Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
3 pages
1 file
Artikel ini akan mengkaji tentang Pondasi Al-Maqamat dan Al-Ahwal. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui pondasi al-maqamat dan al-ahwal. Artikel ini menggunakan metode deskriptif analisis.
Artikel ini mengkaji tentang Pondasi Al-Maqamat dan Al-Ahwal. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui Pondasi al-Maqamat dan Pondasi al-Ahwal. Kajian ini menggunakan deskriptif analistik. Judul buku yang dikaji adalah Gerbang Tasawuf karya Dr. Ja'far, MA. Dengan mempelajari tasawuf sesorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya secara benar. Tinjauan analitis terhadap tasawuf menunjukkan bahwa para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan (thariqat) menuju Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan-latihan rohani (riyadah), lalu secara bertahap menempuh berbagai fase yang dikenal dengan al-maqamat (tingkatan) dan al-ahwal (keadaan hati). Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptanya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Lingkup 'Irfani (penyucian jiwa yang lebih mendalam dengan mengutamakan pendekatan diri kepada Allah) tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud adalah maqam-maqam (tingkatan-tingkatan) dan ahwal (keadaan hati). Dua persoalan ini harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Allah Swt. Maqam dan ahwal tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu mata uang. Keterkaitan antar keduanya dapat dilihat dalam kenyataan bahwa maqam menjadi prasyarat menuju Allah dan dalam maqam akan ditemukan kehadiran ahwal. Ahwal yang telah ditemukan dalam maqam akan mengantarkan seseorang untuk mendaki maqam-maqam selanjutnya. II. Pembahasan Karya-karya para sufi telah menunjukkan bahwa tasawuf sebagai disiplin ilmu dirancang sebagai media informasi bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih kemantapan tauhid dan makrifat. Sebab itu, para sufi menyusun teori mengenai usaha-usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendakian spiritual yang disebut al-maqamat. Dalam kitab al-Luma', al-Thusi menjelaskan bahwa maqamat adalah tingkatan seorang hamba dengan Allah Swt. yang dibangun atas dasar pelaksanaan ibadah, mujahadah, riyadhah, dan kebersamaan dengan-Nya. sedangkan al-Ahwal adalah keadaan hati (qalb) seorang sufi sebagai akibat dari kemurnian zikirnya. 1 A. Pondasi al-Maqamat dan Al-Ahwal Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah dan riyadhah, seorang salik harus melakukan khalwa dan uzlah dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah Swt. Dalam Risalah al-Qusyairiyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa menyepi (khalwah) adalah sifat asli sufi, dan mengasingkan disi ('uzlah) menjadi tanda seseorang telah bersambung dengan Allah Swt., praktik spiritual ini memberikan manfaat bagi penempuh jalan seperti menghindarkan diri dari semua sifat tercela, menghasilkan kemuliaan, mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan mengobati hati. Khalwah (menyepi) adalah pemutusan hubungan dengan makhluk menuju penyambungan hubungan dengan al-Haqq. Khalwah merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. sedangkan hakikat 'uzlah (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain. 2 Dalam Ihya Ulum al-Dhin, Al-Ghazali menjelaskan bahwa peraktik 'uzlah (mengasingkan diri) memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan spiritual: 1. Dapat mengosongkan diri hanya beribadah kepada Allah Swt. 2. Dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang bisa dilakukan dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat. 3. Membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia. 4. Memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan terhadap dunia 5. Membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orang yang berperangai buruk dan bodoh. 6. Menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari perbuatan tercela dan larangan Allah Swt. 2 Dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui ibadah, riyadhah, maupun mujahadah. Di samping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.
Artikel ini mengkaji tentang "Defenisi al-Maqamat dan al-Ahwal". Dimana tujuan mengkaji kajian ini adalah agar mengetahui pengertian al-Maqamat dan al-Ahwal, mngetahui hakikat al-Maqamat dan al-Ahwal, dan untuk menempuh perjalanan spritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendaikian spiritual. Karena kita ketahui bahwa al-Maqamat dan al-Ahwal ini merupakan sebuah pengendalian spiritual dan hati manusia yang terdapat pada karya-karya para kaum sufi dan merupakan sebagai disiplin ilmu yang dirancang sebagai media informasi bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih kemantapan tauhid dan makrifat. Kajian penulisan resume ini menggunakan metode deskriptif analitis.
2017
Các dạng bài tập của Unit 7 (I learn smart world 7)
The area of study is theological anthropology. M. Cortez (2010:5) argues, "that theological anthropology is theological expresses one of its basic convictions -the human person can be fully understood only from a theological perspective". Cortez (2010:11) goes further to assert that the other specific issues specific to theological anthropology are: What is the relationship between human persons and the rest of creation? How "unique" are humans in creation? How does it affect our appreciation for the "dignity" of the human person? Why re humans created male and female? What is the significance of human sexuality for the understanding for humanity?
Archivo Teológico Granadino, 2024
Las reducciones del Paraguay con los nativos guaraníes son uno de los grandes frutos de las misiones jesuitas, que fueron posibles gracias a la experiencia acumulada por estos religiosos en el virreinato de Perú. Los jesuitas tuvieron que hacer excepciones a su legislación para asumir las doctrinas, lo que hubieron de repetir en Paraguay. Una de estas doctrinas, la de Juli (Perú), se convirtió en el laboratorio donde se concretaron las formas misionales que después fueron exportadas a Paraguay, entre ellas, el aprendizaje de la lengua nativa. También hubo jesuitas concretos que posibilitaron el florecimiento de las reducciones, siendo uno de ellos Alonso de Barzana, por su estima de los indios, su interés en aprender sus lenguas y su propia labor misionera que le llevó a recorrer unos 20.000 km.
Alcuni pensano che la microstoria regionale o paesana costituisca solo il supporto indispensabile alla Grande Storia e che gli storici propriamente detti nulla possono senza l'apporto degli studiosi locali. Si tratta di due falsi assiomi, peraltro ampiamente smentiti ormai da decenni dall'evoluzione del pensiero e del metodo storico. Non v'è infatti differenza alcuna tra storici per così dire "nazionali" e storici "locali" così come non v'è scala gerarchica tra la cosiddetta "grande storia" e i resoconti di eventi geograficamente circoscritti. Lo storico e lo storiografo di valore sono tali qualunque siano l'ambito e l'economia della loro ricerca. E la storiografia vera è sempre tale qualunque siano i limiti cronologici e spaziali all'interno dei quali essa indaga e si esprime.
Mesolithic Miscellany , 2023
2024
Japan has been tackling demographic issues related to its ageing society since the end of the twentieth century. Until that time, words such as immigration, migrants, or refugees were hardly present in the government discourse. With the ageing population and declining birth rate, the Japanese government has searched for means to secure economic and social stability, e.g. by involving more women in the job market, enhancing childcare facilities, and broadening the range of working visas. However, domestic issues are not the only reason for accepting immigrants and refugees. Japan has become a vocal promoter of human security and ratified the United Nations (UN) Convention Relating to the Status of Refugees in 1981. Despite all the commitments to international norms and rational reasons to open itself up, Japan continues to struggle to adapt its internal policy and bureaucratic processes towards modern immigration and asylum systems. In 2021, only 2.2% of residents are foreign (Statistic Bureau of Japan, 2021), which contributes to demographic issues and labour shortages. The low rate of refugees accepted yearly, together with harsh conditions in detention facilities and strict acceptance rules, has caused the worsening of Japan's international reputation. With regard to Japanese perception of foreigners in general, the traditional view of Japan as a homogeneous nation prevailed as a common reason for its unfriendliness towards immigrants (Koizumi, 1992). However, in recent decades, the relevance of the notion of Japanese homogeneity has been questioned (Flowers, 2009; Mukae, 2022). The homogeneity of Japan, at least from the Asian perspective, is regarded by many as a myth, for there are numerous Asian minority groups of ethnic Koreans and Chinese, but also ethnic groups native to Japanese islands, such as the Ainu and Ryukyuan people. On the other hand, the period of isolation during the Tokugawa era, the efforts to assimilate ethnic groups such as the Ainu during the Meiji period, and the limited inflow of immigrants after World War II due to the focus on postwar reconstruction, gave rise to the notion of homogeneity in Japanese society. As Burgess (2010) argues, such discourse has influenced Japanese perceptions of foreigners and the country's stringent immigration policy. The adoption of international norms related to human rights protection and refugees was a crucial step for Japan to fit into the global society. Conformity with such norms is, however, based on domestic standards and national identity, which have been traditionally anti-immigration
Education Sciences , 2024
L'utilisation de l'intelligence artificielle (IA) dans l'apprentissage des langues, 2023
HAL (Le Centre pour la Communication Scientifique Directe), 2019
Engineering Research Journal - Faculty of Engineering (Shoubra)
IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 2007
A Bajan Painting With Light © 2023 ISBN978-976-97146-1-8, 2023
Compilations et codifications juridiques, t. I : De l’Antiquité à la période moderne, dir. David Deroussin et Florent Garnier, Éditions Le Manuscrit [Passé et présent du droit, 4], 2008
Engineering Science and Technology, an International Journal, 2020
ImmunoTargets and Therapy, 2021
Cypriot Journal of Educational Sciences, 2020
Mayo Clinic Proceedings: Innovations, Quality & Outcomes, 2018
Revista Produção Online, 2017