BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Seperti telah diketahui, secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus. Data mengenai perkembangan harga dapat didasarkan pada cakupan barang dan jasa secara komponen pembentuk PDB (deflator PDB), cakupan barang dan jasa yang diperdagangkan antara produsen dengan pedagang besar atau antar pedagang besar (Indeks Harga Perdagangan Besar/IHPB), ataupun cakupan barang dan jasa yang dijual secara eceran dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat (Indeks Harga Konsumen/IHK). Dalam kaitan ini, cara penghitungan inflasi didasarkan pada perubahan indeks pada periode tertentu dengan indeks periode sebelumnya. Sebagai contoh, laju inflasi bulanan dihitung dari perubahan indeks bulan ini dari indeks bulan sebelumnya, sementara inflasi tahunan dihitung dari indeks pada bulan yang sama dari tahun sebelumnya.
Dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tersebut, sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada mulanya menetapkan sasaran inflasi pada awal tahun yang akan dicapinya untuk yahun yang bersangkutan. Sasaran ditetapkan untuk inflasi yang diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) dengan mengeluarkan dampak dari kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan (administered prices and income policy). Sebagai contoh, sasaran inflasi ditetapkan sebesar 3-5%.
Seperti dikemukakan diatas, penentuan sasaran inflasi dilakukan dengan memperhatikan prospek ekonomi makro dan karenanya didasarkan pada perkembangan dari proyeksi arah pergerakan ekonomi kedepan. Hal ini didasrakan pada pertimbangan bahwa terdapat ketidak sejalanan (trade-off) antara pencapaian inflasi yang rendah dengan keinginan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia tidak ingin menargetkan inflasi yang terlalu rendah karena dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional. Untuk ini dengan menggunakan model-model makroekonomi yang dikembangkan, Bank Indonesia menganalisis dan memproyeksi beberapa laju pertumbuhan ekonomi kedepannya, dengan berbagai komponen-komponennya dan komposisinya yang didorong oleh sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dengan cara ini, dapat diukur kecenderungan terjadinya kesengajaan antara besarnya permintaan dengan penawaran agregat (yang diukur dengan output potensial), atau yang sering disebut output gap ‘kesenjangan output’. Besarnya output gap inilah yang diperkirakan akan menentukan besarnya tekanan terhadap inflasi kedepannya.
Perubahan kewenangan penetapan sasarn inflasi tersebut diperkirakan tidak akan meng ubah secara mendasar jenis dan besarnya sasaran inflasi. Hal ini mengingat selama ini telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia, khususnya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomimakro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah pembakuan mekanisme koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia. Termasuk didalamnya adalah mekanisme pengumuman sasaran inflasi oleh pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia. Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan publik dalam pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Kebijakan Ekonomi Konvensional dan Kebijakan Ekonomi Islam dalam Menghadapi Inflasi ?
Bagaimana Perspektif Ekonomi Islam dalam Menyikapi Inflasi ?
BAB II
LANDASAN TEORI
Konsep dan Definisi Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang selalu dihadapi setiap negara. Namun buruknya masalah inflasi ini akan berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya, dam berbeda pula dari negara satu ke negara lainnya. Tingkat inflasi biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai di mana buruknya permasalahan ekonomi yang dihadapi suatu negara. Dalam perekonomian yang sedang tumbuh, inflasi yang rendah tingkatnya biasa dinamakan inflasi merayap yaitu sekitar 2-4 persen, namun tingkat inflasi yang mencapai 10 persen atau lebih akan menjadi permasalahan yang serius.
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 84. Sedangkan menurut Rahardja dan Manurung (Al Arif:2010) mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno (Al Arif:2010) inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang dipasar. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu kondisi dimana terjadi kenaikan harga. Sementara kondisi dimana terjadi penurunan harga dinamakan deflasi
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 85.
Dari pengertian diatas dapat dianalisis bahwa telah dikatakan terjadi inflasi jika
Muana Nanga, Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005) 237.:
Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat.
Bahwa kenaikan tingkat harga berlangsung secara terus menerus.
Bahwa tingkat harga disini adalah tingkat harga umum
Kenyataannya Inflasi tidak bisa diprediksi, berarti orang-orang sering dikagetkan dengan kenaikan harga. Hal ini mengurangi efisiensi ekonomi karena orang akan mengambil resiko yang lebih sedikit untuk meminimalkan peluangkerugian akibat kejutan harga. Semakin cepat kenaikan inflasi, semakin sulit untuk memprediksi inflasi di masa yang akan dating. Kebanyakan para ahli ekonomi berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan efisien apabila tingkat inflasi rendah
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 86
Sehingga inflasi merupakan suatu masalah dalam perekonomian suatu Negara yang tidak dapat dihindari, selama tingkat inflasi tersebut masih dapat dikendalikan oleh pemerintah. Karena masyarakatpun menyadari bahwa sulit untuk menghindar dari kenaikan harga, sehingga yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah stabilitaas harga
Ibid.
Sejarah Inflasi
Emas memberikan “nilai” pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini sejarah perekonomian Kerajaan Byzantium yang berusaha keras mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditinya sebanyak mungkin ke negara lain dan mencegah impor dari negara lain agar dapat mengumpulkan uang, emas sebanyak-banyaknya.
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) 133. Tetapi apa yang terjadi? Pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya transportasi, serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uang (kekayaan) yang dikumpulkannya tadi sehingga akhirnya malah menaikkan tingkat harga komoditinya sendiri. Spanyol setelah era “Conquistadores” juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan Inggris setelah perang dengan Napoleon. Pada masa kontemporer saat ini terutama setelah era kapitalis dimulai, masalah yang sama tetap terjadi perdebatan para ekonomi dan otoritas keuangan.
Ibid.,
Apakah itu Dinar di Negara-negara Arab ataupun mata uang Negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, Swedia, Rusia bahkan juga Amerika, semuanya mengalami apa yang dinamakan Inflasi. Awal inflasi mata uang IDinar dimulai data Irak mengalami puncak kejayaannya.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 87. Inflasi berbentuk kenaikan tingkat harga secara gradual daripada ledakan kekacauan ekonomi. Revolusi harga di eropa terjadi sepanjang beberapa abad, pola kenaikan tingkat harga pertama kali di Italia dan Jerman sekitar tahun 1470. Kemudian seperti penyakit yang sangat menular. Inflasi menyerang eropa dalam beberapa tahapan: dimulai dari Inggris dan Prancis pada tahun 1480-an, meluas kesemenanjung Iberia pada dekane selanjutnya dan menyerang eropa timur pada tahun 1500-an. Kenaikan tingkat harga sangat cepat pada bahan-bahan mentah terutama makanan.
Ibid.,
Penyebab semua hal ini dikarenakan penggabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labour cost, pengangguran, kemewahan yang berlebihan dan sebab-sebab yang lainnya seperti perang yang berkepanjangan, embargo dan pemogokan pekerja. Adapun Negara Eropa yang dapat dianggap bertahan dengan sukses menghadapi inflasi adalah Inggris. Akan tetepi hal ini terjadi pada masa-masa perekonomiannya dianggap terbelakang dibandingkan dengan Negara-negara eropa lainnya.
Ibid.,
Lalu mengapa inflasi terjadi? Pada saat tingkat harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk jumlah barang dan jasa sama. Dengan kata lain, inflasi tidak akan berlanjut jika tidak “dibiayai” dengan berbagai cara. Jika konsumen tidak dapat menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada akhirnya akan membatasi kemampuan menjual untuk menaikkan harga.
Ibid.,
Jenis-jenis Inflasi
Menurut sifat inflasi
Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi empat kategori utama yaitu
Iskandar Putong,Economics Pengantar Mikro dan Makro,(Jakarta: Mitra wacana media, 2013) 422-423.:
Inflasi merayap/rendah (creeping inflation) yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun.
Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun. Inflasi ini biasanya ditandai dengannaiknya harga-harga dengan cepat dan relatif besar.
Inflasi berat (high Inflation) yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
Inflasi sangattinggi (Hyper Inflation) yaitu inflasi yangditandai dengan naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (diatas 100% pertahun). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya merosot tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang.
Berdasarkan sebab inflasi
Ibid.,
Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disatu pihak, dipihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh. Akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap maka harga akan naik.
Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadikarena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya). Akibat naiknya biaya produksi maka dua hal yang bisa dilakukan produsen adalah:pertama, langsung menaikan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau harga produknya naik (karena tarik menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi.
Imported Inflation, Inflasi ini disebabkan terjadinya inflasi diluar negeri. Inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga memiliki peranan yang penting dalam kegiatan peneluaran diperusahaan.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 90.
Structural Inflation, Inflasi ini terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekuatan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.
Muana Nanga, Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, 247.
Spiralling Inflation, Inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
Berdasarkan asal inflasi
Iskandar Putong,Economics Pengantar Mikro dan Makro, 423.
Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua yaitu:
Inflasi berasal dari dalam negeri yang timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
Inflasi yang berasal dari luar negeri karena negara-negara yang merupakan mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi maka mempengaruhi harga-harga barang dan ongkos produksi menjadi mahal.
Teori Inflasi
Berikut adalah teori-teori yang menerangkan mengenai inflasi
Ibid., 423-424.:
Teori Kuantitas (persamaan pertukaran dari Irving Fisher → MV = PQ). Menurut persamaan ini sebab naiknya harga barang secara umum yang cenderung akan mengarah pada inflasi ada 3, yaitu:
Bila dimisalkan dalam perekonomian jumlah uang beredar (M) dan jumlah produksi relative tetap, maka harga (P) akan naik bila sirkulasi uang atau kecepatan perpindahan uang dari satu tangan ke tangan yang lain begitu cepat (dengan kata lain, masyarakat terlalu konsumtif) maka harga-harga relatif akan naik.
Bila dalam perekonomian V dan jumlah produksi (Q) tetap maka kenaikan harga disebabkan oleh terlalu banyaknya uang yang dicetak-edarkan ke masyarakat.
Bila dalam perekonomian jumlah M dan V tetap maka kenaikan harga disebabkan oleh turunnya jumlah produksi secara nasional.
Dengan demikian berdasarkan teori ini, presentase kenaikan harga hanya akan sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar atau sirkulasi uang, tapi tidak terhadap jumlah produksi nasional.
Teori Keynes, mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan perekonomiannya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan aggregate yang lebih besar dari pada jumlah barang yaitu bila I > S. Selama gap inflasi masih tetap ada maka besar kemungkinan inflasi dapat terjadi apabila kekuatan-kekutan pendukung dalam perekonomian tidak digalakkan.
Teori Struktualis atau Teori Inflasi Jangka Panjang, teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekuatan struktur ekonomi, khususnya ketegaran suplai bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan barang-barang produksi ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.
Perbedaan Teori Inflasi Konvensional dan Teori Inflasi Islam
Teori Inflasi Konvensional
Secara umum Inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode tertentu. Inflasi dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, 135. Inflasi diukur dengan tingkat inflasi yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Tingkat harga 1 –Tingkat harga t-1
Rate of Inflation = x 100
Tingkat harga t-1
Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan Implicit Gross Domestic Product Deflator atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator adalah rata=rata harga dari seluruh barang tertimbun dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli. Perhitungan persamaannya adalah sebagai berikut:
Nominal GDP
Implicit Price Deflator = x 100
Real GDP
Untuk dapat mengerti apa dan bagaimana inflasi, perlu difahami bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam perekonomian: media pertukaran, pengukuran nilai, unit perhitungan dan akuntansi, penyimpanan nilai dan instrument terms of payment.
Sepanjang sejarah nilai dari penyimpanan nilai moneter berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi karena sifat alamiah dari uang itu sendiri. Orang menabung untuk konsumsi masa depan, untuk simpanan di masa tua, untuk anak-anaknya. Akan tetapi, apa pun bentuk dari kekayaan yang diakumulasikan tersebut tida ada seorangpun yang dapat memastikan nilainya pada saat nanti ketika orang tersebut membutuhkannya. Selain itu tak seorangpun dapat menyimpan suatu komoditas tertentu yang nanti akan dibutuhkan secara tepat. Akan ada ketergantungan untuk aset yang dimiliki.
Ibid., 137
Teori Inflasi Islam
Inflasi yang mengakibatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan akuntansi seperti:
Pengaruh metode perhitungan aset tetap dan aset lancer.
Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner.
Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat.
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M - 1441M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:
Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengtaakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD).
Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas:
MV = PT = Y
dimana: M = jumlah uang beredar
V = kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa
Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai:
Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam satu perekonomian (T). Misalnya T turun sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P naik.
Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M turun sehingga jika V dan T tetap maka P naik.
Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor (X naik) sedangkan impor (M turun) sehingga net export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya Permintaan Agregatif (AD naik).
Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS turun) karena terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo dan boycott.
Human Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural Inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai Human Error Inflation atau False Inflation. Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Al-Rum [30]: 41).
Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyabab-penyebabnya sebagai berikut:
Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad Administration)
Jika kita merujuk pada persamaan MV = PT, maka korupsi akan mengganggu tingkat harga (P naik) karena para produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk menutupi biaya-biaya ‘siluman’ yang telah mereka keluarkan tersebut.
Pajak yang berlebihan (Excessive Tax)
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS turun). Namun, jika dilihat lebih jauh, excessive tax tersebut mengakibatkan apa yang dinamakan oleh para ekonom dengan ‘efficiency loss’ atau ‘dead weight loss’.
Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage)
Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya dimana biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Tindakan Seignorage ini juga salah satu penyebab inflasi, menurut Milton Friedman, seorang ekonom monetarist terkemuka, dikatakannya dengan: “inflation is always and everywhere a monetary phenomenon”. Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi pemerintah (inflation tax).
Penargetan Inflasi
Penargetan inflasi (inflation targeting) mencakup beberapa unsur:
Pengumuman kepada public mengenai target-target numerik jangka menengah untuk inflasi
Komitmen institusi atas stabilitas harga sebagai tujuan utama dan jangka panjang kebijakan moneter dan komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan inflasi.
Pendekatan penyertaan informasi (information-inclusive approach) dimana banyak variabel (tidak hanya agregat moneter) digunakan dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan moneter.
Transparansi mengenai strategi kebijakan moneter yang meningkat melalui komunikasi dengan publik dan pasar mengenai rencana dan tujuan pengambil keputusan moneter.
Akuntabilitas Bank Sentral yang meningkat untuk mencapai tujuan-tujuan inflasi.
Penargetan inflasi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan penargetan moneter sebagai strategi untuk melaksanakan kebijakan moneter. Dengan penargetan inflasi, stabilitas hubungan antara uang dan inflasi tidak penting untuk keberhasilannya, karena stabilitas tidak bergantung pada hubungan ini. Target inflasi memingkinkan otoritas moneter untuk menggunakan semua informasi yang tersedia, tidak hanya satu variabel, untuk menentukan penetapan terbaik bagi kebijakan moneter.
Oleh karena target inflasi numerik yang eksplisit meningkatkan akuntabilitas bank sentral, penargetan inflasi mempunyai potensi untuk mengurangi kemungkinan bahwa bank sentral akan masuk ke dalam perangkap ketidakkonsistenan waktu dalam rangka melakukan ekspansi output dan penyediaan lapangan kerja pada jangka pendek dengan melakukan kebijakan moneter ekspansif. Keunggulan penting dari penargetan inflasi adalah bahwa penargetan tersebut dapat membantu menitikberatkan pada debat politik mengenai apa yang dapat dilakukan oleh bank sentral pada jangka panjang yaitu, pengendalian inflasi, daripada apa yang tidak dapat dilakukan oleh bank sentral, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara permanen dan penyediaan lapangan kerja melalui kebijakan moneter ekspansif. Dengan demikian, penargetan inflasi mempunyai potensi untuk melaksanakan kebijakan moneter yang inflasioner dan mengurangi kemungkinan masalah ketidakkonsistenan waktu.
Kritik terhadap penargetan inflasi menyebutkan empat keterbatasan dari strategi kebijakan moneter ini: pemberian sinyal yang tertunda, terlalu banyak kekakuan, potensi untuk kenaikan fluktuasi output, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Pemberian sinyal yang tertunda
Kebalikan dari agregat moneter, inflasi tidak dengan mudah dikendalikan oleh otoritas moneter. Lebih lanjut, karena selang waktu (lags) yang panjang dari efek kebijakan moneter, hasil inflasi ditunjukkan hanya setelah selang waktu yang lama.
Terlalu banyak kekakuan
Beberapa analisis telah mengkritik penargetan inflasi karena mereka percaya bahwa penargetan inflasi mengenakan aturan yang ketat terhadap pembuat kebijakan moneter dan membatasi kemampuan mereka untuk merespons kondisi yang tidak terlihat. Meskipun demikian, strategi kebijakan yang berguna ada yang bersifat “seperti aturan (rule-like)”, dalam arti strategi ini mencakup perilaku yang melihat ke depan yang membatasi pembuat kebijakan melakukan kebijakan secara sistematis dengan konsekuensi-konsekuensi jangka panjang yang tidak diinginkan. Kebijakan-kebijakan seperti itu mencegah masalah ketidakkonsistenan waktu dan akan paling baik dideskripsikan sebagai “diskresi yang dibatasi (constrained discretion).”
Potensi untuk kenaikan fluktuasi output
Kritik penting mengenai penargetan inflasi adalah bahwa fokus tunggal pada inflasi dapat menyebabkan kebijakan moneter yang terlalu ketat ketika inflasi diatas target sehingga dapat menyebabkan fluktuasi output yang lebih besar. Akan tetapi, penargetan inflasi tidak mengharuskan fokus tunggal pada inflasi pada kenyataannya pengalaman telah menunjukkan bahwa pelaku penargetan inflasi menunjukkan perhatian yang besar pada fluktuasi output.
Pertumbuhan ekonomi yang rendah
Perhatian umum yang lain mengenai penargetan inflasi adalah bahwa penargetan inflasi akan menyebabkan perekonomian pada tingkat pertumbuhan yang rendah dalam hal output dan kesempatan kerja. Meskipun penurunan inflasi telah dihubungkan dengan output di bawah normal selama fase disinflasi pada rezim penargetan inflasi, setelah laju inflasi yang rendah dicapai, output dan kesempatan kerja setidaknya kembali ke tingkat setinggi sebelumnya. Kesimpulan konservatif adalah bahwa setelah laju inflasi rendah dicapai, penargetan inflasi tidaklah berbahaya terhadap perekonomian riil. Dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat setelah disinflasi di banyak negara (seperti Selandia Baru) yang telah mengadopsi target inflasi, sebuah kasus dapat dibuat bahwa penargetan inflasi meningkatkan pertumbuhan ekonomi riil, di samping pengendalian inflasi.
Frederic S. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan: Edisi 8-Buku 2, terj. Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 69-75.
Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator makro ekonomi yang digunakan untuk mengertahui laju inflasi selama suatu periode tertentu, yaitu:
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 94-96
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting dibeli bobot yang paling besar. Untuk dapat mencerminkan keadaan sebenarnya, perhitungan IHK dilakukan dengan melihat perkembangan regional yaitu dengan mempertimbangkan tingkat inflasi kota-kota besar terutama ibukota provinsi-provinsi di Indonesia. Adapun rumus perhitungn IHK adalah sebagai berikut:
(IHK – IHK -1)
Inflasi = x100%
IHK -1
Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK memasukkan komoditas-komoditas yang relevan (pokok) yang biasanya dikonsumsi masyarakat.
Indeks Harga Perdagangan Besar, jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka indeks harga perdagangan besar (IPHB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut Indeks Harga Produsen. IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi. Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah dengan cara berdasarkan IHK, yaitu:
(IHPB – IHPB -1)
Inflasi = x100%
IHPB -1
Inflasi Harga Implisit, meskipun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi yang sangat terbatas. Sebab, dilihat dari metode perhitungannya, kedua indicator tersebut hanya melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratus jenis barang dan jasa, dibeberapa puluh kota saja. Padahal dalam kenyataanna jenis barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi dalam sebuah perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan mungkin ratusan ribu. Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit disingkat IHI. Perhitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung perubahan angka indeks.
(IHI – IHI -1)
Inflasi = x100%
IHI -1
Biaya Inflasi
Baik inflasi yang diharapkan maupun inflasi yang tidak diharapkan pada kenyataannya menimbulkan biaya implicit. Adapun biaya tersebut adalah
Iskandar Putong, Economics Pengantar Mikro dan Makro, 425.:
Biaya inflasi yang diharapkan muncul karena :
Shoe Leather Cost (biaya kulit sepatu) adalah istilah yang menyatakan bahwa bila inflasi sesuai dengan harapan maka relative penetapan suku bunga bank akan lebih besar dari tingkat inflasi hal ini menyebabkan masyarakat cenderung untuk menarik uangnya di ATM atau Bank.
Menu Cost (menu biaya) yaitu biaya yang muncul karena perusahaan harus sering merubah harta dan itu berarti harus mencetak dan mengedarkan katalog baru.
Complaint and Opportunity loss cost (biaya komplain dan hilangnya kesempatan). Bila perusahaan dengab sengaja tidak mau mengganti katalog baru maka perusahaan akan mengalami kerugian karena harga akan naik sementara perusahaan menjual dengan harga lama. Bila tidak disengaja maka perusahaan akan mendapat komplain dari pelanggan karena harga tidak sesuai dengan katalog.
Biaya perubahan peraturan / undang-undang pajak. Dengan diketahuinya tingkat inflasi maka otorita pajak akan merubah tarif dan sistem pungutan, dan ini tentu saja akan merubah peraturan dan undang-undangnya terlebih dahulu.
Biaya ketidaknyamanan hidup. Sehubungan dengan poin a-d akan menyebabkan perencanaan keuangan dan laba menjadi tidak menentu. Sebab bila diketahui inflasi akan naikatau turun, maka perencanaan keuangan akan mengalami revisi, dan karenanya masyarakat akan harus selalu waspada pada kondisi perekonomian.
Biaya dari inflasi yang tidak diharapkan :
Redistribusi pendapatan antara debitor dan kreditor. Perjanjian antara kreditor dan debitor ditentukan berdasarkan suku bunga nominal yang mempertimbangkan tingkat inflasi yang diharapkan.
Penurunan nilai uang pensiun. Bila inflasi pada masa akan datang lebih besar dari yang diharapkan maka program dana pensiun relatif inefisien. Sebaliknya bila inflasi pada masa akan datang lebih kecil dari yang diharapkan maka penerima pensiun akan mendapatkan kenyamanan.
DAMPAK INFLASI
Dibawah ini merupakan dampak positif dan negatif dari inflasi:
Ibid., 426.
Bila harga barang secara umum naik terus menerus maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal.
Banyak masyarakat yang menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya bank kekurangan dana dan tutup.
Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan mempermainkan harga pasar sehingga harga akan terus naik.
Distribusi barang relatif tidak adil karena adanya penimbunan barang.
Banyak produsen bangkrut jika inflasi berkepanjangan.
Jurang kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin lebar.
Masyarakat akan lebih selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan lebih efisien dan konsumtifisme dapat ditekan.
Dapat menumbuhkan industri kecil.
Masyarakat akan tergerak untuk membuka usaha sendiri sehingga tingkat pengangguran menurun dll.
BAB III
PENYAJIAN DATA
Deflasi Februari 2015 Tertinggi Kedua Selama 50 Tahun
Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi deflasi pada Februari 2015 sebesar 0,36 persen merupakan yang tertinggi kedua dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Deflasi tertinggi di Februari pertama kali berhasil diraih pada bulan kedua tahun 1985.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo saat Konferensi Pers Inflasi Februari tahun ini di kantornya, Jakarta, Senin (3/2/2015).
"Ini deflasi kedua tertinggi selama 50 tahun terakhir, khusus di bulan Februari. Deflasi tertinggi pertama kali di Februari 1985 sebesar 0,5 persen. Jadi deflasi 0,36 persen ini yang nomor dua," terang dia.
Sasmito menjelaskan, dalam 50 tahun terakhir, Indonesia mencapai 4 kali sampai 5 kali deflasi pada bulan Februari. "Artinya 4 kali atau 5 kali deflasi dalam 600 bulan. Ini sangat jarang terjadi," tegasnya.
Dia merinci penyebab utama deflasi 0,36 persen di bulan kedua 2015, antara lain :
Cabai merah dengan andil deflasi 0,28 persen, harga turun secara rata-rata nasional 39,66 persen. Disebabkan pasokan melimpah dan distribusi lancar karena sduah memasuki masa panen. Terjadi penurunan harga di 80 kota IHK. Tertinggi penurunan di Merauke 65 persen dan Pangkal Pinang 63 persen.
Bensin andil deflasi 0,28 persen. Harga rata-rata nasional turun 7,13 persen di Februari dibanding Januari ini karena penurunan harga minyak dunia, dan kebijakan pemerintah untuk mengantisipisinya. Penurunan terjadi di seluruh kota IHK dengan kisaran penurunan 6 persen sampai 9 persen.
Cabai rawit turun 33,75 persen dengan andil 0,09 persen. Penurunan terjadi di 79 kota IHK. Merauke dan Pare-pare mengalami penurunan harga tertinggi masing-masing 70 persen dan 64 persen.
Tarif angkutan dalam kota turun secara rata-rata 2,83 persen sehingga andil terhadap deflasi 0,04 persen. Karena menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Solar. Penurunan tertinggi di 30 kota IHK, yakni Palopo 30 persen dan Serang 29 persen.
Harga daging ayam ras turun 2,28 persen, andil deflasinya 0,03 persen. Penurunan terjadi di 54 kota IHK, tertinggi di Tanjung Pandan atau Pulau Belitung 20 persen, Jambi 19 persen.
Telur ayam ras mengalami penurunan harga 2,34 persen, andil deflasinya 0,02 persen. Penurunan di 59 kota IHK, tertinggi di Banyuwangi 14 persen dan Mamuju, Banda Aceh, Sorong masing-masing 11 persen.
Penghambat deflasi
Harga beras mengalami kenaikan 2,88 persen andil inflasi 0,11 persen. Kenaikan harga terjadi di 60 kota IHK, tertinggi di Palopo 11 persen dan Bengkulu 10 persen.
Tarif listrik naik 1,5 persen dengan andil inflasi 0,05 persen. Karena sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 31/2014, mulai Januari 2015 ada perubahan tarif dasar listrik untuk golongan rumah tangga 1.300 watt ke atas mengikuti taris mekanisme adjustment yang berlaku setiap bulan mengikuti perubahan kurs rupiah, harga BBM dan inflasi bulanan.
Kenaikan terjadi di 80 kota IHK, tertinggi di Pontianak 5 persen, Tarakan dan Batam tidak ada perubahan karena dikelola Pemda.
Angkutan udara naik 7,2 persen, andilnya inflasi 0,04 persen, ini disebabkan peningkatan permintaan angkutan udara menjelang imlek. Kenaikan tertinggi 21 kota IHK, DKI Jakarta naik 24 persen dan Sibolga 17 persen.
Sewa rumah naik 0,49 persen, andil inflasi 0,02 persen karena biaya perawatan rumah naik. Terjadi kenaikan di 19 kota IHK, tertinggi di Tangerang dan Palu masing-masing naik 3 persen dan 2 persen.
Emas harga rata-rata naik 1,56 persen, andil inflasinya 0,02 persen karena mengikuti harga emas dunia. Terjadi kenaikan di 75 kota IHK, yakni Bau-bau, Makassar, Samarinda dan Balikpapan masing-masing 4 persen. (Fik/Ahm)
BAB IV
PEMBAHASAN
Kebijakan Ekonomi Konvensional dan Kebijakan Ekonomi Islam dalam Mengatasi Inflasi
Kebijakan Ekonomi Konvensional dalam Mengatasi Inflasi
Mewujukkan inflasi nol persen secara terus-menerus dalam perekonomian yang sedang berkembang adalah sulit untuk dicapai. Oleh karena itu, dalam jangka panjang yang perlu diusahakan adalah menjaga tingkat inflasi berada pada tingkat yang sangat rendah. Untuk menjaga kestabila ekonomi, pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi karena bagaimanapun pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengendalikan laju inflasi sebab terjadi atau tidaknya inflasi tergantung dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 97.
Kebijakan Fiskal
Ada dua kebijakan fiskal yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi, yaitu:
Meningkatkan Pajak
Mulia Nasution, Ekonomi Moneter, Uang dan Bank, (Jakarta: Djambatan, 1998) 225.
Jika ada penambahan pendapatan masyarakat dengan naiknya jumlah uang beredar, setiap penambahan pendapatan masyarakat Rp10,00, jika diikuti dengan pajak 20%, maka penambahan pendapatan Rp10,00 akan menambah Rp6,4 lebih kecil bila dibandingkan dengan tidak adanya penambahan pajak yaitu Rp8,00. Makin tinggi pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan, maka semakin kecil konsumsi masyarakat. Dengan naiknya pajak yang dikenankan pemerintah terhadap pendapatan masyarakat akan dapat menekan tingkat konsumsi.
Mengurangi Pengeluaran Pemerintah
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 2008 183 dalam buku M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 97.
Kebijakan yang akan dilaksanakan adalah dalam bentuk mengurangi pengeluaran pemerintah, langkah ini menimbulkan efek yang cepat dalam mengurangi pengeluaran dalam perekonomian. Maka untuk menerangkan tentang efek dari kebijakan fiskal dalam mengatasi inflasi berlaku tanpa control pemerintah, kedua inflasi diatas melalui kebijakn fiskal
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter ialah peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikanlebih banyak kredit kepada system perbankan melalui operasi pasar terbuka atau bank sentral menurunkan persyaratan cadangan dari bank-bank atau menurunkan tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank sentral. Akan tetepi, apabila ekonomi tumbuh lebih cepat dan inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka, manarik uang dari system perbankan, menaikkan persyratan cadangan minimum atau menaikkan tingkat diskonto sehingga dengan demikian akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 98.
Kebijakan Ekonomi Islam dalam Mengatasi Inflasi
Kebijakan Fiskal
Dalam pemikiran Islam menurut An-Nabahan pemerintah merupakan lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan pelayanan terbaik kepada rakatnya.
M. Faruq An-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000) 59 dalam buku M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 104. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat salah satunya yaitu tanggung jawab terhadap perekonomian di antaranya mengawasi faktor utama penggerak perekonomian.
Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrumen yang harus dilakukan, yaitu:
Memaksimalkan penghimpunan zakat serta pengoptimalan pemanfaatan zakat
Mengenakan biaya atau dana yang menganggur.
Menggunakan prinsip bagi hasil pada setiap transaksi atau segala jenis usaha yang meninggalkan bunga.
Kebijakan Moneter
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 2008 183 dalam buku M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 105.
Pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin kebijakan moneter dilaksanakan tanpa menggunakan instrumen bunga sama sekali. Dalam perekonomian kapitalis tingkat bunga seringkali fluktuatif, yang sengaja hanya disimpan pun akan terus menurun berubah. Penghapusan bunga da kewajiban membayar zakat sebesar 2,5% /tahun tidak hanya dapat meminimalisasi permintaan spekulatif akan uang mampun penyimpanan uang yang diakibatkan oleh tingkat bunga, melainkan juga memberikan stabilitas yang lebih tinggi terhadap permintaan uang.
Dalam perekonomian Islam untuk menjaga stabilitas tingkat harga ada beberapa hal yang dilarang yaitu:
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 105.
Permintaan yang tidak riil
Penimbunan mata uang
Transaksi tallaqi rukban
Transaksi kali bi kali
Segala bentuk riba
Inflasi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ikhtiar pencarian sistem ekonomi yang lebih baik setelah ekonomi kapitalis gagal total. Bila dibayangkan betapa tidak adilnya, betapa pincangnya akibat sistem kapitalis yang berlaku sekarang ini, yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin. Selain itu, dalam pelaksanaannya, ekonomi kapitalis banyak menimbulkan pemasalahan.
Ibid., 99. Pertama, ketidakadilan dalam berbagai macam kegiatan yang tercermin dalam ketidakmerataan pembagian pendapatan masyarakat. Kedua, ketidakstabilan dari sistem ekonomi yang ada saat ini menimbulkan berbagai gejolak dalam kegiatan.
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 189 dalam buku M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 99.
Dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam namun dinar dan dirham di sini adalah dalam artian yang sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas mapun perak bukan dinar-dirham yang sekedar nama.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 99.
Islam melarang praktik penimbunan harta dan Islam hanya mengkhususkan larangan untuk emas dan perak, padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan.
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 189 dalam buku M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 100.
Islam mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang berlaku dan tidak berubah-ubah.
Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang
Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nisab emas dan perak.
Hukum-hukum penukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak.
Penurunan nilai dinar dan dirham memang mungkin terjadi ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar mengalami penurunan. Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar di suatu negara, tetapi keadaan ini kecil sekli kemungkinannya atau kondisi terjadinya defisit anggaran pada pemerintahan Islam.
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena:
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 100.
Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama trhadap fungsi tabungan, fungsi pembayaran di muka dan fungsi dari unit perhitungan.
Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat.
Meningkakan kecenderungan untuk berbelanja.
Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Rianto Al Arif, M. Nur. Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis. Bandung: Alfabeta. 2010.
Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
Putong, Iskandar. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra wacana media. 2013.
Nanga, Muana. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005.
Mulia Nasution, Ekonomi Moneter, Uang dan Bank, (Jakarta: Djambatan, 1998.
28