PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
BERBASIS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Naik Sinukaban1
ABSTRACT
In the last decade, the agriculture development is not only can fulfill the people demand but also
reduce the quality of natural resource which is indicated by the disaster of flooding, landslide, and drought.
Therefore, it has to be done the revitalization of agriculture. It has to create the condition of agriculture that
materilize three indicators of sustainable development simultaneously through conservation agriculture system.
The implementation of conservation agriculture system in upstream of Serang watershed has not achieved the
agriculture development at perseved watershed especially due to the high of soil erosion and the wrong farmer
perception that can impede the improvement of conservation quality. The use of conservation farming has
reduced soil erosion and increase the farmer income. The refercussion of conservation farming depends on the
capability of farmer to finance the maintance of farming system and bring about erosion control technically. The
poor farmers can not manage conservation farming self-supporting, therefore they need subsidy.
Key Word : Revitalization of Agriculture, sustainable development, conservation farming systems.
PENDAHULUAN
Pertanian dalam arti yang luas
(agricultural) adalah kegiatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang utama
yaitu pangan (karbohidrat, vitamin, gizi,
lemak), sandang untuk pakaian, dan papan
untuk perumahan. Dengan demikian kegiatan
pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup
tersebut dapat berupa mengumpulkan bahan
makanan dari hutan, menangkap/ berburu
ikan atau hewan di air/laut atau daratan, atau
membudidayakan tanaman, ikan atau ternak.
Oleh sebab itu tempat pertanian itupun dapat
terjadi di air/laut maupun di darat (daerah
pertanian dan hutan).
Sektor pertanian dalam zaman modern
ini terdiri atas berbagai subsektor seperti
tanaman pangan, tanaman perkebunan,
tanaman industri/obat, perikanan (air tawar,
laut, penangkapan ikan), peternakan, dan
kehutanan (hasil hutan non kayu, kayu hutan
alam, kayu hutan tanaman industri).
1
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
J. Hidrolitan., Vol 1 : 1 : 1 - .., 2010
ISSN 2086 - 4825
1
Pembangunan pertanian adalah
kegiatan pembangunan untuk meningkatkan
produksi di semua sektor pertanian. Keadaan
yang masih seimbang menunjukkan jumlah
penduduk masih sedikit maka kebutuhan
manusia masih dapat dipenuhi oleh kegiatan
pertanian secara tradisional. Keadaan itu
masih dapat memenuhi kebutuhan semua
penduduk melalui produktivitas pertanian
dengan ekosistem alami.
Jumlah penduduk yang sudah
mencapai lebih dari 230 juta di Indonesia,
telah mengakibatkan produktivitas pertanian
dengan ekosistem alami tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan hidup, sehingga
pembangunan pertanian harus membentuk
ekosistem baru agar dapat memenuhi
kebutuhan semua penduduk. Namun pada
beberapa dekade terakhir, dengan teknologi
yang digunakan dalam pembangunan
pertanian bukan saja produktivitas pertanian
tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan
penduduk, tetapi juga sudah menurunkan
N. Sinukaban.: Pengelolaan Lahan Pertanian
kualitas sumberdaya alam (lahan, vegetasi
dan air) yang ditandai oleh bencana banjir,
longsor, kekeringan yang semakin sering dan
parah. Keadaan yang sudah semakin parah
tersebut perlu diperbaiki dan perlu dilakukan
revitalisasi (penyempurnaan pembangunan)
pertanian.
Konsep Revitalisasi Pertanian
Revitalisasi pertanian harus diartikan
sebagai
pembangunan
pertanian
berkelanjutan yang meliputi pembangunan
sektor-sektor pertanian tanaman pangan,
tanaman hortikultura, tanaman industri/obat,
tanaman perkebunan, perikanan, peternakan,
kehutanan, agro industri dan agribisnis, atau
semua kegiatan pembangunan yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan pangan,
sandang, dan papan menggunakan sumber
daya lahan, vegetasi atau air secara
substansial. Oleh sebab itu revitalisasi
pertanian harus didasarkan pada konsep
penggunaan sumber daya secara
berkelanjutan (sustainable agriculture
development) sehingga sumber daya tersebut
dapat digunakan oleh manusia untuk
kehidupannya secara terus menerus.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka dalam
revitalisasi pertanian, perhatian besar harus
diutamakan pada pemenuhan kebutuhan
manusia serta penggunaan dan pemeliharaan
sumberdaya lahan, vegetasi, dan air yang
efektif dan efisien .
Pengelolaan lahan dalam Revitalisasi
Pertanian harus pula dapat menciptakan
kondisi pertanian yang mampu mewujudkan
tiga indikator pembangunan berkelanjutan
secara simultan yaitu: pendapatan yang layak
bagi setiap petani (petani tanaman, petani
ikan, petani ternak, buruh tani/pekerja
didaerah pertanian); agroteknologi yang
diterapkan tidak menimbulkan kerusakan
sumberdaya (degradasi); serta dapat diterima
(acceptable) dan dikembangkan (replicable)
oleh petani dengan pengetahuan dan sumber
daya lokal yang mereka miliki.
2
Ketiga indikator pembangunan
berkelanjutan tersebut harus dapat
diwujudkan secara simultan dan akuntabel
dalam perencanaan revitalisasi pertanian.
Oleh sebab itu dalam revitalisasi pertanian
harus ada perubahan/pembaharuan mendasar,
kalau bukan membalik arus pembangunan
dari mengutamakan target nasional menjadi
mengutamakan kepentingan petani dan
kelestarian penggunaan sumber daya alam.
Pengutamaan kepentingan petani
memerlukan adanya program yang jelas
untuk meningkatkan produktivitas melalui
pemilihan dan penanaman komoditi yang
sesuai/cocok dengan faktor biofisik daerah.
Dengan demikian komoditi yang
dikembangkan adalah komoditi yang unggul
dan cocok di suatu daerah (site specific) dan
laku di pasar baik pasar lokal, nasional,
maupun regional/internasional. Produktivitas
hanya dapat dinaikkan dengan agroteknologi
yang sesuai (appropriate technology), baik
teknologi unggulan lokal maupun teknologi
modern asalkan dapat diterima dan
dikembangkan oleh petani lokal. Ramuan
agroteknologi yang digunakan harus dapat
menjaga/mempertahankan
bahkan
meningkatkan produktivitas sumberdaya
tanpa adanya penurunan kualitas sumber
daya alam (no environmental degradation).
Sistem pertanian harus diramu agar
dapat mewujudkan ketiga indikator pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture
system) secara simultan dengan Sistem
Pertanian Konservasi (SPK, Conservation
Farming System). Sistem Pertanian
Konservasi itu dapat melibatkan beberapa
komoditi seperti tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan, tanaman industri/
obat, ternak dan/atau ikan yang dilengkapi
dengan industri pasca panen yang tepat
(Sinukaban, 1994). Fenomena menurunnya
kualitas sumberdaya alam di Indonesia
merupakan alasan bagi penggunaan pupuk
buatan yang tepat dalam jumlah yang
diperlukan sudah merupakan keharusan
J. Hidrolitan., Vol 1 : 1 : 1 - 9, 2010
dalam revitalisasi pertanian.
Sumber daya lahan yang masih sangat
potensial di Indonesia juga berupa lahan
kering sehingga program revitalisasi
pertanian pada lahan kering harus mendapat
prioritas dan berarti program pengadaan air
irigasi harus menjadi prioritas penting.
Pengelolaan sumber daya alam selama ini
tidak memperhatikan kelestarian sumber
daya air, maka dalam revitalisasi pertanian.
Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya air
yang menjamin ketersediaan air bagi
kebutuhan seluruh aspek kehidupan secara
lestari harus menjadi prioritas utama.
Pengelolaan sumberdaya air tersebut perlu
dilakukan melalui penerapan teknik
konservasi tanah dan air yang memadai.
Perencanaan pembangunan pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam yang
didasarkan pada unit perencanaan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dengan prinsip satu
sungai, satu perencanaan sangat diperlukan.
Paradigma baru pembangunan pertanian
tersebut belum tersosialisasikan maka contoh
pembangunan pertanian berkelanjutan
sesuai dengan konsep diatas perlu diadakan
dalam satu DAS di setiap propinsi.
Peningkatan Produktivitas
Produktivitas beberapa komoditi
penting (seperti Tabel 1) dalam revitalisasi
pertanian harus dinaikkan agar pendapatan
petani dapat meningkat.
Tabel 1. Produktivitas beberapa komoditas
pangan dan target produktivitas
dalam revitalisasi pertanian
Komoditi
Padi sawah
Padi gogo
Singkong
Jagung
Kedelai
Produktivitas
Lama (ton/ha)
Produktivitas
Target (ton/ha)
4,5 - 5,0
< 2,5
15 - 20
3,5 - 4,5
< 1,2
5,5 - 6,0
> 3,5
> 35
5,5 - 7,0
1,8 - 2,0
Peningkatan produktivitas tanaman
lain seperti tanaman perkebunan (karet,
kelapa sawit, tebu, kopi, teh, dan lain-lain),
tanaman sayuran (kubis, kentang, tomat, dan
lain-lain), dan tanaman buah-buahan (pisang,
jeruk, apel, mangga, duku, durian, dan lainlain) pun harus diprogramkan secara cermat.
Peningkatan produktivitas tersebut
dapat dilakukan hanya dengan penggunaan
pupuk yang cukup. Sampai saat ini pemberian
pupuk oleh petani sangat sedikit. Oleh sebab
itu pengadaan pupuk yang diperlukan (N, P,
K, S, Ca, Mg dan pupuk organik) harus
menjadi prioritas.
Pengadaan dan Perluasan Lahan
Pertanian
Luas kepemilikan atau pengusahaan
lahan pertanian pada umumnya sempit. Oleh
karena itu perlu ada reformasi agraria untuk
meningkatkan luas pengusahaan lahan
pertanian dari 0,4 ha menjadi paling sedikit
1 – 2 ha per KK di pulau Jawa atau dari 1,2
menjadi 2 – 5 ha diluar pulau Jawa. Selain
itu, perlu pula dilakukan rehabilitasi lahanlahan yang sudah tidak produktif sehingga
dapat dipertaniankan kembali untuk
menambah lahan pertanian. Rehabilitasi ini
dapat dilakukan dengan teknik konservasi
tanah yang memadai atau penerapan sistem
pertanian konservasi.
Menghentikan Konversi Lahan
Pertanian ke Non Pertanian
Laju konversi lahan yang terbaik untuk
pertanian (prime land for agriculture)
menjadi non pertanian terjadi semakin cepat.
Oleh karena itu perlu dibuat undang-undang
untuk menghentikan konversi penggunaan
lahan tersebut.
3
N. Sinukaban.: Pengelolaan Lahan Pertanian
Pengadaan Air Irigasi
Pengelolaan lahan yang tidak disertai
teknik konservasi yang memadai dan
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahan mengakibatkan kapasitas
infiltrasi tanah menurun dan aliran permukaan
meningkat. Hal ini mengakibatkan hilangnya
air dari daerah pertanian berupa banjir pada
musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau. Oleh sebab itu dalam program
revitalisasi pertanian harus dilakukan
penataan penggunaan lahan, penerapan
teknik konservasi yang memadai, penanaman
pohon-pohonan, pembangunan check dam,
embung dan situ-situ untuk menahan air
sehingga dapat digunakan sebagai air irigasi
pada musim kemarau. Penggunaan air irigasi
pun harus dilakukan dengan lebih efisien
antara lain dengan menggunakan sistem
irigasi tetes (drip irrigation system).
Kebijakan Harga dan Fiskal
Kebiasaan menikmati harga produkproduk pertanian yang murah perlu dirubah.
Oleh sebab itu kebijakan penetapan harga
produk-produk pertanian yang murah harus
dirubah menjadi penetapan harga yang
menguntungkan petani. Bea masuk impor
produk-produk pertanian harus dinaikkan
dan bea ekspor produk-produk pertanian
harus diturunkan untuk meningkatkan gairah
petani berproduksi.
Pembangunan Sistem Pertanian
Konservasi (SPK)
Pertanian lahan kering seyogyanya
harus disertai dengan sistem pertanian
konservasi yang dapat melibatkan beberapa
komoditi seperti tanaman pangan, tanaman
buah-buahn, tanaman perkebunan, tanaman
obat/industri, tanaman kehutanan, ternak,
maupun ikan. Sistem pertanian konservasi
dibuat dengan mengatur penanaman tanaman
dalam strip yang berselang seling (strip
cropping) menurut kontur sehingga dapat
4
meningkatkan infiltrasi dan menurunkan
aliran permukaan, meningkatkan produksi
dan meningkatkan difersifikasi tanaman.
Salah satu analisis pembangunan sistem
pertanian konservasi (SPK) di proyek
pertanian lahan kering dan konservasi tanah
(P2LK2T) di Das Serang Hulu adalah seperti
tertera pada Tabel 2, 3 dan 4 (Sinukaban dan
Sihite, 1996).
Pengendalian Erosi
Kegiatan P2LK2T yang membantu
petani dalam melaksanakan sistem pertanian
konservasi telah berhasil mengurangi laju
erosi yang cukup besar dan memperbaiki
produktivitas lahan. Penurunan erosi yang
terjadi berkisar dari 66% sampai dengan 89%
(Tabel 2). Penurunan laju erosi yang cukup
besar ini masih belum mencapai batas ambang
toleransi. Kualitas teras yang masih kurang
baik merupakan penyebab utama disamping
cukup besarnya pengaruh erosivitas hujan
yang tinggi dan kemiringan lereng yang
curam.
Penurunan erosi yang telah dicapai ini
tidak cukup. Pengendalian erosi harus
mampu menekan erosi sampai ambang
toleransi. Perbaikan kualitas teras dan
perbaikan pengelolaan tanah dan tanaman
harus dilakukan agar penurunan kualitas
sumberdaya tanah dan penurunan taraf hidup
petani tidak terjadi.
Kualitas teras yang kurang baik
terutama disebabkan rendahnya pemahaman
dan ketrampilan petani untuk merawat teras
di samping biaya yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan cukup besar. Peningkatan
pengetahuan dan pemahaman petani agar
mau dan mampu melaksanakan pengendalian
erosi secara swadaya merupakan hal yang
harus dilaksanakan. Kemampuan ini akan
sejalan dengan tingkat adopsi petani pada
teras yang baik sebab upaya konservasi
haruslah merupakan upaya yang berorientasi
pada proses.
J. Hidrolitan., Vol 1 : 1 : 1 - 9, 2010
Tabel 2. Perubahan Laju Erosi Sebelum dan
Sesudah P2LK2T
Tabel 3. Pendapatan petani sebelum dan
sesudah proyek
Keterangan
Petani
tipe kategori
Demplot
300
466
Dampak
Erosi
sebelum
proyek
a
b
483
671
Erosi
setelah
proyek
a
b
96
51
193
180
Efektifitas
Penurunan
a
b
89%
77%
66%
86%
Sumber
: Sinukaban dan Sihite (1996)
Keterangan : erosi dalam ton/ha/tahun; a = bila
kondisi awal lahan belum memiliki
teras bangku; b = bila kondisi awal
lahan sudah memiliki teras bangku
Aktivitas konservasi tanah dan bantuan
sarana produksi telah membantu petani untuk
mampu menggunakan sistem usahatani
konservasi. Penurunan laju erosi dan
penggunaan sarana produksi yang baik telah
mampu meningkatkan pendapatan petani di
DAS Serang bagian Hulu.
Lahan kering merupakan sumber
pendapatan petani terbesar, yaitu 35, 7% dari
total pendapatan, sedangkan sawah dan
ternak masing-masing 19,3% dan 18,4%.
Rata-rata pendapatan dari lahan kering yang
paling banyak adalah dari tanaman nonpangan, seperti tanaman tahunan dan pohon
(tanaman hutan) (Tabel 3).
Seperti telah dikemukakan di atas
bahwa petani di DAS Serang bagian hulu
terdiri atas 4 tipe petani. Peningkatan
pendapatan dengan adanya pola usaha tani
konservasi dialami keempat tipe petani.
Petani tipe A mengalami peningkatan
pendapatan sebesar 14%, petani B 211%,
petani C 100% dan petani tipe D 28% (Tabel
3). Sumber pendapatan yang memberikan
konstribusi terbesar adalah dari lahan kering
dan ternak.
Pendapatan
Petani (Rp/th)
Sebelum
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Tipe D
Peningkatan
Pendapatan
Sesudah
355.828
409.015
340.994 1.062.079
522.344 1.048.242
1.052.743 1.347.043
14%
211%
100%
28%
Sumber : Sinukaban dan Sihite (1996)
Keberlanjutan Sistem Pertanian
Konservasi
Penggunaan usahatani konservasi yang
telah dilakukan petani selama proyek akan
dapat menjamin melaksanakan pembangunan
pertanian yang berkelanjutan di daerah hulu
bila petani telah mampu dan mau
melaksanakan secara berkesinambungan
usahatani konservasi tersebut. Dalam
usahatani konservasi upaya peningkatan
produksi dan penurunan laju erosi harus
mampu dilakukan oleh petani secara swadaya
(Sinukaban, 1994).
Pengendalian Erosi
Laju erosi yang masih lebih besar dari
erosi yang dapat ditoleransikan merupakan
masalah yang bila tidak ditanggulangi akan
menjebak petani kembali ke dalam siklus
yang saling memiskinkan. Kondisi alam yang
sangat berpengaruh menyebabkan upaya
konservasi tidak cukup hanya dengan
menggunakan teras berkualitas baik.
Alternatif perbaikan pengelolaan tanah dan
tanaman masih sangat diperlukan.
Penurunan kualitas sumberdaya lahan
harus dicegah agar taraf hidup petani tidak
menurun. Upaya yang harus dilakukan adalah
memperbaiki kualitas bangunan membuat
teras sejajar kontur, menanam guludan dan
tampingan teras dengan rumput penguat
teras. Selain itu juga diperlukan penggunaan
mulsa dan pengelolaan tanah minimum
disamping menggunakan bibit unggul dan
5
N. Sinukaban.: Pengelolaan Lahan Pertanian
pemupukan yang berimbang. Penggunaan
sistem ini selain akan meningkatkan
pendapatan juga akan menyebabkan
terjadinya penutupan lahan yang lebih baik.
Sistem ini relatif kurang dikenal oleh
petani, khususnya penggunaan mulsa dan
pengolahan tanah minimum. Mulsa sangat
jarang dijumpai di lahan petani karena sisa
tanaman umumnya dibawa pulang sebagai
pakan ternak atau dibakar dilahan sebagai
pupuk. Sesungguhnya rumput dari rumput
penguat teras merupakan sumber pakan
ternak tetapi karena adanya pemahaman
petani bahwa tampingan dan guludan teras
tidak baik di tanami dengan rumput penguat
menyebabkan petani mengalami kekurangan
pakan ternak. Perbaikan pemahaman petani
pada faktor ini akan mendukung terciptanya
teras berkualitas baik peningkatan
pendapatan petani dari sektor ternak.
Pertambahan ternak juga akan menjamin
tersedianya pupuk kandang yang dibutuhkan
dalam pengelolaan lahan kering.
Kesinambungan pengendalian erosi
akan dipengaruhi oleh persepsi dan perilaku
petani dalam masalah erosi. Peranan
penyuluh sangat penting mengingat upaya
konservasi bukanlah upaya singkat dan
instant tetapi berorientasi pada proses.
upaya pembangunan pertanian yang
berkesinambungan tidak akan tercapai bila
biaya pemeliharaan teras dan penggunaan
alternatif yang disusun tidak mampu disangga
oleh petani. Biaya pengelolaan tersebut akan
dipenuhi oleh petani dari sisa hasil usaha atau
dari sisa pendapatan setelah kebutuhan
hidupnya terpenuhi.
Peningkatan pendapatan petani dengan
adanya proyek ternyata tidak sama untuk
semua kategori petani. Pertambahan
pendapatan akan dapat digunakan petani
untuk mengelolan usahataninya bila
kebutuhan sudah dipenuhi. Data kebutuhan
hidup petani sukar diperoleh sehingga diambil
kebutuhan minimum berdasarkan standart
kemiskinan dan jumlah rata-rata anggota
keluarga petani 5 orang maka diperoleh biaya
hidup minimum rata-rata petani Rp.600 000,(Tabel 4).
PETANI TIPE A merupakan tipe petani yang
tidak bergerak dari kemiskinan walaupun
usahatani konservasi sudah berhasil
meningkatkan pendapatannya. Dengan
kondisi ekonomi yang demikian, petani yang
termasuk kepada kelompok A ini sangat sulit
untuk bisa mampu merawat dan memelihara
sistem usaha tani konservasi mengingat
Tabel 4. Pendapatan Keluarga Berdasarkan Sumber Pendapatan Menurut Tipe Utama Petani
di DAS Serang Bagian Hulu
Kategori
Petani
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Tipe D
Rataan
Sumber
Keterangan
Sawah
0
259,300
0
310,123
235,788
Lahan
Kering
265,008
422,380
505,220
425,008
435,952
Ternak
144,007
380,399
152,994
207,784
224,466
Total
Pendapatan
409,015
1,062,079
1,048,242
1,347,043
1,221,299
Total
Lahan
0,358
0,770
0,520
0,768
0,712
Konsumsi*
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
: Sinukaban dan Sihite (1996)
: * = Biaya konsumsi diperoleh dengan mencari standart kebutuhan minimum (standart kemiskinan)
yaitu 240 kg beras per orang (Sayogo, 1983); Tipe A = Petani yang tidak punya sumber pendapatan
dari sawah dan luar usahatani; Tipe B = Petani yang tidak punya sumber pendapatan dari luar
usahatani; Tipe C = Petani yang tidak punya sumber pendapatan dari lahan sawah; dan Tipe D =
Petani yang tidak punya sumber pendapatan dari luar usahatani dan sawah.
Peningkatan Pendapatan
Pengelolaan secara teknis untuk
menekan erosi sampai batas toleransi dalam
6
Luar
Usahatani
0
0
382,288
404,128
323,630
kebutuhan hidup minimum belum mampu
dipenuhi oleh petani ini. Dengan
mempertimbangkan status ekonomi dan
kebutuhan fisik minimum petani kelompok
J. Hidrolitan., Vol 1 : 1 : 1 - 9, 2010
A ini maka pada pasca subsidi, petani yang
termasuk kategori ini masih perlu dibantu.
Bantuan untuk petani yang masih
dibawah garis kemiskinan setelah P2LK2T
masih harus dilakukan agar tujuan
meningkatkan taraf hidup petani dan
perlindungan sumberdaya tanah dapat
tercapai. Bantuan ini sangat diperlukan sebab
keuntungan usahatani konservasi tidak
sepenuhnya dinikmati oleh kelompok petani
ini. Bantuan untuk petani kelompok ini tidak
hanya dalam bentuk materi tetapi juga berupa
bimbingan dan penyuluhan yang terprogram
yang dibiayai oleh pemerintah sehingga
petani tersebut secara perlahan dapat
meningkatkan pendapatannya. Bantuan
bimbingan dan penyuluhan pada petani
kelompok A tersebut agar mampu mengelola
dan mengoptimalkan lahan yang minimal
merupakan hal yang harus dilakukan.
Bantuan dalam bentuk yang lain dapat
juga diberikan, yaitu dengan memberikan
kredit dengan bunga yang sangat lunak dan
memberikan tenggang waktu untuk mulai
membayar yang cukup. Hal lain yang juga
dapat dilakukan adalah memberikan pinjaman
dalam bentuk natura, misalnya memberikan
ternak yang harus dikembalikan dalam
bentuk anak ternak setelah berkembang biak.
Upaya meningkatkan pendapatan petani
kategori ini paling potensil adalah dengan
memperbesar sumber pendapatan dari
perternakan sebab kehadiran ternak sangat
mendukung perbaikan dan pemeliharaan
teras serta produktifitas lahan kering,
disamping itu juga memberikan peningkatan
pendapatan secara langsung.
Subsidi ternak untuk petani kelompok
A ini sebaiknya tidak didasarkan kepada
jumlah ternak per satuan penguasaan lahan
tetapi kepada jumlah anggota keluarga. Jika
didasarkan kepada pemilikan lahan, jumlah
ternak yang dimiliki akan sangat rendah alibat
luas lahan petani kelompok ini kecil.
Akibatnya, bila bantuan ternak didasarkan
pada luas lahan yang dimiliki petani maka
peningkatan pendapatan petani akan
sulit dicapai.
Efektivitas pengendalian erosi yang
rendah akibat kualitas teras yang kurang baik
juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi petani
kelompok ini. Subsidi pembuatan atau
perbaikan teras Rp. 100.000/ha tidak berarti
bagi petani kategori ini mengingat biaya
pembuatan teras yang mencapai Rp.
668.615/ha, sedangkan di lain pihak petani
kategori ini masih tergolong miskin. Hal ini
mengakibatkan kualitas bangunan konservasi
yang dibangun menjadi kurang baik. Petani
dengan kategori sumber pendapatan seperti
ini dalam upaya konservasi tanah seharusnya
memperoleh subsidi penuh mengingat
keuntungan dari konservasi tidak hanya
dinikmati oleh petani dan masyarakat di
daerah hilir.
PETANI KATEGORI B dan C
merupakan tipe petani yang sebelum
usahatani konservasi memiliki kondisi
ekonomi yang hampir sama dengan petani
A. Tetapi berbeda dengan petani kelompok
A, petani kelompok B dan C mengalami
pertumbuhan pendapatan yang cukup tinggi,
yaitu 211% dan 100%. Petani kategori ini
relatif lebih responsif dengan adanya
bantuan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari
lebih beragamnya sumber pendapatan petani
tipe ini. Adanya sumber pendapatan lain pada
petani B dan C di luar lahan kering
menyebabkan petani tipe ini lebih berani
untuk mencoba alternatif pola usahatani yang
disarankan proyek. Jumlah total pendapatan
sebelum proyek yang hampir sama dengan
petani kelompok A, juga menjadi penyebab
petani ini kurang mampu menghasilkan teras
berkualitas baik.
Usahatani konservasi yang dicoba telah
berhasil meningkatkan pendapatan petani tipe
B dan C sampai di atas garis kemiskinan.
Kondisi ini juga menyebabkan petani
kelompok B dan mampu untuk membiayai
pemeliharaan sistem usahatani konservasi,
7
N. Sinukaban.: Pengelolaan Lahan Pertanian
khususnya pemeliharaan teras bangku. Sisa
jumlah pendapatan keluarga setelah
kebutuhan hidup dipenuhi yang dapat
digunakan untuk memelihara teras bangku
adalah sebesar Rp. 148.060/ha. Adanya
kemampuan petani kelompok B dan C untuk
membiayai pemeliharaan teras bukan berarti
mereka tidak perlu lagi diperhatikan.
Biaya pemeliharaan sistem usahatani
konservasi khususnya teras bangku pada
petani kelompok B dan C sebenarnya tidak
mampu ditanggulangi oleh pendapatan dari
lahan kering saja tetapi petani harus
melakukan
pengaturan
sumber
pendapatannya di luar lahan kering. Selain
itu, adanya persepsi petani yang kurang
mendukung teras berkualitas baik dan
penggunaan bibit unggul dalam sistem
produksi menyebabkan petani di kedua
kelompok ini masih perlu dibantu, khususnya
lewat penyuluhan. Penyuluhan yang
terencana dan baik merupakan suatu
keharusan agar peningkatan pendapatan ini
dapat bertahan terus, ini menjadi beban dari
pemerintah untuk petani kedua kelompok B
dan C.
Penyuluhan untuk meningkatkan
pendapatan petani kelompok B dan C ini
sebaiknya mengarah kepada peningkatan
pendapatan dari ternak dan lahan kering.
Untuk petani kelompok B dan C, dengan luas
lahan kering yang tidak terlalu besar, sektor
perternakan merupakan sumber pendapatan
yang potensil dikembangkan. Selain
meningkatkan pendapatan, adanya ternak
akan membantu produktivitas lahan kering
yang dimiliki lewat sumbangan pupuk
kandang. Untuk petani dengan luas lahan
kering yang cukup besar, peningkatan
pendapatan dari lahan kering, khususnya non
pangan merupakan sasaran yang potensil
mengingat adanya sumber pendapatan lain
(sawah pada petani B atau non usahatani
pada petani C) yang dapat digunakan sebagai
sumber pangan. Sumber pendapatan dari
sektor ini pada petani kelompok B masih
8
tidak terlalu besar walaupun luas lahan kering
yang dimiliki cukup besar.
PETANI KATEGORI D merupakan
kategori petani yang sebelum menggunakan
usahatani konservasi sudah memiliki
pendapatan yang cukup baik. Penggunaan
usahatani konservasi juga menyebabkan
terjadinya pertumbuhan pendapatan
walaupun tidak terlalu tinggi, yaitu hanya
28%. Peningkatan terbesar diperoleh dari
sumber pendapatan lahan kering
Pendapatan petani kelompok D yang
cukup besar sebelum menggunakan usahatani
konservasi tidak otomatis menyebabkan
kualitas teras menjadi baik. Dengan
memperhatikan sumbangan lahan kering
sebelumnya kepada total pendapatan petani
kelompok D yang cukup kecil
memperlihatkan bahwa lahan kering kurang
mendapat perhatian petani. Kurangnya
perhatian akan pentingnya lahan kering
sebagai sumber pendapatan juga dapat
menyebabkan petani kelompok D ini enggan
untuk melakukan subsidi dari pendapatannya
untuk menambah biaya bantuan teras yang
diberikan. Hal ini dapat menyebabkan
kualitas yang ada relatif tidak terlalu baik
kualitasnya.
Kesinambungan usahatani konservasi
petani kelompok D ini memerlukan stimulus
agar lebih memperhatikan sumber
pendapatan dari lahan kering ternak, sebab
pendapatan dari ke dua sektor ini relatif masih
rendah. Luas lahan yang cukup besar, dan
adanya sawah sebagai sumber produksi
pangan menyebabkan petani kelompok D
lebih baik meningkatkan pendapatan dari
lahan kering dengan mengusahakan tanaman
keras (non pangan). Penyuluhan dan
bimbingan merupakan sesuatu yang harus
dilakukan agar petani kelompok D mau
memperhatikan sumber daya lahan kering
sebagai sumber pendapatan yang potensial
sehingga kelestarian sumberdaya lahan dapat
dipertahankan.
J. Hidrolitan., Vol 1 : 1 : 1 - 9, 2010
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pelaksanaan sistem pertanian konservasi
di DAS Serang bagian hulu belum
menjamin tercapainya pembangunan
pertanian di DAS yang lestari terutama
karena masih besarnya laju erosi dan
masih adanya persepsi petani yang dapat
menghambat perbaikan kualitas
bangunan konservasi.
2. Penggunaan usahatani konservasi telah
mampu menurunkan laju erosi dan
meningkatkan pendapatan petani
3. Keberlanjutan sistem pertanian
konservasi ditentukan oleh kemampuan
petani membiayai pemeliharaan sistem
usahatani
tersebut
disamping
kemampuan melaksanakan pengendalian
erosi secara teknis.
4. Petani miskin tidak mampu mengelola
usahatani konservasi secara swadaya dan
masih memerlukan subsidi.
Saran
1. Perbaikan bangunan konservasi sampai
kualitas baik dan pengelolaan tanah dan
tanaman harus dilakukan agar erosi dapat
mencapai batas toleransi. Bimbingan dan
penyuluhan masih dibutuhkan dan harus
berkesinambungan dalam membina
petani.
2. Penyuluhan perlu dilakukan secara terus
menerus dan tidak hanya kepada
perbaikan pengelolaan tanah dan
tanaman dalam upaya peningkatan
pendapatan petani khususnya dari lahan
kering.
3. Subsidi biaya pembuatan teras harus
dilakukan berdasarkan kemampuan
ekonomi petani. Subsidi sebaiknya
dipisahkan antar kategori petani
berdasarkan sumber pendapatan. Biaya
subsidi sebaiknya diberikan untuk
menambah sisa hasil usaha petani yang
dapat digunakan untuk biaya konservasi
bukan hanya sekedar membantu petani.
4. Pemberian bantuan ternak harus menjadi
prioritas dan tidak didasarkan pada
luasan lahan petani saja.
DAFTAR PUSTAKA
Sayogyo, 1988. Masalah Kemiskinan di
Indonesia : Antara Teori dan
Praktek. Dalam Mimbar Sosial
Ekonomi. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian, IPB. Bogor.
Sinukaban, N. 1994. Membangun
Pertanian Menjadi Industri yang
Lestari dengan Sistem Pertanian
Konservasi. Orasi ilmiah dalam
Penerimaan Jabatan Guru Besar,
IPB, Bogor.
Sinukaban N, dan Sihite J. 1996.
Usahatani Konservasi Dalam
Pembangunan Pertanian yang
Berkesinambungan. Prosiding
Kongres Ke-II dan Seminar
Nasional MKTI, 27-28 Oktober
1993. Jogjakarta.
9