Academia.eduAcademia.edu

HAK CIPTA

BAB I PENDAHULUAN hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum. Latar belakang Begitu banyaknya kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia, tentunya merupakan suatu hal yang meresahkan para pencipta suatu karya. Suatu bentuk kreativitas seseorang yang harusnya dihargai, justru dijadikan sebagai kesempatan untuk mencari keuntungan bagi berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/ suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Melihat pemberitaan yang disampaikan oleh Vivanews pada tanggal 1 Mei 2012 menyatakan bahwa Amerika Serikat kembali menggolongkan Indonesia dalam daftar negara yang sangat bermasalah dalam pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual. Amerika Serikat berkepentingan dalam penyusunan daftar ini mengingat sebagian besar ekspor mereka terkait dengan hak cipta. Amerika Serikat tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar "priority watch list" untuk pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang paling bermasalah dengan pelanggaran hak cipta ini tidak berakibat munculnya sanksi. Namun, sekadar untuk membuat efek malu bagi pemerintah negara yang bersangkutan untuk lebih giat lagi memberantas pembajakan dan pemalsuan merek dagang serta memperbaiki penegakan hukum masing-masing di bidang perlindungan kekayaan intelektual. Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak kreativitas daya cipta, memang tidak terlepas dari adanya realita bahwa memang ada sebagian masyarakat yang memiliki mental plagiatisme. Semakin hari, kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, semakin meningkat. Kasus ini harusnya dijadikan kasus utama yang harus segera diatasi, bukan dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting. Sebagian besar masyarakat mungkin tidak memandang hal ini sebagai suatu masalah besar, sehingga masalah ini tidak segera diatasi dan memberikan sanksi jera bagi orang yang melanggar hak cipta. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah adalah sebagai berikut: ”adakah ketentuan umum dalam bidang hukum atas hak cipta dan apakah hambatan – hambatan dalam penegakan hukum tersebut di Indonesia”. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Penegakan hukum atas hak cipta Saat ini berlaku Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC 2002) sebagai hukum positif dalam bidang hak cipta di Indonesia. Melihat sejarahnya, piranti hukum dalam bidang hak cipta bukanlah merupakan hal yang baru dalam perkembangan sistem perlindungan HAKI di Indonesia. UU Hak Cipta telah ada sejak zaman pemerintah kolonial Belanda, yakni pada tahun 1912. Pada masa pemerintah nasional, telah diundangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, yang dirubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987. Revisi atas UU tersebut kemudian dilakukan dengan disahkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, di tahun 2002 dirubah kembali dan yang terakhir diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Perlu dipahami sejak awal bahwa hak cipta timbul secara otomatis sejak lahirnya suatu ciptaan. Pendaftaran suatu ciptaan bukan merupakan suatu kewajiban yang menimbulkan hak cipta, sehingga suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar pada dasarnya tetap memperoleh perlindungan. Pendaftaran dalam hak cipta juga tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari suatu ciptaan yang didaftarkan. Hal ini memiliki implikasi lebih lanjut bahwa Ditjen HAKI tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang terdaftar. Fungsi pendaftaran ini adalah diperoleh surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Dengan kata lain, hal tersebut tidak berlaku mutlak karena apabila terjadi sengketa di pengadilan mengenai suatu ciptaan maka pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya dan hakim dapat menentukan pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian yang dilakukan. Untuk ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, ciptaan yang tidak orisinil, ciptaan yang belum diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata (masih dalam bentuk ide), atau ciptaan yang telah menjadi milik umum, tidak dapat didaftarkan. Dengan kata lain, perlindungan diberikan untuk karya yang asli (original), berarti bahwa dalam karya tersebut terdapat bentuk yang khas dan bersifat pribadi dari penciptanya - merupakan suatu yang nyata perbedaannya dengan karya lainnya, dan dituangkan dalam bentuk yang riil. Ruang lingkup perlindungan hak cipta adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang meliputi karya: buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi; dan terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.Hak cipta atas hasil kebudayaan rakyat atau atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dipegang oleh Negara, yaitu Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya; dan Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Dalam hal buku dan semua hasil karya tulis lain, hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Apabila hak cipta dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Untuk perwajahan karya tulis yang sudah diterbitkan, dilindungi lebih singkat yaitu 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. Khusus untuk program komputer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan yaitu 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Ketiga pengaturan ini, apabila pemilik atau pemegang hak cipta merupakan suatu badan hukum maka hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengumuman yang dimaksudkan di atas adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media Internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Sedangkan perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun bagian yang substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan secara permanen atau temporer. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta, yaitu untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal terjadi pelanggaran, pencipta atau pemegang hak cipta dapat pertama, mengajukan permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran, kedua, mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya, dan ketiga, melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS Ditjen HKI.23 Sedangkan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah: pertama, pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli. Kedua, pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali jika hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/ atau diperbanyak. Ketiga, pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. Keempat, dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan: (1) penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; (2) pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar, ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, atau pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; (3) perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan tersebut bersifat komersial; (4) perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang bersifat non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; (5) perubahan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. 2.1 Hambatan Penegakan Hukum Hak Cipta Di Indonesia mm..a. Umum Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, secara umum hambatan penegakan hukum hak cipta menunjuk pada: Pertama, relatif kurangnya pemahaman masyarakat tentang filosofi perlindungan HAKI yang sebenarnya apabila dapat diterapkan secara taktis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pandangan ini dapat dijelaskan bahwa untuk membangun dan mengembangkan sektor-sektor industri suatu negara diperlukanlah investasi, dimana investasi akan meningkat didukung dengan adanya perlindungan atau terjaminnya hak-hak investor yang salah satunya adalah HAKI. Dengan adanya penanaman dana tersebut maka ada dana untuk melakukan pembangunan. Sebagian keuntungan akan disisihkan untuk senantiasa melakukan kegiatan research and development (R&D – penelitian dan pengembangan/ litbang). Siklus ini berlangsung secara terus menerus. Kedua, kurangnya pemahaman masyarakat di atas akan mempengaruhi penghargaan yang diberikan kepada para pencipta. Kondisi ini sedikit banyak akan membuat para kreatif menjadi ‘malas’ berkarya. Hal ini semakin diperparah dengan masih adanya pemikiran bahwa profesi pencipta belum menjadi jaminan seseorang untuk bisa hidup layak, sehingga profesi sebagai kreator dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra menjadi sesuatu yang sangat khusus. Ketiga, adanya pandangan umum di atas sedikit banyak mempengaruhi cara berpikir (khususnya generasi muda) yang kemudian berakibat pada kurangnya minat pada kegiatan menulis (secara umum kurangnya apresiasi atas daya kreativitas menulis), dan kurangnya penghargaan terhadap karya orang lain. b. Khusus Hambatan khusus, misalnya dalam bidang penerbitan, hambatan disebabkan: pertama, sosialisasi mengenai royalti dari penerbit relatif terbatas pada kalangan tertentu. Keberpihakan penerbit kepada penulis relatif rendah, sehingga penulis merasa kurang dihargai, meskipun terkadang tindakan penerbit ini sebagai upaya preventif/ berjagajaga apabila buku yang bersangkutan tidak laku di pasaran. Hal ini akhirnya kembali pada kemampuan penulis itu sendiri, kekhasan yang dimilikinya, dan kejelian membaca kondisi atau kecenderungan pasar. Kedua, di kalangan penerbit Indonesia sendiri belum ada kesatuan pendapat tentang bagaimana mengelola dan memanfaatkan hak cipta sebagai salah satu piranti untuk mengembangkan diri, sebagai contoh beberapa penerbit masih keberatan dengan royalti dalam hak cipta. Ketiga, terdapat oknum yang ”mencuri” hak cipta yang sudah dibeli oleh suatu penerbit dengan mencetak buku yang bersangkutan secara tidak sah. Pembajakan ini telah menyebabkan kerugian waktu dan ekonomi, sementara efforts yang dikorbankan tidaklah sedikit (uang, waktu, perhatian, tenaga, dan itikad baik dalam memperlakukan pihak-pihak yang berhak secara fair). Keempat, kasus-kasus pembajakan yang terjadi khususnya pada buku-buku best seller juga patut diwaspadai. Buku bajakan bisa dijual dengan harga 50 persen lebih murah dari buku yang asli karena tidak harus mengelurkan banyak dana, terutama untuk membayar royalti penulis dan pajak. Kelima, peran IKAPI dalam terjadi kasus di atas sebatas memperingatkan saja. Keenam, selain hambatan-hambatan di atas, terdapat beberapa fakta tentang penerbitan Indonesia yang harus menjadi kepedulian kita bersama, yaitu: masih jarang buku terbitan Indonesia berbahasa Inggris, beberapa judul buku karya penulis terkenal Indonesia seperti Pramoedya Ananta Toer dan J.B. Mangunwijaya tidak diterbitkan oleh penerbit Indonesia, dan masih jarang pengarang atau buku Indonesia yang go international. Dengan melihat kondisi di atas, nampak bahwa industri ini masih berada dalam posisi yang relatif lemah, khususnya dalam lingkup internasional. BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN   Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang bertujuan untuk melindungi hak – hak para pencipta, namun masih banyak sekali hambatan – hambatan dalam penegakan hak cipta di indonesia misalnya kurangnya pemahaman mengenai hak cipta itu sendiri dan kurang tegasnya sanksi – sanksi yang di berikan kepada pelaku pelanggaran hak cipta. 3.2 SARAN Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus pelanggaran hak cipta antara lain: 1)      Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai hasil karya cipta seseorang. 2)      Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia. 3)      Pemerintah mengharuskan setiap pencipta suatu karya untuk segera mendaftarkan karya ciptaannya, agar tidak terjadi plagiatisme atau pembajakan terhadap hasil karyanya. 4)      Pemerintah mempermudah pencipta suatu karya untuk mendaftarkan karya ciptaannya, melalui prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak berbelit-belit. 5)      Setiap masyarakat ikut berpartisipasi menerapkan peraturan mengenai hak cipta yang berlaku. 6)      Setiap masyarakat, khususnya konsumen atau pengguna suatu karya, harusnya membeli karya cipta orang yang orisinil, bukan membeli barang-barang atau produk bajakan. 7)      Setiap masyarakat yang melihat adanya tindakan berupa pembajakan atau plagiatisme terhadap suatu karya, sebaiknya melapor kepada aparat yang berwajib untuk segera menangani kasus tersebut. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Rachmadi Usman, S.H.2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia). Bandung : PT.Alumni. Mulyatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. SITUS INTERNET: http://www.yrci.or.id/indonesia-negara-pelanggar-hak-cipta-terbesar-keempat-di-dunia/ https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia https://nindavf.wordpress.com/2013/06/04/makalah-hak-cipta/ http://www.kompasiana.com/bayuharyo/perlindungan-hak-kekayaan-intelektual-sebagai-salah-satu-upaya-penegakan-hak-asasi-manusia_55546db27397731b149054dc https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=penegakan%20hukum%20hak%20cipta%20di%20indonesia http://www.anneahira.com/contoh-latar-belakang.htm KATA PENGANTAR Dl;vhbkj;dffhbvk;dsjhbvfkldsjhbfvkjedrs11