Academia.eduAcademia.edu

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

2024, Amelia Dea Lova

Pembelajaran inklusif merupakan sistem layanan merupakan sistem layanan pendidikan yang terbuka dengan mengakomodasi semua peserta didik yang membutuhkan pendidikan layanan khusus tanpa diskriminatif dengan cara belajar bersama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran sesuai dengan potensi, kemampuan, kondisi tanpa membeda-bedakan latar belakang kondisi sosial, ekonomi, suku bahasa serta perbedaan kondisi fisik maupun mental. Dalam konteks anak usia dini, penerapan pendidikan inklusif memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak. Pendekatan ini memungkinkan setiap anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka. Penerapan pendidikan inklusif dalam pembelajaran anak usia dini juga memerlukan peran aktif dari guru dan orang tua. Pandangan guru dan orang tua terhadap pendidikan inklusif di taman kanak-kanak menunjukkan bahwa pendidikan inklusif memberikan manfaat positif bagi anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak tanpa kebutuhan khusus.

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI Amelia Dea Lova (23022040) Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang [email protected] ABSTRAK Pembelajaran inklusif merupakan sistem layanan merupakan sistem layanan pendidikan yang terbuka dengan mengakomodasi semua peserta didik yang membutuhkan pendidikan layanan khusus tanpa diskriminatif dengan cara belajar bersama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran sesuai dengan potensi, kemampuan, kondisi tanpa membeda-bedakan latar belakang kondisi sosial, ekonomi, suku bahasa serta perbedaan kondisi fisik maupun mental. Dalam konteks anak usia dini, penerapan pendidikan inklusif memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak. Pendekatan ini memungkinkan setiap anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka. Penerapan pendidikan inklusif dalam pembelajaran anak usia dini juga memerlukan peran aktif dari guru dan orang tua. Pandangan guru dan orang tua terhadap pendidikan inklusif di taman kanak-kanak menunjukkan bahwa pendidikan inklusif memberikan manfaat positif bagi anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak tanpa kebutuhan khusus. Kata Kunci: pendidikan inklusif, anak usia dini PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang memberikan pelayanan kepada anak yang berada pada rentang usia lahir sampai delapan tahun(Suryana,2021). Yang mana dalam pendidikan anak usia dini mereka masih memiliki hasrat bermain dan permainan. Sehingga,saat dimasukkan ke sekolah akan mengalami perbedaan pola pikir dan belum adanya kesiapan emosional oleh orang tua. Di sekolah tidak semua anak memiliki kondisi sehat, ada beberapa anak dalam keadaan berkebutuhan khusus. Sebagai individu, anak usia dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai dengan nilai-nilai sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakatnya. Dari penjelasan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan,berarti semua orang berhak memperoleh pendidikan termasuk warga negara yang memiliki kebutuhan khusus atau juga yang memiliki kesulitan belajar seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis (disgrafia) dan menghitung (diskalkulia) maupun penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras). Dengan demikian, warga negara Indonesia yang memiliki kelainan dan kesulitan belajar dapat mengikuti pendidikan sesuai dengan tingkat ketunaan dan kesulitannya. Namun dalam kenyataan persentase anak cacat yang mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya amat sedikit. Hal ini dikarenakan masih adanya hambatan pada pola pikir masyarakat kita yang mengabaikan potensi anak cacat. Pada umumnya masyarakat memandang kecacatan (disability) sebagai penghalang (handycap) untuk berbuat sesuatu padahal pada hakikatnya kecacatan seseorang bukanlah merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu. Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Pendidikan inklusif merupakan suatuhal yang baru di Indonesia dan belum bayak sekolah inklusi yang sudah berjalan. Pendidikan inklusif dikembangkan berdasarkan keyakinan bahwa setiap individu mampu belajar, berkembang, tumbuh dan juga bekerja sama dengan orang lain walaupun mempunyai latar belakang yang berbeda di sekokah, lingkungan kerja dan masyarakat. Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Smith (2006) menjelaskan bahwa pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. Prasyarat Pendidikan Inklusif di PAUD Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (2001) mengemukakan beberapa profil pembelajaran di sekolah inklusif, yaitu: Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar. Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. METODE Metode Penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, menggunakan analisis dokumen, observasi, wawancara, instrumen, dan dokumentasi yang terbuka dengan mengakomodasi semua peserta didik yang membutuhkan pendidikan layanan khusus tanpa diskriminatif dengan cara belajar bersama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran sesuai dengan potensi, kemampuan, kondisi tanpa membedabedakan latar belakang kondisi sosial, ekonomi, suku bahasa serta perbedaan kondisi fisik maupun mental. PEMBAHASAN Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan itu tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara fisik, mental, sosial, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi. Pada titik ini tampak bahwa konsep pendidikan inklusif sejalan dengan filosofi pendidikan nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik kependidikan hanya karena perbedaan kondisi awal dan latar belakangnya. Inklusifpun bukan hanya bagi mereka yang berkelainan atau luar biasa melainkan berlaku untuk semua anak. Dengan demikian yang dimaksud pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya ( Sapon Shevin dalam O’Neil 1994). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980). Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi terutama pada Pendidikan Anak Usia Dini. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum. Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan asesmen yang akuratperlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan atau profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai dan objektif. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak berkebutuhan khusus sedini mungkin. Diantara tujuannya adalah sebagai berikut: Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal. Jika memungkinkan untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak berkemampuan. Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidak mampuan utamanya. Pendidikan inklusif berkembang sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran hak asasi manusia bagi anak-anak penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan guru dan orang tua terhadap tantangan dan manfaat pendidikan inklusif di taman kanak-kanak bagi anak disabilitas maupun tanpa disabilitas dalam upaya memenuhi kesempatan belajar anak disabilitas maupun tanpa disabilitas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data yang digunakan dalam pendekatan studi kasus penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini adalah 2 guru/kepala sekolah inklusif, dan 2 orang tua anak disabilitas/tanpa disabilitas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan inklusif yang dilaksanakan di taman kanak-kanak secara tidak langsung memberikan manfaat dan tantangan yang dihadapi guru maupun orang tua anak disabilitas ataupun anak tanpa disabilitas. Pelaksanaan pendidikan inklusif memberikan manfaat untuk anak disabilitas maupun tanpa disabilitas yaitu memberikan relasi sosial dan penerimaan. KESIMPULAN Semua warga Negara berhak mendapatkan pendidikan baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan dipertegas dalam Permendiknas nomor 70 Tahun 2009 dengan member peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah reguler terutama pendidikan yang di berikan sejak dini. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Tujuan pendidikan inklusif antara lain adalah Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal serta menJika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidak teraturan perkembangan sehinggamenjadi anak yang tidak berkemampuan dan untuk mencengah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya. Pendekatan secara personal dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendidikan inklusif seperti masalah rendahnya motivasi peserta didik dan ekonomi. Jadi untuk keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara berama-sama. DAFTAR PUSTAKA Herawati, N. I. (2016). Pendidikan Inklusif. Eduhumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar, 2 (1). Saputra, A. (2016). Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusif. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(3), 1-15. Suryana, D., & Latifa, B. (2023). Inner Child Influence on Early Childhood Emotions. Educational Administration: Theory and Practice, 29(3). Suryana, D., Husna, A., & Mahyuddin, N. (2023). CIPP Evaluation Model: Analysis of Education Implementation in PAUD Based on Government Policy on Implementation of Learning During the Covid-19 Pandemic. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(4), 4386-4396. Suryana, D. (2022). Permainan edukatif setatak angka dalam menstimulasi kemampuan berfikir simbolik anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 17901798. Suryana, D., & Sakti, R. (2022). Tipe Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Kepribadian Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4479-4492. Suryana, D., Mayar, F., & Sari, R. E. (2021). Pengaruh Metode Sumbang Kurenah terhadap Perkembangan Karakter Anak Taman Kanak-kanak Kecamatan Rao. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 341-352. Suryana, D., Sari, N. E., Mayar, F., & Satria, S. (2021). English Learning Interactive Media for Early Childhood Through the Total Physical Response Method. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 15(1), 60-80. Suryana, D., Khairma, F. S., Sari, N. E., Mayar, F., & Satria, S. (2020). Star of the week programs based on peer relationship for children social emotional development. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 14(2), 288-302. Suryana, D., Tika, R., & Wardani, E. K. (2022, June). Management of creative early childhood education environment in increasing golden age creativity. In 6th International Conference of Early Childhood Education (ICECE-6 2021) (pp. 17-20). Atlantis Press. Suryana, D., & Yuanita, S. K. S. (2022). Efektifitas Teknik Mind Mapping terhadap Kemampuan Membaca Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 28742885. Suryana, D. (2016). Pendidikan anak usia dini: stimulasi & aspek perkembangan anak. Prenada Media.