P-ISSN: 2615-7586, E-ISSN: 2620-5556
Volume 7, (2), 2024
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/yuridika/
Sah atau Tidak Smart Contract Dalam Sistem Blockchain?
Rumi Suwardiyati1, Hanif Nur Widhiyanti2, Setiawan Wicaksono3
1 Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Indonesia,
[email protected]
2 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Indonesia
3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Indonesia
ABSTRACT
MANUSCRIPT INFO
Smart contracts in blockchain systems are widely used as automated
agreements that can expedite the execution of a contract. Based on the
characteristics of smart contracts analyzed through agreements in the
Indonesian Civil Code (BW), it can be concluded that smart contracts can be
legally used in contractual legal activities in Indonesia. This is because smart
contracts meet the requirements outlined in the BW as guidelines for contract
formation, particularly concerning the validity of contracts. Using a normative
method, which employs literature as legal material for this writing, the result
shows that the validity of smart contracts in blockchain, based on Indonesian
contract law, aligns with the contract law that fulfills the requirements of
Article 1320 BW. Smart contracts can also be classified as standard
agreements where the parties agree based on an existing and mutually
agreed-upon contract. Until now, there are no specific regulations regarding
smart contracts in Indonesia, even though smart contracts are already widely
used in the country.
Manuscript History:
Received:
2023-11-17
Accepted:
2024-07-22
Corresponding Author:
Rumi Suwardiyati,
[email protected]
Keywords:
Smart contract; Blockchain;
agreement
Widya Yuridika: Jurnal
Hukum is Licensed under a
Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0
International License
Cite this paper
Suwardiyati, R., Widhiyanti, H. N., & Wicaksono, S.
(2024). Sah atau Tidak Smart Contract Dalam Sistem
Blockchain? Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 7(2). doi:
https://doi.org/10.31328/wy.v7i2.5156
Layout Version:
v.7.2024
PENDAHULUAN
Kata "Smart" dalam smart contract mengacu pada otomatisasi, sedangkan kata
"Contract" dapat diarahkan pada sebagain perjanjian, yang akhirnya smart contract dapat
diartikan sebagai perjanjian otomatis.1 Hal ini muncul sebagai solusi inovatif untuk
menjadikan proses kontrak tradisional menjadi kontrak otomatis. Dalam pengertian yang
lebih sederhana, smart contract dapat diartikan sebagai blok digital yang berisi perjanjian
antara dua pihak. Smart contract adalah sebuah program yang disimpan dalam jaringan
blockchain dan aktif beroperasi setelah syarat yang telah ditetapkan tercapai. Setelah
Taufiqurrohman, 2022, Desain Aset Digital Kripto Berbasis Syari’ah di Indonesia. Diambil 10
Juli 2024 dari http://repository.iainkudus.ac.id/7698/ .
1
459
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
persyaratan tersebut terpenuhi, smart contract akan secara otomatis melaksanakan
instruksi yang telah diprogramkan.2 Contoh penggunaannya dapat ditemukan dalam
transaksi token dan berbagai jenis transaksi digital saat ini. Smart contract muncul diawali
dengan dari gagasan brilian seorang ilmuwan komputer asal Amerika Serikat, Nick Szabo
pada tahun 1990-an. Nick Szabo memiliki pemikiran untuk membuat perjanjian yang dapat
terjadi secara otomatis tanpa harus melibatkan manusia dalam menjalankannya. Ide Nick
Szabo tersebut menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai smart contract yang
merupakan perjanjian digital yang dapat beroperasi sendiri dan disimpan dalam blockchain.
Smart contract menggambarkan perjanjian yang dijalankan dengan sendirinya.
Dengan konsep ini, Nick Szabo menciptakan landasan bagi revolusi dalam cara kita
menjalankan kontrak dan perjanjian dalam dunia digital. Perkembangan smart contract
mengemuka setelah munculnya Ethereum, sebuah platform terdesentralisasi yang
digunakan untuk menciptakan layanan daring di blockchain dengan dasar smart contract.
Mata uang kripto ether (ETH) digunakan sebagai alat pertukarannya. Smart contract
berjalan tanpa melibatkan pihak ketiga dan dicatat dalam blockchain Ethereum. Secara
alternatif, smart contract dapat dianggap sebagai suatu protokol dalam sistem komputer
yang memfasilitasi dan memverifikasi kontrak digital, serta mengotomatiskan tindakan
selanjutnya ketika kondisi terpenuhi.3
Smart contract merespon perintah yang telah diatur, yang kemudian dieksekusi oleh
jaringan komputer setelah verifikasi kondisi. Program atau transaksi yang dijalankan tidak
dapat diubah, kecuali oleh pihak yang berwenang, dan data hasilnya hanya dapat diakses
oleh pihak-pihak yang memiliki izin. Terdapat sejumlah ketentuan dalam smart contract
yang harus dipenuhi untuk memastikan keberhasilan dan kepuasan transaksi. Semua pihak
yang terlibat harus sepakat tentang cara penyimpanan transaksi dan data dalam blockchain
serta menyetujui aturan yang mengatur transaksi tersebut. Ethereum telah mendapatkan
popularitas yang signifikan di kalangan start-up dan pengembang perangkat lunak
terkemuka di seluruh dunia.
Ciri khas yang sangat mencolok pada Ethereum adalah kemampuan spesifikasi
bahasa pemrogramannya, yang memungkinkan pembuatan aplikasi terdesentralisasi sesuai
dengan parameter yang diinginkan. Kapitalisasi Ethereum telah mendekati nilai kapitalisasi
perusahaan-perusahaan besar Amerika seperti Hewlett-Packard (HP), American Airlines,
dan Moody's. Ethereum juga termasuk dalam kategori aset digital, komoditas digital, dan
teknologi yang mengikuti prinsip desentralisasi dan enkripsi yang dapat diperdagangkan
antar pengguna. Transaksi Ethereum dapat dilakukan tanpa menggunakan kartu kredit atau
melibatkan bank sentral. Desain Ethereum telah disusun sedemikian rupa untuk
memfasilitasi pengguna dalam melakukan transaksi perdagangan dengan lebih cepat,
sederhana, dan efisien melalui jaringan internet yang tersedia.
Aset digital ini termasuk dalam kategori komoditas digital yang berdasarkan
teknologi desentralisasi dengan menggunakan jaringan peer-to-peer atau yang sering
disebut sebagai jaringan blockchain, dan dapat diperdagangkan di platform Exchange aset
digital berbasis website. Ethereum juga menawarkan platform dengan kemampuan Turing
yang lengkap sehingga memungkinkan pengkodean aplikasi kompleks. Dengan Ethereum,
hampir semua fungsi dapat diukur dan dijalankan. Smart contract modern sering
menggunakan bahasa program yang disebut Solidity, yang dirancang khusus untuk
pengembangan smart contract. Kode Solidity kemudian diubah menjadi bytecode, yang
dieksekusi oleh Ethereum Virtual Machine (EVM). Dengan kemampuan ini, smart
contract tidak hanya digunakan untuk transaksi keuangan, tetapi juga untuk perdagangan,
aset digital, obligasi token, dan berbagai aplikasi lainnya.
2
Aprialim, Fiqar, 2020. Penerapan Blockchain dengan Integrasi Smart Contract pada Sistem
Crowdfunding. Diambil 01 November 2023, dari http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/1803/
3 Imelda Martinelli. Legalitas dan Efektivitas Penggunaan Teknologi Blockchain Terhadap Smart
Contract Pada Perjanjian Bisnis di Masa Depan, UNES Law Review, Vol 6 (4) Juni 2024, hal. 1076.
460
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
Penelitian terkait smart contract pernah dilakukan oleh Eureka Inola Kadly dkk yang
berjudul Keabsahan Blockchain-Smart Contract Dalam Transaksi Elektronik :Indonesia,
Amerika dan Singapura. Dalam penelitian ini membahas keabsahan smart contrack dalam
hukum Indonesia yaitu hanya menggunakan UU ITE dan melihat keabsahan smart contract
menurut hukum Amerika dan Singapura.4 Namun dalam penelitian ini belum menganalisis
sesuai dengan dasar hukum perjanjian yaitu Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut KUHPdt). Penelitian lain berkaitan dengan smart contract dilakukan
oleh Amy Dwi Kurnaini dan Lailatul Rohma yang berjudul Analisis Teori Al-Ba’I Terhadap
Praktik Smart Contract Pada Platform E-Commerce.5 Penelitian ini membahas smart
contract dalam sudut pandang hukum islam dan menganailis dalam aspek Hukum Perjanjian
di dalam KUHPdt.
Hadirnya smart contract menimbulkan banyak tanya, apakah smart contract
merupakan perjanjian ataupun persetujuan, atau hanyalah kontrak yang dibuat secara
elektronik dan otomatis dan tidak memiliki kekuatan yang kuat. Sedangkan dalam kaidah
norma, pembuatan perjanjian merujuk kepada Buku III KUHPdt, dan mengenai syarat
sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt. Dimana Buku III KUHPdt ini sifatnya
aanvullenrecht dan ada asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt
Dimana orang leluasa untuk membuat perjanjian, selama tidak melanggar kesusilaan dan
ketertiban umum.6 Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai “Urgensi Pemenuhan
Syarat Sah Perjanjian Pada Smart Contract dalam Sistem Blockchain”.
METODE
Tipe penulisan ini merupakan pendekatan normatif atau penelitian hukum normatif,
yang melibatkan analisis bahan hukum yang bersumber dari teks guna menjawab
permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan focus untuk mengkaji kaidah atau norma
dalam hukum positif.7 Pendekatan ini berlandaskan konsep hukum sebagai pedoman atau
norma yang digunakan sebagai acuan untuk perilaku manusia yang dianggap pantas. Sistem
norma ini terkait dengan prinsip-prinsip, norma, dan peraturan hukum, keputusan
pengadilan, perjanjian, serta ajaran hukum. Penulisan hukum adalah suatu proses atau
metode yang digunakan untuk menemukan peraturan hukum, undang-undang, serta
prinsip-prinsip hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan hukum yang
dihadapi, misalnya, menentukan legalitas smart contract dalam konteks sistem blockchain
sesuai dengan hukum perjanjian di Indonesia.
Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue
approach). Pendekatan perundangan-undangan dipergunakan untuk menelaah regulasi
yang berkaitan dengan isu hukum yang berkaitan dengan smart contract, apakah telah
memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPdt. Bahan hukum
dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun bahan
hukum primer adalah Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata, khususnya buku III. Bahan
hukum sekunder berupa bahan Pustaka, jurnal, artikel online yang berkaitan dengan syarat
sah smart contract. Bahan hukum tersier berupa Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan lain-lain.
4 Eureka Inola Kadly dkk, Kebasahan Blockchain-Smart Contract dalam Transaksi Eletronik :
Indonesia, Amerika dan Singapura, Jurnal Sains Sosio Humanioran, Vol.5 (2) Juni 2021, hal. 199.
5 Amy Dwi Kurnaini dan Lailatul Rohma, Analisis Teori Al-Ba’I Terhadap Praktik Smart Contract
Pada Platform E-Commerce, Mislim Heritage, Vol 9 (1) 2024, hal. 45.
6 Cyndiarnis Cahyaning Putri, Non-Fungible Token : Suatu Urgensi Serta Kontruksi Hukum Dalam
Perpspektif Hukum Perjanjian, Widya Yuridika Vol 6 (2), 2023, hal. 217.
7 Johny Ibrahim, (2007), Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, hal. 295.
461
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan dan internet,
yang kemudian dikumpulkan dan dianalisis menggunkan Teknik analisis preskriptif
sehingga ditemukan jawaban dari isu hukum terkait urgensi pemenuhan syarat sah
perjanjian smart contract dalam sisitem blockchain menurut hukum Indonesia. Dalam teknis
analisis bahan hukum juga dilakukan penafsiran secara sistematis untuk menganalisis isu
hukum yang diangkat dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ide utama dalam konsep perjanjian yang menekankan teknologi blockchain, yang
saat ini mendapatkan perhatian dan peminatan yang luas dan diadopsi dalam berbagai
negara, adalah melalui konsep smart contract. Penggunaan smart contract dalam konteks
hukum kontrak di Indonesia telah merambah berbagai sektor seperti perdagangan
keuangan, layanan asuransi, persetujuan kredit, proses hukum, dan bahkan pengumpulan
dana melalui metode yang dikenal sebagai crowdfunding atau Initial Coin Offering (ICO).8
Hingga saat ini, perkembangan teknologi ini telah melibatkan berbagai platform, termasuk
Ethereum, Bitcoin, dan Nxt, dalam menerapkan kontrak cerdas. Seiring dengan
perkembangan teknologi dan semakin banyaknya individu yang menggunakan Bitcoin dan
teknologi blockchain, aplikasi smart contract semakin populer dan menjadi salah satu
pilihan utama.9 Hampir semua mata uang kripto memiliki smart contract sebagai bagian dari
upaya untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi. Nick Szabo mendefinisikan
smart contract sebagai "protokol transaksi terkomputerisasi yang menjalankan ketentuan
kontrak". Menurut Jake Frankenfield, smart contract adalah "kontrak otomatis dengan
ketentuan kesepakatan antara pembeli dan penjual yang tertulis secara langsung dalam
baris-baris kode. Kode dan perjanjian yang terdapat di dalamnya ada di seluruh jaringan
blockchain yang terdesentralisasi. Kode tersebut mengendalikan pelaksanaan, dan transaksi
dapat dilacak dan tidak dapat dibatalkan.
Dalam pengertian yang lebih luas, smart contract adalah cara menggunakan Bitcoin
untuk membentuk perjanjian dengan pihak-pihak terkait melalui blockchain. Informasi
mengenai smart contract dienkripsi dan dicatat dalam sebuah buku besar bersama, sehingga
semua data dapat dicatat dan disimpan dalam blok yang tidak dapat dihapus atau
dimanipulasi oleh pihak lain. Terdapat tiga elemen utama yang membedakan smart contract
dari kontrak tradisional, yaitu otonomi, kemandirian, dan desentralisasi. Otonomi mengacu
pada fakta bahwa setelah diluncurkan dan beroperasi, kontrak dan agen pemula tidak perlu
intervensi lebih lanjut. Smart contract memiliki kemampuan untuk mandiri dalam
penggunaan sumber daya, seperti mengumpulkan dana melalui penyediaan layanan atau
menerbitkan ekuitas, dan menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan sumber daya,
seperti pemrosesan daya atau penyimpanan. Smart contract bersifat terdesentralisasi
karena mereka tidak bergantung pada satu server pusat; mereka tersebar dan dijalankan
oleh node-node jaringan.
Smart contract sangat terkait dengan teknologi blockchain, yang muncul sebagai
solusi terhadap kekurangan kepercayaan (trust) dalam mekanisme perbankan yang terkait
dengan uang elektronik bernama Bitcoin. Blockchain sendiri adalah sebuah basis data
terdistribusi yang memelihara daftar data yang terus berkembang dan aman dari upaya
pemalsuan dan revisi. Blockchain terdiri dari blok-blok yang berisi kumpulan transaksi
individual. Setiap blok memiliki cap waktu dan tautan ke blok sebelumnya. Sekarang ini,
Dondy Indraprakoso dan Haripin, Eksplorasi Potensi Penggunaan Blockchain Dalam
Optimalisasi Manajemen Pelabuhan di Indonesia: Tinjauan Literatur, Sanskara Manajemen Dan
Bisnis, Vol 1 (3), Juli 2023, hal. 140-160.
9 Hafiz, Muhammad, Perancangan Aplikasi E-Voting Dengan Sistem Smart contract
Berbasis Teknologi Blockchain. Diss. Univeristas Komputer Indonesia, diambil 11 September
2023, dari https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/5669/ .
8
462
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
penggunaan smart contract telah merambah ke berbagai sektor, termasuk perbankan, jasa
keuangan, fintech, kesehatan, pemerintahan, asuransi, dan e-commerce. Teknologi smart
contract semakin populer dalam dunia bisnis dan perdagangan di seluruh dunia. Smart
contract dapat mengeksekusi ketentuan yang telah disepakati, seperti dalam ketentuan
pembayaran, pengiriman, jaminan, force majeure, dan batasan tanggung jawab antara pihakpihak yang terlibat.
Selain itu, smart contract adalah evolusi dari perjanjian baku yang telah digunakan
secara luas dalam dunia bisnis dan lahir sebagai tanggapan atas kebutuhan masyarakat.
Meskipun perjanjian baku telah diterima secara luas oleh masyarakat, penting untuk
mencatat bahwa ada klausul eksekusi yang dapat memberatkan, terutama dalam hal
pembebasan tanggung jawab pihak-pihak jika terjadi pelanggaran kontrak.
Bentuk pembatasan juga dapat mengambil wujud dalam pengaturan jumlah ganti rugi
yang bisa diminta atau dalam menetapkan batasan waktu bagi pihak yang mengalami
kerugian untuk mengajukan klaim atau ganti rugi. Di Indonesia, ada standar yang harus
diperhatikan untuk menentukan apakah klausul, persyaratan, dan ketentuan dalam
perjanjian baku bisa berlaku dan mengikat semua pihak. Standar ini mencakup undangundang, etika, ketertiban umum, kesopanan, dan norma-norma yang berlaku. Dalam
perkembangannya, kebebasan berkontrak dirancang untuk mencapai tujuan agar semua
pihak memiliki posisi yang seimbang dalam transaksi.
Ketika salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah, maka pihak yang lebih kuat dapat
memanfaatkan situasi ini untuk keuntungannya sendiri. Dalam konteks perjanjian kredit yang
diatur dalam perjanjian baku, prinsip kebebasan berkontrak haruslah sejalan dengan prinsipprinsip hukum perjanjian yang lain, yang secara keseluruhan menjadi dasar hukum perjanjian.
Salah satu prinsip ini adalah prinsip keseimbangan. Oleh karena itu, prinsip kebebasan
berkontrak saat ini tidak sepenuhnya diakui sebagai berlaku universal, terutama ketika
perjanjian baku atau standar digunakan dalam praktik perbankan.
Smart contract secara tidak langsung telah mengubah berbagai aspek dalam dunia mata
uang digital. Terjadinya perdagangan peer-to-peer mungkin terjadi tanpa perlu kepercayaan
kepada pihak ketiga melalui bursa terdesentralisasi. Selain itu, proses pinjam-meminjam
dengan agunan dan akumulasi bunga yang mudah juga terjadi dengan begitu mudah dan
didukung oleh pihak-pihak terkait. Tak hanya itu, smart contract juga memungkinkan token
digital yang mewakili aset berwujud seperti real estate, NFT (Non-Fungible Token), saham,
dan komoditas.10 Lebih lanjut, smart contract memunculkan organisasi otonom
terdesentralisasi (DAO) dan berbagai layanan otomatis seperti penyimpanan file dan
komputasi bersama. Smart contract telah merevolusi dunia keuangan digital dengan
menawarkan otomatisasi, keamanan, dan aplikasi yang beragam. Sebagai bagian integral
dari dunia kripto, smart contract tidak hanya mengubah cara kita bertransaksi, tetapi juga
memperkuat kepercayaan dan kolaborasi dalam masyarakat yang semakin terhubung.
Contoh sederhana dari penggunaan smart contract adalah ketika seseorang ingin
meminjam uang dari temannya dengan janji akan mengembalikan pinjaman tersebut dalam
waktu tertentu. Sebuah smart contract dapat digunakan untuk mengotomatisasi proses ini.
Ketika waktu yang ditentukan tiba, smart contract akan memeriksa apakah Anda telah
mengembalikan pinjaman, dan jika ya, uang akan secara otomatis dikirimkan kepada teman
yang meminjami uang tersebut. Contoh sederhana ini menjelaskan bagaimana smart
contract menjadikan perjanjian dan transaksi lebih mudah, aman, dan efisien dalam dunia
digital.
Safitri, Arna, Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Konten NFT (Non-Fungible Token)
Menurut Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Diss. Universitas Jambi. Diambil 11 September
2023, dari https://repository.unja.ac.id/40961/ .
10
463
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
Smart contract adalah hasil evolusi dari penerapan blockchain setelah
cryptocurrency muncul. Terdapat lima varian smart contract yang berfungsi dengan cara
yang berbeda, termasuk11:
1. Basic Token Contract: Ini adalah kontrak cerdas yang mencatat alamat akun dan
saldonya, yang merepresentasikan nilai-nilai yang ditentukan oleh pembuat kontrak.
Kontrak token digunakan untuk mewakili obyek fisik dan nilai moneter lainnya.
2. Crowd Sale Contract: Kontrak cerdas ini digunakan untuk mengelola token dalam
jumlah besar. Token tersebut digunakan sebagai alat pembayaran dalam kontrak. Dalam
transaksi jual beli, investor membeli token dengan cryptocurrency, seperti Ethereum.
3. Mintable Contract: Ini adalah kontrak cerdas yang memfasilitasi perjanjian jual beli
NFT (nonfungible token), yang mewakili aset digital seperti musik, item dalam game,
atau karya seni.
4. Refundable Contract: Kontrak cerdas ini memberikan jaminan pengembalian aset
kepada investor dalam kasus kegagalan kesepakatan.
5. Terminable Contract: Kontrak cerdas ini digunakan untuk perjanjian jual beli daring
dan menjalankan program blockchain di sektor jasa keuangan.
Smart contract memiliki sejumlah kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
termasuk keamanan data yang tinggi berkat teknologi blockchain yang terdesentralisasi,
transparansi dalam pelaksanaan transaksi, otomatisasi yang meningkatkan akurasi, serta
pengurangan biaya karena menghilangkan perantara. Selain itu, smart contract
memberikan kendali penuh atas perjanjian atau transaksi yang dilakukan. Namun, ada
kelemahan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kurangnya regulasi hukum yang
jelas terkait smart contract. Ketidakjelasan ini dapat merugikan satu pihak jika terjadi
eksekusi sepihak atau perubahan kontrak.
Smart contract adalah perjanjian yang tertanam dalam kode komputer di dalam
jaringan blockchain. Mereka memungkinkan tingkat pemrograman yang lebih kompleks
dan otomatisasi dalam pelaksanaan perintah. Penggunaan smart contract memiliki banyak
manfaat karena tingkat keamanan data yang tinggi dan transparansi yang disediakan oleh
blockchain. Blockchain adalah database yang mengamankan berbagai jenis data dalam
jaringan terdesentralisasi. Data disimpan dalam blok, dan setiap blok memiliki hash dari
blok sebelumnya, memudahkan deteksi perubahan.12 Fungsi hash digunakan dalam proses
blockchain untuk mendeteksi perubahan data yang disengaja atau kesalahan jaringan.
Hash selalu memiliki ukuran yang sama, sehingga string identik akan menghasilkan hash
yang sama, sementara string berbeda akan menghasilkan hash yang berbeda, membuat
kesulitan untuk mencocokkan string dengan hash yang diberikan.
Blockchain digunakan dalam sistem Ethereum dengan luas, karena menyediakan
logika smart contract yang konsisten. Smart contract adalah aplikasi yang dijalankan di
blockchain sebagai bagian dari validasi transaksi. Untuk menggunakan smart contract di
Ethereum, transaksi pembuatan khusus dijalankan untuk memperkenalkan kontrak ke
blockchain. Kontrak pintar terdiri dari alamat kontrak, saldo kontrak, kode yang dapat
dieksekusi yang ditentukan sebelumnya, dan status.13 Pihak yang berbeda dapat
berinteraksi dengan kontrak tertentu dengan mengirimkan transaksi yang melibatkan
kontrak ke alamat kontrak yang sudah diketahui. Dalam perbandingan, smart contract
tidak jauh berbeda dengan perjanjian baku. Perjanjian baku adalah kontrak tertulis dengan
M. Ulul Azmi dkk, Risiko Hukum Penggunaan Smart contract pada Ethereum di
Indonesia. Locus Journal of Academic Literature Review, Vol 2 (3) March 2023, hal. 235-242.
11
12 Effrida Ayni Fikri dan Teddy Anggoro, Penggunaan Smart contract Pada Teknologi Blockchain
Untuk Transaksi Jual Beli Benda Tidak Bergerak. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), Vol 6 (3) 2022,
hal. 9965.
13 Wahyuni, Hesti Ayu, Yuris Tri Naili, dan Maya Ruhtiani, Penggunaan Smart contract Pada
Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Jurnal Hukum In
Concreto, Vol 2 (1) 2022, hal. 1-11.
464
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
klausula baku yang sudah ditentukan sebelumnya. Perjanjian baku mengandung syaratsyarat yang telah memenuhi standar bentuk dan isi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Biasanya, perjanjian baku digunakan oleh pengusaha, baik nasional maupun internasional,
sebelum melakukan perjanjian dengan konsumen. Namun, perjanjian baku ini sering kali
memiliki pembatasan dalam isi perjanjian yang dapat merugikan konsumen secara
finansial. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengatur perjanjian
baku ini untuk memastikan keseimbangan yang adil antara pihak yang terlibat.
Meskipun prinsip ini memberi kebebasan kepada semua pihak untuk membuat
perjanjian, konsumen seringkali tidak memiliki pengaruh yang seimbang dalam
menentukan isi perjanjian baku. Para pelaku usaha yang lebih kuat secara ekonomi
biasanya yang menentukan isi perjanjian baku ini, dan kadang-kadang isi tersebut
cenderung menguntungkan pihak pelaku usaha. Untuk mencapai keseimbangan yang adil
antara pelaku usaha dan konsumen, aturan mengenai klausula baku harus diperhatikan
oleh pelaku usaha. Perjanjian baku memiliki peran penting dalam dunia usaha dan
perdagangan, karena mereka dapat meminimalkan waktu, tenaga, dan biaya. Pelaku usaha
sering menggunakan perjanjian baku dalam berbagai hubungan ekonomi, seperti
pemberian kredit, pelayanan jasa parkir, penjualan perumahan, dan lainnya. Namun,
masalah muncul ketika perjanjian baku yang ditentukan oleh pelaku usaha memiliki
klausul-klausul yang memberatkan konsumen. Ini menyoroti pentingnya memastikan
bahwa perjanjian baku mencerminkan prinsip-prinsip keadilan dan keseimbangan antara
kedua belah pihak.
Sistem hukum kontrak memiliki berbagai prinsip, termasuk prinsip kebebasan
berkontrak. Meskipun dalam perjanjian banyak sekali mengatur asas seperti asas
konsensualisme, asas kepastian hukum, asas kepribadian dan asas iktikad baik. 14 Prinsip
ini membuat sistem hukum perjanjian bersifat terbuka, dengan peraturan-peraturan yang
bersifat pelengkap. Kebebasan berkontrak berarti individu bebas menentukan isi
perjanjian dan dengan siapa mereka ingin membuat perjanjian. Prinsip kebebasan
berkontrak bersifat universal, mengacu pada kehendak bebas setiap individu untuk
membuat atau tidak membuat perjanjian, dengan pembatasan hanya untuk kepentingan
umum dan perlu adanya keseimbangan yang wajar dalam perjanjian tersebut. Namun,
dalam praktiknya, prinsip kebebasan berkontrak tidak selalu diterapkan dalam pembuatan
perjanjian yang bersifat baku. Ini disebabkan karena kontrak baku telah menjadi
kebutuhan dalam masyarakat dan dunia usaha. Secara sederhana, prinsip kebebasan
berkontrak berarti bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian.
Setiap subjek hukum memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian tanpa batasan,
selama perjanjian tersebut memenuhi syarat sah dan tidak melanggar ketentuan hukum,
norma-norma etika, atau ketertiban umum. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, prinsip
kebebasan berkontrak mencakup berbagai aspek, seperti kebebasan untuk membuat atau
tidak membuat perjanjian, memilih pihak dengan siapa ingin membuat perjanjian,
menentukan penyebab perjanjian, menentukan objek perjanjian, menentukan bentuk
perjanjian, dan menerima atau menolak ketentuan undang-undang yang bersifat opsional.
Secara dasar, kontrak elektronik sama dengan kontrak konvensional, dengan perbedaan
bahwa kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik, sementara kontrak
konvensional dibuat secara lisan atau tertulis di atas kertas.
Pasal 1320 KUHPdt menguraikan persyaratan sah suatu perjanjian, yang terdiri
dari: Kesepakatan Kecakapan Objek perjanjian Causa yang halal Pasal 1320 KUHPdt
mencantumkan syarat-syarat ini, yang menunjukkan bahwa ketentuan dalam smart
contract sebenarnya mirip dengan prinsip-prinsip hukum perdata di Indonesia, meskipun
14
Ahmad Fadly Haryadi dkk, Perjanjian Utang Piutang yang Terdapat Kalususla Memberatkan,
Widya Yuridika, Vol 6 (2) 2023, hal. 282.
465
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
disajikan dalam format yang berbeda.15 Perbedaan utamanya adalah penggunaan kontrak
elektronik yang tidak memerlukan pertemuan fisik antara pihak yang terlibat dalam
perjanjian jual beli. Smart contract beroperasi dengan cara otomatis melalui teknologi
blockchain, dengan eksekusi otomatis yang diatur melalui kode komputer yang
diterjemahkan menjadi program yang dapat dijalankan. Eksekusi otomatis ini berarti
bahwa smart contract sering kali mengikuti format perjanjian baku, karena
pelaksanaannya bersifat otomatis.
Dalam perjanjian baku, terkadang terdapat klausa eksonerasi atau exemption
clause, yang dapat membatasi atau menghilangkan tanggung jawab penjual terkait risiko
yang mungkin timbul. Penjual dapat menentukan kontrak secara sepihak, seperti dalam
proses transaksi e-commerce yang mengharuskan pendaftaran sebagai bukti bahwa para
pihak adalah orang dewasa, yang dapat divalidasi melalui kartu identitas penjual dan
pembeli. Dengan mengacu pada Pasal 1320, ini dapat dianggap sebagai pemenuhan syarat
kecakapan pihak dalam transaksi tersebut.16 Selain itu, unsur-unsur perjanjian juga
memerlukan para pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian yang dibuat. Dalam
konteks transaksi e-commerce, ketika pembeli melakukan transaksi, ini dianggap sebagai
persetujuan terhadap ketentuan yang berlaku.
Unsur "hal tertentu" dalam perjanjian merujuk pada objek yang diperjualbelikan
dalam smart contract, yang secara otomatis menjadi bagian dari pelaksanaan perjanjian
tersebut. Transaksi elektronik dalam e-commerce diatur oleh hukum perdata di Indonesia,
termasuk peraturan-peraturan tentang perjanjian. Analisis ini menunjukkan bahwa
penggunaan smart contract akan menciptakan hubungan hukum antara pihak yang terlibat
dalam transaksi, sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam
Pasal 1338 KUHPdt. Oleh karena itu, diperlukan regulasi hukum yang jelas dalam bentuk
perundang-undangan yang mengatur penggunaan smart contract di Indonesia, karena
hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur hal ini. Aturan hukum diperlukan
untuk memastikan bahwa semua keinginan para pihak dalam transaksi e-commerce dapat
dipenuhi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perdata di Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Teknologi Finansial mengesahkan penggunaan blockchain sebagai bentuk
yang sah dalam sistem pembayaran, dengan kemampuan untuk melakukan otorisasi,
kliring, penyelesaian akhir, dan penyelesaian pembayaran. Smart contract adalah suatu
inovasi dalam bentuk kontrak elektronik yang serupa dengan perjanjian tradisional, tetapi
memiliki kemampuan eksekusi otomatis melalui teknologi blockchain. Eksekusi otomatis
ini dipicu oleh kode komputer yang diinterpretasikan dari frasa hukum menjadi program
yang dapat dijalankan. 17Keunggulan smart contract adalah penggunaan kontrak standar
yang menghemat waktu dan biaya, serta memungkinkan para pihak untuk melakukan
transaksi tanpa pertemuan langsung. Penting untuk dicatat bahwa smart contract adalah
perkembangan dalam transaksi elektronik, terutama di Indonesia. Hal ini dimungkinkan
karena sifat terbukanya buku ketiga dalam Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di
Indonesia, yang memberi ruang bagi inovasi kontrak yang sebelumnya belum diatur dalam
BW. Selain itu, asas kebebasan berkontrak menjadi pendorong munculnya smart contract,
Yanti Malohing, Kedudukan Perjanjian Baku Kaitannya Dengan Asas Kebebasan
Berkontrak. Lex Privatum, Vol 5 (4) 2017, hal. 5-11.
16 Fahdelika Mahendar dan Christiana Tri Budhayati, Konsep Take It or Leave It Dalam
Perjanjian Baku Sesuai Dengan Asas Kebebasan Berkontrak. Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA, Vol
2 (2) 2019, hal. 97-114.
17 Dedi Harianto, Asas Kebebasan Berkontrak: Problematika Penerapannya Dalam
Kontrak Baku Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol 11
(2) 2016, hal. 145-156.
15
466
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
karena ini memungkinkan para pihak untuk membuat kontrak sesuai kesepakatan mereka
dalam hal isi, bentuk, cara, dan waktu.
Kontrak elektronik, termasuk smart contract, diatur dalam Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik.18 Meskipun smart contract membawa kemudahan dan efisiensi dalam
pembuatan kontrak, penting untuk mengatasi isu keamanan data pribadi. Sistem
elektronik dapat rentan terhadap kebocoran data pribadi, sehingga langkah-langkah
antisipatif diperlukan.
Penggunaan smart contract di Indonesia harus selalu sesuai dengan peraturan
hukum, norma sosial, dan ketertiban umum. Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 80
Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik menjelaskan bahwa kontrak
elektronik memiliki validitas yang kuat kecuali terbukti sistem otomatisnya tidak
beroperasi dengan benar. Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menguraikan persyaratan minimum
untuk kontrak elektronik, termasuk kemampuan untuk mengoreksi, membatalkan
perintah, memberikan konfirmasi, melihat status transaksi, dan membaca perjanjian
sebelum transaksi dilakukan.
PENUTUP
Smart contract di dalam jaringan blockchain adalah sebuah inovasi yang telah
mendapatkan adopsi luas karena kemampuannya untuk mempercepat pelaksanaan
perjanjian. Dengan menganalisis karakteristik smart contract dalam konteks hukum
perjanjian berdasarkan Undang-Undang Hukum Perdata (BW), dapat dinyatakan bahwa
penggunaan smart contract adalah sah dalam konteks kegiatan hukum perjanjian di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian smart contract dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh BW sebagai panduan dalam pembuatan kontrak, terutama persyaratan
keabsahan kontrak. Keabsahan kontrak ini diperkuat oleh penerapan prinsip-prinsip yang
berlaku dalam kontrak, seperti prinsip kebebasan berkontrak, prinsip konsensualisme,
prinsip itikad baik, prinsip pacta sunt servanda, prinsip keadilan, prinsip proporsionalitas,
prinsip kehati-hatian, dan prinsip transparansi. Oleh karena itu, berdasarkan dasar-dasar
ini, penting untuk memberikan perhatian khusus terhadap aspek legalitas penggunaan
smart contract di Indonesia dan untuk mengembangkannya lebih lanjut di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Johny Ibrahim, (2007), Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Bayumedia Publishing
Artikel Jurnal :
Ahmad Fadly Haryadi dkk, Perjanjian Utang Piutang yang Terdapat Kalususla Memberatkan,
Widya Yuridika, Vol 6 (2) 2023
Amy Dwi Kurnaini dan Lailatul Rohma, Analisis Teori Al-Ba’I Terhadap Praktik Smart
Contract Pada Platform E-Commerce, Mislim Heritage, Vol 9 (1) 2024.
Hesti Ayu Wahyuni, Yuris Tri Naili, dan Maya Ruhtiani, Penggunaan Smart contract Pada
Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Jurnal Hukum In
Concreto, Vol 2 (1) 2023, hal. 1-11.
18
467
Widya Yuridika: Jurnal Hukum, Volume 7 (2) 2024
Cyndiarnis Cahyaning Putri, Non-Fungible Token : Suatu Urgensi Serta Kontruksi Hukum
Dalam Perpspektif Hukum Perjanjian, Widya Yuridika Vol 6 (2), 2023.
Dedi Harianto, Asas Kebebasan Berkontrak: Problematika Penerapannya Dalam Kontrak
Baku Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol
11 (2) 2016
Dondy Indraprakoso dan Haripin, Eksplorasi Potensi Penggunaan Blockchain Dalam
Optimalisasi Manajemen Pelabuhan di Indonesia: Tinjauan Literatur, Sanskara
Manajemen Dan Bisnis, Vol 1 (3), Juli 2023.
Eureka Inola Kadly dkk, Kebasahan Blockchain-Smart Contract dalam Transaksi Eletronik :
Indonesia, Amerika dan Singapura, Jurnal Sains Sosio Humanioran, Vol.5 (2) Juni
2021.
Effrida Ayni Fikri dan Teddy Anggoro, Penggunaan Smart contract Pada Teknologi
Blockchain Untuk Transaksi Jual Beli Benda Tidak Bergerak. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial
dan Pendidikan), Vol 6 (3) 2022
Fahdelika Mahendar dan Christiana Tri Budhayati, Konsep Take It or Leave It Dalam
Perjanjian Baku Sesuai Dengan Asas Kebebasan Berkontrak. Jurnal Ilmu Hukum:
ALETHEA, Vol 2 (2) 2019
Hesti Ayu Wahyuni, Yuris Tri Naili, dan Maya Ruhtiani, Penggunaan Smart contract Pada
Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Jurnal
Hukum In Concreto, Vol 2 (1) 2023
Imelda Martinelli. Legalitas dan Efektivitas Penggunaan Teknologi Blockchain Terhadap
Smart Contract Pada Perjanjian Bisnis di Masa Depan, UNES Law Review, Vol 6 (4)
Juni 2024.
M. Ulul Azmi dkk, Risiko Hukum Penggunaan Smart contract pada Ethereum di Indonesia.
Locus Journal of Academic Literature Review, Vol 2 (3) March 2023.
Wahyuni, Hesti Ayu, Yuris Tri Naili, dan Maya Ruhtiani, Penggunaan Smart contract Pada
Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Jurnal
Hukum In Concreto, Vol 2 (1) 2022.
Yanti Malohing, Kedudukan Perjanjian Baku Kaitannya Dengan Asas Kebebasan Berkontrak.
Lex Privatum, Vol 5 (4) 2017.
Internet :
Aprialim, Fiqar, 2020. Penerapan Blockchain dengan Integrasi Smart Contract pada Sistem
Crowdfunding.
Diambil
01
November
2023,
dari
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/1803/
Hafiz, Muhammad, Perancangan Aplikasi E-Voting Dengan Sistem Smart contract Berbasis
Teknologi Blockchain. Diss. Univeristas Komputer Indonesia, diambil 11 September
2023, dari https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/5669/ .
Safitri, Arna, Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Konten NFT (Non-Fungible Token) Menurut
Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Diss. Universitas Jambi. Diambil 11
September 2023, dari https://repository.unja.ac.id/40961/ .
Taufiqurrohman, 2022, Desain Aset Digital Kripto Berbasis Syari’ah di Indonesia. Diambil 10
Juli 2024 dari http://repository.iainkudus.ac.id/7698/ .
Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Teknologi Finansial.
468