VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
kelayakan usaha peternakan ayam ras petelur dari segi keuangan. Analisis finansial
digunakan dengan menggunakan kriteria-kriteria penialaian kelayakan yaitu NPV,
IRR, Net B/C dan Payback Period, dan Sensitivitas. Untuk menganalisis kriteria
tersebut menggunakan arus kas ( cashflow). Selain itu juga akan dilakukan analisis
laba rugi yang akan menghasilkan komponen pajak yang merupakan pengurangan
dalam cashflow perusahaan.
7.1
Analisis Kelayakan Kondisi Awal
Pada Kondisi Awal ini DLF mengusahakan 13.000 ekor ayam ras petelur
untuk dijadikan ayam peteur. Pemenuhan jumlah ayam petelur yang dilakukan
diusahakan 100 persen diperoleh dengan membeli dari produsen bibit atau DOC yaitu
PT.Sierat,Tbk seharga Rp 3.500,00 per ekor dengan umur DOC nol hari ( starter ).
DOC dibesarkan di kandang
starter sampai berumur satu bulan, kemudian
dipindahkan kekandang grower. Pada kondisi ini , menunjukkan keadaan usaha
ketika belum melakukan pengembangan usaha atau penambahan jumlah kapasitas
ayam ras petelur.
7.1.1 Arus Penerimaan
Penerimaan adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan
sebuah bisnis. Arus manfaat bisnis ini adalah penerimaan dari hasil penjualan telur
ayam ras, ayam petelur afkir dan kotoran ayam dan nilai sisa.
a.
Penerimaan Penjualan Telur Ayam
Jumlah ayam ras petelur yang diusahakan oleh DLF sebanyak 13.000 ekor
dimana setiap ayam petelur mampu menghasilkan satu butir telur per hari. Telur
ayam dijual dalam satuan kilogram yang dikemas dalam sebuah peti yang berisi 15
kilogram telur ayam. Bobot telur ayam ras pada saat panen sekitar 40-80 gram per
telur, dengan harga jual ditingkat peternak adalah Rp 13.200 ,00 per kilogram (cateris
paribus) dan dalam satuan peti Rp 198.000,00 per peti. Selain telur yang baik ada
80
juga pendapatan dari telur yang pecah dan kurang baik ( telur dengan kerabang
berwarna putih ) yang dijual Rp 11.000,00 per kilogram. Total penerimaan dari
penjualan telur ayam sebesar Rp 623.700.000,00 pada tahun pertama usaha dimulai
dan pada tahun kedua sebesar Rp 2.910.600,000.00 hingga tahun selanjutnya. Dengan
perhitungan dari jumlah ayam 13.000 ekor diperkirakan bertelur setiap harinya 90
persen sehingga menghasilkan ± 11.700 butir.
b.
Penerimaan Penjualan Ayam Afkir
Penerimaan penjualan ayam petelur afkir adalah penerimaan sampingan yang
dihasilkan pada saat periode pemeliharaan berakhir. Penerimaan penjualan Ayam
petelur afkir mulai diperoleh pada awal tahun ke-3. Pada umumnya ayam petelur
afkir banyak dicari pelanggan untuk dijadikan ayam potong yang memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi sehingga dapat dijual. Ayam afkir DLF di jual ke Pasar
Darmaga, Pasar Ciampea, Pasar Leuwiliang disetiap pasar sudah ada pedagang ayam
yang menerima atau melakukan kerja sama. Nilai jual ayam petelur afkir yaitu Rp
30.000 per ekor. Adapun total nilai penerimaan dari penjualan ayam afkir sebesar Rp
312.000.000,00. Dari 13.000 ekor ayam yang diusahakan diperkirakan hidup hingga
akhit tahun kedua umur produksi ayam yaitu sekitar 80 persen atau sama dengan
10.400 ekor ayam.
c.
Penerimaan Penjualan Kotoran Ayam
Penerimaan penjualan kotoran ayam petelur juga merupakan penerimaan
sampingan yang memberikan manfaat cukup besar terhadap keuntungan perusahaan.
Kotoran ayam dijual dalam bentuk karung dengan harga Rp 4.500,00 per karung.
Kotoran ayam banyak dicari petani karena harganya yang cukup terjangkau untuk
dijadikan pupuk kompos. Adapun total nilai penerimaan dari penjualan kotoran ayam
sebsear Rp 8.100.000,00 pada tahun pertama dan
Rp 54.000.000,00 tahun
berikutnya. DLF dalam sebulan mampu menghasilkan lebih dari 1.000 karung
kotoran ayam.
d.
Nilai Sisa
Penerimaan nilai sisa adalah penerimaan yang diperoleh dari sisa modal
investasi yang tidak terpakai habis selama umur usaha. Investasi yang memberikan
81
nilai sisa pada usaha peternakan telur ayam ras DLF adalah nilai tanah, bangunan,
mesin, dan kendaraan. Pada penelitian ini diperoleh nilai sisa investasi pada akhir
tahun ke lima adalah sebesar Rp 22.560.000,00 Rincian nilai sisa disajikan pada
lampiran 8.
7.1.2 Arus Pengeluaran ( Outflow)
Komponen biaya dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu investasi dan
biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan pada awal
tahun usaha atau pada saat usaha telah berlangsung untuk mendapatkan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi. Biaya operasional adalah sejumlah
biaya yang dikeluarkan agar proses produksi dapat berlangsung.
1.
Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan satu kali dalam satu periode
proses produksi untuk memperoleh berapa kali manfaat secara ekonomis yang
dikeluarkan pada awal kegiatan dan jumlahnya cukup besar. Biaya tanah dan
bangunan adalah biaya pembangunan yang dibayarkan pada awal periode usaha.
Dalam analisis keuangan ini diasumsikan umur usaha adalah 5 tahun. Peralatan
memiliki nilai ekonomis satu hingga empat tahun, sehingga dibeberapa peralatan
setiap tahunnya dilakukan reinvestasi.
Perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan
adalah nilai harga beli dikurangi nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Nilai
penyusutan dimasukkan dalam perhitungan laba rugi dan nilai sisa dimasukkan dalam
perhitungan pendapatan atau penerimaan. Jumlah biaya investasi dari usaha ini adalah
sebesar Rp 694,420,000,00 dan nilai sisanya adalah Rp 22.560.000,00 dengan jumlah
biaya penyusutan per tahunnya adalah Rp 95,872,166.67. Rincian biaya investasi
dapat dilihat pada Tabel 11.
82
Tabel 10. Biaya Investasi Dian Layer Farm
No
1
2
3
4
Uraian
20.000.000
30.000.000
Jumlah
Biaya
100.000.000
20.000.000
300.000.000
50.000
150.000
10.000
15.000
15.000
200.000
300.000
2.700.000
100.000
150.000
150.000
800.000
1000
10
1
4
50
3
1
2
1
5.000
15.000
75.000
30.000
20.000
1.500.000
4.000.000
700.000
1.500.000
5.000.000
150.000
75.000
120.000
1.000.000
4.500.000
4.000.000
1.400.000
1.500.000
Satuan
Ha
Unit
Unit
Jumlah
1,5 Ha
1
11
Unit
Unit
Pasang
Unit
Unit
Lembar
6
18
10
10
10
4
Unit
Buah
Unit
Buah
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Harga per
Satuan
6
7
8
9
10
Lahan
Kandang DOC
Kandang Layer
Perlengkapan DOC
a. Kompor Gas Kecil
b. Tabung Gas 3 Kg
c. Tempat minum
d. Tempat pakan
e. Lampu Pijar 75 watt
f. Terpal Penutup
Peralatan produksi
a. Tray Telur
b. Ember Plastik
c. Alat Penyemprot
d. Sekop
Pipa Air
Pompa Air 250 watt
Tandon Air 5100 liter
Tandon Air 1200 liter
Instalasi Listrik
11
Mobil Pick Up
Unit
1
95.000.000
95.000.000
12
Komputer
Unit
1
3.500.000
3.500.000
13
Box Kayu (Peti)
Unit
100
3500
175.000
14
Timbangan Digital
Unit
1
6.000.000
6.000.000
15
Timbangan Pakan
Unit
1
1.500.000
1.500.000
16
Timbangan Manual
Unit
1
200.000
200.000
17
White Board
Unit
1
250.000
250.000
18
Kulkas
Unit
2
1.000.0000
2.000.000
19
Unit
1
60.000.000
60.000.000
20
Mes Karyawan dan kantor
Gudang dan tempat
pengemasan
Unit
1
20.000.0000
15.000.000
21
Tempat penggiling pakan
Unit
1
20.000.0000
15.000.000
22
Mesin penggiling Pakan
Unit
1
6.500.000
6.500.000
23
Generator
Unit
1
1.500.000
1.500.000
24
Meja dan kursi
Unit
1
250.000
5
TOTAL
250.000
694,420,000
Sumber: Dian Layer Farm, 2011
83
2.
Biaya operasional
Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya variable dan biaya tetap.
a.
Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak
terkait langsung dengan jumlah produksi dan akan dikeluarkan selama usaha itu
berlangsung. Biaya yang dikeluarkan oleh DLF meliputi biaya gaji yang terdiri dari
gaji kepala kandang, bagian administrasi, supir dan bagian produksi. Pemberian gaji
dilakukan sebulan sekali dimana setiap bagian berbeda jumlahnya, selain gaji ada
biaya rekening listrik dan telepon yang dibayar sebulan sekali dan dihutung dalam
setahun yang diasumsikan cateris paribus. Biaya alat dan bangunan atau investasi
yang diasumsikan lima persen dari total investasi , alat tulis kantor yang dibeli setiap
bulannya digunakan untuk keperluan selama proses produksi dan panen.
Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Pajak mobil yang dibayarkan setahun
sekali, BBM atau bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak yang digunakan
diperusahaan yaitu solar dan bensin. Solar digunakan untuk mesin disel yang
menjalankan mesin penggiling pakan. Dalam satu kali penggilingan pakan
perusahaan menggunakan tiga liter minyak solar, dimana dalam seminggu perusahaan
melakukan penggilingan pakan sebanyak tiga kali produksi, sedangkan untuk bensin
digunakan untuk mobil yang diperkirakan sehari 10 liter per hari. Harga bensin dan
soalar yang digunakan berlaku harga saat ini yaitu Rp 4.500,00 ( cateris paribus ).
Adapun rincian biaya tetap tersebut terdapat pada Tabel 12.
84
Tabel 11. Biaya Tetap Dian Layer Farm
No
Uraian
1
Gaji Karyawan
a. Kepala Kandang
b. Administrasi
c.Supir
d.Bagian Produksi
ATK
Rekening
a. Listrik
b. Telepon
Pemeliharaan Investasi
Penyusutan
Pajak Mobil
BBM
PBB
TOTAL
2
3
4
5
6
7
8
Satuan
Jumlah
Orang
Orang
Orang
Orang
1
1
1
14
Bulan
Bulan
Tahun
Tahun
Liter
Tahun
223
Harga
Biaya/Tahun
2.000.000
1.300.000
1.100.000
800.000
200.0000
24.000.000
15.600.000
14.400.000
134.400.000
1.400.000
3.000.000
200.000
36.000.000
2.400.000
34.721.000
64.523.762
1.000.000
12.042.000
280.000
347.132.166.67
1.003.500
Sumber: Dian Layer Farm, 2011
b.
Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan produksi dan
jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya yang dikeluarkan diantaranya
yaitu DOC, sekam dan koran bekas digunakan untuk alas lantai DOC dan alas peti
kayu kemasan telur, karung bekas digunakan untuk kotoran ayam, pakan yang
digunakan oleh perusahaan yaitu jagung, dedak, kulit kerang, konsentrat, ikan,
insentif, gas untuk penghangat DOC, vaksin, obat-obatan dan desifektan. Gas elpiji
yang digunakan untuk penghangat buatan DOC dalam satu siklus produksi digunakan
sebanyak 180 tabung gas atau setara dengan 540 kilogram dimana penggunaan gas
dilakukan mulai dari DOC umur nol hari. Sehari gas elpiji digunakan sebanyak 6
tabung, penghangat ini digunakan hingga DOC berumur 30 hari atau satu bulan.
Dalam satu tahun ada 4 kali siklus produksi sehingga gas elpiji yang digunakan
sebanyak 720 tabung gas. Biaya pakan terdiri dari jagung, dedak, kulit kerang,
konsentrat, ikan dimana kuantitas pakan yang digunakan dalam sebulan yaitu jagung
sebesar 14.000 kilogram dengan harga beli Rp 3.250,00 per kilogram, dedak 4.000
kilogram dengan harga beli Rp 2.000,00 per kilogram, kulit kerang 80 karung dengan
85
harga beli Rp 3.000,00 per kilogram, konsentrat 14.000 kilogram dengan harga beli
Rp 5.000,00 per kilogram dan ikan 3.000 kilogram dengan harga beli Rp 2.500,00 per
kilogram. Pakan merupakan salah satu input utama, apabila salah satu campuran paka
dikurangi atau ditiadakan ketika melakukan penggilingan akan mengakibatkan strss
pada ayam. Selain biaya pakan, biaya obat-obatan dan vitamin sangat perlu
diperhatikan. Ayam sangat mudah terserang penyakit sehingga setiap peternakan
harus mengetahui jenis obat-obatan dan vitamin yang digunakan, dan untuk menjaga
kebersihan lingkungan peternakan serta kandang dari bakteri maka perlu malakukan
penyemprotan secara teratur dengan menggunakan desikvektan. Pada tahun pertama
biaya variabel yang digunakan setengah dari jumlah biaya pada tahun ke dua dan
selanjutnya. Adapun biaya variabel yang digunakan oleh DLF dalam pengembangan
usahanya dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 12. Biaya Variabel Dian Layer Farm
No
Uraian
Satuan
1
DOC
Ekor
2
Sekam
Karung
3
4
Karung Bekas
Pakan
- Jagung
- Dedak
- Kulit Kerang
- Konsentrat
- Ikan
Koran Bekas
5
Spidol
6
Insentif
7
Vaksin
8
Obat-Obatan
9
10 Desifektan dan Antiseptik
11 Gas Elpiji
TOTAL
Jumlah
13.000
Harga Satuan
Jumlah pertahun
3.500
45.500.000
360
1.200
Buah
20.000
1.000
Kg
Kg
Karung
Kg
Kg
Kg
14.000
4000
80
14.000
3000
Buah
Orang
Liter
Pack
Liter
tabung
120
2
17
20
100
50
540
3.250
2.000
3.000
5.000
2.500
1.000
5.000
50.000
20.000
17.500
35.000
15.000
432.000
20.000.000
5.460.000.000
96.000.000
2.880.000
8.400.000.000
90.000.000
1.200.000
120.000
9.000.000
400.000
1.750.000
1.750.000
10.800.000
1.679.788.000
Sumber: Dian layer farm, 2011
86
7.1.3 Kriteria Kelayakan ( Cashflow ) Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur
Analisis cashflow
merupakan analisis arus kas yang digunakan untuk
mengukur kelayakan suatu usaha. Adapun cashflow DLF dalam mengukur kelayakan
usaha peternakan ayam ras petelur adalah sebagai berikut dan perhitungan terdapat
pada lampiran 8.
a.
NPV merupakan nilai yang menggambarkan apakah nilai yang dihasilkan dengan
discount rate sama per tahunnya layak untuk dikembangkan. Nilai NPV yang
diperoleh dari usaha ayam ras petelur oleh Dian Layer Farm adalah sebesar
Rp 2.359.608.260,73 atau lebih besar dari 0 maka usaha ayam petelur ini layak
untuk dijalankan.
b.
IRR merupakan nilai yang menggambarkan tingkat pengembalian modal bagi
pemilik perusahaan yang melakukan investasi selama proyek berlangsung. Nilai
IRR yang diperoleh dari usaha ayam ras petelur oleh perusahaan adalah sebesar
71 persen atau lebih besar dari tingkat discount rate 6 persen, maka usaha ini
layak untuk dijalankan
c.
Net B/C mengambarkan berapa besar keuntungan yang dapat dicapai jika
mengeluarkan biaya sebesar Rp1,00. Nilai Net B/C yang diperoleh dari usaha
ayam ras petelur oleh perusahaan adalah sebesar 3,28 atau lebih besar dari satu,
artinya setiap pengeluaran sebesar RP 1,00 akan memperoleh manfaat bersih
sebesar Rp 3,28.
d.
Payback periode menunjukkan waktu pengembalian modal yang akan
digunakan untuk melaksanakan pengembalian bisnis usaha ayam ras petelur.
Nilai PP yang diperoleh dari usaha ayam ras petelur oleh perusahaan adalah 2,3
berarti tingkat pengembalian modal investasi pada usia usaha 2 tahun 3 bulan.
Waktu pengembalian ini lebih rendah dari umur usaha, maka pengembangan
bisnis ini layak untuk dijalankan.
7.1.4 Analisis Laba Rugi
Perhitungan laba rugi per tahun digunakan untuk melihat pendapatan bersih
setelah dikurangi nilai bunga dan pajak. DLF tidak menggunakan bunga karena DLF
87
tidak meminjam uang dari lembaga keuangan manapun atau biaya sendiri. Sedangkan
hitungan pajak berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan yang mengenakan
pajak sebesar 25 persen per tahun. Perhitungan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran
7. Hasil perhitungan laba rugi bagian pajak dimasukkan kedalam cashflow sebagai
pajak penghasilan atau PPh.
7.1.5
Analisis Sensitivitas
Metode lain dalam analisis kepekaan yaitu dengan melihat perubahan pada
suatu variabel untuk sampai ke hasil perhitungan yang membuat usaha tidak dapat
diterima atau dijalankan. Tujuan sensitivitas adalah melihat apa yang terjadi dengan
analisis usaha jika terjadi suatu perubahan pada biaya dan manfaat seperti adanya
kenaikan biaya variabel dan penurunan produksi. Biaya variabel pakan konsentrat
pada DLF pernah mengalami kenaikan sebesar 37 persen. Harga awal dari pakan
konsentrat yaitu Rp 5.000,00 menjadi Rp 6.850,00. Pada saat tersebut perusahaan
masih tetap layak untuk dijalankan karena NPV lebih besar dari 0, Net B/C lebih
besar dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat discount rate serta payback periode
sebelum umur proyek. Kenaikan harga pakan ini disebabkan oleh kelangkaan
pasokan pakan tersebut dari produsen. Apabila terjadi kondisi kenaikan harga pakan
hendakya tidak lebih dari 76,2 persen dimana nilai NPV sama dengan 0, Net B/C
sama dengan satu dan IRR lebih kecil dari tingkat discount rate serta payback periode
lebih kecil dari umur proyek. Apabila kenaikan harga pakan 76,2 persen tidak segera
ditanggulangi secara cepat perusahaan akan mengalami kerugiaan yang dapat
mengakibatkan kebangkrutan. Keadaan tersebut membuat perusahaan harus mencari
alternatif yang dapat meminimalkan kerugiaan perusahaan. Untuk itu pada saat
kenaikan harga pakan terjadi, kondisi tersebut membuat perusahaan harus
mengurangi jumlah pakan yang diberi kepada ternak. Pakan merupakan salah satu
input utama dalam suatu usaha peternakan dalam menjalankan kegiatan produksinya.
Apabila pakan yang diberikan kepada ternak dikurangi kuantitas dalam
pemberian jumlah pakan terhadap ayamnya dapat menyebabkan ayam stress, karena
kuantitas yang diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Apabila ayam sterss,
88
ayam akan lebih mudah terkena penyakit dan virus sehingga menyebabkan kematian
dan penurunan produksi. Pada kondisi ini perusahaan mengalami penurunan produksi
sebesar 26 persen sama dengan 31 peti atau ± 8000 butir telur perharinya. Dengan
penurunan tersebut perusahaan masih mampu manjalankan usahanya, karena nilai
NPV lebih 0, Net B/C sama dengan satu, dan nilai IRR sama dengan nilai lebih kecil
dari discount rate.
Jika terjadi penurunan produksi sebaiknya tidak lebih dari 37,1 persen maka
perusahaan masih dapat menjalaankan usahanya tetapi jika terjasi penurunan produksi
lebih dari
37,1 persen maka perusahaan akan mengalami kerugian. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai NPV mendekati atau sama dengan 0, Net B/C sama dengan
satu, dan nilai IRR sama dengan nilai lebih kecil dari discount rate. Penurunan
produksi dapat disebabkan oleh penyakit dan virus yang menyerang ayam. Penyakit
dan virus dapat mengakibatkan kematian ayam dan telur yang dihasilkan menurun
karena ayam tidak mau bertelur atau telur tidak berkerabang. Hal ini akan menambah
biaya lainnya seperti membeli DOC tidak sesuai dengan ketentuan produksi serta
selalu melakukan vaksin untuk mengurangi penyakit dan virus. Selain itu kebersihan
kandang juga harus tetap terjaga dengan menyemprotkan desikfektan disekitar
kandang dan peternakan, agar bakteri, virus dan penyakit dari luar tidak menyerang
ayam.
Kenaikan harga DOC pernah terjadi di DLF sebesar 28,6 persen atau sama
dengan Rp 4.500,00. Kenaikan DOC tidak berpengaruh besar pada aktivitas
perusahaan. Kenaikan DOC diakibatkan berkurangnya pasokan telur yang ada di
produsen. Hal ini dikarenakan indukan ayam yang dijadikan bibit untuk
menghasilkan telur DOC terserang penyakit dan virus sehingga DOC yang dihasilkan
kurang memenuhi syarat. Keterbatasan jumlah produksi tersebut membuat produsen
harus meningkatka harga pasaran DOC agar tidak mengalami kerugian. Hasil
perhitungan analisis sensitivitas dapat dilihat pada tabel berikut.
89
Tabel 13. Analisi Sensitivitas
Keterangan
Kondisi Normal
Penurunan Produksi
Kenaiakn Harga DOC
Kenaikan Harga pakan
Besaran
26 %
28.6 %
37 %
NPV
Hasil Analisi Sensitivitas
Net B/C
IRR
2.359.208.260,73
887.420.490
2.346.513.269
1.593.772.864,3
3,28
2,54
3,25
2,34
71 %
47 %
70 %
43 %
PP
(Tahun)
2,3
2,4
2,7
2,7
Sumber: Dian Layer Farm, 2011
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, kelangsungan usaha ayam ras petelur
sangat bergantung pada keberhasilan produksi. Keberhasilan produksi didukung
degan adanya kelengkapan dan kecukupan dalam memenuhi jumlah pakan dan DOC.
Untuk itu perusahaan harus tetap menjaga keadaan agar kenaikan dan penurunan
yang dapat mempengaruhi kegiatan produksi perusahaan tidak lebih dari persentase
yang ada.
7.2
Analisis Kelayakan Usaha Kondisi Pengembangan
Pada skenario II, DLF melakukan Pengembangan usaha atau penambahan
kapasitas ayam ras petelur untuk meningkatkan produksi telur. Penambahan kapasitas
yang dilakukan berjumlah 2.700 ekor dengan membangun dua kandang layer atau
kandang baterai baru. Untuk memenuhi kebutuhan penambahan kapasitas ayam
petelur tersebut DLF menambah beberapa investasi baru.
7.2.1 Arus Penerimaan ( Inflow )
Pada pengembangan penerimaan yang diterima perusahaan diperoleh dari
penjualan telur, ayam afkir, kotoran dan nilai sisa dari investasi. Pada kondisi ini
jumlah yang dihasilkan 2700 ekor ayam ditambah dengan hasil pada kondisi awal.
Kondisi pengembangan merupakan pola pengembangan dari kondisi awal sehingga
pemenuhan ayam petelur pada pengembangan sama dengan kondisi awal.
Pendapatan yang diterima dari penjualan telur ayam pada tahun pertama
setelah melakukan pengembangan usaha sebesar Rp 1.782.000.000,00 dan tahun
berikutnya sebesar Rp 3.564.000.000,00, penjualan ayam afkir sebsar Rp
396.000.000,00, penerimaan penjualan kotoran ayam sebesar Rp 59.400.000,00 dan
90
nilai
sisa
yang
diperoleh
setelah
melakukan
pengembangan
sebesar
Rp 22.560.000,00.
7.2.2 Arus Pengeluaran ( Outflow)
Arus pengeluaran pada kondisi pengembangan sama dengan kondisi awal
yang terdiri dari dua bagian yaitu biaya investasi dan biaya operasional yang dibagi
menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh DLF
dalam melaksanakan pengembangan bisnisnya sebesar Rp 795.070.000,00. Biaya
investasi ini dikeluarkan dalam penambahan kandang layer baru untuk ayam
sebanyak dua kandang dan beberapa peralatan yang digunakan dalam produksi ketika
pengembangan berjalan. Sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan DLF dalam
melakukan pengembangannya usahanya dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap sebesar
Rp 269.460.000,00.
Pada biaya tetap tidak terjadi perubahan yang sangat besar dikarenakan tidak
adanya perubahan tenaga kerja dan variabel lain yang digunakan. Perubahan terjadi
pada biaya penyusutan yang diakibatkan berubahnya nilai investasi serta berubanya
nilai insentif. DLF tidak menambah tenaga kerja pada saat melakukan
pengembangan. Perusahaan hanya memberikan insentif tambahan kepada pekerja
yang melakukan pekrjaan tambahan.
Selain biaya tetap perubahan biaya juga terjadi pada biaya variabel, perubahan
yang terjadi diakibatkan berubahnya jumlah kuantitas setiap variabel yang digunakan
pada saat produksi yang diakibatkan penambahan sebesar Rp 2.032.752.000,00
Perubahan terbesar tampak pada biaya pakan. Karena pakan merupakan salah satu
variabel utama dalam proses produksi selain DOC.
7.2.3 Kriteria Kelayakan ( Cashflow ) Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur
Analisis cashflow DLF yang diperoleh pada pengembangan menunjukkan
hasil yang sama dengan kondisi awal bahwa usaha peternakan ayam ras petelur DLF
layak untuk dijalankan dan dikembangkan dilihata dari kriteria investasi. Berdasarkan
hasil
perhitungan
cashflow
kondisi
pengembangan
nilai
NPV
sebesar
Rp 2.889.354.662,02 karena nilai tersebut lebih besar dari nol. Nilai IRR yang
91
diperoleh sebesar 98 persen lebih besar dari tingkat discount rate 6 persen, maka
usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai Net B/C yang diperoleh sebesar 3,43 atau
lebih besar dari satu, artinya setiap pengeluaran sebesar RP 1,00 akan memperoleh
manfaat bersih sebesar Rp 3,43. Nilai Payback Periode yang diperoleh sebesar 2,3
berarti tingkat pengembalian modal investasi pada usia usaha 2 tahun 3 bulan.Waktu
pengembalian ini lebih rendah dari umur usaha, maka pengembangan bisnis ini layak
untuk dijalankan.
7.2.4. Analisis Switching Value
Hasil analisis yang diperoleh dari metode switching value
pada kondisi
pengembangan oleh DLF ini adalah kenaikan harga biaya variabel pakan konsentrat
sebesar 57,3 persen maka perusahaan berada pada kondisi tidak rugi dan tidak untung
karena NPV lebih sama dengan 0, Net B/C sama dengan satu dan IRR lebih besar
dari tingkat discount rate. Jika terjadi penurunan produksi sebaiknya tidak lebih dari
sebesar 18,5 persen maka perusahaan tidak untung dan tidak rugi .Hal ini ditunjukkan
dengan nilai NPV mendekati atau sama dengan 0, Net B/C sama dengan satu, dan
nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate. Kenaikan harga DOC walaupun tidak
berpengaruh besar terhadap kelangsungan perusahaan tetap harus diperhatikan.
92