohol, dikocok kuat-kuat dan dibiarkan hingga memisah. Flavonoid dinyatakan 29 positif apabila terbentuk warna jingga, merah atau merah ungu pada lapisan amil alkohol (19). 4.2.3 Pemeriksaan Golongan Senyawa Saponin Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air panas. Dididihkan selama 15 menit, kemudian disaring. Filtrat diambil sebanyak 10 mL dalam tabung reaksi, dikocok vertikal selama 10 detik, dan didiamkan selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa stabil meskipun sudah ditambahkan HCl (19). 4.2.4 Pemeriksaan Golongan Senyawa Tanin Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 15 menit, kemudian disaring, dan filtrat dibagi tiga masing-masing 5 mL. Ke dalam filtrat yang pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida 1%. Golongan senyawa tanin dinyatakan positif apabila terbentuk warna hijau violet. Ke dalam filtrat kedua ditambahkan larutan gelatin. Golongan senyawa tanin dinyatakan positif apabila terbentuk endapan putih. Ke dalam filtrat ketiga ditambahkan 14 mL pereaksi Steasny (formaldehid:HCl) 2:1 dan dipanaskan dalam penangas air suhu 90ºC. Tanin katekat dinyatakan positif apabila terbentuk endapan berwarna merah muda. Endapan dipisahkan dan filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Tanin galat dinyatakan positif apabila terbentuk warna biru tinta dan hitam (19). 30 4.2.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kuinon Apabila ada tanin, serbuk simplisia sebanyak 2 gram dimaserasi dalam 100 mL HCl 10% selama beberapa jam, kemudian larutan disaring dan dibagi 2 bagian, satu bagian (5mL) diekstraksi dengan campuran eter:kloroform (2:1). Kedua fase organik masing-masing dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat dan diuapkan sampai sepersepuluh (0,5 mL). Kedua ekstrak (benzen dan campuran eter:kloroform) masing-masing dikocok dengan larutan natrium hidroksida 30%. Terbentuknya warna jingga atau merah pada fase air menunjukkan adanya senyawa kuinon (19). Apabila tidak ada tanin, ke dalam larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroksida 1 N. Warna merah yang timbul menunjukkan adanya kuinon. 4.2.6 Pemeriksaan Golongan Senyawa Steroid/Triterpenoid Sebanyak 1 gram simplisia daun kecubung dimaserasi dengan menggunakan 25 mL eter selama 2 jam, kemudian disaring, dan sebanyak 10 mL filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian ke dalam residu ditambahkan dua tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes H2SO4 pekat. Terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa dalam ekstrak terkandung senyawa kelompok triterpenoid, sedangkan apabila terbentuk warna hijau biru menunjukkan adanya senyawa steroid (6). 4.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Berdasarkan pustaka, pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan 31 kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, kadar sari larut etanol, dan penetapan kadar air (6). 4.3.1 Pemeriksaan Mikroskopik dan Makroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada serbuk simplisia daun kecubung (Brugmansia suaveolens) dan terhadap penampang melintang. Untuk pemeriksaan secara makroskopik, dilakukan dengan membuat foto tumbuhan segar utuh dan bagian-bagian tumbuhannya secara terpisah yang dilengkapi dengan skala (19). 4.3.2 Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 2 gram simplisia yang telah dibuat dalam bentuk serbuk dimasukkan ke dalam cawan krus yang telah diketahui bobotnya, kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian dimasukkan dalam desikator, dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu ditimbang terhadap serbuk yang telah dikeringkan dan dikali 100% (21). 4.3.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dididihkan dengan menggunakan 25 mL HCl selama 5 menit, lalu disaring melalui penyaring kaca masir atau kertas saring, kemudian dicuci dengan air panas, dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu 450ºC sampai bobot tetap. Konsentrasi abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot simplisia awal (21). 32 4.3.4 Penetapan Susut Pengeringan Ditimbang 1-2 gram dalam bobot timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran ± 2 mm. Diratakan zat dalam bobot timbang dengan menggoyangkan botol, hingga terbentuk lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm, dimasukkan ke dalam ruang pengeringan, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, dibiarkan botol dalam keadaan tertutup sampai dingin dalam desikator hingga suhu kamar (25ºC). Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5ºC dan 10ºC di bawah suhu leburnya selama 1-2 jam hingga bobot tetap (21). 4.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Serbuk simplisia terlebih dahulu dikeringkan di udara. kemudian sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 100 mL etanol 95% selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam kemudian disaring dengan menghindarkan penguapan etanol, 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal dasar rata yang sudah ditara, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105ºC sehingga bobot tetap. Kemudian dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%). Kadar sari larut etanol dihitung terhadap bobot simplisia awal (21). 33 4.3.6 Penetapan Kadar Air Simplisia dimasukkan ke dalam labu kering yang diperkirakan mengandung 2 mL sampai 4 mL air. Dimasukkan lebih kurang 200 mL toluen ke dalam labu, dipanaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, disuling dengan kecepatan kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian dinaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, dicuci bagian dalam pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga yang telah dibasahi toluen. dilanjutkan pengeringan 5 menit. dibiarkan tabung penerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, digosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga, dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun, sampai air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air. Dihitung kadar air dalam persen (%) (19). 4.3.7 Penetapan Kadar Sari Larut Air Sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan menggunakan kloroform selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam kemudian disaring dengan menghindarkan penguapan etanol, 20 mL filtrat diuapkan sampai kering di cawan dangkal dasar rata yang sudah ditara, kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bobot simplisia kering (21). 34 4.3.8 Penetapan Susut Pengeringan Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan dalam botol timbang hingga membentuk lapisan setebal 5 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, dibuka tutupnya, kemudian dikeringkan pada suhu 105ºC hingga bobotnya tetap. Cawan segera ditutup jika oven dibuka, kemudian didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar. Jika sulit kering pada pemanasan, maka ditambahkan 1 gram silika pengering yang telah ditimbang kemudian dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar. Kadar dihitung terhadap bobot awal simplisia. 4.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kecubung Ekstraksi daun kecubung dilakukan dengan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi pada suhu kamar (25ºC). Sebanyak 200 gram simplisia dimaserasi selama 3x24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Perbandingan yang digunakan yaitu 200 gram serbuk simplisia kering dilarutkan dalam 2 liter etanol 70%, pelarut diganti setiap 24 jam sekali. Ekstrak etanol hasil maserasi kemudian dipekatkan menggunakan ratory evaporatorhingga didapat ekstrak pekat (19). 4.5 Penyiapan Hewan Percobaan Hewan percobaan diadaptasikan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk penelitian supaya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hewan percobaan 35 yang akan digunakan adalah mencit putih jantan galur Swiss Webster dengan bobot badan 20-30 (berumur 5-8 minggu). Sehari sebelum percobaan, mencit dikondisikan dengan memberikan perlakuan sebagai berikut, mencit diberenangkan selama 5 menit pada bejana berisi air ± 10 cm pada suhu 25ºC untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. 4.6 Pengujian Aktivitas Antidepresi Ekstrak Etanol Daun Kecubung Mencit dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok,dimana masing- masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang diberi PGA 1%. Kelompok kedua yaitu kelompok yang diberi amitriptilin dosis 25 mg/kg bb, kelompok ketiga diberi ekstrak etanol daun kecubung dosis 125 mg/kg bb, kelompok keempat diberi ekstrak etanol daun kecubung dosis 250 mg/kg bb, dan kelompok kelima diberi ekstrak etanol daun kecubung dosis 500 mg/kg bb. Semua kelompok uji diberikan sediaan dengan rute oral dan didiamkan selama 1 jam setelah pemberian sediaan. Setelah 1 jam, mencit dimasukkan ke dalam bejana berisi air ± 10 cm. Mencit akan berenang secara aktif. Pada saat-saat tertentu mencit akan menunjukkan sikap yang pasif, dimana mencit sama sekali tidak bergerak (immobile). Keadaan mencit tidak bergerak menunjukkan bahwa mencit tersebut mengalami keputusasaan yang dianggap menyerupai depresi. Lamanya waktu mencit ketika tidak bergerak (immobile) dicatat setiap 5 menit sekali selama waktu 15 menit. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Farmakologi dan Terapetik, β007, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi V, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 171-178. 2. Moinuddin, G., 2012, “Evaluation of The Anti-Depressant Activity of Myristica Fragnans (Nutmeg) In Male Rats”, Avicenna Journal of Phytomedicine Vol. 2, No 2, Departement of Pharmacology, Al-Ameen College of Pharmacy, India. 3. Departemen Kesehatan RI, 2007, “Pharmaceutical Care Untuk Pendekatan Penderita Gangguan Depresif”, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan. 4. Mutschler, E., 1991, “Dinamika Obat”, Edisi V, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 141-174. 5. Dalimartha, S., β000, “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Jilid 2, Pusaka Bunda, Jakarta, Hlm. 106-111. 6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi V, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 171-178. 7. Nasar, I. M., Himawan, S., dan W. Marwoto., β010, “Patologi II”, Edisi I, Sanggung Seto, Jakarta, Hlm. 563-606. 8. Kumar, dan Robbins., 1995, “Buku Ajar Patologi II”, Edisi IV, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 9. Harun, H., β007, “Depresi dan Penanganannya”, Majalah Ilmiah Ukhuwah. 10. “Kenali Depresi, Cegah Dampak Buruknya”, http://health.kompas.com/read/2011/11/14/17345046/Kenali.Depresi.%20 Cegah.%20Dampak.Buruknya. [Diakes pada 06 Mei 2013] 36 37 11. Videbeck, Sheila, L., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Jiwa”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Hlm. 389. 12. Fitriyani, S., β01γ, “Aktivitas Antidepresi Ekstrak N-Heksan Bunga Melati (Jasminum sambac (L)., Ait) pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster dengan Metode Forced Swimming Test dan Metode Wheel Chage”, FMIPA Farmasi, Universitas Garut, Garut. 13. Tjay, T. H., dan K. Raharja., β007, “Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya”, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Jakarta, Hlm. 462-475. 14. Yulinah, E., 2008, “ISO Farmakoterapi”, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta, Hlm. 215-222. 15. Saleh, I., 2013, “Uji Aktivitas Antidepresi Ekstrak N-Heksan Daun Pandan Wangi (Pandanus amarylli folius roxb.) pada Mencit Jantan Swiss Webster dengan Metode Forced Swimming Test dan Metode Wheel Chage”, FMIPA Farmasi, Universitas Garut, Garut. 16. Fakultas Kedokteran, 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV, Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 157-162. 17. Maslim, R., 1996, “Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas”, dari PPDGJ III, Jakarta. 18. Mansjoer, A., 2000, “Kapita Selekta Kedokteran”, Jilid 1 dan 2, Edisi III, Media Aesculapius, Jakarta, Hlm. 209-210. 19. Departemen kesehatan RI, 1989, “Materi Media Indonesia”, Jilid V, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Hlm. 266-269. 20. Harborne, J. B., 1987, “Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan”, ITB, Bandung. 21. Siraiat, M., 2007, “Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi”, Institut Teknologi Bandung, Bandung. 22. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, “Farmakope Herbal Indonesia”, Edisi I, Jakarta. 38 LAMPIRAN 1 TANAMAN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens) Gambar 4.1 Tanaman kecubung (Brugmansia suaveolens) 39 LAMPIRAN 2 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL DAUN KECUBUNG (Brugmansia suaveolens) 200 gram serbuk simplisia - Residu Ditambah 3000 mL etanol 70% Maserasi selama 3x24 jam pada suhu kamar Sekali-kali diaduk Filtrat Dipekatkan dengan penguapan vakum putar Ekstrak etanol kental daun kecubung (Brugmansia suaveolens) Gambar 4.2 Bagan pembuatan ekstrak etanol daun kecubung (Brugmansia suaveolens) 40 LAMPIRAN 3 PERHITUNGAN DOSIS 1. Perhitungan dosis amitriptilin Dosis Amitriptilin = 25 mg/70kgbb Untuk mencit 20 g = Faktor Konversi manusia-mencit x dosis amitriptilin = 0,0026 x 25 mg = 0,065 mg/20 g Dosis untuk mencit ⁄ = Karena volume pemberian rute per oral sebesar 0,2 mL, konsentrasi ⁄ Amitriptilin yang dibuat = 2. Pembuatan sediaan uji ekstrak etanol daun kecubung a. Dosis 500 mg/kg bb ⁄ Dosis mencit = Volume pemberian = 0,2 mL/20g bb mencit Konsentrasi = Dibuat untuk 50 mL : timbang 2,5 gram ekstrak kering daun ⁄ kecubung, tambahkan suspensi PGA 1% ad 50 mL. b. Dosis 250 mg/kg bb Dosis mencit = Volume pemberian = 0,2 mL/20g bb mencit Konsentrasi = ⁄ ⁄ 41 Dibuat untuk 25 mL : V1 x CI = V2 x C2 V1 x 50 = 50 x 25 V1 = 1250/50 V1 = 25 mL Dibuat untuk 50 mL : diambil 25 mL ekstrak daun kecubung konsentrasi 50 mg/ mL ditambahkan larutan PGA 1% hingga 50 mL. c. Dosis 125 mg/kg bb Dosis mencit = Volume pemberian = 0,2 mL/20g bb mencit Konsentrasi = Dibuat untuk 50 mL : V1 x CI = V2 x C2 V1 x 25 = 50 x 12,5 V1 = 625/25 V1 = 25 mL ⁄ ⁄ Dibuat untuk 50 mL : diambil 25 mL ekstrak daun kecubung konsentrasi 50 mg/ mL ditambahkan larutan PGA 1% hingga 50 ml. 42 LAMPIRAN 4 PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST Mencit Jantan Galur Swiss Webster - Kel 1 Kel 2 Pengelompokan mencit Kel 4 Kel 3 Kel 5 Mencit Uji - Masing-masing diberikan sediaan - Didiamkan selama 1 jam - Setelah 1 jam mencit dimasukkan ke dalam bak berisi air dengan tinggi ± 10 cm - Pengamatan diamati sejak menit pertama mencit dimasukkan dan dihitung waktu imobilitasnya - Pengamatan tiap 5 menit selama 15 menit Pengolahan data dengan uji ANAVA dan LSD Gambar 4.3 Bagan aktivitas pengujian antidepresi ekstrak etanol daun kecubung (Brugmansia suaveolens)