Academia.eduAcademia.edu

DRAF RUU KEBIDANAN-DPR RI

Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR… TAHUN… TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. b. c. d. e. Mengingat bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang guna memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa pelayanan kebidanan sebagai salah satu pemenuhan pelayanan kesehatan harus dilakukan secara bertanggungjawab, akuntabel, bermutu, dan aman; bahwa bidan sebagai pemberi pelayanan kebidanan masih memiliki berbagai permasalahan sehingga perlu dipersiapkan kemampuannya untuk mengatasi perkembangan permasalahan kesehatan dalam masyarakat; bahwa pengaturan mengenai kebidanan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi bidan dan masyarakat sehingga perlu diatur secara komprehensif; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kebidanan; : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kebidanan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada perempuan sepanjang siklus reproduksi dan setelah menopouse, bayi, anak usia kurang dari 5 (lima) tahun dan keluarga dengan pengetahuan yang tinggi dan keterampilan, serta penuh kasih secara berkesinambungan. 2. Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan. 3. Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh pemerintah pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik kebidanan. 4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan. 5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian Pelayanan Kebidanan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. 6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan. 7. Uji Kompetensi adalah suatu proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan sikap Bidan sesuai dengan standar profesinya. 8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Kebidanan. 9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan Praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi. 10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai 2 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan Praktik Kebidanan. 11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil kebidanan kepada Bidan yang telah diregistrasi. 12. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Kebidanan. 13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 14. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia. 15. Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa Pelayanan Kebidanan. 16. Organisasi Profesi adalah wadah yang menghimpun Bidan secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17. Konsil Kebidanan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen. 18. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Penyelenggaraan kebidanan berdasarkan atas asas: a. perikemanusiaan; b. nilai ilmiah; c. etika dan profesionalitas; d. manfaat; e. keadilan; f. pelindungan; dan g. kesehatan dan keselamatan Klien. 3 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 3 Pengaturan penyelenggaraan kebidanan bertujuan: a. meningkatkan mutu Bidan; b. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan; c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien; dan d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. BAB II PENDIDIKAN KEBIDANAN Pasal 4 (1) Untuk menjadi bidan harus mengikuti pendidikan kebidanan. (2) Pendidikan kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pendidikan vokasi; b.pendidikan akademik; dan c. pendidikan profesi. (3) Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan program diploma kebidanan dan paling rendah program diploma tiga kebidanan. (4) Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. program sarjana Kebidanan; b. program magister Kebidanan; dan c. program doktor Kebidanan. (5) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan setelah lulus pendidikan akademik program sarjana kebidanan. (6) Penyelenggaraan pendidikan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 (1) Lulusan pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disebut Bidan vokasi. (2) Bidan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan profesi harus melanjutkan pendidikan pada program sarjana Kebidanan atau melalui penyetaraan. Pasal 6 (1) Lulusan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b mendapat gelar akademik sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. 4 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 (2) Lulusan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan profesi harus melanjutkan pendidikan profesi. Pasal 7 Lulusan pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c disebut Bidan profesi. Pasal 8 (1) Sebelum menjadi Bidan vokasi atau Bidan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, mahasiswa kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau pendidikan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi yang bersifat nasional. (2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan syarat kelulusan mahasiswa pendidikan vokasi kebidanan dan mahasiswa pendidikan profesi kebidanan. Pasal 9 (1) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga pelatihan tenaga kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi tenaga kesehatan yang terakreditasi. (2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan Kebidanan yang memenuhi standar kompetensi kerja. Pasal 10 (1) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) disusun oleh Organisasi Profesi dan Konsil Kebidanan. (2) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 11 (1) Mahasiswa pendidikan vokasi kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. (2) Mahasiswa pendidikan profesi kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. 5 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi. BAB III REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK Bagian Kesatu Registrasi Pasal 13 Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR. Pasal 14 (1) STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diberikan oleh Konsil Kebidanan setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. memiliki ijazah pendidikan Kebidanan; b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Pasal 15 (1) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali. (2) Persyaratan untuk registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. memiliki STR lama; b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. membuat pernyataan tertulis mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi; dan f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya. 6 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 16 (1) Konsil Kebidanan harus menerbitkan STR paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengajuan STR diterima. (2) Penerbitan STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya. Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi dan registrasi ulang diatur dengan Peraturan Konsil Kebidanan. Bagian Kedua Izin Praktik (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pasal 18 Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki izin Praktik. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPB. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Bidan menjalankan praktiknya. Pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menerbitkan SIPB paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan SIPB diterima. Untuk mendapatkan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bidan harus melampirkan: a. salinan STR yang masih berlaku; b. rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan c. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. SIPB berlaku apabila: a. STR masih berlaku; dan b. Bidan berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPB. Pasal 19 (1) SIPB berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat Praktik Kebidanan. (2) Bidan paling banyak mendapatkan 2 (dua) SIPB. 7 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 20 SIPB tidak berlaku apabila: a. Bidan meninggal dunia; b. habis masa berlakunya; c. dicabut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. Bidan melakukan Praktik Kebidanan selain di tempat yang tercantum dalam SIPB; atau e. atas permintaan sendiri. Pasal 21 (1) Bidan vokasi diberikan izin untuk melakukan Praktik Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2) Bidan profesi diberikan izin untuk melakukan Praktik Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan praktik mandiri. Pasal 22 (1) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik. (2) Ketentuan mengenai papan nama praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Pasal 23 (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mempekerjakan Bidan yang tidak memiliki STR dan SIPB. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; atau c. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. 8 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 BAB IV BIDAN WARGA NEGARA INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI Pasal 24 (1) Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia harus memiliki STR dan SIPB. (2) STR dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh setelah Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri mengikuti evaluasi kompetensi. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pasal 25 Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan melalui: a. penilaian kelengkapan administratif; dan b. penilaian kemampuan melakukan praktik. Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. penilaian keabsahan ijazah oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi; b. surat keterangan sehat fisik dan mental; dan c. surat pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Penilaian kemampuan melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui Uji Kompetensi. Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah memenuhi penilaian kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan melakukan praktik memperoleh surat keterangan telah mengikuti evaluasi kompetensi. Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak memperoleh STR. Hak memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Konsil Kebidanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri. 9 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 BAB V BIDAN WARGA NEGARA ASING Pasal 26 (1) Bidan warga negara asing dapat menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia berdasarkan permintaan pengguna Bidan warga negara asing. (2) Bidan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan Bidan yang ada di Indonesia. (3) Bidan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyelenggarakan alih teknologi dan ilmu pengetahuan. Pasal 27 (1) Bidan warga negara asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia harus memiliki STR sementara dan SIPB. (2) STR sementara dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh setelah Bidan warga negara asing mengikuti evaluasi kompetensi. Pasal 28 (1) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dilakukan melalui: a. penilaian kelengkapan administratif; dan b. penilaian kemampuan melakukan praktik. (2) Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. penilaian keabsahan ijazah oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi; b. surat keterangan sehat fisik dan mental; c. surat pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan d. surat izin kerja dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (3) Penilaian kemampuan melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui Uji Kompetensi. (4) Bidan warga negara asing yang telah memenuhi penilaian kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan melakukan praktik memperoleh surat keterangan telah mengikuti evaluasi kompetensi. (5) Selain mengikuti evaluasi kompetensi, Bidan warga negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri. 10 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 29 Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan syarat untuk mendapatkan STR sementara dan SIPB. ayat (4) Pasal 30 STR sementara bagi Bidan warga negara asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. Pasal 31 SIPB bagi Bidan warga negara asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. Pasal 32 (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mempekerjakan Bidan warga negara asing yang tidak memiliki STR sementara dan SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1). (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Bidan warga negara asing yang tidak memiliki STR sementara dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; atau c. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VI PRAKTIK KEBIDANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 33 (1) Praktik Kebidanan terdiri atas: a. Praktik Kebidanan mandiri; dan b. Praktik Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2) Selain Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan dapat melaksanakan pelayanan Kebidanan di tempat lainnya sesuai dengan Klien sasarannya. 11 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 (3) Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. Bagian Kedua Tugas dan Wewenang Pasal 34 (1) Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas memberikan pelayanan yang meliputi: a. pelayanan kesehatan ibu; b. pelayanan kesehatan anak; c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; d. pelayanan kebidanan komunitas; e. pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau f. pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. (2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun sendiri. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel. Pasal 35 Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, Bidan berwenang: a. memberikan asuhan kebidanan, bimbingan, serta komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan dalam rangka perencanaan kehamilan, persalinan, dan persiapan menjadi orang tua; b. memberikan asuhan pada masa kehamilan secara terpadu untuk mengoptimalkan kesehatan ibu dan janin, mempromosikan air susu ibu eksklusif, dan deteksi dini kasus komplikasi dan risiko pada masa kehamilan, masa persalinan, pasca persalinan, serta asuhan pasca keguguran; c. memberikan asuhan selama proses persalinan normal; d. memfasilitasi inisiasi menyusui dini; e. memberikan asuhan pasca persalinan, komunikasi, informasi, dan edukasi serta konseling selama ibu menyusui, dan deteksi dini masalah laktasi; dan f. merujuk ibu hamil, bersalin, dan pasca persalinan dengan risiko dan/atau komplikasi yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut. 12 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 36 Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b, Bidan berwenang: a. memberikan asuhan pada bayi baru lahir normal; b. melakukan deteksi dini kasus risiko tinggi dan melakukan rujukan; c. melakukan deteksi dini komplikasi dan merujuk setelah dilakukan tindakan pertolongan pertama; d. memberikan asuhan pada bayi berat lahir rendah tanpa komplikasi; e. memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah; dan f. melakukan pemantauan tumbuh kembang bayi serta deteksi dini kasus komplikasi dan gangguan tumbuh kembang. Pasal 37 Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c, Bidan berwenang melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi, serta konseling memberikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 38 Dalam menjalankan tugas memberikan Pelayanan Kebidanan komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d, Bidan berwenang: a. melakukan pemetaan wilayah, analisis situasi dan sosial kesehatan ibu dan anak bersama masyarakat; b. melakukan penetapan masalah kesehatan ibu dan anak bersama masyarakat; c. menyusun perencanaan tindakan berdasarkan prioritas masalah kesehatan ibu dan anak bersama masyarakat; d. menggerakan peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; e. melakukan promosi kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak bersama masyarakat; f. melakukan pembinaan upaya kesehatan ibu dan anak bersama masyarakat di wilayah kerjanya; g. melakukan surveilans sederhana; dan h. melakukan pencatatan, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan. Pasal 39 (1) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e harus diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Bidan untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasinya. 13 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 (2) Pelimpahan wewenang dilaksanakan secara: a. delegatif; atau b. mandat. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 40 (1) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, diberikan oleh tenaga medis kepada Bidan dengan disertai pelimpahan tanggung jawab untuk melakukan sesuatu tindakan medis. (2) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Bidan vokasi atau Bidan profesi sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya. Pasal 41 (1) Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b, diberikan oleh tenaga medis kepada Bidan untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan. (2) Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada pemberi pelimpahan wewenang. Pasal 42 Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dievaluasi secara berkala oleh tenaga medis. Pasal 43 Dalam menjalankan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e, Bidan berwenang: a. melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya berdasarkan pelimpahan wewenang delegatif; b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan berdasarkan pelimpahan wewenang mandat; dan c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah. Pasal 44 (1) Bidan yang memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c memiliki wewenang tambahan yaitu: a. pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit; b. asuhan masa kehamilan terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu; 14 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 c. penanganan anak sakit sesuai pedoman yang ditetapkan; d. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan; e. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah; f. melaksanakan Pelayanan Kebidanan komunitas; g. melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap infeksi menular seksual termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya; h. pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya melalui informasi dan edukasi; dan i. pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah. (2) Wewenang tambahan berupa asuhan masa kehamilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan di bawah supervisi tenaga medis. Pasal 45 (1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan dalam keadaan tidak ada tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Bidan bertugas. (2) Keadaan tidak ada tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 46 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempatkan Bidan dengan pendidikan paling rendah diploma tiga kebidanan di daerah yang belum memiliki tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian. (2) Dalam hal tidak tersedia Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menempatkan Bidan yang telah mengikuti pelatihan. (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Pasal 47 (1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf f, Bidan berwenang: a. memberikan pelayanan kuratif untuk penyakit umum pada ibu dan anak; dan b. memberikan obat pada ibu dan anak. 15 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian. (1) (2) (3) (4) Pasal 48 Dalam keadaan darurat untuk pemberian pertolongan pertama, Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Klien. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bidan sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 47, serta keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Bidan Pasal 50 Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berhak: a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. b. memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari Klien dan/atau keluarganya; c. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; d. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan; e. memperoleh fasilitas kerja; dan f. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi. 16 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 51 Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan wajib: a. memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan; c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani ke tenaga medis atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan; d. membuat dan menyimpan catatan dan dokumen mengenai pemeriksaan, Asuhan Kebidanan, dan pelayanan lain; e. memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai tindakan kebidanan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai kewenangannya; f. menjaga kerahasiaan kesehatan Klien; g. menghormati hak Klien; h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain sesuai dengan Kompetensi Bidan; i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah; j. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; dan/atau k. meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Klien Pasal 52 Dalam Praktik Kebidanan, Klien berhak: a. memperoleh Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur; b. memperoleh informasi secara benar dan jelas mengenai data kesehatan Klien; c. meminta pendapat Bidan dan/atau tenaga kesehatan lain; d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan kebidanan yang akan dilakukan; dan e. memperoleh jaminan kerahasiaan kesehatan Klien. Pasal 53 (1) Pengungkapan rahasia kesehatan Klien hanya dilakukan atas dasar: a. kepentingan kesehatan Klien; b. permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum; c. persetujuan Klien sendiri; dan 17 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 d. perintah undang-undang. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia Klien diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 54 Dalam Praktik Kebidanan, Klien wajib: a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi kesehatan; b. mematuhi nasihat dan petunjuk Bidan; c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan d. memberi imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang diterima. BAB VIII ORGANISASI PROFESI Pasal 55 (1) Bidan berhimpun dalam satu wadah Organisasi Profesi Bidan. (2) Organisasi Profesi berfungsi sebagai pemersatu dan pembina Bidan. (3) Selain berfungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Organisasi Profesi melakukan pengawasan Praktik Kebidanan serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Pasal 56 Organisasi Profesi Bidan bertujuan untuk: a. meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, serta etika profesi Bidan; dan b. mempersatukan dan memberdayakan Bidan dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan. Pasal 57 (1) Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan kebidanan, Organisasi Profesi Bidan dapat membentuk kolegium. (2) Kolegium kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi. (3) Kolegium kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Bidan. 18 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 BAB IX KONSIL KEBIDANAN Bagian Kesatu Nama dan Kedudukan Pasal 58 (1) Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan masyarakat, meningkatkan mutu Bidan, serta Pelayanan Kebidanan, dibentuk Konsil Kebidanan. (2) Konsil Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari konsil tenaga kesehatan indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (3) Konsil kebidanan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang dibantu oleh sekretariat. Pasal 59 Konsil Kebidanan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang Konsil Kebidanan pembinaan Bidan. Pasal 60 mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan Pasal 61 Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Konsil Kebidanan bertugas: a. menyusun standar Praktik dan standar Kompetensi Bidan; b. menyusun standar nasional pendidikan tinggi kebidanan; c. melakukan Registrasi Bidan; d. melakukan pembinaan dalam menjalankan Praktik Kebidanan; dan e. menegakkan disiplin Praktik Kebidanan. Pasal 62 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, Konsil Kebidanan berwenang: a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Bidan, termasuk Bidan Warga Negara Asing; b. menerbitkan atau mencabut STR; 19 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi Bidan; d. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Bidan; dan e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan tinggi kebidanan. Pasal 63 Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Kebidanan dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Pasal 64 Keanggotan Konsil Kebidanan terdiri atas: a. unsur Pemerintah; b. Organisasi Profesi; c. asosiasi institusi pendidikan kebidanan; d. asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan e. tokoh masyarakat. Pasal 65 Ketentuan mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, keanggotaan Konsil Kebidanan, dan sekretariat Konsil Kebidanan diatur dengan Peraturan Presiden. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 66 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemilik atau pengelola Fasilitas Pelayanan Kesehatan bekerja sama dengan Organisasi Profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bidan sesuai fungsi dan kewenangannya. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan; b. melindungi masyarakat atas tindakan Bidan yang tidak sesuai standar; dan c. memberikan kepastian hukum bagi Bidan dan masyarakat. 20 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan Praktik Kebidanan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Kebidanan dan Organisasi Profesi diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 68 STR dan SIPB yang telah dimiliki oleh Bidan sebelum Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPB berakhir. Pasal 69 Selama Konsil Kebidanan belum terbentuk, pengajuan untuk memperoleh STR yang masih dalam proses, diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 70 Bidan lulusan pendidikan kebidanan di bawah diploma tiga kebidanan yang telah melakukan Praktik Kebidanan sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih tetap dapat melakukan Praktik Kebidanan untuk jangka waktu 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 71 Konsil Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 72 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 73 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kebidanan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. 21 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 74 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR ... 22 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN .... TENTANG KEBIDANAN I. UMUM Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin secara konstitusional dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, termasuk pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Profesi Bidan sudah diakui secara internasional, namun di Indonesia profesi bidan masih dihadapkan oleh berbagai macam kendala seperti masih tingginya angka kematian ibu dan anak, persebaran bidan yang belum merata dan menjangkau seluruh wilayah terpencil di Indonesia, serta pendidikan kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar masih pada jenis pendidikan vokasi menyebabkan pengembangan profesi Bidan berjalan sangat lambat. Selain itu, Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan perlu dipersiapkan kemampuannya untuk mengatasi perkembangan permasalahan kesehatan dalam masyarakat. Pelayanan Kebidanan juga merupakan salah satu pemenuhan pelayanan kesehatan yang harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman. Bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai penyelenggara Praktik Kebidanan, pemberi Asuhan Kebidanan, penyuluh dan konselor bagi Klien, pengelola Pelayanan Kebidanan. Pelayanan Kebidanan yang diberikan oleh Bidan didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu kebidanan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien. 23 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Ketentuan mengenai profesi Bidan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum menampung kebutuhan hukum dari profesi Bidan maupun masyarakat. Hal ini mengakibatkan belum adanya kepastian hukum bagi Bidan dalam menjalankan praktik profesinya, sehingga belum memberikan pemerataan pelayanan, pelindungan, dan kepastian hukum bagi Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan dan masyarakat sebagai penerima Pelayanan Kebidanan. Pengaturan kebidanan bertujuan untuk meningkatkan mutu Bidan, mutu pendidikan dan Pelayanan Kebidanan, memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Undang-Undang ini mengatur mengenai jenis Bidan, pendidikan kebidanan, registrasi dan izin praktik, Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri, Bidan warga negara asing, Praktik Kebidanan, hak dan kewajiban, organisasi profesi, Konsil Kebidanan, serta pembinaan dan pengawasan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas “perikemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan kebidanan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk tanpa membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Huruf b Yang dimaksud dengan asas “nilai ilmiah” adalah bahwa penyelenggaraan kebidanan harus dilakukan berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik. Huruf c Yang dimaksud dengan asas “etika dan profesionalitas” adalah bahwa pengaturan Praktik Kebidanan harus dapat mencapai dan meningkatkan keprofesionalan Bidan dalam menjalankan Praktik Kebidanan serta memiliki etika profesi dan sikap profesional. 24 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Huruf d Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan kebidanan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Huruf e Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah bahwa penyelenggaraan kebidanan harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Huruf f Yang dimaksud dengan asas “pelindungan” adalah bahwa Bidan dalam menjalankan asuhan kebidanan harus memberikan pelindungan bagi Bidan dan masyarakat. Huruf g Yang dimaksud dengan asas “kesehatan dan keselamatan Klien” adalah bahwa Bidan dalam melakukan Asuhan Kebidanan harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan Klien. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) 25 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Perguruan tinggi dapat berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, atau akademik yang menyelenggarakan pendidikan kebidanan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “kecukupan” adalah memenuhi jumlah satuan kredit profesi yang ditetapkan oleh Konsil Kebidanan. Pasal 16 Cukup jelas. 26 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pejabat kesehatan merupakan pejabat yang berada di satuan kerja perangkat daerah bidang kesehatan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. 27 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pengguna” adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang membutuhkan Bidan Warga Negara Asing. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penilaian kemampuan melalui uji kompetensi mencakup kemampuan berbahasa Indonesia dan beradaptasi dengan sistem nilai dan budaya masyarakat Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. 28 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tempat lainnya” adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan Praktik Kebidanan selain Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat. Contohnya kantor, sekolah, rumah Klien, lembaga pemasyarakatan, dan rumah singgah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. 29 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pelimpahan wewenang secara delegatif seperti pada kasus kegawatdaruratan antara lain, memasang infus pada kasus pendarahan dan memberikan suntikan anti kejang pada kasus kejang (preeklamsia atau eklamsia). Huruf b Pelimpahan wewenang secara mandat antara lain melaksanakan tindakan sesuai perintah/saran dokter seperti memberikan suntikan antibiotik dan/atau obat-obatan lainnya pada ibu pasca bersalin dengan tindakan operasi atau pasca tindakan medis. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Yang dimaksud dengan “tenaga medis” adalah tenaga medis yang melimpahkan wewenang. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Intervensi khusus penyakit kronis tertentu misalnya penanganan terhadap ibu hamil yang 30 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 menderita preeklamsia Immunodeficiency Virus (HIV). Huruf c Cukup Huruf d Cukup Huruf e Cukup Huruf f Cukup Huruf g Cukup Huruf h Cukup Huruf i Cukup Ayat (2) Cukup jelas. dan Human jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Obat yang diberikan oleh Bidan disediakan oleh Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. 31 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Data kesehatan antara lain: identitas Klien, pemeriksaan, tindakan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada Klien. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. 32 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. 33 Draf RUU Kebidanan Kesra 18 Mei 2016 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … 34