Academia.eduAcademia.edu

Hipotiroid kongenital

Kretinisme merupakan suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem yang diderita selama kehidupan janin, bayi, dan kanak-kanak, dan terutama ditandai dengan gagalnya pertumbuhan anak tersebut dan retardasi mental. Kretinisme disebabkan oleh gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara kongenital (kretinisme kongenital), karena kelenjar tiroid gagal memproduksi hormon tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar, atau karena kurangnya iodium dalam diet (kretinisme endemik). Tingkat keparahan kretinisme endemik sangat bervariasi, tergantung pada jumlah iodium dalam dietnya, dan seluruh penduduk dalam daerah endemik diketahui mempunyai kecenderungan menderita kretinisme. Seorang bayi yang dilahirkan tanpa kelenjar tiroid mungkin mempunyai penampilan dan fungsi yang normal sebab bayi tersebut mendapat hormon tiroid dari ibunya secara in utero (namun biasanya tidak cukup), tetapi beberapa minggu setelah dilahirkan, garakan bayi menjadi lamban, dan pertumbukan fisik dan mentalnya sangat tertinggal. Pengobatan penderita kretinisme pada waktu ini biasanya menyebabkan pertumbuhn fisiknya kembali normal, tetapi bila penderita kretinisme tidak diobati dalam beberapa minggu setelah kelahiran, maka pertumbuhan mentalnya akan menjadi terhambat secara permanen. Keadaan ini disebabkan oleh retardasi pertumbuhan, branching, dan mielinisasi dari sel-sel saraf sistem pusat pada waktu yang skritis dalam perkembangan kekuatan mental yang normal. (referensi Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall, penerbit EGC, edisi 9, Jakarta, 1997, p 1201) Hipotiroid kongenital juga didefinisikan sebagai defisiensi hormon tiroid bawaan yang disebabkan oleh berbagai faktor (agenesis kelenjar tiroid, defek pada sekresi TSH atau TRH, defek pada produksi hormon tiroid). Kadang-kadang gejala klinis tidak begitu jelas dan baru terdeteksi setelah 6-12 minggu kemudian, padahal diagnosis dini sangat penting untuk mencegah timbulnya retardasi mental atau paling tidak meringankan derajat retardasi mental. Gejala klasik hipotiroid kongenital pada minggu pertama setelah lahir adalah miksedema, lidah yang tebal dan menonjol, suara tangis yang serak karena edema pita suara, hipotoni, konstipasi, bradikardi, hernia umbilikalis. (referensi : Retardasi Mental, Titi Sunarwati

PENDAHULUAN Definisi Hipotiroid Kongenital Kretinisme merupakan suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem yang diderita selama kehidupan janin, bayi, dan kanak-kanak, dan terutama ditandai dengan gagalnya pertumbuhan anak tersebut dan retardasi mental. Kretinisme disebabkan oleh gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara kongenital (kretinisme kongenital), karena kelenjar tiroid gagal memproduksi hormon tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar, atau karena kurangnya iodium dalam diet (kretinisme endemik). Tingkat keparahan kretinisme endemik sangat bervariasi, tergantung pada jumlah iodium dalam dietnya, dan seluruh penduduk dalam daerah endemik diketahui mempunyai kecenderungan menderita kretinisme. Seorang bayi yang dilahirkan tanpa kelenjar tiroid mungkin mempunyai penampilan dan fungsi yang normal sebab bayi tersebut mendapat hormon tiroid dari ibunya secara in utero (namun biasanya tidak cukup), tetapi beberapa minggu setelah dilahirkan, garakan bayi menjadi lamban, dan pertumbukan fisik dan mentalnya sangat tertinggal. Pengobatan penderita kretinisme pada waktu ini biasanya menyebabkan pertumbuhn fisiknya kembali normal, tetapi bila penderita kretinisme tidak diobati dalam beberapa minggu setelah kelahiran, maka pertumbuhan mentalnya akan menjadi terhambat secara permanen. Keadaan ini disebabkan oleh retardasi pertumbuhan, branching, dan mielinisasi dari sel-sel saraf sistem pusat pada waktu yang skritis dalam perkembangan kekuatan mental yang normal. (referensi Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall, penerbit EGC, edisi 9, Jakarta, 1997, p 1201) Hipotiroid kongenital juga didefinisikan sebagai defisiensi hormon tiroid bawaan yang disebabkan oleh berbagai faktor (agenesis kelenjar tiroid, defek pada sekresi TSH atau TRH, defek pada produksi hormon tiroid). Kadang-kadang gejala klinis tidak begitu jelas dan baru terdeteksi setelah 6-12 minggu kemudian, padahal diagnosis dini sangat penting untuk mencegah timbulnya retardasi mental atau paling tidak meringankan derajat retardasi mental. Gejala klasik hipotiroid kongenital pada minggu pertama setelah lahir adalah miksedema, lidah yang tebal dan menonjol, suara tangis yang serak karena edema pita suara, hipotoni, konstipasi, bradikardi, hernia umbilikalis. (referensi : Retardasi Mental, Titi Sunarwati Sularyo dan Muzal Kadim, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember. 2000, p 174) BIOSINTESIS DAN METABOLISME HORMON-HORMON TIROID Hormon tiroid amat istimewa karena mengandung 59-65% elemen yodium. Hormon T3 dan T4 berasal dari yodinasi cincin fenol residu tirosin yang terdapat di tiroglobulin. Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkkah proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Penangkapan Yodida 2. Oksidasi yodida menjadi yodium 3. Organifikasi yodium menjadi monoyoditirosin dan diyidotirosin 4. Proses penggabungan prekursor yang teryodinasi 5. Penyimpanan 6. Pelepasan hormon Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan proses aktif yang memerlukan energi. Energi didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20-30 kali kadarnya dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tiroksin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk adalah monoyodotirosin dan diyodotirosin. Dua molekul diyodotirosin akan membentuk tiroksin (T4), satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyoditirosisn akan membentuk triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat-tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid kedalam sel-sel folikel, disebut pinositosis. Di dalam sel sel-sel tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal diatas dirangsang oleh tirotropin (thyroid stimulating hormone-TSH). Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma: (1) globulin pengikat tiroksin(TBG), (2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA), dan (3) albumin pengikat tiroksin (TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan hanya sedikit yang bebas berada dalam keadaan seimbang yang reversibel. Hormon yang bebas meripakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran. Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin paling spesifik. Selain itu tiroksin mempunyai afinitasyang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik triiodotironin lebih besar. Hormon tiroid diubah secara kimia sebelum dieksresikan. Perubahan yang penting adalah deyodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70% hormon yang diekskresi. tiga puluh persen lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan sulfat. Akibat deyodinasi, 80% T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin, sedangkan 20% sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan hormon metabolik tidak aktif. Fungsi hormon tiroid dikontrol ole hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh thyroid releasing hormone (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Beberapa obat dan keadaan dapatmengubah sintesis, pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat-obat seperti perklorat dan tiosianat dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya, menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melalui rangsangan timbal balik negatif, meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid dan timbulnya goiter. Karena itu obat-obat ini dikatakan sebagai goitrogen. Obat-obat lain seperti derivat tiourea dan merkaptoimidazol, dapat digunakan sebagai obat antitiroid karena dapat menghambat oksidasi awal yodida, perubahan monoyodotirosin menjadi diyodotirosin, atau penggabungan yodotirosin menjadi yodotironin. Obat ini berguna untuk keadaan kelebihan sekresi hormon tiroid. Yodium yang diberikan secara cepat dan dalam jumlah banyak dapat menghambat reaksi peningkatan organik dan reaksi penggabungan. Penggunaan yodium dosis besar secara kontinu dapat mengakibatkan timbulnya goiter dan hipertiroidisme. Akhirnya obat-obat seperti litium karbonat dan glukokortikoid dapat menghambat pelepasan hormon tiroid. Perubahan konsentrasi TBG juga dapat menyebkan perubahan kadar tiroksin total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer kandung empedu, dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya pada penyakit hati kronik, penyakit sistemik yang berat, sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein yang beredar. Perubahan nutrisi seperti yang terlihat pada waktu puasa atau pada waktu diet tanpa karbohidrat dan protein, dapat juga menurunkan jumlah tiroksin yang reyodinasi menjadi triidotironin (T3), dan meningkatkan jumlah tiroksin yang diubah menjadi reverse triiodotironin (rT3) yang secara metabolikkurang aktif. Perubahan deyodinasi tiroksin agaknya merupakan mekanisme penyimpanan bahan bakar pada keadaan kekurangan makanan. (referensi: sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, edisi 6, EGC, Jakarta, 2005, p 1226-1227) EPIDEMIOLOGI Prevalens hipotiroid kongenital berkisar 1:4000 neonatus di seluruh dunia. Defisiensi yodium secara bermakna dapat menyebabkan retardasi mental baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju. Diperkirakan 600 juta sampai 1 milyar penduduk dunia mempunyai risiko defisiensi yodium, terutama di negara sedang berkembang. Penelitian WHO mendapatkan 710 juta penduduk Asia, 227 juta Afrika, 60 juta Amerika Latin, dan 20-30 juta Eropa mempunyai risiko defisiensi yodium. Akibat defisiensi yodium pada masa perkembangan otak karena asupan yodium yang kurang pada ibu hamil meyebabkan retardasi mental pada bayi yang dilahirkan. Kelainan ini timbul bila asupan yodium ibu hamil kurang dari 20 ug (normal 80-150 ug) per hari. Dalam bentuk yang berat kelainan ini disebut juga kretinisme, dengan manisfestasi klinis adalah miksedema, kelemahan otot, letargi, gangguan neurologis, dan retardasi mental berat. Di daerah endemis, 1 dari 10 neonatus mengalami retardasi mental karena defisiensi yodium. (referensi : Retardasi Mental, Titi Sunarwati Sularyo dan Muzal Kadim, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember. 2000, p 174) ETIOLOGI Anti Penyekat-Reseptor Tirotropin (tyrotropin Reseptor-Blocking Antibody (TRBAb)). TRBAb ini dahulu disebut penghambat imunoglobulin pengikat –tiroid (thyroid-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)). Penyebab hipotiroid kongenital sementara yang tidak biasa adalah antibody yang lewat secara transplasentayang menghambat pengikatan TSH pada reseptornya pada neonatus. Frekuensinya adalah sekitar 1 dalam 50.000-100.000 bayi. Harus dicurigai kapanpun ada riwayat penyakit tiroid autoimun ibu, termasuk tiroiditis Hashimoto, graves, hipotiroidisme pada terapi penggantian atau hipotiroidisme kongenital berulang yang bersifat sementara pada saudara kandung berikutnya. Pada keadaan ini kadar TRBAb ibu harus diukur selama kehamilan.bayi yang terkena dan ibunyasering juga memiliki antibody perangsang reseptor tirotropin (tirotropin receptor-stimulating antibodies (TRSAb)) dan antibody antiperoksidase (dahulu antimikrosom). Tekhnetium pertekhnetate dan sken 125I dapat gagal mendeteksi jaringan tiroid apapun, menyerupai agenesi thiroid, tetapi setelah keadaan membaik, kelenjar tiroid normal dapat diperagakan setelah penghentian pengobatan penggantian. Waktu-paruh antibody adalah 7,5 hari, dan remisi hipotiroidisme terjadi sekitar 3 bulan. Diagnosis yang benar penyebab hipotiroidisme kongenital ini mencegah pengobatan berkepanjangan yang tidak perlu, mewaspadakan klinis terhadap kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya, dan memungkinkan menawarkan prognosis yang baik pada orang tuanya. Sintesi Tiroksin yang Kurang Sempurna Berbagai defek pada biosintesis hormon tiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme kongenital; bila defeknya tidak sempurna, kompensasi terjadi, dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa tahun. Gondok hampir selalu ada, dan defek terdeteksi pada 1 dalam30.000-50.000 lahir hidup pada program skrining neonatus. Defek ini ditentikan secara genetik dan dipindahkan dengan cara autosom resesif. Defek Pengangkutan Yodium Ini adalah defek yang jarang yang telah dilaporkan pada 9 bayi dari sekte Hutterite, dan separuh dari kasus adalah berasal dari Jepang. Hubungan sedarah Penyebab terjadinya hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi di otak (hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier. Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient) seperti pada keadaan defisiensi yodium, bayi prematur maupun penggunaan obat antitiroid yang diminum ibu.7,8,9 Patogenesis Kelenjar tiroid mulai berkembang pada umur 24 hari gestasi sebagai suatu divertikulum, yaitu suatu pertumbuhan dari endoderm pada bucopharyngeal cavity. Kelenjar tiroid yang berkembang turun pada leher anterior, pada brachial pouches ke-4 dan mencapai posisi orang dewasa setinggi C5-7 pada minggu ke-7 gestasi. Proses migrasi dari faring posterior ke leher anterior ini dapat terhenti yang mengakibatkan timbulnya kelenjar tiroid ektopik. Pada umur gestasi 10-11 minggu. Kelenjar tiroid fetal sudah mampu menghasilkan hormon tiroid, namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-20 minggu, kadar T4 (tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah mencapai kadar normal, pada masa ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fungsional sudah bebas dari pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal. Produksi T3 (triiodotironin) Gejala klinis Pada bayi baru lahir gejala sering belum jelas. Baru sesudah beberapa minggu gejala menonjol. Ikterus fisiologis biasanya lebih lama, kurang mau minum, sering tersedak, aktivitas kurang, lidah yang besar dan sering menderita kesukaran pada pernapasan. Bayi dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada obstipasi, abdomen besar dan hernia umbilikalis. Suhu tubuh yang rendah, nadi lambat dan kulitnya kering dan dingin. Sering juga ditemukan anemia. Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka lebar. Jarak atara kedua mata besar (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah membesar dan tebal. Pertumbuhan gigi terhambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak lebar dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karotemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan dan genetalia eksterna. Otot-otot biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara biasanya parau dan biasanya tidak dapat berbicara. Makin tua, anak makin terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan alat kelamin terlambat atau sama sekali tidak terjadi. (buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI, Infomedika Jakarta, Jakarta, 1985, p 266) PROSES SKRINING Secara garis besar Skrining Bayi Baru Lahir meliputi proses : Persiapan Pengambilan spesimen Tata laksana spesimen Skrining Bayi baru Lahir dengan kondisi khusus. 1. Persiapan a. Persiapan Bayi dan Keluarga Memotivasi keluarga, ayah/ibu bayi baru lahir sangat penting. Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau melakukan skrining bagi bayinya. b. Persetujuan/Penolakan 1) Persetujuan (informed consent) Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis khusus, tetapi dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi. 2) Penolakan (dissent consent/refusal consent) Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua harus menandatangani formulir penolakan. Hal ini dilakukan agar jika di kemudian hari didapati bayi yang bersangkutan menderita HK, orangtua tidak akan menuntut atau menyalahkan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan. Contoh formulir penolakan dapat dilihat pada lampiran. Formulir ini harus disimpan pada rekam medis bayi. Bila kelahiran dilakukan di rumah, bidan/penolong persalinan harus tetap meminta orangtua menandatangani atau membubuhkan cap jempol pada formulir “Penolakan” yang dibawa dan harus disimpan dalam arsip di fasilitas pelayanan kesehatan tempatnya bekerja. Penolakan dapat terjadi terhadap skrining maupun test konfirmasi. Jumlah penolakan tindakan pengambilan spesimen darah dan formulirnya harus dilaporkan secara berjenjang pada koordinator Skrining BBL tingkat provinsi/kabupaten/kota, melalui koordinator tingkat puskesmas setempat pada bulan berikutnya. c. Persiapan Alat Alat yang akan digunakan harus dipersiapkan terlebih dahulu. Alat tersebut terdiri dari: Sarung tangan steril non powder Lancet Kotak limbah tajam/safety box Kertas saring Kapas Alkohol 70% atau alcohol swab Kasa steril Rak pengering d. Persiapan diri Dalam melakukan pengambilan spesimen, petugas perlu memperhatikan hal-hal dibawah ini : Semua bercak darah berpotensi untuk menularkan infeksi. Oleh karena itu harus berhati-hati dalam penanganannya. Meja yang digunakan untuk alas menulis identitas pada kartu kertas saring harus diberi alas plastik atau laken dan harus diganti atau dicuci setiap hari. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi spesimen darah ke kertas saring lainnya. Gunakan alat pelindung diri (APD) saat penanganan spesimen. Sebelum dan setelah menangani spesimen, biasakan mencuci tangan memakai sabun dan air bersih mengalir, sesuai prosedur Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja. e. Pengambilan Spesimen Hal yang penting diperhatikan pada pengambilan spesimen ialah : Waktu pengambilan (timing) Data/identitas bayi Metode pengambilan Pengiriman/transportasi Waktu (timing) Pengambilan Darah Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. Oleh karenanya perlu kerjasama dengan dokter spesialis anak (Sp.A), dokter spesialis kandungan dan kebidanan/obgyn (Sp.OG), dokter umum, perawat dan bidan yang menolong persalinan untuk melakukan pengambilan spesimen darah bayi yang baru dilahirkan pada hari ketiga. Ini berarti ibu dapat dipulangkan setelah 48 jam pasca melahirkan (perlu koordinasi dengan penolong persalinan). Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24 – 48 jam. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal berikutnya melalui kunjungan rumah atau pasien diminta datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Data/Identitas Bayi Isi identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kertas saring. Data yang kurang lengkap akan memperlambat penyampaian hasil tes. Petunjuk umum pengisian identitas bayi pada kertas saring : Pastikan tangan pengisi data/pengambil spesimen darah bersih dan kering sebelum mengambil kartu informasi/kertas saring. Gunakan sarung tangan. Usahakan tangan tidak menyentuh bulatan pada kertas saring. Hindari pencemaran pada kertas saring seperti air, air teh, air kopi, minyak, susu, cairan antiseptik, bedak dan/atau kotoran lain. Pastikan data ditulis lengkap dan hindari kesalahan menulis data. Bila data tidak lengkap dan salah, akan menghambat atau menunda kecepatan dalam pemberian hasil tes dan kesalahan interpretasi. Isi data pasien dengan ballpoint warna hitam/biru yang tidak luntur. Amankan kertas saring agar tidak kotor. Usahakan kertas saring tidak banyak disentuh petugas lain. Tuliskan seluruh data dengan jelas dan lengkap. Gunakan HURUF KAPITAL. Metode dan Tempat Pengambilan Darah Teknik pengambilan darah yang digunakan adalah melalui tumit bayi (heel prick). Teknik ini adalah cara yang sangat dianjurkan dan paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Darah yang keluar diteteskan pada kertas saring khusus sampai bulatan kertas penuh terisi darah, kemudian setelah kering dikirim ke laboratorium SHK. Perlu diperhatikan dengan seksama, pengambilan spesimen dari tumit bayi harus dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan spesimen tetes darah kering. Petugas kesehatan yang bisa mengambil darah adalah dokter, bidan, dan perawat terlatih yang memberikan pelayanan pada bayi baru lahir serta analis kesehatan. Prosedur pengambilan spesimen darah melalui tahapan berikut: Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih mengalir dan pakailah sarung tangan. Hangatkan tumit bayi yang akan ditusuk dengan cara: - Menggosok-gosok dengan jari, atau - Menempelkan handuk hangat (perhatikan suhu yang tepat, atau - Menempelkan penghangat elektrik, atau - Dihangatkan dengan penghangat bayi/baby warmer/lampu pemancar panas/radiant warmer. Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari kepala bayi. Agar bayi lebih tenang, pengambilan spesimen dilakukan sambil disusui ibunya atau dengan perlekatan kulit bayi dengan kulit ibu (skin to skin contact). Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral tumit kiri atau kanan sesuai daerah berwarna merah. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas alkohol 70%, biarkan kering. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai dengan ukuran kedalaman 2 mm. Gunakan lanset dengan ujung berbentuk pisau (blade tip lancet). Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain kasa steril. Kemudian lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah yang cukup besar. Hindarkan gerakan memeras karena akan mengakibatkan hemolisis atau darah tercampur cairan jaringan. Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi. Hindarkan tetesan darah yang berlapis-lapis (layering). Ulangi meneteskan darah ke atas bulatan lain. Bila darah tidak cukup, lakukan tusukan di tempat terpisah dengan menggunakan lanset baru. Agar bisa diperiksa, dibutuhkan sedikitnya satu bulatan penuh spesimen darah kertas saring. Sesudah bulatan kertas saring terisi penuh, tekan bekas tusukan dengan kasa/kapas steril sambil mengangkat tumit bayi sampai berada diatas kepala bayi. Bekas tusukan diberi plester ataupun pembalut hanya jika diperlukan. Pengiriman/Transportasi Spesimen Setelah kering spesimen siap dikirim. Ketika spesimen akan dikirim, masukkan ke dalam kantong plastik zip lock. Satu lembar kertas saring dimasukkan ke dalam satu plastik. Dapat juga dengan menyusun kertas saring secara selang-seling untuk menghindari agar bercak darah tidak saling bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak darah. Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen yang dikirim. Amplop berisi spesimen dimasukkan ke dalam kantong plastik agar tidak tertembus cairan/kontaminan sepanjang perjalanan. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen atau langsung dikirim melalui layanan jasa pengiriman yang tersedia. Spesimen dikirimkan ke laboratorium SHK yang telah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari. Skrining Bayi Dengan Kondisi Khusus Dalam pelaksanaan SHK pada keadaan yang dimasukkan dalam kategori khusus yaitu bayi-bayi yang mempunyai resiko mengalami HK transien. Bayi-bayi tersebut ialah bayi prematur (umur kehamilan kurang dari 37 minggu), bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir sangat rendah. Juga termasuk bayi sakit yang dirawat di NICU, bayi kembar terutama yang mempunyai jenis kelamin yang sama. Pada bayi-bayi tersebut pengambilan spesimen dilakukan 2 atau 3 kali tergantung umur kehamilan dan berat ringannya penyakit. Spesimen pertama dengan cara rutin (pengambilan spesimen rutin) atau pada saat pengambilan darah untuk maksud lain. Pengambilan spesimen yang kedua, diambil pada saat bayi berusia 2 minggu atau 2 minggu setelah pengambilan spesimen pertama. Bila diperlukan diambil spesimen ketiga pada umur 28 hari atau sebelum bayi dipulangkan. Pengambilan spesimen ini terutama dilakukan pada bayi-bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu atau berat lahir kurang dari 2500 gram. Pada bayi kurang bulan, BBLR, dan bayi sakit dilakukan pengambilan spesimen segera sebelum mendapatkan tindakan pengobatan. Tindakan pengobatan yang dimaksud adalah transfusi, nutrisi parenteral ataupun pemberian antibiotika. Kemungkinan untuk mendapatkan hasil TSH tinggi palsu maupun normal palsu sangat tinggi pada pengambilan spesimen pada jangka waktu ini. Karenanya, setiap hasil yang abnormal harus ditindaklanjuti. Dalam mengambil kesimpulan hasil skrining tinggi harus mempertimbangkan usia gestasi pada saat spesimen diambil. Sebaiknya didiskusikan oleh tim yang terdiri dari laboratorium, neonatologi dan dokter spesialis anak konsultan endokrinologi. Pada bayi kurang bulan, pematangan fungsi tiroid bisa memakan waktu kurang lebih 1 bulan. Oleh karena itu, spesimen ketiga ini diharapkan dapat mendeteksi hipotiroid kongenital pada bayi kurang bulan maupun bayi dengan peningkatan TSH lambat. C. TINDAK LANJUT SKRINING 1. Hasil Tes Laboratorium Beberapa kemungkinan hasil TSH: a. Kadar TSH < 20 μU/mL Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 μU/mL, maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim spesimen dalam waktu 7 hari. b. Kadar TSH antara > 20 μU/mL Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang tinggi, sehingga perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-rata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan: Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal. Kadar TSH > 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4 serum, melalui tes konfirmasi. Tes konfirmasi dilakukan untuk menegakkan diagnosis HK pada bayi dengan hasil skrining tidak normal. Tes konfirmasi sebaiknya dilakukan di laboratorium SHK tempat pemeriksaan skrining. Bila hal ini tidak memungkinkan, tes konfirmasi dapat dilakukan di laboratorium klinik untuk memeriksa TSH atau FT4 serum dengan metode ELISA/FEIA kuantitatif. ( referensi Pedoman Skrining Hypotiroid Kongenital, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2012, P 17-39) DIAGNOSTIK ANAMNESIS Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik Retardasi mental Gagal tumbuh atau perawakan pendek Letargi, kurang aktif Konstipasi Malas menetek Suara menangis serak Pucat Bayi dilahirkan di daerah dengan prevalensi kretin endemik dan daerah kekurangan yodium Biasanya lahir matur atau lebih bulan (postmatur) Riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiroid yang sedang diminum ibu, dan terapi sinar (referensi Antonius H Pudjiadi dkk, Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2005, p 125-127) PEMERIKSAAN FISIK Ubun-ubun besar atau lambat menutup Dull face Lidah besar Kulit kering Hernia umbilikalis Mottling, kutis marmorata Penurunan aktifitas Kuning Hipotonia Pada saat ditemukan tampak pucat Sekilas seperti syndrome down tp syndrome down nampak lebih aktif HK biasanya lebih serig terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 2000g atau lebih dari 4000g. Sekitar 3-7% bayi HK biasanya disertai gengan kelainan bawaan lainnya terutama defek septum atrium dan ventrikel 3. Pemeriksaan Penunjang Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan penunjang : Sidik tiroid (menggunakan 131I atau 99mTc) USG tiroid Pemeriksaan radiologi (pencitraan), pemeriksaan pertumbuhan tulang (sendi lutut). Tidak tampaknya epifisis pada lutut menunjukkan derajat hipotiroid dalam kandungan. Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada riwayat penyakit autoimun tiroid. Pemeriksaan kadar thyroglobulin serum. Konsultasikan kepada tim ahli (dokter spesialis anak konsultan endokrin) di kelompok kerja (Pokja) SHK tingkat provinsi jika diperlukan. ( referensi Pedoman Skrining Hypotiroid Kongenital, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2012, P 17-39) B. PENGOBATAN Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi. Bayi dengan HK berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi dengan HK ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah. Bayi yang menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari dosis, kemudian dinaikkan setelah 2 minggu. Usia L-T4 (microgram/kg BB) 0 - 3 bulan 3 - 6 bulan 6 - 12 bulan 1 - 5 tahun 6 - 12 tahun >12 tahun 10 -15 8 -10 6 - 8 5 - 6 4 - 5 2 – 3 ( referensi Pedoman Skrining Hypotiroid Kongenital, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2012, P 17-39) Daftar Pustaka Komite nasional skrining hipotiroid kongenital Pedoman Umum Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Departemen Kesehatan;2010.