Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
3 pages
1 file
Indonesia memberi penamaan baru atas sebagian Laut China Selatan (LCS) sebagai respon atas claim Nine Dash Line yang dikeluarkan China. Secara geopolitik dan diplomasi, hal ini merupakan langkah strategis mempertegas wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di LCS. Namun demikian harus diikuti oleh pendekatan legal sesuai dengan aturan hukum internasional agar berdampak dan mengikat secara hukum bagi masyarakat internasional
international relation, 2019
Kawasan laut China selatan adalah wilayah perairan di asia pasifik. Dengan letaknya yang dekat dengan beberapa negara ASEAN membuat tersulutnya konflik diantara negara tersebut. Inti yang diperdebatkan adalah seputar klaim wilayah perbatasan, hingga memberi dampak yang cukup dramatis terhadap gelombang polarisasi kekuatan negara yang bertikai. Sengketa atau perdebatan ini melibatkan enam negara yaitu Tiongkok, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal ini membuat negara-negara tersebut bersifat konfliktual karena kepentingan nasionalnya masing-masing. Laut China selatan merupakan perairan yang memanjang dari arah barat daya kea rah timur laut, berbatasan di sebelah selatan antara Sumatra dan Kalimantan dan di sebelah utara berbatasan dengan selat Taiwan dari ujung utara Taiwan hingga ke arah pantai Fukien, tiongkok. Luas perairan yang meliputi sekitar 4.000.000 km persegi. Perairan ini terdirir dari beberapa kumpulan pulau yang berjumlah sekitar 170 pulau kecil dan karang. Namun diantara beberapa pulau tersebut ada dua pulau yang memiliki cadangan minyak dan gas yang melimpah yaitu pulau spartlay dan paracel. Ada tiga factor yang membuat kedua pulau tersebut dapat dikatakan sebagai pulau yang strategis. Yang pertama adalah jika suatu negara menguasai pulau tersebut maka akan menentukan garis batas negara yang berdampak pula pada luas zona ekonomi eksklusif negara tersebut. Yang kedua adalah pulau spartlay merupakan bagian dari jalur lalu lintas internasional bagi kapal dagang maupun kapal militer, hal ini akan sangat menentukan letak geostrategik negara yang menguasainya. Dan yang terakhir adalah lautan disekitar kedua pulau tersebut diduga memiliki cadangan minyak dan gas alam yang cukup besar. Dengan menyebarnya informasi bahwa laut china selatan menyimpan sumber daya alam yang melimpah, negara yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut melakukan aksi yang agresif seperti mengklaim wilayah atas kepemilikannya dan menguasainya. Perseteruan ini belum juga terselesaikan hingga saat ini. Indonesia yang merupakan salah satu negara di asia tenggara memang tidak terlibat langsung dalam konflik tersebut. Namun, asia tenggara merupakan lahan yang strategis bagi Indonesia yang memiliki potensi regionalitas di dalam keanggotaan ASEAN. Dengan kata lain, apabila stabilitas regional di dalam ASEAN terancam dikarenakan konflik ini, maka hal tersebut akan memiliki akibat pada kredibilitas dan postur keamanan ASEAN dan akan berdampak pada Indonesia. Dari enam negara yang bersengketa, tiga diantaranya mengklaim seluruh wilayah yaitu Vietnam dan Taiwan. Sedangkan tiga yang lain hanya mengklaim sebagian wilayah saja yang diantaranya adalah Malaysia, Filipina, dan brunei Darussalam. Konflik militer juga pernah terjadi pada tahun 1995 yang mana tiongkok melakukan penguasaan terhadap pulau Mischief Reef yang telah diklaim sebagai bagian dari wilayah Filipina. Vietnam merupakan negara yang sangat menentang akan klaim sepihak tiongkok. Amerika yang mengetahui sikap Vietnam tersebut mulai mendekati Vietnam guna membendung pengaruh dari tiongkok di ASEAN. Sedangkan Filipina yang merupakan negara dengan kekuatan militer yang lemah sama sekali
Kepulauan Riau merupakan wilayah yang berbatasan dengan beberapa negara. Kekhas-an dari wilayah tersebut adalah, bahwa batas yang di miliki adalah batas laut (perairan). Berbeda dengan wilayah perbatasan Indonesia yang pada umumnya hanya berbatas untuk wilayah daratannya saja, maka di wilayah Kepulauan Riau pada umumnya laut adalah pembatasnya. Kondisi tersebut kemudian memunculkan pola-pola kehidupan baru yang lahir di kehidupan masyarakat perbatasan. Natuna sebagai salah satu daerah perbatasan, memiliki karakteristik sosial tersendiri jika di lihat dari aktifitas masyarakatnya. Aktifitas ekonomi masyarakat Natuna lebih di dominasi oleh sektor perikanan. Umumnya adalah aktifitas nelayan tradisional yang masih sangat bergantung pada laut sebagai sector utama dalam bidang ekonomi mereka. Yang dalam kenyataannya, wilayah Natuna merupakan wilayah perbatasan yang cukup menggiurkan bagi datangnya nelayan asing beserta kapal-kapal tongkang yang siap beroperasi di wilayah perairan tersebut. Sistem dagang tradisional yang dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi masyarakat setempat dengan kapal-kapal asing tersebut kemudian berlangsung setiap hari, sepanjang kebutuhan mereka terpenuhi. Hubungan timbale balik yang terjadi antara nelayan tradisional Natuna dengan nelayan asing (baik Taiwan maupun Singapura), merupakan aktifitas sosial kkhas yang tidak mudah terhapus begitu saja. Hal ini karena hubungan yang terjalin bukan hanya hubungan ekonomi, tetapi lebih kepada hubungan timbal balik antara dua belah pihak yang saling menguntungkan. Resiprositas pada kehidupan masyarakat nelayan Natuna merupakan sebuah tatanan tersendiri di luar hokum dagang yang telah diatur baik oleh hukum negara maupun hukum internasional. System perdagangan dengan menjual langsung hasil tangkapan kepada kapal asing yang dilakukan di tengah laut, terjadi secara terus menerus di tengah maraknya penertiban kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia. Ikatan-ikatan sosial yang terjalin lama membuat hubungan dagang menjadi hubungan yang sangat kompleks. Ikatan pribadi atas dasar kepercayaan antar bangsa, meskipun dengan batas komunikasi karena terbatas oleh kemampuan bahasa masing-masing. Namun, tatanan nilai dan norma yang terjalin diantara kedua kelompok mampu memberikan keuntungan pada masing-masing pihak, secara ekonomi maupun non ekonomi. Meski di sisi lain akan di temui sebuah pelanggaran dari sebuah tatanan hukum normatif dari setiap aktifitas yang dilakukan. Resiprositas menunjukkan bahwa nilai-nilai dari berbagai jenis dapat dipandang sebagai media atau alat dalam sebuah transaksi
Abstrak Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah laut yang lebih luas dari wilayah darat,13.466 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2013) dengan garis pantai sepanjang 99.093 km (Badan Informasi Geospasial, 2013) menjadikan Indonesia memiliki sumber daya alam laut yang lebih banyak dibandingkan dengan sumber daya alam di darat. Kondisi potensi sumber daya laut ini dipandang sebagai peluang Indonesia sebagai negara berkembang untuk membangun keunggulan dibidang pesisir dan kelautan. Tetapi selama 69 tahun bangsa ini merdeka, sektor kelautan ternyata belum dapat menunjukkan sebagai sektor yang dapat diunggulkan oleh bangsa dan diandalkan oleh rakyat Indonesia. Berdasarkan studi pustaka, ternyata masalah utama yang terjadi di laut Indonesia salah satunya adalah penentuan dan penetapan batas-batas di laut (marine boundaries). Belum adanya kepastian batas-batas kegiatan pengusahaan dan pemanfaatan ruang laut secara kelembagaan (sektoral), daerah serta penyelenggaraan pengelolaan laut di wilayah Indonesia bagian timur yang lebih sering dihadapkan pada eksistensi pengelolaan laut secara adat (ulayat laut) menyebabkan tumpang tindih klaim (overlapping claim) wilayah laut yang dapat memicu konflik sengketa batas wilayah laut antar daerah, sektor maupun adat.Tulisan ini membahas mengenai konsep konstruksi integrasi unsur-unsur pemanfaatan laut wilayah Indonesia. Konsep integrasi unsur-unsur pemanfaatan laut dapat dibangun menggunakan unsur-unsur kadaster (right, restriction, responsibility), asas keterpaduan dan kepastian hukum yang tercantum di dalam UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan UU No.27 Tahun 2007 yang baru saja diamandemen oleh UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kata kunci: right, restriction, responsibility, asas keterpaduan, asa kepastian hukum, networked government 1.Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan Istilah Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional Tahun 1982 (United Nations on the Law of the Sea/ UNCLOS ke-2). Konsep kepulauan (archipelago) dituangkan dan diatur dalam Pasal 46(b) yang dijelaskan sebagai suatu gugusan pulau, temasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis/kesejarahan dianggap demikian.
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam, 2015
Tulisan ini mencoba membahas secara kritis tentang peran ulama dalam perspektif Nahdlatul Ulama (NU). Kajian ini berangkat dari sebuah pemikiran bahwa NU memiliki pandangan tersendiri tentang konsep ulama, mulai dari pendefinisiannya, posisi dan peran ulama khususnya dalam konteks NU sendiri. lebih dari itu NU cenderung dipersepsikan sebagai organisasi yang identik dengan ulama, sesuai dengan namanya. Nampaknya pengidentikan tersebut bukan tanpa landasan, karena memang secara historis NU lahir dari rahim para ulama, utamanya ulama pesantren. Dengan demikian tidak mengherankan jika selanjutnya dalam AD/ART-nya NU menempatkan posisi ulama dalam puncak kepengurusan yang memiliki otoritas khusus. Selanjutnya dalam rangka menjawab permasalahan keagamaan masyarakat, NU memiliki forum yang disebut Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Secara struktural LBM merupakan lembaga otonom NU yang berada di bawah koordinasi pengurus syuriah yang nota bene terdiri dari para ulama NU baik dari kalangan pesantren maupun non pesantren. Selanjutnya bahasan dalam kajian ini focus pada beberapa hal, antara lain; pengertian kiai dan ulama dalam perspektif NU dan problematika LBM. Pada focus pertama tulisan ini menelaah secara kritis perspektif NU tentang perbedaan kiai dan ulama serta posisi masing-masing dalam masyarakat. Sementara pada focus kedua tulisan ini mengkaji secara kritis terkait dengan profil LBM, kitab mu"tabarah sebagai refrensi sah dalam forum LBM serta metode pengambilan keputusan di LBM. Untuk bahasan metode pengambilan keputusan di LBM, tulisan ini cenderung secara spesifik mengkritisi mazhab yang dipakai di LBM. Sebagai penutup, dalam tulisan ini diakhiri dengan rekomendasi untuk lebih baiknya kajian serupa yang lebih baik di masa yang akan datang.
Muhammad Maulidin Rh, 2020
Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015, 2015
Bagi orang Binongko, laut merupakan tempat mencari nafkah, sedangkan darat merupakan tempat tinggal. Oleh sebab itu, mata pencaharian mereka adalah berlayar dan berdagang. Kegiatan pelayaran dan perdagangan membuat mereka mengenal dan berkomunikasi dengan berbagai etnis, bahasa, dan agama. Beragam kebutuhan penduduk di daerah yang berbeda menjadi saluran terjadinya perdagangan maritim. Selain itu, mereka juga harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kebudayaan yang berbeda. Artikel ini mendeskripsikan rona kehidupan pelaut Binongko dalam mengarungi samudra dan kehidupan masyarakat Indonesia. Dari mereka dapat diperoleh pengetahuan mengenai keragaman wilayah, budaya, dan agama. Toleransi dan multikulturalisme bukan sebatas konsep, tetapi suatu bagian nyata dari kehidupan mereka. Karena itu, pengalaman mereka dapat menjadi pelajaran bagi kita menjadi negara maritim dan masyarakat majemuk. For Binongko people, sea is a place to earn a living, while land is for dwelling. Therefore, their main jobs are sailing and trading. Shipping and trading activities made them recognize and communicate with a variety of ethnic, language, and religion. The different needs among communities became the channels for maritime trade. Besides, they also had to be able to adjust themselves to different cultural environment. This paper presents the memory of Binongko sailors sailing across the oceans and experiencing the life of Indonesian society. From them we can get knowledge about diversity of regions, cultures, and religions. Tolerance and multiculturalism are not just concepts, but are a real part of their lives. Therefore, their experience can be a lesson for us to be a maritime nation and a plural society.
NUR HALIZAH, 2019
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas, kurang lebih 2/3 dari luas daratan. Maka tak heran jika memiliki sumber daya laut yang cukup melimpah. Akan tetapi, sumber daya laut Indonesia kini mulai dipertanyakan kualitasnya dikarenakan masalah sampah plastik yang ada di perairan Indonesia dan mengancam ekosistem laut yang ada. Salah satu permasalahan yang masih diperdebatkan hingga saat ini adalah banyaknya biota laut yang mati akibat pencemaran laut oleh sampah plastik. Selain itu, masalah sampah plastik ini dapat dilihat dari posisi Indonesia yang saat ini menduduki urutan ke dua setelah Jepang sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan bahwa "delapan puluh persen sampah laut itu berasal datangnya dari daratan jadi kita selalu melihat land base activities, bahwa sampah laut itu, pencemaran laut kita harus kontrol dari aktivitas di daratan". Sampah yang berada di daratan, akan terbawa arus sungai saat hujan turun dan menuju ke laut. Selain itu, sampah yang berada pada pesisir pantai akan terbawa ombak ke tengah laut. Sampah ini akan mengapung cukup lama hingga terurai oleh air laut dan panas sinar matahari, dan berubah menjadi mikroplastik. Mikroplastik ini tentunya sangat berbahaya, karena dapat masuk ke dalam tubuh ikan kemudian ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia sendiri. Hal ini pastinya membuat kita merasa enggan untuk mengkonsumsi ikan karena mempertimbangkan masalah kesehatan.
2018
Strategies for Emotional Regulation: Insights from Recent Studies, 2024
Cave and karst systems of the world, 2019
Hierofanie, wierzenia, obrzędy … Kultura symboliczna w średniowieczu między pogaństwem a chrześcijaństwem, eds. S. Rosik, S. Jędrzejewska, K. Kollinger, Rzeszów 2018, pp. 159-186.
Church History, 2024
Vidas Paralelas? Os processos de integração da América Latina comparados com os esquemas da Ásia Pacífico, 2015
Third world quarterly, 2024
IJCSIS July Vol 17 No 7, 2019
Afet ve Risk, 2024
Frattura ed Integrità Strutturale, 2019
The Open Corrosion Journal, 2009
Pharmacognosy Journal, 2022
European Journal of Cancer Supplements, 2009
Polymer Bulletin, 2020
Journal of Computational Physics, 2019
Journal of Dental Health, Oral Disorders & Therapy, 2016