MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
MELALUI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
RIDWAN ABDULLAH SANI
&
SUDIRAN
CIPTA PUSTAKA
MEDIA PERINTIS
ISBN: 978-602-9377-14-9
0
PENGANTAR
S
uatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku positif
pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Pada
umumnya kegiatan pembelajaran bergantung pada guru sebagai elemen penting yang
mengatur proses belajar mengajar. Guru yang bertanggungjawab seharusnya selalu proaktif
dan responsif terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas. Oleh karena itu
guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggung
jawab dan berperan aktif dalam melakukan pembaharuan pendidikan serta mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya melalui penelitian tindakan dalam pengolahan
pembelajaran di kelasnya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research merupakan upaya
yang digunakan dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas merupakan model pengembangan profesi dimana guru
mempelajari cara siswa belajar dalam kaitannya dengan cara guru mengajar, sehingga guru
dapat memperbaiki kekurangannya dalam mengajar agar berdampak pada perbaikan proses
belajar siswa. PTK dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan guru melakukan
refleksi diri, meningkatkan kemajuan sekolah, dan menumbuhkan budaya professional di
kalangan pendidik. PTK merupakan penelitian berbasis inkuiri yang dilakukan oleh guru
dengan mengikuti proses menganalisis praktek pembelajaran yang telah dilakukan,
menerapkan strategi baru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), mengevaluasi hasil
belajar, dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Satu hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa PTK dilaksanakan dalam pembelajaran biasa, tidak ada kelas
khusus untuk melakukan PTK, karena pada hakekatnya PTK dilakukan oleh guru sendiri di
kelasnya. Ilustrasi kegiatan refleksi untuk pengembangan profesi adalah sebagai berikut
(Wallace, 1999):
Praktek
Profesi
Refleksi
Pengembangan
Profesi
Siklus Reflektif
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan dalam upaya meningkatkan
profesionalisme guru secara berkelanjutan melalui Permenpan no 16 tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Pada peraturan yang baru ini, guru dituntut
untuk membuat publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sejak menduduki pangkat Penata
Muda. Berdasarkan pasal 17 ayat 2, Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda (gol III/b)
diwajibkan mengumpulkan 4 angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya
inovatif untuk dapat naik jabatan fungsionalnya menjadi Guru Muda dengan pangkat Penata
i
(gol III/c). Menurut Permenpan 16 tahun 2009, angka kredit sebuah laporan PTK adalah 4,
namun harus diseminarkan minimal di tingkat sekolah.
Laporan PTK yang disusun oleh guru dapat dinilai sebagai angka kredit untuk
kenaikan pangkat jika memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Untuk lebih berhatihati dalam melaksanakan dan membuat laporan PTK, sebaiknya guru mencermati alasan
penolakan PTK sebagai angka kredit yang dimuat dalam buku 5 Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (Kemdiknas, 2010), yakni:
No
7a
7b
7c
Alasan Penolakan
Dinyatakan sebagai laporan PTK,
namun: tidak jelas apa, bagaimana dan
mengapa kegiatan tindakan yang
dilakukan, juga tidak jelas bagaimana
peran hasil evaluasi dan refleksi pada
penentuan siklus-siklus berikutnya.
Saran
Disarankan untuk membuat PUBLIKASI
ILMIAH baru, yang berisi atau
mempermasalahkan permasalahan
nyata di bidang pendidikan formal
pada satuan pendidikannya yang
sesuai dengan tugas guru yang
bersangkutan.
Dinyatakan sebagai laporan PTK,
Disarankan untuk membuat PUBLIKASI
namun apa yang dijelaskan dalam
ILMIAH baru, yang berisi atau
laporan tersebut hanya berupa laporan
mempermasalahkan permasalahan
pembelajaran yang biasa, tidak ada
nyata di bidang pendidikan formal
tindakan yang merupakan pembaharuan pada satuan pendidikannya yang
dari kegiatan yang biasa dilakukan,
sesuai dengan tugas guru yang
tahapan dalam siklus sama dengan
bersangkutan.
tahapan pembelajaran biasa. PTK
bukan pembelajaran biasa tetapi
merupakan proses mencoba dan
menganalisis penggunaan metode baru
yang diutamakan bukan hanya hasil
tetapi prosesnya.
PUBLIKASI ILMIAH yang diajukan
Disarankan untuk membuat PUBLIKASI
berupa penelitian tindakan kelas,
ILMIAH baru, atau memperbaiki laporan
namun (a) metode penelitian belum
hasil penelitiannya dengan menggunakan
mengemukakan tahapan dan tindakan
kerangka isi sebagai berikut: Bagian
tiap siklus dan indikator
Awal yang terdiri dari: halaman judul;
keberhasilannya, (b) pada laporan hasil lembaran persetujuan; kata pengantar;
dan pembahasan belum melaporkan
daftar isi, daftar label, daftar gambar dan
data lengkap tiap siklus, perubahan
lampiran, serta abstrak atau ringkasan.
yang terjadi pada siswa, guru atau kelas Bagian Isi umumnya terdiri dari
serta bahasan terhadap keseluruhan
beberapa bab yakni:
hasil penelitian dan (c) lampiran belum
• Bab Pendahuluan yang menjelaskan
lengkap.
tentang Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah Tujuan dan
Kemanfaatan Hasil Penelitian;
• Bab Kajian Teori/ Tinjauan
Pustaka;
• Bab Metode Penelitian;
ii
•
•
7d
Secara umum isi laporan PTK ini telah
cukup baik. Namun beberapa lampiran
penting belum dilampirkan, untuk itu
agar segera dilampirkan
Bab Hasil-hasil dan Diskusi Hasil
Penelitian; serta
Bab Simpulan dan Saran-Saran.
Bagian Penunjang sajian daftar pustaka
dan lampiran-lampiran yang selengkaplengkap nya (seperti instrumen yang
digunakan, contoh hasil kerja siswa,
contoh isian instrumen, foto-foto
kegiatan, surat ijin penelitian, rencana
pembelajaran (RPP), dan dokumen
pelaksanaan penelitian lain yang
menunjang keaslian penelitian tersebut).
Disarankan untuk memperbaiki,
melengkapi lampiran-lampirannya.
Dokumen pelaksanaan penelitian yang
harus dilampirkan paling tidak adalah:
(a) semua instrumen yang digunakan
dalam penelitian, (b) contoh pengisian
instrumen oleh responden (c) dokumen
pelaksanaan penelitian yang lain seperti
misalnya, analisis perhitungan, surat ijin,
foto-foto kegiatan, daftar hadir, dan lainlain.
Penilaian laporan PTK untuk angka kredit publikasi ilmiah didasarkan atas 4
kriteria, yakni: asli, perlu, ilmiah, dan konsisten (disingkat: APIK). Asli, artinya penelitian
memang dikerjakan oleh guru sendiri, tidak melakukan plagiasi atau replikasi
(pengulangan) penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Untuk mempertegas bahwa PTK
yang dilakukan adalah asli, sebaiknya guru melampirkan bukti-bukti penelitian seperti:
daftar hadir siswa, contoh lembar evaluasi siswa, foto KBM, lembar observasi, RPP, catatan
harian (diary) guru, catatan lapangan, dan sebagainya. Perlu, artinya penelitian yang
dilakukan memang diperlukan untuk pengembangan profesi guru dan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas belajar mengajar di kelas. Untuk mempertegas bahwa PTK yang
dilakukan memang perlu dilakukan, maka guru perlu mengidentifikasi permasalahan kelas
yang sangat perlu diatasi beserta menganalisis factor penyebab masalah agar dapat
mengusulkan solusi pemecahan masalah yang relevan. Perlu dicatat bahwa laporan PTK
hendaknya mendeskripsikan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah. Ilmiah,
artinya PTK yang dilakukan harus mengikuti kaidah penelitian yang dilakukan secara
ilmiah: mulai dari perumusan masalah, menetapkan tindakan berdasarkan teori atau
pengalaman empirik peneliti sebelumnya, mengumpulkan dan menganalisis data, serta
menarik kesimpulan berdasarkan data dan teori pendukung yang telah dikemukakan.
Konsisten, artinya PTK yang dilakukan sesuai dengan jenjang sekolah dan bidang studi
yang merupakan tugas guru dalam mengajar.
Sebagai kegiatan ilmiah praktis, pelaksanaan dan hasil PTK perlu didokumentasikan
dan dikomunikasikan agar guru lain juga dapat mengambil manfaat dari penelitian tersebut.
iii
Dokumentasi PTK pada umumnya dituangkan dalam bentuk laporan penelitian yang
mungkin disimpan di perpustakaan sekolah. Agar dokumen tersebut dapat dipahami oleh
orang lain, diperlukan laporan yang berkualitas yang berisi informasi yang memadai dan
dituangkan mengikuti struktur yang jelas. Laporan penelitian yang lengkap tidak hanya
menyajikan hasil penelitian, melainkan menyajikan seluruh proses penelitian.
Buku ini menjabarkan tentang pengertian, prosedur, dan teknik yang dibutuhkan
oleh guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat laporan pelaksanaan PTK
yang diharapkan berdampak pada perbaikan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Buku ini dilengkapi dengan contoh PTK dalam pembelajaran fisika yang dilakukan oleh
penulis yang didanai dari Block Grant PMPTK Depdiknas.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR
DAFTAR ISI
i
v
PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PTK
Definisi Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik PTK
Syarat Kesuksesan PTK
Prinsip-prinsip PTK
Fungsi dan Manfaat PTK
1
1
3
6
8
9
TAHAPAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. Pemilihan Topik dan Identifikasi Permasalahan Penelitian
2. Analisis dan Perumusan Masalah PTK
3. Mengkaji Teori dan Menetapkan Hipotesis Tindakan
4. Pembuatan Rencana Tindakan Perbaikan
5. Pelaksanaan Tindakan
6. Observasi
7. Evaluasi dan Refleksi
12
16
21
26
28
31
32
33
METODE PENGUMPULAN DATA
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik dan Instrumen Observasi
Metode Observasi
Validasi Data
35
36
38
39
49
ANALISIS DATA PTK
1. Analisis Data Kualitatif
2. Analisis Data Kuantitatif
51
51
54
LATIHAN MEMBUAT PROPOSAL PTK
1. Membuat rancangan Proposal PTK
2. Latihan Menulis Proposal PTK
Menulis Latar Belakang
Menulis Identifikasi dan Analisis Masalah
Menulis Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat
Penelitian
Menulis Kajian Teori
Menulis Metode Penelitian
Menulis Daftar Pustaka
59
59
67
69
72
74
75
81
86
v
DAFTAR PUSTAKA
90
FORMAT LAPORAN PTK
91
CONTOH LAPORAN PTK (1)
90
CONTOH LAPORAN PTK (2)
110
vi
1
BAB 2
TAHAPAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
T
ahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) secara umum mengikuti alur
seperti diilustrasikan dalam gambar 3. Namun, langkah rinci yang sebaiknya
dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Memantapkan maksud dan memilih topik
Identifikasi permasalahan kelas dan mengumpulkan data awal
Menganalisis faktor penyebab permasalahan
Mempelajari teori pendukung dan/atau penelitian yang relevan
Merumuskan permasalahan penelitian
Menetapkan hipotesis tindakan, yakni hal yang diharapkan terjadi jika suatu
tindakan dilakukan.
Mengembangkan rencana tindakan penelitian
Melaksanakan tindakan perbaikan
Mengumpulkan dan menganalisis data
Melakukan refleksi
Membuat revisi perencanaan berdasarkan refleksi
Pemilihan
topik dan
identifikasi
masalah
Evaluasi
hasil dan
melakukan
refleksi
Tindakan
(menerapkan
rencana)
Interpretasi
data awal dan
merumuskan
masalah
Mengkaji
pustaka dan
membuat
rencana
Gambar 3. Tahapan kegiatan pelaksanaan penelitian kelas
Ada beberapa tahapan yang diperkenalkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan, berikut
ini disajikan perbedaan antara model yang diperkenalkan oleh Richard Sagor, Kemmis dan
Mc Taggart, serta Emily Calhoun.
2
Tahapan
Langkah 1
Kemmis & McTaggart
Sagor
Perencanaan
Perumusan masalah
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Tindakan
Observasi
Refleksi
Langkah 5
Revisi Perencanaan
Pengumpulan data
Analisis data
Melaporkan hasil
analisis
Merencanakan
tindakan
Calhoun
Memilih focus
permasalahan
Mengumpulkan data
Mengorganisasi data
Analisis dan
interpretasi data
Melakukan tindakan
Model yang digunakan dalam bahasan buku ini adalah model Kemmis dan Mc
Taggart yang diadopsi dari model Kurt Lewin yang memperkenalkan empat tahap dalam
pelaksanaan metode penelitian tindakan, yaitu: Perencanaan (planning), Tindakan (action),
Pengamatan (observation), dan Refleksi (reflection). Rencana, merupakan rancangan
tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah perilaku
dan sikap sebagai usulan solusi permasalahan. Tindakan merupakan apa yang dilakukan
oleh guru sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
Observasi, merupakan kegiatan pengamatan atas tindakan yang dilaksanakan atau atau
dikenakan terhadap siswa. Refleksi, merupakan kegiatan mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan proses yang dilakukan dalam kaitannya dengan hasil atau dampak dari
tindakan. Berdasarkan hasil refleksi ini, guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana
awal. Terkait dengan empat tahap tersebut, Kemmis dan McTaggart (1998)
memperkenalkan alur penelitian tindakan sebagai berikut:
Refleksi
Rencana
Observasi
Tindakan
Refleksi
Revisi
Rencana
Observasi
Tindakan
Gambar 4. Spiral penelitian menurut Kemmis dan McTaggart
3
Prosedur tersebut banyak diacu oleh guru dalam melaksanakan PTK dengan membuat
bagan sebagai berikut:
Identifikasi
Permasalahan
Perencanaan
Tindakan
Perbaikan
SIKLUS 1
Refleksi
Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Revisi
Rencana
SIKLUS 2
Refleksi
Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Siklus
selanjutnya
Gambar 5. Siklus dalam prosedur PTK
Pada umumnya pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan pada waktu yang bersamaan
(di kelas), sedangkan perencanaan dan refleksi dilaksanakan di luar kelas, sehingga
prosedur PTK dapat digambarkan sebagai berikut:
Perencanaan
Tindakan dan
Observasi
Refleksi
Revisi Perencanaan
(Siklus selanjutnya)
Gambar 6. Tahapan dalam satu siklus prosedur PTK
Berikut ini dijabarkan pengertian masing-masing tahapan secara rinci.
4
a. Rencana
Perencanaan tindakan perbaikan merupakan tahapan awal yang harus dilakukan
guru sebelum melakukan pembelajaran. Rencana pembelajaran harus dibuat untuk satu
siklus berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi. Pemilihan rencana tindakan harus
didasarkan atas kerangka berpikir yang jelas sehingga diyakini akan dapat menyelesaikan
permasalahan. Rencana tindakan diarahkan untuk menyelesaikan penyebab masalah,
berpandangan kedepan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga. Jika
perencanaan telah dibuat dengan baik, seorang guru akan lebih mudah untuk mengatasi
kesulitan atau hambatan yang dihadapi dan mendorong mereka untuk mengajar lebih
efektif. Guru bersama kolaborator dan siswa harus berdiskusi untuk membangun
pemahaman yang sama dalam menganalisis dan memperbaiki tindakan mereka dalam
situasi yang diharapkan.
b. Tindakan
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat untuk
mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisis penyebabnya pada tahap
awal. Tindakan dapat berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu, menerapkan
strategi pembelajaran baru, melatih teknik bertanya, menggunakan variasi sumber belajar,
dan sebagainya. Tahapan pelaksanaan tindakan tersebut harus diupayakan sesuai dengan
perencanaan pembelajaran yang telah disusun.
c. Pengamatan
Pengamatan atau observasi dibutuhkan untuk melihat, mengumpulkan data, dan
mendokumentasikan proses pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan ini merupakan dasar
pelaksanaan refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan
keadaan yang sesungguhnya. Hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti dalam kegiatan
pengamatan adalah proses tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatanhambatan yang muncul. Instrumen pengumpul data yang umumnya digunakan adalah: tes,
unjuk kinerja, catatan, lembar observasi, pedoman wawancara, angket, alat rekam vidio, alat
rekam audio, dan sebagainya.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi dimaksudkan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan tindakan
yang dilakukan, mengidentifikasi rintangan yang dihadapi, dan menganalisis pengaruh yang
terjadi dengan melakukan tindakan. Refleksi dilakukan setelah guru memperoleh data
pelaksanaan tindakan, dimana peneliti melakukan analisis, sintesis, penafsiran/ interpretasi,
menjelaskan dan menarik kesimpulan berdasarkan data tersebut. Pada umumnya, refleksi
dilakukan setelah beberapa kali pertemuan (pembelajaran). Selanjutnya, guru membuat
revisi terhadap perencanaan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi tersebut. Dengan
demikian, guru dapat memperbaiki kinerja pada pertemuan selanjutnya. Jadi, PTK tidak
dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan saja, rangkaian siklus harus dilakukan berulang
dimana hasil refleksi dibutuhkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada siklus
selanjutnya.
Berikut ini dijelaskan mengenai langkah-langkah pelaksanaan PTK secara rinci,
mulai dari pemilihan topik sampai kegiatan refleksi.
5
1. Pemilihan Topik dan Identifikasi Permasalahan Penelitian
Perumusan permasalahan penelitian merupakan titik tolak dari kegiatan penelitian.
Kegiatan penelitian dilaksanakan karena ada masalah yang harus dipecahkan. Tindakan
dalam PTK dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses belajar
mengajar (PBM). Guru sering terjebak pada pemilihan judul PTK terlebih dahulu sebelum
mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan penelitian. Dengan rumusan masalah yang
jelas, PTK akan dapat dilaksanakan secara lebih terarah. Pemilihan masalah PTK
bergantung pada beberapa faktor, seperti diilustrasikan dalam gambar berikut.
Minat
Kesulitan
Peningkatan
mutu guru
Pemilihan
Topik
Keingintahuan
Situasi yg
tidak jelas
Umpan
balik
Gambar 4. Faktor yang mempengaruhi pemilihan topik dan permasalahan
Alasan memilih topik atau menetapkan fokus masalah sebaiknya
mempertimbangkan beberapa aspek berikut:
a. Pentingnya masalah – apakah informasi yang diperoleh merupakan isu penting
dalam program saya?
b. Relevansi – apakah masalah terlalu lebar? Apa dampak penyelesaian masalah
terhadap mayoritas siswa?
c. Minat Guru – apakah isu ini merupakan hal yang saya minati untuk diteliti?
d. Kelayakan – apakah topik ini dapat diteliti? Apakah saya dapat memperoleh
informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian?
Berikut ini diberikan contoh isian tabel yang dapat digunakan untuk memilih topik dan
permasalahan yang akan diteliti.
Tabel Pemetaan prioritas topik dan permasalahan
Topik
Alasan memilih topik
permasalahan
permasalahan
Interaksi siswa
dalam kelompok
a. Beberapa siswa tidak
aktif dalam kerja
Skala Prioritas
(1 s.d. 6)
prioritas
relevansi
minat
kelayakan
3
4
1
3
6
belajar
Aktivitas siswa
dalam
mengerjakan PR
Kualitas tugas
yang dikerjakan
oleh siswa
kelompok
b. Apakah siswa belajar ?
Beberapa siswa tidak
mengerjakan PR di rumah
4
3
2
3
Pekerjaan yang
dikumpulkan tidak
memadai
3
3
2
3
Identifikasi masalah merupakan bagian yang amat penting dalam membuat
perencanaan PTK, sebab kejelasan permasalahan penelitian yang akan dipecahkan sangat
bergantung pada hasil identifikasi masalah tersebut. Jika identifikasi masalah dapat
dilakukan dengan baik dan teliti, maka pembatasan dan rumusan masalah penelitian akan
dapat dibuat lebih operasional. Khusus untuk PTK, perlu dilakukan kajian penyebab (akar)
masalah sehingga permasalahan mudah dipecahkan. Jika masalah tidak diidentifikasi secara
baik, maka pembatasan dan rumusan masalah menjadi kurang jelas pula, sehingga
pemecahannya akan sulit. Identifikasi masalah ini perlu dilakukan, karena penelitiannya
biasanya dibatasi oleh waktu dan dana, sehingga peneliti perlu melakukan membatasi
masalah penelitian pada fokus tertentu saja yang menurut pertimbangan peneliti sangat
penting untuk diselesaikan. Pemilihan dan pembatasan masalah perlu dilakukan ditinjau
dari segi pertimbangan manfaatnya, kemungkinan memperoleh data secara lengkap dan
kemampuan analisisnya, kemampuan penyelesaiannya, serta dana dan waktu yang tersedia.
Berdasarkan penjabaran tersebut, guru perlu mengikuti rambu-rambu pemilihan masalah
PTK sebagai berikut:
a. pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru, murid, atau sekolah;
b. jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan;
c. pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil.
Pertanyaan yang perlu dijawab untuk menilai pentingnya permasalahan PTK yang telah
dipilih adalah sebagai berikut:
a. isu atau masalah apa yang menarik sehingga perlu dilakukan penelitian ?
b. kenapa perlu dilakukan penelitian terhadap isu/masalah tersebut ?
c. bukti apa yang dapat diperoleh untuk menunjukkan bahwa isu/masalah tersebut
memang perlu diteliti ?
d. Apa yang dapat atau harus saya lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut ?
Masalah PTK dapat bersumber dari kerisauan guru dalam PBM atau hasil
pengamatan langsung seseorang terhadap suatu gejala tertentu dalam PBM. Berdasarkan
hasil pengamatan tersebut dirasakan adanya kesenjangan antara harapan guru dengan
kenyataan yang terjadi, sehingga terdorong untuk memecahkannya. Guru akan menyadari
adanya masalah jika memiliki perasaan tidak puas terhadap praktek pembelajaran yang
dilakukannya selama ini. Masalah penelitian juga dapat diperoleh dengan jalan ditunjukkan
orang lain yang lebih memahami atau lebih ahli dalam suatu bidang tertentu. Masalah PTK
7
harus nyata, artinya masalah tersebut harus muncul dan bersumber dari kasus nyata yang
dihadapi guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Masalah tersebut bertolak dari
sesuatu kasus yang telah terjadi dan menghambat atau mengganggu kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru sehari-hari, sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Permasalahan
PTK dapat bersumber dari siswa, guru, bahan ajar, interaksi pembelajaran, dan hasil belajar
siswa. Masalah tersebut harus spesifik, artinya terfokus pada satu kasus tertentu. Disamping
itu masalah tersebut juga harus dalam jangkauan kemampuan, dan minat guru sebagai
peneliti yang melakukan PTK. Permasalahan sesuai dengan minat guru, terutama sesuai
ketertarikan dan latar belakang kemampuan akademis yang dimiliki peneliti.
Perlu diperhatikan bahwa PTK bukan penelitian eksperimen yang mencobakan suatu
model atau metode pembelajaran yang baru tanpa memperhatikan permasalahan di kelas.
Jadi, permasalahan yang diangkat dalam PTK bukan permasalahan yang disarankan orang
lain, apalagi ditentukan oleh pihak lain yang tidak bersumber dari permasalahan
pembelajaran yang dikelola oleh guru. Masalah yang dibahas dalam PTK harus bersumber
dari pengalaman pribadi yang ganjalan guru/peneliti dalam melaksanakan tugas mengajar
sehari-hari.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa masalah PTK
seharusnya memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a. masalah PTK harus mencerminkan kebutuhan nyata yang dirasakan oleh guru dalam
kaitan dengan praktek pembelajaran di kelas;
b. masalah PTK bukan merupakan suatu dugaan atau anggapan, akan tetapi didasarkan
atas fakta atau kenyataan;
c. masalah PTK bukan merupakan hipotesis, akan tetapi dapat digunakan untuk
merumuskan hipotesis tindakan yang dapat dilaksanakan;
d. masalah PTK harus dibatasi dan dirumuskan secara spesifik agar dapat memberikan
arah penelitian yang jelas dan tidak membingungkan peneliti;
e. masalah penelitian harus relevan dengan bidang keahlian dan minat peneliti serta ada
kemampuan untuk melaksanakannya.
Agar guru dapat menerapkan PTK secara baik dalam upaya memperbaiki dan/atau
meningkatkan layanan pembelajaran secara profesional, maka ia dituntut untuk berani
mengatakan secara jujur mengenai kelemahan yang masih terdapat dalam program
pembelajaran yang dikelolanya. Oleh sebab itu guru harus mampu melakukan refleksi, yaitu
merenungkan (memikirkan kembali) mengenai apa saja yang telah dilakukan dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, guru akan dapat mengidentifikasi permasalahan yang
mendesak untuk diatasi melalui PTK. Masalah yang dipilih sebaiknya memberikan
kontribusi terhadap khasanah kepustakaan dan tidak bersifat mengulang (duplikasi), juga
hendaknya memiliki nilai praktis dalam dunia pendidikan, maupun para praktisi pada
umumnya.
Guru dapat menemukan permasalahan PTK bertolak dari gagasan-gagasan yang
masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Sumber ide dalam
mengidentifikasi permasalahan dapat berasal dari: mengamati aktivitas siswa belajar,
berdiskusi dengan teman sejawat yang mengajar di kelas yang sama, dan memeriksa hasil
pekerjaan siswa. Pada tahap ini, yang paling penting adalah menghasilkan gagasan-gagasan
awal mengenai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas. Berangkat dari gagasangagasan awal tersebut, guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan
8
menggunakan PTK. Untuk membantu guru dalam mengembangkan ide untuk melakukan
PTK, dapat digunakan beberapa pertanyaan berikut:
a. Apakah ada kendala yang terjadi dalam proses belajar mengajar?
b. Apa hal tersebut menjadi keprihatinan saya?
c. Mengapa anda memprihatinkan hal tersebut?
d. Bagaimana saya menjelaskan tentang permasalahan tersebut secara lebih berarti?
e. Bukti-bukti apa yang dapat anda kumpulkan agar dapat membuat penilaian tentang
kondisi yang terjadi?
f. Bagaimana saya mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
g. Bagaimana saya melakukan pengecekan terhadap kebenaran dan keakuratan tentang
apa yang telah terjadi?
h. Unsur apa yang paling penting untuk diatasi dari kendala tersebut?
i. Apa yang menyebabkan permasalahan tersebut terjadi?
j. Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Ditinjau dari paradigma proses pendidikan, yaitu: input, proses, dan output, maka
sumber permasalahan PTK dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. masalah yang berkaitan dengan input dapat bersumber dari: siswa, guru, sumber
belajar, materi pelajaran, prosedur evaluasi, dan lingkungan belajar;
b. masalah yang berkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar dapat bersumber
dari: interaksi belajar mengajar, aktivitas belajar dan implementasi model/strategi/
metode pembelajaran;
c. masalah yang berkaitan dengan output dapat bersumber dari: hasil belajar siswa,
daya ingat siswa, sikap siswa, dan motivasi siswa.
Pada umumnya permasalahan PTK dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu:
a. masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas;
b. masalah proses belajar mengajar;
c. masalah pengembangan atau penggunaan sumber-sumber belajar;
d. masalah yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi sosial dan profesionalitas.
Masalah PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas, antara lain terkait dengan upaya
meningkatkan:
1) minat dan motivasi siswa belajar
2) keterlibatan siswa dalam belajar
3) interaksi antar siswa dan siswa-guru
4) kontrol terhadap siswa
Masalah PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar, antara lain dapat dilakukan
dalam rangka:
1) menerapkan berbagai model/strategi/metode untuk efektivitas pembelajaran
2) mengembangkan kurikulum
3) meningkatkan kemampuan siswa menyerap materi pembelajaran
4) memperbaiki metode evaluasi
9
Masalah PTK yang dikaitkan dengan pengembangan atau penggunaan sumber-sumber
belajar, antara lain dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan:
a. model atau alat peraga
b. laboratorium, perpustakaan, dan lingkungan belajar lainnya
c. nara sumber sebagai sumber belajar
d. perangkat dan sumber belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Masalah PTK yang dikaitkan dengan peningkatan kompetensi sosial dan profesional, antara
lain dapat dilakukan dalam rangka:
1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua
2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar
3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa
4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional
2. Analisis dan Perumusan Masalah PTK
Setelah dilakukan identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis dan pemilihan masalah. Hasil identifikasi masalah hanya memberikan gambaran
tentang bermacam-macam masalah dalam suatu kerangka sistem tertentu. Mungkin masalah
yang dihadapi guru/peneliti cukup banyak, sehingga peneliti harus memilih dan menentukan
prioritas dari sekian masalah yang dihadapi. Peneliti dituntut untuk menganalisis dan
memilih serta menentukan masalah penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Masalah
penelitian yang dipilih hendaknya benar-benar merupakan kebutuhan nyata yang mendesak
untuk diselesaikan.
Setelah peneliti memilih dan menentukan prioritas masalah yang akan dipecahkan,
kemudian peneliti menganalisis masalah tersebut dan sekaligus menentukan faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab utama. Upaya menganalisis penyebab masalah dapat
menggunakan metode analisis akar masalah (root cause analysis) dengan mempertanyakan:
kenapa masalah tersebut terjadi? Misalnya, permasalahan yang ditemukan adalah tidak
aktifnya siswa dalam belajar. Analisis akar masalah dilakukan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan berkesinambungan sebagai berikut:
Pertanyaan 1 : Kenapa siswa tidak menjawab pertanyaan guru?
Jawaban 1 : Karena tidak memahami materi ajar
Pertanyaan 2 : Kenapa siswa tidak memahami materi ajar?
Jawaban 2 : Karena siswa tidak belajar
Pertanyaan 3 : Kenapa siswa tidak belajar?
Jawaban 3 : Karena tidak minat mempelajari materi yang diajarkan
Jika, jawaban terakhir dirasakan merupakan penyebab permasalahan, maka akar masalah
persoalan tersebut adalah siswa tidak minat belajar. Perlu diperhatikan bahwa beberapa
masalah yang diidentifikasi kemungkinan disebabkan oleh satu akar masalah saja. Oleh
sebab itu, sebaiknya guru membuat tabel masalah dan akar masalah serta solusi alternatif
yang dapat dilakukan, seperti diilustrasikan pada tabel 2.
10
Tabel 2. Contoh masalah, akar masalah, dan solusi alternatif
Masalah
Akar Masalah
Solusi Alternatif
Siswa tidak berpartisipasi
Menerapkan pendekatan belajar
dalam belajar di kelas
Siswa tidak
siswa aktif
berminat
Siswa tidak dapat
Menggunakan pembelajaran
menjawab pertanyaan guru belajar
aktif, kreatif, efektif, dan
menarik (PAKEM)
Hasil belajar siswa rendah
Memperbaiki pengelolaan kelas
Deskripsi analisis akar masalah sebaiknya dibuat cerita, misalnya: masalah PTK
yang diidentifikasi adalah pertanyaan guru yang tidak terjawab oleh siswa. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pertanyaan yang disusun guru terlampau panjang dan kurang
jelas. Selain itu, guru sering langsung meminta jawaban setelah mengajukan pertanyaan,
dan kadang-kadang langsung mengarahkan pertanyaan tersebut kepada siswa tertentu
sehingga siswa yang lain tidak memperhatikan pertanyaan tersebut. Akibatnya hampir
selalu pertanyaan tidak terjawab dan guru tersebut sering harus menjawab pertanyaannya
sendiri atau melupakan pertanyaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penyebab
pertanyaan guru yang tidak terjawab adalah:
a. pertanyaan terlampau panjang dan tidak jelas
b. guru tidak memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir
c. guru sering mengajukan pertanyaan dengan menunjuk kepada siswa tertentu.
Jika dikaji secara cermat ternyata ketiga penyebab permasalahan tersebut berhubungan
dengan pembelajaran, dalam hal ini keterampilan dasar mengajar, yaitu keterampilan
bertanya. Oleh karena itu, tindakan perbaikan yang harus dilakukan guru adalah
meningkatkan keterampilan bertanya.
Perhatikan bahwa dalam mengidentifikasi masalah berdasarkan data, perlu
dilakukan diagnosis terhadap data yang telah dimiliki oleh guru sebagai dasar penetapan
permasalahan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk identifikasi masalah berdasarkan data
adalah:
a. data apa yang saya miliki ?
b. apa yang dapat dijelaskan untuk permasalahan berdasarkan data yang dimiliki ?
c. pertanyaan apa lagi yang dapat dijelaskan dengan menggunakan data yang saya
miliki ?
Selanjutnya peneliti harus merumuskan masalah PTK yang mencakup permasalahan
dan solusi yang diajukan, sehingga arah penelitian menjadi jelas dan tidak menimbulkan
kerancuan
dalam
pelaksanaannya.
Rumusan
masalah
merupakan
upaya
mengoperasionalkan masalah PTK untuk memperjelas rencana penyelesaian masalah. Oleh
sebab itu, guru sebagai peneliti perlu mengkaji teori yang relevan atau penelitian pendukung
untuk membangun kerangka berfikir (konseptual) yang membuatnya yakin akan solusi yang
diusulkan. Solusi yang diusulkan hendaknya sesuai dengan karakteristik siswa, agar siswa
dapat berperan serta dalam membantu guru mencapai tujuan yang diinginkan. Rumusan
masalah PTK harus bersifat jelas, spesifik, dan operasional. Rumusan masalah yang seperti
ini akan membantu guru di dalam menetapkan tindakan perbaikan yang perlu dilakukannya,
jenis data yang perlu dikumpulkan, prosedur perekaman datanya, serta cara
11
menginterprestasikannya. Jadi, tahapan perumusan masalah sebaiknya dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Analisis proses dan hasil belajar siswa, dapatkan data awal (baseline)
b. Lakukan refleksi tentang strategi pembelajaran yg diterapkan oleh guru
c. Pertimbangkan apakah masalah yang dipilih dapat dikontrol oleh guru
d. Analisis penyebab masalah dan ajukan solusi untuk memperbaiki permasalahan
e. Pertimbangkan sumberdaya yang tersedia
f. Pertimbangkan apakah tujuan perbaikan dapat dicapai
g. Pertimbangkan apakah tindakan solusi sesuai dengan karakteristik siswa
Sebelum masalah dirumuskan, perlu dideskripsikan latar belakang masalah
penelitian secara jelas, baik latar belakang yang bersifat teoritis maupun yang bersifat
empirik. Latar belakang empirik mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran dengan dukungan data yang jelas. Sedangkan latar belakang teoritis
mengungkapkan landasan teori dan kerangka berfikir atas usulan pemecahan masalah
pembelajaran di kelas. Kemudian peneliti dapat merumuskan masalah penelitiannya dengan
jelas berdasarkan pada latar belakang masalah penelitian yang dideskripsikan tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan permasalahan atau pertanyaan
penelitian adalah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi perubahan yang diinginkan, 2)
merumuskan pertanyaan secara sfesifik dan dapat diukur, 3) memperkirakan jenis data yang
akan dikumpulkan, 4) menilai apakah tindakan dapat dilakukan dalam waktu yang tersedia.
Rumusan masalah PTK seharusnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya yang padat dan jelas;
b. menunjukkan masalah dan usulan solusi permasalahan secara jelas, operasional, dan
spesifik;
c. menunjukkan spesifikasi populasinya;
d. bersifat realistis, sehingga memungkinkan dikumpulkan data secara empirik untuk
memecahkan permasalahan;
e. memiliki manfaat praktis bagi pengembangan profesi guru.
Hindari mengajukan pertanyaan yang terlalu luas sehingga sulit dicari jawabannya,
misalnya: kenapa siswa saya malas belajar ? Perhatikan bahwa kata “malas” bersifat
subyektif dan sulit diukur. Pertanyaan seperti ini tidak mengarahkan guru untuk
memperbaiki pembelajaran di kelas. Contoh pertanyaan lain yang juga kurang berbobot:
kenapa siswa saya tidak mengerjakan PR ? Pertanyaan ini dapat diperbaiki sebagai berikut:
kenapa sebagian PR dikumpulkan oleh siswa, dan sebagian lagi tidak dikumpulkan ? Pada
kasus ini, guru harus mengumpulkan data pendukung menggunakan angket untuk
mengetahui kenapa siswa tidak mengumpulkan sebagian PR.
Pada umumnya rumusan permasalahan menggambarkan bidang studi atau mata
pelajaran yang merupakan keahlian peneliti. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengecek kriteria rumusan permasalahan berdasarkan karakteristik tersebut adalah sebagai
berikut:
12
Tabel 3. Pertanyaan untuk mengecek kelayakan rumusan masalah PTK
Komponen
Pertanyaan
Populasi
Siapa yang dipengaruhi dengan melaksanakan kegiatan?
Bidang kajian
Jenis permasalahan apa yang diidentifikasi?
Kajian apa yang ditekuni peneliti?
Masalah
Apa yang akan ditingkatkan dengan melakukan
kegiatan?
Apa yang dicurigai merupakan penyebab masalah?
Solusi
Apa yang diusulkan untuk mengatasi permasalahan?
Berikut ini diberikan beberapa contoh rumusan masalah PTK.
a. Apakah melalui diskusi kelompok dengan topik yang bervariasi, siswa akan aktif dan
kreatif ?
b. Apakah pembelajaran dengan saling mengoreksi dapat meningkatkan minat belajar dan
prestasi belajar siswa ?
c. Bagaimana menerapkan metode tutorial sebaya untuk meningkatkan kompetensi siswa
kelas 8 SMP Negeri 3 Medan dalam menyelesaikan persoalan suhu dan kalor ?
d. Bagaimana menggunakan latihan tanya jawab untuk dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam berbicara dan menyimak di sekolah dasar ?
e. Apakah penggunaan media interaktif dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman
siswa kelas VII SMP Negeri 4 Medan dalam pembelajaran fisika ?
f. Bagaimana menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based
Learning) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan permasalahan fisika di kelas X
SMAN 5 Medan ?
Perlu diperhatikan bahwa rumusan masalah PTK seharusnya tidak dijawab dengan YA atau
TIDAK, tetapi menghasilkan jawaban berupa proses yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan. Jadi, untuk contoh rumusan masalah pada butir c di atas, jawaban yang
diharapkan adalah tahapan penggunaan media interaktif dalam upaya meningkatkan
motivasi dan pemahaman siswa. Perhatikan juga bahwa judul PTK mungkin tidak memuat
lokasi penelitian seperti pada contoh a, b, dan d. Dalam kasus tersebut, penjelasan tentang
tempat penelitian dijabarkan dalam bagian metode penelitian. Upaya memperoleh rumusan
permasalahan PTK yang memadai dapat dilakukan dengan melakukan diskusi tentang
rumusan masalah yang telah dibuat dengan teman sejawat yang berpengalaman atau pihak
lainnya, lalu merevisi rumusan sesuai dengan masukan.
Judul PTK dapat disusun dengan memperhatikan rumusan permasalahan, terkait
dengan permasalahan di atas, dapat dibuat judul penelitian:
a. Peningkatan kompetensi siswa kelas 8 SMP Negeri 3 Medan dalam menyelesaikan
persoalan suhu dan kalor dengan menerapkan metode tutorial sebaya
b. Implementasi latihan tanya jawab untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa SD
Hang Tuah Medan dalam berbicara dan menyimak
c. Penggunaan media pembelajaran fisika interaktif untuk meningkatkan motivasi dan
pemahaman siswa kelas VII SMP Negeri 4 Medan
d. Peningkatan kemampuan siswa kelas X SMAN 5 Medan dalam memecahkan masalah
dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning)
dalam pembelajaran fisika.
13
3. Mengkaji Teori dan Menetapkan Hipotesis Tindakan
Mengkaji teori sangat bermanfaat dalam menentukan solusi dan kebutuhan
perumusan hipotesis tindakan. Sebagai contoh, dalam permasalahan belajar bahasa Inggris
diketahui bahwa dari penelitian sebelumnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat keberhasilan siswa, yakni:
Pengetahuan tentang tata bahasa
Penguasaan kosakata
Motivasi belajar
Kemampuan mengolah kata
Pengaruh kritik orang lain
Variasi intonasi suara guru
25%
15%
25%
15%
15%
5%
Berdasarkan kajian tersebut, peneliti dapat lebih fokus terhadap upaya meningkatkan
motivasi siswa dan kompetensi dalam menguasai tata bahasa. Namun jika permasalahan di
kelas ternyata penguasaan kosakata yang menjadi masalah utama, maka guru sebaiknya
juga berupaya meningkatkan penguasaan kosa kata siswa. Secara umum, teori atau hasil
penelitian terdahulu dapat dimanfaatkan untuk mengetahui faktor apa saja yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan solusi dan membuat rumusan hipotesis.
Perumusan hipotesis yang sahih seharusnya diturunkan dari kajian teori, kajian
penelitian yang relevan, dan diskusi dengan para pakar. Analisis kelayakan suatu hipotesis
sangat diperlukan, sebab akan menentukan keberhasilan tujuan penelitian. Hipotesis
tindakan dalam PTK sedikit berbeda dengan hipotesis pada penelitian konvensional
(formal) yang pada umumnya bersifat kuantitatif dan umumnya mengarah pada masalah
hubungan sebab akibat dan perbedaan. Hipotesis PTK lebih ditekankan pada perumusan
tindakan perbaikan dan bersifat deskriptif kualitatif. Guru sebagai peneliti perlu
menganalisis kelayakan hipotesis, mungkin dengan bantuan peneliti yang lebih ahli atau
pembimbing. Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk
menghasilkan perbaikan yang dinginkan. Tentu saja, perumusan hipotesis tersebut dibuat
berdasarkan landasan berfikir (konseptual) yang dibangun berdasarkan landasan teori yang
jelas. Tahapan yang sebaiknya diikuti dalam merumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai
berikut:
a. Memilih alternatif tindakan berdasarkan analisis akar masalah dan solusi alternatif yang
telah diusulkan. Peneliti sebaiknya memilih alternatif tindakan yang sesuai dengan akar
masalah yang dihadapi dan merupakan alternatif terbaik secara teoritis maupun menurut
pendapat peneliti.
b. Menetapkan prosedur tindakan dan kemungkinan pencapaian keberhasilan tindakan
yang dipilih. Pengajuan hipotesis hendaknya berisi alasan atau prosedur implementasi
tindakan yang dipandang optimal untuk melaksanakan perbaikan.
Untuk lebih jelas, cermati kasus berikut beserta hipotesis tindakan yang diusulkan.
a. Kasus: Siswa-siswa sangat sulit dalam menganalisis wacana utama sebuah teks
bacaan. Guru menganalisis masalah dan menyimpulkan bahwa siswa tidak mampu
memilah dan memilih pokok kalimat dalam memahami makna bahan bacaannya.
Sedangkan guru sendiri belum memberikan pengalaman belajar yang tepat untuk
14
mengatasi permasalahan tersebut. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan adalah
menugaskan siswa membaca teks dan menceritakan wacana utama dari teks tersebut
dengan bahasa sendiri. Berdasarkan kajian teori, guru mempelajari bahwa kasus
tersebut dapat diatasi dengan memberikan peta konsep yang mendeskripsikan tema
dan kalimat pendukung lainnya terkait konteks bacaan.
b. Hipotesis tindakan: Jika pembelajaran analisis wacana teks dilakukan dengan
menggunakan peta konsep yang menggambarkan hubungan tema utama kalimat
dengan kalimat lainnya, maka mereka siswa akan mampu menemukan wacana
sebuah teks bacaan secara cepat. Untuk mensukseskan aktivitas belajar tersebut,
guru juga perlu meningkatkan teknik evaluasi yang dapat memberikan dampak pada
peningkatan pembelajaran siswa.
Contoh lain dari rumusan hipotesis adalah sebagai berikut:
Hipotesis: Jika tingkat kekritisan pertanyaan siswa dijadikan penilaian kualitas partisipasi
mereka, maka motivasi dan kemampuan mengajukan mereka dalam
mengajukan pertanyaan kritis akan meningkat.
Perhatikan bahwa rumusan hipotesis tindakan lebih rinci daripada rumusan hipotesis
penelitian eksperimen. Hipotesis tindakan tidak diwajibkan dalam sebuah usulan PTK,
namun sebaiknya dirumuskan agar peneliti dapat membuat perencanaan secara lebih
terarah.
4. Pembuatan Rencana Tindakan Perbaikan
Langkah utama dalam membuat perencanaan tindakan diilustrasikan dalam gambar
5.
Formasi
Solusi:
Hipotesis
Analisis
Kelayakan
Solusi
Rancangan
Tindakan
Gambar 5. Tahapan utama pembuatan rencana tindakan
Tabel 4. Tahapan dan Deskripsi Rencana Tindakan
Tahapan
Deskripsi
Formulasi solusi dalam
Penjelasan tentang perumusan hipotesis tindakan
bentuk hipotesis tindakan sudah dijelaskan sebelumnya. Pada langkah ini
peneliti merumuskan gagasan-gagasan
pemecahan masalah bagi faktor penyebab utama
masalah dengan mengumpulkan data dan
menafsirkan untuk mempertajam gagasan
15
tersebut dan kemudian merumuskan hipotesis
tindakan sebagai pedoman tindakan yang akan
dilakukan.
Analisis kelayakan solusi
Pada langkah ini peneliti mengkaji kelayakan
tindakan yang telah dirumuskan dalam hipotesis
tindakan. Analisis kelayakan dapat dilakukan
dengan mengkaji kepustakaan yang relevan,
berdiskusi dengan kolega, atau berdiskusi dengan
peneliti yang lebih kompeten. Kemudian, peneliti
harus menentukan strategi tindakan yang
dianggap tepat.
Menyusun rancangan
persiapan tindakan
Pada langkah kegiatan ini, peneliti
mempersiapkan kebutuhan untuk melakukan
tindakan sebagai solusi masalah yang ditetapkan.
Rencana tindakan dibuat secara rinci setelah peneliti mengkaji teori dan menetapkan
landasan berfikir serta hipotesis tindakan (bersifat opsional). Perencanaan PTK merupakan
suatu skenario atau program kerja yang akan dilakukan pada saat pelaksanaan PTK.
Perencanaan tindakan meliputi semua langkah tindakan secara rinci, segala keperluan
pelaksanaan PTK (materi atau bahan ajar, metode mengajar, serta teknik dan instrumen
observasi), dan perkiraan kendala yang mungkin timbul pada pelaksanaan. Perencanaaan
yang harus dipersiapkan oleh guru sebagai peneliti berkaitan dengan persiapan: rencana
tindakan yang disusun sebagai rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), indikator
keberhasilan, instrumen penelitian, rencana diagnosis atau analisis data, dan hal-hal lain
yang diperlukan pada saat penelitian. Rencana tindakan disusun dalam upaya menjawab
pertanyaan penelitian, dengan menjawab pertanyaan berikut:
a. apa fokus pembelajaran (instruksional) ?,
b. strategi apa yang akan digunakan ?,
c. apa yang ingin diubah dari siswa ?,
d. apa yang perlu dilakukan untuk membuat perubahan tersebut ?
Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membantu menetapkan fokus masalah,
perubahan yang diinginkan, dan strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan
masalah adalah sebagai berikut:
a. Saya ingin meningkatkan …………...
b. Saya bingung terhadap……………….
c. Siswa kurang senang dengan ……..........
d. Saya curiga terhadap ……………………
e. Saya ingin mempelajari …………..
f. Saya ingin mencoba ide ……………
g. Saya tertarik melakukan ………………...
h. Sesuatu yang perlu saya perbaiki adalah ……………...
16
Secara rinci kegiatan membuat rancangan persiapan PTK meliputi komponen
kegiatan, antara lain:
a. Merancang model/strategi/metode/teknik perbaikan sesuai dengan permasalahan,
rencana kegiatan tindakan dan keadaan atau situasi kelas.
b. Mengatur langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan.
c. Mengidentifikasi komponen-komponen pendukung yang diperlukan
d. Melakukan pengaturan jadual dan penyusunan jadual kegiatan yang akan
dilaksanakan
e. Menyusun rincian desain tindakan sesuai dengan rencana jadual kegiatan yang akan
dilakukan.
Keberhasilan PTK ditentukan oleh kematangan perencanaan yang dibuat untuk
mengatasi permasalahan. Tujuan PTK tidak akan tercapai secara optimal jika
perencanaannya kurang matang dan tidak berpatokan pada pokok-pokok permasalahan serta
tidak disertai rencana diagnosis yang sesuai. Perencanaan disusun dengan merujuk pada
tujuan, menetapkan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, dan hasil yang
diharapkan. Langkah-langkah persiapan yang perlu dilakukan adalah:
a. Menentukan siapa saja yang terlibat dalam kegiatan penelitian,
b. Menentukan tindakan perbaikan program atau gambaran singkat tentang perubahan
khusus yang dirancang untuk dilakukan,
c. Membuat garis besar rencara secara jelas dan jadwal kerjanya,
d. Menyusun rumusan mengenai kerja yang akan dilakukan dalam keseluruhan kegiatan
PTK, misalnya: pembuatan RPP dalam rangka implementasi tindakan, persiapan
fasilitas dan sarana pendukung,
e. Mendeskripsikan rencana belajar (misalnya, mengadakan simulasi kerja kelompok),
f. Menjabarkan cara melakukan observasi/monitoring pelaksanaan tindakan, yakni
menggunakan lembar observasi, membuat cacatan lapangan, menggunakan kamera
video, perekam suara (tape recorder), dan sebagainya,
g. Merencanakan metode/teknik analisis data tentang proses dan hasil tindakan,
h. Menentukan bukti yang akan dijadikan sebagai indikator untuk mengukur pencapaian
pemecahan masalah (indikator dan deskriptor dari variabel yang diukur),
i. Mengilustrasikan tentang cara mengumpulkan data dan bagaimana data itu dapat
menjelaskan apa yang terjadi dalam tindakan awal dan memberikan umpan balik pada
tahap berikutnya.
Daftar centang yang perlu dibuat untuk mengecek rencana tindakan adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Pengecekan kelengkapan rencana tindakan
No Deskripsi tentang perencanaan
1
rencana pelaksanaan pembelajaran dengan
metode yang sesuai
2
jadwal pelaksanaan kegiatan
3
kejelasan pihak yang dilibatkan dalam
pelaksanaan tindakan
4
instrumen dan teknik yang diperlukan untuk
mengumpulkan data
Ada
tidak
17
5
6
7
cara mengolah data
evaluasi hasil belajar
indikator keberhasilan tindakan
5. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan (RPP) yang telah
dipersiapkan. Peneliti dapat melakukan modifikasi untuk menjamin tercapainya tujuan.
Modifikasi tersebut pada umumnya dilakukan dengan adanya dinamika proses belajar
mengajar dan respon siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru. Namun garis besar
rencana tindakan jangan diubah agar arah perbaikan tetap dapat dilaksanakan dan
dikendalikan. Guru sebagai peneliti harus melakukan pengelolaan dan pengendalian agar
tidak terjadi penyimpangan prosedur atau skenario belajar yang mungkin menghambat
pelaksanaan tindakan perbaikan. Pengamat membantu guru dalam mencatat atau
mengobservasi kegiatan belajar mengajar selama pelaksanaan tindakan. Beberapa
pertanyaan yang dapat diajukan untuk menguji tindakan adalah sebagai berikut:
a. bukti apa yang dapat diperoleh untuk menunjukkan bahwa tindakan saya
berpengaruh terhadap isu/permasalahan yang diteliti ?
b. bagaimana saya menjelaskan pengaruh tindakan terhadap isu/permasalahan tersebut
?
c. bagaimana saya yakin bahwa tindakan, analisis, dan kesimpulan saya cukup akurat ?
6. Observasi
Observasi dilakukan ketika peneliti melaksanakan proses belajar mengajar yang
merupakan tindakan perbaikan. Observasi dilakukan sebagai upaya untuk merekam segala
peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan itu berlangsung, namun tidak boleh
mengganggu kegiatan belajar mengajar. Guru dapat melaksanakan observasi dalam PTK
secara mandiri tanpa dibantu teman sejawat, namun kemungkinan ada hal-hal yang luput
dari perhatian yang dibutuhkan dalam melakukan refleksi. Sebaiknya guru meminta teman
sejawat dalam satu bidang ilmu untuk memantau atau melakukan observasi ketika peneliti
mengajar. Keterlibatan pihak lain dalam melakukan observasi juga akan menambah
validitas penelitian yang dilakukan, yakni dengan memperoleh data dari sudut pandang
yang berbeda. Pengamat dapat menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan oleh
peneliti, namun perlu juga mencatat hal-hal yang mungkin dapat digunakan untuk
melakukan intrepretasi atau pemaknaan data pada saat refleksi. Hal ini dimaksudkan agar
dapat diperoleh gambaran secara utuh terhadap peristiwa yang diamati. Sasaran pelaksanaan
observasi adalah:
a. mengecek kesesuaian tindakan dengan perencanaan,
b. mengecek sejauhmana pengaruh tindakan terhadap hasil yang diharapkan,
c. melihat dampak lain yang muncul selama tindakan.
Agar pelaksanaan observasi lebih terarah, sebelum melakukan observasi peneliti dan
pengamat harus dapat menjawab beberapa pertanyaan berikut:
18
a.
b.
c.
d.
e.
Apa tujuan observasi ?
Apa fokus observasi ?
Siapa yang akan diobservasi (guru atau siswa) ?
Bagaimana metode observasi yang dipilih ?
Bagaimana memanfaatkan data hasil observasi ?
Observasi kelas akan memberi manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan
diskusi balikan (review discussion). Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap
dan relevan untuk kebutuhan penelitian. Rekan sejawat sebagai pengamat sebaiknya
diminta untuk melakukan pengamatan secara umum, memusatkan perhatian pada suatu
fokus tertentu, dan mencatat sesuatu insiden penting yang mungkin luput dari perhatian
guru sebagai aktor tindakan. Guru atau pengamat juga dapat melakukan verifikasi pada
siswa ketika proses belajar mengajar telah selesai dilaksanakan. Pelaksanaan diskusi balikan
sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi, agar guru dan pengamat tidak
melupakan kejadian dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Diskusi tersebut
sebaiknya bertolak dari rekaman yang dibuat oleh pengamat dan diinterpretasikan bersama
guru sebagai aktor tindakan perbaikan dan pengamat dengan kerangka pikir tindakan
perbaikan. Hasil diskusi akan digunakan sebagai bahan refleksi sehingga pembahasan hasil
observasi sebaiknya mengacu pada tujuan penelitian dan pengembangan strategi perbaikan
untuk menentukan perencanaan berikutnya.
7. Evaluasi dan Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengacu kepada data PTK berkaitan dengan
tindakan yang dilakukan guru (peneliti) melalui kegiatan pembelajaran di kelas, aktivitas
siswa dalam pembelajaran, suasana kelas, dan berbagai aktivitas yang terjadi selama
berlangsungnya pembelajaran di kelas selama kegiatan PTK. Jadi, refleksi harus dimulai
dengan melakukan evaluasi proses pembelajaran dengan menganalisis data proses belajar
mengajar dan kemungkinan dampaknya terhadap hasil belajar. Pada umumnya data proses
belajar mengajar adalah data kualitatif yang diperoleh berdasarkan observasi, sedangkan
data hasil belajar adalah data kuantitatif yang diperoleh berdasarkan tes atau teknik
penilaian lain (fortofolio, penilaian kinerja, dan sebagainya). Analisis data kualitatif
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) reduksi data atau penyerhanaan data, (2) paparan
data, (3) mencari hubungan atau pola, dan (4) membuat kesimpulan. Reduksi data dilakukan
melalui seleksi, pemfokusan, pengabstraksian data menjadi informasi bermakna. Paparan
data harus dilakukan secara terorganisir dalam bentuk naratif, tabel, atau paparan grafik,
dan sebagainya. Tahap selanjutnya adalah melakukan interpretasi data dan mencari pola
hubungan antar data atau melihat kemungkinan adanya kecenderungan tertentu. Kesimpulan
atas paparan dan interpretasi data merupakan proses pengambilan intisari yang dilakukan
dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat tetapi
mengandung pengertian yang luas. Analisis data dapat memberikan informasi tentang
seorang siswa, kelompok siswa, proses belajar mengajar, hasil penilaian, indikator kinerja,
dan sebagainya.
Hasil analisis data pada umumnya dilaporkan secara tertulis dan hendaknya
mencakup ulasan lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan bersama
pelaksanaan pemantauannya serta perubahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar.
19
Analisis data merupakan dasar untuk pelaksanaan refleksi dalam PTK. Refleksi pelaksanaan
tindakan dilakukan untuk mengkaji proses yang dilakukan dan dampaknya terhadap
aktivitas dan hasil belajar siswa. Selanjutnya, hasil refleksi tersebut digunakan untuk
menetapkan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan PTK. Kegiatan
refleksi dimaksudkan untuk menemukan apa yang terjadi, refleksi kekuatan dan kelemahan
tindakan yang dilakukan, mengidentifikasi rintangan yang dihadapi, meramalkan pengaruh
yang mungkin terjadi. Jadi, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau
kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menemukan tindak lanjut dalam
rangka mencapai tujuan akhir. Langkah-langkah pelaksanaan refleksi adalah sebagai
berikut:
a. melakukan analisis data hasil observasi. Pada langkah ini guru harus mengingat
kembali apa yang telah dilakukan selama KBM dalam upaya melakukan evaluasi
tindakan yang telah dilakukan dalam pembelajaran;
b. menjelaskan tindakan dan dampaknya. Pada langkah ini guru harus memeriksa
kembali praktek pembelajaran berdasarkan tujuan PTK. Guru sebaiknya melakukan
pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tindakan dan skenario pembelajaran yang
telah dilakukan. Guru perlu bertanya pada siswa tentang kesan dan pendapat tentang
pembelajaran yang dilakukan.
c. membuat usulan perbaikan untuk pelaksanaan pembelajaran pada siklus selanjutnya.
Guru sebaiknya bertanya pada siswa untuk usulan perbaikan pembelajaran dan
mempertimbangkan usulan tersebut sepanjang tidak mengubah tindakan utama yang
sedang diteliti. Pada langkah ini guru harus memutuskan tindakan perbaikan yang
akan dilakukan berdasarkan kelemahan dan kendala yang ditemui pada tindakan
sebelumnya.
Deskripsi pelaksanaan refleksi secara rinci seharusnya dijabarkan pada laporan penelitian
tindakan kelas. Berikut ini diberikan table yang sebaiknya digunakan dalam melakukan
refleksi dalam laporan hasil PTK.
Deskripsi Tindakan
Analisis dan Refleksi
Rencana Perbaikan
Tindakan
Siklus I
Siklus II
20
DAFTAR PUSTAKA
Bales, R. F. (1950). A set of categories for the analysis of small group interaction. American
Sociological Review, 15, p. 258.
Calhoun, E. (1994). How to use action research in the self-renewing school. Alexandria,
VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Croxton, F.E. , Cowden, D.J., & Klein, S. (1988). Apllied General Statistics (3rd Ed). New
Delhi: Prentice Hall of India.
Hopkins, D. (1992). A Teachers Guide to Classroom Research, Milton Keynes: Open
University.
Kemmis, S. & Mc Taggart, R, (1992). The Action Research Planner. Victoria: Deakin
University Press.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis: an expanded
sourcebook (2nd ed.). California: SAGE Publications.
Sagor, R. (2000). Guiding School Improvement with Action Research. Virginia: Association
for Supervision and Curriculum Development.
Salmani-Nodoushan, M.A & Alavi, S.M. (2004). APA Style And Research Report Writing,
Tehran: Zabankadeh Publications.
Tuckman, B.W. (1978). Conducting Educational Research. New york: Javanovich, Inc.
Wallace, M.J. (1999). Action Research for language Teachers. Cambridge: Cambridge
University Press.
21
FORMAT LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Lembar Pengesahan
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I
A.
B.
C.
D.
E.
BAB II
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah dan Analisis Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
KAJIAN TEORITIK
A. Kajian Teori
B. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan (jika ada) dan hasil diskusi
(dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti)
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
BAB III
A.
B.
C.
D.
E.
METODE PENELITIAN TINDAKAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Subjek Penelitian
Prosedur Penelitian
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Analisis data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Pelaksanaan Tindakan
B. Observasi dan Interpretasi
C. Diskusi Balikan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan (jelas, lengkap, sesuai dengan data yang ada)
B. Saran (kelemahan yang ada, objektif, tidak terkesan mencari-cari dari luar
penelitian)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN (RPP, TES, CONTOH PEKERJAAN SISWA (misal: jawaban ujian essay),
SAMPEL LEMBAR KERJA SISWA, LEMBAR OBSERVASI, FOTO KEGIATAN,
22
CATATAN LAPANGAN, DAFTAR HADIR SISWA, PERHITUNGAN DARI DATA
LAPANGAN DLL)
23
CONTOH LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (1)
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
1. Judul
2. Ketua
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Pangkat, Golongan, NIP
c. Bidang Studi
d. Nama Sekolah
e. Alamat rumah
3. Nama Observer
4. Nama Pembimbing
5. Waktu Pelaksanaan
Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai Melalui Metode
Demonstrasi.
Sudiran, S.Pd
Penata TK I, III/D, 132221273
IPA – Fisika
SMP Negeri 2 Hinai
Jl. Pesantren, Kompleks PP Darussa’adah P.
Susu. Kode Pos. 20858.
1. Drs. Ardawansyah
2. Irwan Rizal, S.Pd
Drs. Eddyanto, M.Sc., Ph.D
Bulan September s.d Nopember 2008
Medan, Nopember 2008
Peneliti
Pembimbing
Drs. Eddyanto, M.Sc., Ph.D
NIP. 132088610
Sudiran, S.Pd
NIP. 132221273
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian Unimed
Mengetahui,
Kepala SMP Negeri 2 Hinai
Dr. Ridwan A. Sani, M.Si
NIP. 131772614
Robbi Rezeki, M.Pd
NIP. 132159201
24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Siswa sudah mengenal istilah listrik karena hampir semua tempat tinggal dan lingkungan
mereka ada listrik. Bahkan berbagai bentuk permainan yang mereka miliki dan mainkan sehari-hari
juga berkaitan dengan listrik, seperti mobil-mobilan yang menggunakan baterai, dan masih banyak
lagi mainan lain yang menggunakan listrik sebagai sumber penggeraknya. Namun, pengetahuan
mereka tentang listrik hanya sebatas akibat yang ditimbulkannya, seperti listrik dapat menyalakan
bola lampu dan dapat menjalankan alat-alat listrik lainnya, tanpa tahu apa yang menyebabkan
adanya listrik itu. Mereka juga tahu tentang arus listrik yang mengalir, tetapi hanya sebatas
mengalirnya seperti air. Jika ditanya, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi supaya terjadi arus
listrik, mereka tidak dapat menjawab. Ada juga yang menjawab dengan mengidentikkannya seperti
aliran air, yaitu air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, maka arus listrik juga
demikian, yaitu arus listrik mengalir dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah. Ketika ditanya,
apa yang dimaksud dengan bagian yang tinggi dan bagian yang rendah, mereka malah balik
bertanya, kira-kira yang cocok apa ya Pak? Jadi konsep arus listrik sebenarnya masih belum jelas
bagi mereka, apalagi sampai pada konsep Rangkaian Listrik Tertutup, Hukum Ohm, Hambatan
Listrik, Energi dan Daya Listrik.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui studi dokumentasi terhadap nilai ulangan harian
siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai, selama 3 (tiga) tahun terakhir tentang konsep kelistrikan,
diketahui bahwa hasil belajar siswa kurang dari standar nilai yang ditetapkan. Pada tahun pelajaran
2005/2006, jumlah siswa yang tuntas belajar fisikanya mencapai 55% dengan nilai rata-rata kelas
51,50. Pada tahun pelajaran 2006/2007 jumlah siswa yang tuntas belajar fisikanya sebesar 57%
dengan nilai rata-rata kelas 57, dan pada tahun pelajaran 2007/2008 jumlah siswa yang tuntas belajar
fisikanya sebesar 53% dengan nilai rata-rata kelas 52,50. Nilai-nilai yang diperoleh ini masih di
bawah nilai ketuntasan minimal yang ditetapkan, yaitu 60.
Selain data di atas, diketahui juga dari studi dokumentasi terhadap latihan-latihan yang
diberikan kepada siswa tentang konsep kelistrikan selama tiga tahun terakhir, ternyata banyak soal
yang tidak dijawab oleh mereka. Alasannya adalah: (1) tidak memahami konsep listrik statis, kuat
arus listrik, rangkaian listrik, hukum Ohm, energi dan daya listrik; (2) latihan-latihan yang diberikan
guru berkaitan dengan psikomotor siswa sangat minim; (3) siswa tidak dilibatkan dalam
penyelesaian soal-soal sebagai latihan; (4) siswa sulit menerapkan rumus-rumus tentang kelistrikan
dalam penyesaian soal hitung; (5) kurang mendapat perhatian belajar di rumah; (6) lingkungan
rumah dan masyarakat yang tidak mendukung untuk kegiatan belajar; dan (7) kurangnya latihan
yang dapat mendorong dan tanggung jawab belajar di rumah. Keterangan ini diperoleh langsung
dari siswa melalui penyampaian keluh kesah atau mencurahkan isi hati tentang masalah yang
dihadapi dalam belajar fisika, baik di sekolah maupun di rumah.
Setelah melakukan analisis permasalahan secara mendalam diketahui bahwa faktor utama
yang menyebabkan siswa sulit memahami konsep listrik adalah kesulitan mereka memahami konsep
listrik yang bersifat abstrak. Peneliti memilih upaya penyelesaian permasalahan tersebut dengan
menerapkan metode demonstrasi dalam kegiatan pembelajaran. Melalui penerapan metode ini siswa
dapat melihat langsung fenomena fisika yang dipelajari sehingga menjadi pengalaman berharga bagi
siswa. Hal yang paling penting dari penerapan metode ini adalah (1) menghindari terjadinya
verbalisme, sebab siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan, (2)
proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat
peristiwa yang terjadi, (3) dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan
untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini
kebenaran materi pembelajaran yang dipelajarinya.
25
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
(1) Bagaimana cara menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran fisika untuk
meningkatkan pemahaman konsep kelistrikan pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai?
(2) Bagaimana aktivitas siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai dalam pembelajaran fisika untuk
meningkatkan pemahaman konsep kelistrikan dengan menerapkan metode demonstrasi?
(3) Bagaimana peningkatan hasil belajar fisika siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai dengan
menerapkan metode demonstrasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengetahui bagaimana menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran fisika untuk
meningkatkan pemahaman konsep kelistrikan pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai;
(2) Mengetahui aktivitas siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai dalam pembelajaran fisika
dalam meningkatkan pemahaman konsep kelistrikan dengan menerapkan metode
demonstrasi;
(3) Mengetahui peningkatan hasil belajar fisika siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai dengan
menerapkan metode demonstrasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
(1) Siswa, untuk meningkatkan pemahaman konsep kelistrikan melalui kegiatan belajar
mengajar dengan metode demonstrasi.
(2) Guru, untuk (a) meningkatkan kualitas pembelajaran dalam memahami konsep-konsep
fisika, khususnya konsep kelistrikan, (b) meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan
pembelajaran, dan (c) pengembangan profesi keguruan dalam pembuatan karya tulis
ilmiah.
26
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
2.1 Pemahaman Konsep Fisika
Konsep adalah gagasan atau abstraksi yang dibentuk untuk menyederhanakan lingkungan di
sekitar kita. Konsep dibentuk dengan menggolongkan hasil-hasil pengamatan dalam suatu kategori
tertentu yang didasarkan pada kesamaan dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan. Konsep
disebut sebagai abstraksi karena konsep menyatakan proses abstraksi pada berbagai pengalaman
aktual kita yang tersusun dari penggambaran mental atas pengalaman yang diamati dengan didasari
oleh berbagai fakta, sehingga konsep memiliki kedudukan di atas fakta-fakta tersebut.
Untuk dapat memahami konsep dalam pembelajaran fisika, tidak semua konsep yang telah
dijabarkan dalam analisis konsep esensial dijadikan bahan pembelajaran. Ini berarti, kita harus
memilih konsep-konsep esensial dari materi pokok yang akan dipelajari. Pertimbangannya adalah
apakah konsep-konsep tersebut terdapat dalam indikator bahan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan.
Sebagai contoh, konsep kelistrikan sebenarnya dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa
konsep yang lain, akan tetapi karena banyaknya konsep yang dapat dijabarkan dari konsep listrik ini,
maka penjabarannya disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. Konsep esensial yang harus
dipahami sesuai dengan kompetensi dasarnya adalah konsep listrik, listrik statis, listrik dinamis,
energi listrik dan daya listrik. Konsep-konsep esensial inilah yang dapat dipilih untuk
mengembangkan bahan pembelajaran dan mencapai kompetensi yang diharapkan.
2.2 Metode Demonstrasi
Menurut Sanjaya (2008) metode demonstrasi adalah suatu metode penyajian pelajaran
dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang sesuatu proses, situasi atau
benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Dalam penerapannya, metode
demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan guru secara lisan dan peran siswa hanya memperhatikan.
Akan tetapi, demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkrit. Dan dalam strategi
pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran
ekspositori, eksperimen dan inkuiri.
Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan yang harus diterapkan dalam
menggunakan metode demonstrasi, yaitu:
1) Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:
a) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir.
Tujuan ini meliputi beberapa aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap, dan
keterampilan.
b) Mempersiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. Garis-garis
besar langkah demonstrasi ini diperlukan sebagai panduan untuk menghindari kegagalan.
c) Melakukan uji coba demonstrasi yang meliputi mengeset atau merangkai peralatan yang
diperlukan dalam demonstrasi dan pelaksanaannya sesuai dengan garis-garis besar langkah
demonstrasi.
2) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan demonstrasi, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dan
dilakukan, yaitu:
a) Langkah Pembukaan
Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas
apa yang didemonstrasikan.
27
Mengemukakan tujuan yang harus dicapai oleh siswa dengan menuliskannya di lembar kerja
atau di papan tulis.
Mengemukakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa, yaitu: (1) mengeset alat sesuai
dengan contoh baik secara individu maupun berkelompok, (2) mencatat hal-hal yang penting
dari pelaksanaan demonstrasi, (3) melaksanakan demonstrasi seperti yang telah dilaksanakan
guru, dan (4) bekerja sama dengan kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing dalam
kelompok.
b) Langkah Pelaksanaan Demonstrasi
Demonstrasi dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, seperti
memberi pertanyaan-pertanyaan yang menarik berkaitan dengan tujuan pembelajaran
sehingga mendorong siswa menjadi tertarik memperhatikan demonstrasi.
Menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan untuk menghindari ketegangan
dalam pelaksanaan demonstrasi.
Meyakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memperhatikan
aktivitas dan reaksi seluruh siswa.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai
dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi tersebut.
c) Langkah Mengakhiri Demonstrasi
Apabila demonstrasi telah selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan
memberikan tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses
pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan apakah siswa
memahami proses demonstrasi atau tidak.
Guru dan siswa melalukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi untuk
perbaikan selanjutnya.
Setiap metode pembelajaran yang dilaksanakan tentunya memiliki kelebihan dan
kelemahan. Sebagai metode pembelajaran, metode demonstrasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a) Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh
langsung bahan memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan; b) Proses pembelajaran akan lebih
menarik, sebab siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi; c) Dengan
cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara
teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Beberapa kelemahan metode demonstrasi, yaitu: a) Metode demonstrasi memerlukan
persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai, demonstrasi bisa gagal sehingga
dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi, untuk menghasilkan
pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga
dapat memakan waktu yang banyak. b) Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan
tempat yang memadai. Ini berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal
dibandingkan dengan ceramah. c) Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru
yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional. Disamping itu demonstrasi
juga memerlukan kemauan dan motivasi yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
2.3 Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran Fisika
Pada konsep kelistrikan, terutama listrik dinamis, pelaksanaan demonstrasi sangat
memungkinkan untuk dilaksanakan dan dapat membantu siswa dalam memahami besaran-besaran
fisis serta makna fisis yang terdapat dalam materi tersebut. Dengan demonstrasi siswa akan melihat
langsung gejala-gejala yang terdapat dalam materi yang didemonstrasikan, sehingga dapat
mengurangi hayalan siswa terhadap bidang kajian tersebut.
Dalam pembelajaran fisika konsep kelistrikan ini, dikhususkan pada listrik statis dan listrik
dinamis, yaitu listrik yang diam dan listrik yang mengalir, seperti terjadinya muatan listrik pada rol
28
plastik dan batang kaca, terjadinya arus listrik dan bagaimana cara mengukur kuat arus dan tegangan
listrik pada rangkaian sederhana. Ketiga jenis konsep kelistrikan ini dapat secara langsung diamati
dan lakukan percobaannya oleh siswa setelah demonstrasi dilaksanakan. Dengan demikian apa yang
menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai pada akhir kegiatan.
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan adalah sebagai berikut:
Siswa akan lebih tertarik dan aktif belajar dengan penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran
fisika, sehingga pemahaman konsep fisika siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai Tahun Pelajaran
2008/2009 akan mengalami peningkatan.
29
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Hinai Kabupaten Langkat, Jalan
Perjuangan Pasar 4,5 Tanjung Beringin Kecamatan Hinai. Penelitian dilakukan mulai bulan
September s/d Nopember 2008 atau selama 3 bulan. Tindakan dilakukan dengan 3 siklus, setiap
siklus dilaksanakan selama 3 minggu.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai Kabupaten Langkat
Tahun Pelajaran 2008/2009 yang diberi tindakan pembelajaran dengan menerapkan metode
demonstrasi untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika. Siswa Kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai
ini terdiri dari 37 orang siswa, 16 orang siswa laki-laki dan 26 orang siswa perempuan. Penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dengan berkolaborasi bersama guru IPA-Biologi dan guru IPA-Fisika
dari SMP Negeri 2 Babalan.
3.3 Prosedur Penelitian
Untuk mengetahui secara jelas bahwa siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai kurang
memahami konsep kelistrikan, maka dilakukan observasi dengan berbagai pendekatan
terhadap siswa, terutama observasi terhadap kegiatan pembelajaran dan kerja sama antar
guru IPA sebagai tim penelitian. Setelah melaksanakan diskusi dengan tim dan dilakukan
kajian teori, maka ditetapkan tindakan untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika pada
siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai dengan metode demonstrasi. Prosedur penelitian ini
meliputi kegiatan persiapan tindakan, pelaksanaan tindakan untuk setiap siklus, pemantauan
(observing), analisis dan refleksi.
3.3.1 Persiapan Tindakan
a. Pada tahap persiapan ini, terlebih dahulu menetapkan konsep fisika yang akan dipelajari dan
didemonstrasikan, yaitu (1) Listrik statis: (a) Benda bermuatan listrik, (b) Gaya antar muatan
listrik; (2) Listrik dinamis: (a) Kuat arus listrik, (b) Potensial listrik, (c) Rangkaian listrik
sederhana, (d) Mengukur potensial, kuat arus listrik dan hambatan listrik.
b. Menetapkan konsep kelistrikan yang akan didemonstrasikan dan dikerjakan siswa.
c. Mempersiapkan dan menyusun rencana pembelajaran yang diawali dengan melaksanakan tes
dignosa awal, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, menetapkan alokasi waktu, membuat
lembar kerja, dan memberi tes diagnosa akhir disetiap akhir siklus pembelajaran.
d. Membuat lembar observasi serta mendata siswa yang terampil menggunakan alat, disiplin dalam
bekerja, ketelitian kerja, kerja sama kelompok, aktif dan kreatif, penilaian persiapan rencana
pembelajaran, dan penilaian pelaksanaan pembelajaran.
e. Menentukan jenis data yang akan diambil dan cara pengumpulan data tersebut, baik data
kualitatif maupun data kuantitatif untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut.
3.3.2 Pelaksanaan Tindakan Pada Setiap Siklus
Siklus Pertama
a. Pembelajaran diawali dengan melaksanakan tes diagnosa awal, kemudian guru 1) menjelaskan
materi pelajaran, 2) menjelaskan cara mengeset alat dan bahan yang digunakan, 3)
mengidentifkasi besaran-besaran fisika yang akan ditentukan, 4) menjelaskan pengamanan untuk
keselamatan kerja, 5) mendemonstrasikan kegiatan yang akan dilaksanakan, dan 6)
mengelompokkan siswa yang beranggotakan 5 orang per kelompok dan heterogen.
30
b. Konsep yang dipelajari adalah konsep listrik statis dengan submateri benda bermuatan listrik
(bahan plastik digosok dengan kain wol, batang kaca digosok dengan kain sutera), besar muatan
listrik dan besarnya gaya interaksi antara dua benda yang saling didekatkan.
c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang dibuat. Guru mendemonstrasikan cara memberi muatan pada benda dengan bahan plastik
dan batang kaca yang akan dipelajari, dan siswa diberi tugas mengamati peristiwa yang terjadi
pada benda yang bermuatan listrik tersebut jika didekatkan pada carikan kertas kecil. Kemudian
membuat catatan terhadap hasil pengamatan serta berbagai kendala yang terjadi dalam proses
demonstrasi yang dilakukan guru. Diakhir proses pembelajaran dilaksanakan tes hasil belajar.
d. Tim peneliti yang terdiri dari pelaku tindakan dan observer melakukan observasi untuk
memperoleh data yang meliputi: Keterampilan menggunakan alat, disiplin kerja, ketelitian kerja
dan ketelitian mengamati, kerja sama kelompok, aktif dan kreatif. Dan sebelum mengakhiri siklus
pertama ini, dilaksanakan postes.
e. Peneliti dan observer melaksanakan diskusi dan merefleksikan proses pembelajaran berdasarkan
analisis data untuk dijadikan bahan perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
Siklus Kedua
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan atas dasar hasil refleksi pada siklus pertama.
a. Pada awal siklus kedua ini guru kembali mengelompokkan siswa, tetapi kelompok dengan
anggota yang sejenis. Kemudian menjelaskan konsep listrik dinamis dengan subkonsep kuat arus
listrik, potensial listrik dan rangkaian sederhana untuk mengukur serta menghitung besarnya kuat
arus dan tegangan listrik. Siswa membuat catatan penting dari teori yang dijelaskan dan diberi
waktu untuk bertanya tentang teori yang kurang jelas. Siswa dan guru menyiapkan alat dan bahan
yang diperlukan untuk kegiatan pelaksanaan demonstrasi mengukur kuat arus.
b. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru
mendemonstrasikan bagaimana cara mengukur kuat arus listrik dan siswa memperhatikan
penjelasakan guru. Kelompok siswa yang telah dibentuk dipersilakan untuk melaksanakan
demonstrasi dikelompok masing-masing sesuai dengan lembar kerja yang diberikan. Masingmasing kelompok membuat dan menyusun strategi demonstrasi supaya kegiatan yang mereka
lakukan berhasil dengan baik.
c. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan postes dan tugas rumah untuk menambah
pemahaman konsep kepada siswa yang belum memahami konsep yang dipelajari. Sesuai refleksi
siklus pertama dengan perubahan strategi, yaitu siswa yang melaksanakan demonstrasi secara
bergantian dalam kelompoknya masing-masing, artinya setiap kelompok harus dapat
melaksanakan demontrasi yang ditugaskan melalui lembar kegiatan siswa, dan hasilnya mereka
diskusikan dikelompok masing-masing.
d. Observasi dilaksanakan secara bersama oleh peneliti dan observer untuk memperoleh data atau
temuan. Data ini diolah dan dianalisis untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa.
e. Melaksanakan refleksi secara kolaboratif oleh tim peneliti berdasarkan data hasil observasi, untuk
dijadikan catatan penting dalam melaksanakan siklus berikutnya dan memperbaiki strategi
pembelajaran sebagai tindak lanjut dari siklus yang lalu.
Siklus Ketiga
Pada siklus ke tiga ini, pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada hasil refleksi dari siklus
kedua.
a. Kegiatan pada siklus ketiga ini adalah guru mengelompokkan siswa lagi seperti kelompok yang
dibentuk semula, yang beranggotakan siswa laki dan perempuan. Kemudian menjelaskan aturan
main dalam demonstrasi yang akan dilaksanakan. Siswa membuat catatan berbagai aturan penting
yang dijelaskan dan diberi waktu untuk bertanya tentang atruan yang kurang jelas. Pada siklus
ketiga ini, guru tidak mendemonstrasikan cara mengukur tegangan listrik pada rangkaian, tetapi
31
b.
c.
d.
e.
menginformasikan bahwa cara melaksanakannya sama seperti mengukur kuat arus listrik. Siswa
dan guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan pelaksanaan demonstrasi
mengukur potensial listrik.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun.
Siswa melaksanakan demonstrasi dikelompok masing-masing dan kemudian setiap kelompok
dipersilakan untuk mendemonstrasikannya di depan dan direspon oleh siswa dari kelompok lain.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru memberikan postes dan tugas-tugas rumah untuk
meremediasi siswa secara klasikal terhadap penguasaan konsep kelistrikan.
Observasi dilakukan oleh kolaborator untuk memperoleh data atau temuan pada siklus ketiga.
Refleksi dilakukan secara kolaboratif oleh tim penelitian.
3.3.3 Pemantauan (Observasi)
Pemantauan ini dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar siswa atau tidak. Untuk itu diperlukan alat-alat
pemantauan dan evaluasi yang tepat dan terinci sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur
keberhasilan. Data hasil penelitian diperoleh dari dokumentasi, lembar observasi, dan hasil tes
kemampuan kognitif. Pemantauannya dilakukan secara kolaborasi antara guru dalam tim peneliti.
3.3.4 Analisis dan Refleksi
Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan teknik persentase dan
pemberian nilai terhadap pretes dan postes, yang hasilnya dijadikan dasar untuk membuat
kesimpulan dan menyusun laporan penelitian. Kemudian menentukan nilai rata-rata pretes dan
postes pada setiap siklus untuk melihat keberartian dari tindakan yang dilaksanakan.
Analisis dan refleksi dilakukan setiap akhir pembelajaran dan setiap akhir siklus. Pada tahap
refleksi ini ada pertanyaan yang harus dijawab melalui tindakan, yaitu: Apakah proses pembelajaran
yang dilaksanakan sesuai dengan rencana atau skenario yang disusun? Dan apakah tindakan yang
dilaksanakan memberikan sumbangan positif terhadap pemahaman konsep kelistrikan pada siswa
kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai Kabupaten Langkat?
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Siklus Pertama
Berdasarkan data yang diperoleh melalui lembar observasi pada siklus pertama diketahui
bahwa siswa yang dapat mengeset atau merangkai alat percobaan untuk demonstrasi sebanyak 12
orang atau 32,43%, siswa yang dapat melaksanakan demonstrasi seperti yang dicontohkan guru
sebanyak 8 orang atau 21,62% , siswa yang bekerja sama dengan kelompok sebanyak 18 orang atau
48,65%, siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 17 orang atau 45,95%, dan siswa
yang dapat menjelaskan konsep ke depan kelas sebanyak 13 orang atau 35,14%. Perolehan nilai
rata-rata pretes sebesar 50,76 dengan jumlah siswa yang tuntas hanya 3 orang dan nilai rata-rata
postes sebesar 57,49 dengan jumlah siswa yang tuntas 15 orang.
Minimnya jumlah siswa yang dapat melaksanakan demonstrasi seperti yang dicontohkan
guru terjadi karena pada proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang kurang
memperhatikan kerja guru, bercerita dengan temannya dan sibuk dengan aktivitas lainnya. Jadi
dapat dikatakan bahwa mereka tidak terfokus pada penjelasan guru. Disamping itu, belum ada kerja
sama yang baik dalam anggota kelompok. Antara siswa yang satu dengan lainnya masih
menunjukkan sifat dialah yang paling hebat di dalam kelompoknya, sehingga aktivitas diskusi dan
pembagian tugas terhambat. Untuk itu, guru memberi pandangan dan bahwa anggota dalam satu
team memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama, jadi senang dan susah dipikul bersama. Siswa
dianjurkan untuk menghilangkan sifat menonjolkan diri yang tidak diperlukan yang menyebabkan
aktivitas atau kerja kelompok menjadi terhambat.
Hal positif yang diamati adalah terjalinnya kerja sama yang baik antar siswa dalam
kelompok, ini dapat dilihat dari hasil observasi bahwa jumlah siswa bekerja sama mencapai 48,65%
atau sebanyak 18 orang. Dapat dikatakan bahwa sifat saling membutuhkan satu sama lain kelihatan
sudah terjadi sehingga kerja sama diantara siswa terjalin baik. Dengan demikian, guru hanya
memfokuskan perhatian kepada bagaimana cara kerja siswa di dalam kelompok dan bagaimana cara
mereka mengamati besaran-besaran yang akan diperoleh.
4.2 Hasil Siklus Kedua
Berdasarkan data yang diperoleh melalui lembar observasi pada siklus pertama diketahui
bahwa siswa yang dapat mengeset atau merangkai alat percobaan untuk demonstrasi sebanyak 19
orang atau 51,35%, siswa yang dapat melaksanakan demonstrasi seperti yang dicontohkan guru
sebanyak 16 orang atau 42,24%, siswa yang bekerja sama dengan kelompok sebanyak 25 orang atau
67,57%, siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 26 orang atau 70,27%, dan siswa
yang dapat menjelaskan konsep ke depan kelas sebanyak 18 orang atau 48,65%. Perolehan nilai
rata-rata pretes pada siklus kedua ini diambil dari nilai postes pada siklus pertama yaitu sebesar
57,49 dengan jumlah siswa yang tuntas 15 orang dan nilai rata-rata postes sebesar 61,24 dengan
jumlah siswa yang tuntas 24 orang .
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pada siklus kedua ini semua aktivitas kegiatan
pembelajaran sudah mulai berjalan sebagaimana yang direncanakan, meskipun masih ada hal-hal
yang menghambat jalannya demonstrasi, seperti ada anggota kelompok yang tidak sungguh-sungguh
melaksanakan demonstrasi. Untuk mengatasi hal ini, guru dan pengamat (observer) memberikan
bimbingan khusus kepada siswa yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya, tentang
pentingnya penguasaan materi pelajaran dan kaitannya dengan tes yang akan dilaksanakan setelah
kegiatan pembelajaran selesai.
4.3 Hasil Siklus Ketiga
Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan observasi pada siklus III diperoleh data tentang
siswa yang dapat mengeset atau merangkai alat percobaan untuk demonstrasi sebanyak 30 orang
33
atau 81,08%, siswa yang dapat melaksanakan demonstrasi seperti yang dicontohkan guru sebanyak
24 orang atau 64,86%, siswa yang bekerja sama dengan kelompok sebanyak 34 orang atau 91,89%,
siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 35 orang atau 94,59%, dan siswa yang
dapat menjelaskan konsep ke depan kelas sebanyak 25 orang atau 67,57%. Perolehan nilai rata-rata
pretes pada siklus kedua ini diambil dari nilai postes pada siklus kedua yaitu sebesar 61,24 dengan
jumlah siswa yang tuntas 24 orang dan nilai rata-rata postes sebesar 63,92 dengan jumlah siswa
yang tuntas 34 orang.
Pada siklus ke tiga ini semua aktvitas belajar dan pembelajaran di kelas berjalan dengan
baik, dan pada umumnya siswa sudah memahami tentang bagaimana melaksanakan percobaan yang
baik atau mendemonstrasikan percobaan secara benar. Meskipun ada beberapa orang siswa yang
belum mengikuti aturan dan keseriusan dalam melaksanakan kegiatan ini. Dan hal ini merupakan
suatu hal yang wajar dalam suatu sistem yang dilaksanakan. Semua aktivitas yang menjadi fokus
pengamatan sudah berjalan dan memberikan hasil yang baik pula.
4.4 Pembahasan
Secara keseluruhan, keadaan pembelajaran IPA-fisika di kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai
dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Kondisi Pembelajaran Fisika Konsep Kelistrikan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Keadaan Pembelajaran
Mengeset alat percobaan
Melaksanakan demonstrasi
Kerja sama kelompok
Aktif dalam pembelajaran
Menjelaskan konsep
1
32,43%
21,62%
48,65%
45,95%
35,14%
Siklus
2
51,35%
43,24%
67,57%
70,27%
48,65%
3
81,08%
64,86%
91,89%
94,59%
67,57%
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep
kelistrikan secara kualitatif dan kuantitatif dari ketiga siklus tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya aktivitas belajar siswa dari siklus pertama sampai siklus terakhir. Pengaruh metode
demonstrasi dalam pembelajaran fisika memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas
pembelajaran di kelas, karena metode demonstrasi ini lebih menyentuh berbagai lapisan tingkat
kemampuan siswa atau seluruh anggota kelompok harus mampu melaksanakan demonstrasi yang
direncanakan. Siswa yang tergolong lemah dalam kegiatan pembelajaran dapat mengikuti dan
menyenangi kegiatan belajarnya. Siswa belajar tanpa diikuti rasa dibebani oleh konsep-konsep yang
dianggap sulit.
Suasana pembelajaran fisika di kelas dengan metode demonstrasi dirasakan lebih kondusif
dibanding sebelum dilakukannya tindakan kelas dengan metode ini. Suasana pembelajaran fisika
yang lebih kondusif terutama terlihat pada terciptanya hubungan dan kerja sama antar siswa dalam
belajar. Suasana pembelajaran fisika seperti ini dapat menunjang terciptanya iklim belajar yang
lebih baik di lingkungan sekolah dan memberikan motivasi pada rekan guru lain untuk lebih terbuka
pada siswa, kreatif dalam menciptakan kegiatan pembelajaran, dan lebih bersahabat dengan siswa.
Dengan menerapkan metode demonstrasi, maka hasil belajar siswa mengalami peningkatan,
seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut.
34
Tabel 2. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa
Pra Siklus dan Sesudah Siklus
Siklus
Sebelum
No. Pencapaian Hasil Belajar
Siklus
1
2
3
1. Rata-rata nilai diagnosa awal 50,76
50,76
57,49
61,24
2. Rata-rata nilai diagnosa akhir
57,47
61,24
63,92
3 orang 3 orang 15orang 24 orang
3. Nilai awal 6,5
4. Nilai akhir 6,5
15 orang 24 orang 34 orang
Siswa yang tuntas belajarnya pada siklus I sebanyak 15 orang atau 40,54%, siswa yang
tuntas belajarnya pada siklus II sebanyak 24 orang atau 64,87%, dan siswa yang tuntas belajarnya
pada siklus III sebanyak 34 orang atau 91,89%.
35
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis data observasi dan hasil tes yang telah dilaksanakan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan pemahaman
konsep kelistrikan perlu dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap akhir. Masing-masing tahapan memiliki langkah-langkah khusus yang
harus dilakukan sesuai dengan konsep yang akan didemonstrasikan. Siswa harus diarahkan
untuk mengamati cara mengeset peralatan sebelum diminta untuk merangkai alat secara
kolaboratif bersama anggota kelompok. Guru perlu mengajak siswa untuk lebih berkonsentrasi
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga mudah menerima informasi ilmu yang
disampaikan guru dan mudah memahami konsep fisika yang dipelajari.
2. Dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan, aktivitas siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai
mengalami peningkatan yang berarti, baik aktivitas individu maupun aktivitas di dalam
kelompok. Ini dapat dilihat dari keaktifan siswa ketika belajar di kelas dan menjalin kerja sama
dengan anggota kelompoknya.
3. Hasil belajar fisika siswa kelas IX-B SMP Negeri 2 Hinai, khususnya konsep kelistrikan,
dengan metode demonstrasi mengalami peningkatan, seperti ditunjukkan dari peningkatan nilai
rata-rata hasil tes siswa.
5.2 Saran-Saran
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan PTK ini, peneliti memberikan
saran pada guru fisika untuk dapat memotivasi dan meningkatkan minat siswa belajar fisika dengan
menerapkan metode demonstrasi terutama untuk materi yang bersifat abstrak.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiran. (2004). Bahan Ajar Sains–Fisika Kelas IX, Untuk Kalangan Sendiri, Medan: SMP Negeri 2
Hinai.
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Syafaruddin. (2005). Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Quantum Teaching.
36
BIOGRAFI PENULIS
Ridwan Abdullah Sani dilahirkan di Pangkalpinang,
Propinsi Bangka Belitung pada tanggal 10 juni 1964.
Menyelesaikan kuliah S1 pada tahun 1987 di jurusan
Pendidikan Fisika IKIP Bandung, lulus S2 pada tahun
1993 di jurusan Fisika di ITB, dan lulus S3 pada tahun
2000 di jurusan Fisika ITB. Bertugas di Universitas
Negeri Medan (dh IKIP Medan) sejak tahun 1988,
menjadi kepala laboratorium Fisika periode 2003-2007,
Direktur SPMU TPSDP Unimed periode 2004-2007,
Ketua Lembaga Penelitian Unimed periode 2007-2011,
Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat
Unimed periode 2012-2016. Konsultan SEQIP di Dinas
Pendidikan Propinsi Sumatera Utara tahun 2004-2005,
Pelatih Olimpiade Sains di Dinas Pendidikan Propinsi
Sumatera Utara tahun 2004-2009, reviewer Dewan
Pendidikan Tinggi Depdiknas sejak tahun 2005, tim adhoc BSNP pada tahun 2011, dan pembimbing KTIonline P4TK Bandung sejak tahun 2009. Menulis
beberapa buku Fisika dan Pendidikan, serta membina
Asosiasi Guru Fisika Propinsi Sumatera Utara.
Sudiran lahir di Alur Dua, Propinsi Sumatera Utara
pada tanggal 15 September 1972. Menyelesaikan
program S1 di jurusan Pendidikan Fisika IKIP Medan
pada tahun 1997 dan melanjutkan studi S2 di jurusan
Pendidikan Fisika Unimed. Mengajar sejak 1997 di
SMA dan MTs Darussa’adah, pada tahun 1999-2009 di
SMPN 2 Hinai, dan mulai tahun 2009 menjadi wakil
kepala sekolah di SMPN 3 satu atap Pangkalan Susu
kabupaten Langkat. Memperoleh dana blockgrant dari
PMPTK Depdiknas pada tahun 2008 dan 2009 untuk
pelaksanaan PTK. Memperoleh kepercayaan sebagai
pembimbing PTK dari Lembaga Penelitian Unimed
sejak tahun 2009 dan menjadi pembimbing PTK dan
PTS bagi guru di propinsi Sumatera Utara dan propinsi
NAD.
37
38