BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predator. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan phenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari metabolisme sekunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari ribuan senyawa, meliputi flavanoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan.
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk kedalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kullit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan gelatin
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga penghelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik pada peneliti sekarang.
Tanin bisa didapatkan hampir disemua bagian tanaman tertentu, yang berfungsi untuk bertahan hidup, ditanah (soil) diyakini sebagai pengendali proses siklus nirogen, sedangkan keberadaannya dalam air menyebabkan adanya perubahan warna dan rasa yang menyebabkan tidak aman untuk diminum. Oleh karena itu perlu dibahas tannin dalam makalah ini.
I.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan tannin?
Bagaimana klasifikasi tannin?
Bagaimana sifat umum tannin?
Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa tannin?
Bagaimana biosintesis tannin?
Apa khasiat dan efek farmkologi tannin?
I.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari tannin
Untuk Mengetahui klasifikasi tannin
Untuk mengetahui sifat umum dari tannin
Untuk mengetahui cara mengidentifikasi senyawa tannin
Untuk mengetahui biosintesis tannin
Untuk mengetahui khasiat dan efek farmakologi tannin
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Tannin
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 (Risnasari, 2001).
Senyawa-senyawa tanin termasuk suatu golongan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang sejak dahulu kala digunakan untuk merubah kulit hewan menjadi kedap air, dan awet. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Pada waktu itu belum diketahui bahwa tanin tersusun dari campuran bermacam-macam senyawa, bukan hanya satu golongan senyawa saja. Senyawa-senyawa tanin dapat diartikan sebagai suatu senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul antara 500 dan 3000, serta mempunyai sejumlah gugus hidroksi fenolik dan membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer lain, misalnya selulosa dan pectin (Manitto, 1992).
Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Beberapa ahli pangan berpendapat bahwa tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam(Winarno, 1992).
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysable tannins) (Manitto, 1992).
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga pengkhelat
logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang (Manitto, 1995).
II.2 Klasifikasi tanin
Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.
1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins).
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galik jika dilarutkan dalam air.
2. Tanin terkondensasi (condensed tannins).
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum prosianidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epikatekin dan katekin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Manitto, 1995).
II.3 Sifat Umum Tanin
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat.
Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan.
Tidak dapat mengkristal.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2. Sifat kimia
Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astringensia, antiseptik dan pemberi warna (Manitto, 1995).
3. Sifat tanin sebagai pengkhelat logam.
Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Proses pengkhelatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa fenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut (Manitto, 1995).
II.4 Cara Identifikasi Senyawa Tanin
Berdasarkan sifat-sifat diatas maka untuk menganalisis tanin dapat dilakukan berbagai cara sesusai tujuannya. Untuk analisis secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode :
a. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan.
b. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat.
c. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna coklat (Manitto, 1995).
Sedangkan untuk menganalisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengunakan metode :
a. Metode analisis umum fenolik, karena tanin merupakan senyawa fenolik (Metode blue prussian dan Metode Folin).
b. Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya
c. Dengan menggunakan HPLC, dan UV-Vis
d. Metode presipitasi menggunakan protein (Manitto, 1995).
II. 5 Efek Farmakologi Tannin
Efek biologi dan farmakologi Tannin yang sudah diteliti hingga tahun 2011sebagian besar adalah Tannin tipe A3
Efek farmokologi Tannin, diantaranya:
1. Anti bakteri (Antimicrobial activities)
- Corilagin dan Tellimagrandin meningkatkan aktivitas beta-lactam untuk Staphylococcus aureus yang resistan terhadap methicillin (MRSA).
- Oenothein B (lihat Gambar 3) (macrocyclic ellagitannin dimer) juga dapat menekan pertumbuhan MRSA.
- Tellimagrandin I and rugosin B menurunkan minimum inhibitory concentrations (MIC) Okasilin (oxacillin) untuk MRSA.
2. Anti virus
Dimeric ellagitannins oenothein B, coriariin A (lihat Gambar 4) dan agrimoniin mempunyai efek anti-human immune-deficiency virus (HIV) yang poten.
3. Anti tumor
- Menghambat efek mutagenik dari karsinogen Ellagitannins dan polyphenols, seperti geraniin, mallotusinic acid, pedunculagin dan agrimoniin menghambat efek mutagenik dari Trp-P-1 dan MNNG. Polifenol ini juga secara langsung menghambat mutagen N-OH-Trp-P-2.
- Menghambat tumor promotor Ellagitannins, dan senyawa turunannya yang teroksidasi seperti, pentagalloylglucose dan epigallocatechin gallate (EGCG), menunjukkan efek hambatan terhadap promosi tumor, yang merupakan stadium kedua dari karsinogenesis kimia (chemical carcinogenesis). Penelitian tentang anti kanker yang akhirnya bertujuan sebagai pencegahan untuk terjadinya kanker telah dilakukan secara intensif pada ECGC dan menunjukkan nilai yang positif.
- Meningkatkan immun respon terhadap sel tumor. Oenothein B, woodfordin C, oenothein A, woodfordin D, dan woodfordin F dapat merangsang produksi interleukin 1 (IL-1) dari makrofag perifer manusia.
4. Sebagai anti hipertensi (obat tekanan darah tinggi)
- Tannin yang didapat dari ekstraksi beberapa herbal Cina dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat enzim ACE melalui beberapa mekanisme.
- Secara nonspesifik, dengan memisahkan kofaktor metal (Zn) dari enzim dan mengendapkan protein
- Dengan menghambat secara kompetitif nonspesifik
- Dengan menghambat secara nonkompetitif namun belum diketahui secara pasti (tiga dari lima flavan-3-ols and 1,2,3,6-tetra-O-galloyl-h-D-glucose )4.
-Melalui hambatan ACE dan mekanisme lain Epigallocatechin-3- methylgallate dan 1,2,3,6-tetra-O-galloyl-h-Dglucose dalam penelitian invivo menunjukkan efek yang lebih besar dari pada sebagai hambatan ACE dari Iepigallocatechin-3-O-methylgallate and 1,2,3,6-tetra-O-galloyl-h-Dglucose 4
II.5 Distribusi Tanin
Tanin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan, seperti pada daun, batang, kulit kayu, dan buah. Distribusi tanin ini hampir diseluruh spesies tanaman dan biasanya ditemukan pada gymnospermae dan angiospermae. Tanin terletak divakuola atau bagian permukaan tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan tetap tannin, akan aktif terhadap organisme pemangsa. Selain itu, penyimpanan tanin yang sifatnya sementara, dapat mempengaruhi metabolism jaringan tanaman hidup, namun hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau kematian, sehingga tanin akan aktif untuk memberikan efek metabolik.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis. Tanin yang ada, dapat membantu dalam pertumbuhan jaringan tersebut.
II.6 Metode Penetapan Kadar Tanin
Kadar tanin dapat ditetapkan dengan menggunakan berbagai macam metode. Metode yang biasanya digunakan untuk menentukan kadar tanin total adalah sebagai berikut :
Metode Gravimetri
Analisis dengan menggunakan metode gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Reagen atau pereaksi yang ditambahkan adalah berlebih untuk menekan kelarutan endapan.
Metode volumetri/permanganometri
Berdasarkan reaksi kimianya, metode volumetri dikelompokkan menjadi 4 jenis reaksi, yaitu reaksi asam-basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
Metode Kolorimetri
Contoh metode penetapan kadar tanin dari sebuah paper, misalnya dengan menggunakan metode kolorimetri dalam menentukan jumlah tanin total pada daun Jati Belanda, menggunakan pereaksi biru prusia. Prinsipnya yaitu reaksi reduksi senyawa besi (III) menjadi senyawa besi (II) oleh tanin membentuk warna biru-hitam selanjutnya dengan penambahan pereaksi biru prusia, akan membentuk suatu kompleks berwarna biru tinta yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada daerah sinar tampak.
Reaksi yang teradi adalah sebagai berikut :
Fe 3+ + tanin → Fe 2+
Fe 2+ + K3Fe(CN)6 → 3KFe[Fe(CN)6]
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta. Pada metode penentuan jumalah tanin total dengan menggunakan pereaksi biru prusia secara kolorimetri diperoleh kurva kalibrasi asam tanat dengan persamaan y = 0,2767x – 0,0386, dengan r = 0,9982.
II.7 Biosintesis Tanin
Biosintesa dari Tanin secara umum :
Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid
Contoh :
- Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin
- Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat
- Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina)
- Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin
1) Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin.
2) Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000
Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi
Senyawa tanin memiliki sifat fisika, kimia, dan tanin sebagai pengkhelat logam.
Untuk mengetahui kandungan tanin secara kualitatif dengan mengunakan metode :
Metode analisis umum fenolik, karena tanin merupakan senyawa fenolik (Metode blue prussian dan Metode Folin).
Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya
Dengan menggunakan HPLC, dan UV-Vis
Metode presipitasi menggunakan protein
III.2 Saran
Saran dan kritik dari semua pihak sangat diperlukan agar dapat membantu berkembangnya makalah ini.
12