Academia.eduAcademia.edu

Urgensi Pendidikan Karakter dalam Memajukan Bangsa

2023

JURNAL HARMONI NUSA BANGSA - VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 Versi online tersedia di : http://stipram.co.id JURNAL HARMONI NUSA BANGSA Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta | 2023-0815 (Cetak) | 2023-0815 (Online) | 2023-0815 Urgensi Pendidikan Karakter dalam Memajukan Bangsa Alim Nurjanah1, Sri Harinita Indah Pranesti2 12 Fakultas Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, Yogyakarta JALUR PENGIRIMAN Diterima: 2 Oktober 2023 Revisi Akhir: 12 Oktober 2023 Tersedia secara online: 30 Oktober 2023 KATA KUNCI Pendidikan, karakter, hambatan, kemajuan KORESPONDENSI E-mail: 1 [email protected]; [email protected] A B S T R A K Pendidikan karakter dan pembentukan karakter diperlukan karena pendidikan tidak hanya membuat siswa intelektual, tetapi juga memiliki kebiasaan dan adat istiadat agar posisinya sebagai anggota masyarakat berarti untuk pribadi dan orang lain. Tujuan dari Pendidikan karakter untuk memberi karakter bangsa yang kuat, mampu bersaing, berbudi, bermoral, toleran, gotong royong, cinta tanah air, berkembang energik, berwawasan iptek. Sebab selain sumber daya alam, faktor lain seperti pendidikan dan keterampilan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu negara. Dampak pendidikan karakter dari sistem pendidikan yang benar sangat besar. Maka dari itu, pendidikan menjadi salah dari berbagai cara guna mengarah pada pembentukan karakter milenial yang di dalamnya termasuk pendidikan kewarganegaraan. I. PENDAHULUAN Gagasan pendidikan karakter di Indonesia bukan lagi hal baru. Banyak pendidik seperti Ki Hajar Dewantoro, RA. Kartini, Sukarno, Mo Hatta dan Tan Malaka berusaha membangun karakter bangsa 10 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 melalui pendidikan. Sebelum kemerdekaan, Soekarno sering mengatakan jika tiada semangat dan keinginan untuk merdeka dalam semangat bangsa maka bahwa tidak akan ada kemerdekaan. Hampir setiap orang merasakan pendidikan dan berkecimpung di dunia pendidikan. Pendidikan juga diperlukan bagi setiap manusia dan hanya berakhir pada akhir hayat. Langeveld berpendapat bahwa pendidikan secara sadar mendukung anakanak yang belum dewasa dan membawa mereka menuju kedewasaan. Coaching mengacu pada proses dimana orang dewasa membantu orang yang belum cukup dewasa untuk dilatih untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pilihan mereka dan membentuk pribadi yang semakin bertanggung jawab dan independen (Soraya, 2020). Pendidikan adalah pekerjaan sadar dan terstruktur guna mengembangkan bakat serta kemampuan siswa. Pendidikan merupakan tugas kemasyarakatan serta kenegaraan yang mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan yang lebih berkelanjutan dalam berbangsa dan bernegara dikemudian hari. Pendidikan karakter serta budaya menumbuhkan nilai budaya dan karakter bangsa siswa, sebagai anggota organisasi yang agamis, nasionalis dan produktif serta sebagai individu yang melaksanakan nilai tersebut pada aktivitasnya sendiri, dan karakter dari kelompok, dan warga negara yang kreatif. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan budaya dan pembentukan kepribadian sangat penting guna keberlangsungan bangsa di masa yang akan datang (Siswinarti, 2017). Pendidikan sendiri berasal dari kata Yunani “Pedagogi” dengan awalan kata “pais” untuk anak dan “pais” untuk mengajar. Pedagogi berarti mengajar untuk anak-anak. Sedangkan Bildungs dalam bahasa Inggris, pendidikan berasal dari kata Yunani “Educare” yang artinya mengeluarkan apa yang ada dalam diri kedua anak untuk membimbingnya tumbuh dan berkembang. Berikut merupakan beberapa konsep pendidikan berdasarkan beberapa ahli atau teori, yaitu: • MJ. Langeveld menjelaskan bahwa pendidikan adalah bantuan yang datang dari seorang dewasa kepada anak-anak yang telah dewasa, guna memastikan bahwa anak-anak tersebut dapat menyelesaikan tugas hidupnya sehingga tidak memerlukan bimbingan lebih lanjut. • John Dewey mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses di mana kapasitas intelektual dan emosional dasar terhadap alam dan sesama manusia dikembangkan. • Ki Hajar Dewantara menjelaskan mengenai pendidikan merupakan usaha guna meningkatkan kesusilaan (kekuatan batin, budi pekerti), ruh (akal dan jasmani anak). • Diryakarya, pengertian pendidikan adalah tindakan sadar untuk memanusiakan atau mengharmoniskan dan memanusiakan generasi muda. Di era reformasi, pendidikan penting dalam kemajuan negara, dari pendidikan yang maju itu dapat dikatakan bahwa suatu bangsa adalah negara yang kuat apabila semua elemennya terintegrasi. Masyarakat berhak mendapat pendidikan dari negara sebagaimana diatur dalam pasal 31 pasal 2 UUD 1945 yang mengatur tentang kewajiban negara membiayai pendidikan. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 cukup dalam mengatur pendidikan di Indonesia dan pasal tersebut merupakan dasar pendidikan di Indonesia. Pendidikan Indonesia memiliki cita-cita, salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana mungkin kurang sesuai dengan cita-cita dan realita saat ini. Pendidikan masih terpusat di negeri ini, dan banyak daerah terpencil yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak guru jarak jauh yang tidak terlatih, mereka hanya sukarelawan yang bekerja tanpa bantuan pemerintah dan bergantung pada orang-orang yang tinggal di sana (Febrianta, 2019). Telah menjadi kesadaran umum bahwa dunia pendidikan adalah jalan yang ditempuh manusia sepanjang hidupnya, dimana ia menjadi sarana penyebaran dan pemindahan baik nilai maupun wawasan. Oleh karena itu, dunia pendidikan yang strategis sebagai 11 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 sarana penyebaran dan pemindahan baik nilai maupun wawasan untuk membentuk dan meningkatkan kepribadian bangsa tersebut tidak terlepas dari fungsi dunia pendidikan. Pendidikan karakter krusial untuk kehidupan manusia, maka peranan dunia pendidikan harus menunjukkan tidak hanya pengetahuan moral, akan tetapi juga kecintaan dan kemauan pada tindakan moral. (Sudrajat, 2011). Menurut filosofi, pembangunan kepribadian bangsa adalah syarat mendasar dalam cara pembangunan bangsa, karena hanya negara yang memiliki karakter dan beridentitas kuat yang ada. Secara ideologis, pembentukan kepribadian merupakan usaha mewujudkan Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan karakter bangsa biasanya merupakan perwujudan nyata dari cara-cara pencapaian tujuan suatu bangsa. Dengan kata lain melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksankan ketertiban dunia berdasarkan kepada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan sejarah, pembangunan karakter bangsa telah menjadi pendorong utama proses kebangsaan yang terjadi sepanjang sejarah kolonial dan kemerdekaan. Membangun karakter sosial budaya suatu bangsa sangat penting bagi bangsa yang multikultural (Muchtar & Suryani, 2019). Tentu saja, ketika kita memisahkan negara maju dari negara berkembang, kita tidak mampu membedakan bagaimana sebuah negara mampu meningkatkan pembangunan di bidang apapun, terutama di bidang ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Hal ini mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara. Sebuah negara mampu digolongkan sebagai negara maju maupun negara berkembang tidak sekedar dari segi pendapatan perkapita negara tersebut. Ada penyebab lain yang juga harus diperhatikan misal banyaknya penduduk, pertumbuhan penduduk di negara tersebut, angka kriminalitas, korupsi, angka kelahiran dan kematian, jumlah pengangguran, kemerosotan nilai uang, banyaknya wisatawan asing pada negara itu dan faktor lain.(Gani, 2018). Pendidikan merupakan modal bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk meningkatkan manusia dari ketidakberdayaan hidup menuju produktivitas. Pelatihan tersebut berfungsi meningkatkan manusia yang bertaraf sehingga dapat mengangkat martabat bangsa Indonesia. Hal tersebut sesuai berdasarkan opini Kompri dari buku Manajemen Pendidikan yang menyatakan, “Pendidikan mengantarkan seseorang menuju kehidupan lebih layak sesuai dengan tingkatan mereka dapat mencapai tujuan hidupnya,” (Mustoip & Japar, 2018). Pendidikan harus bersinergi memperkuat pembentukan karakter generasi bangsa demi memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk itu orang tua, guru, dan masyarakat harus bertindak secara konsisten secara moral karena generasi mendatang akan meniru apa yang dilakukan. Empat strategi yang dapat diterapkan untuk memperkuat pendidikan karakter, yaitu perhitungan strategi; strategi pemodelan; untuk memfasilitasi; dan strategi pengembangan kapasitas. Pendidikan karakter dapat menjadi pilihan lain guna membalas tantangan globalisasi yang mampu membangun peradaban bangsa. Pendidikan karakter bertujuan membentuk seseorang yang beradab sehingga mampu menghayati tanggung jawabnya kepada orang lain maupun pada dirinya sendiri (Soraya, 2020). Menurut istilah, “karakter” didefinisikan sebagai kepribadian seseorang secara lumrah, yang bertumpu pada faktor kehidupannya sendiri. Hidayatullah menerangkan “karakter” secara harfiah merupakan kapasitas maupun daya mental atau akhlak, budi pekerti atau watak seseorang yang memiliki karakter khusus yang membedakannya dengan orang lainnya. Berdasarkan KBBI, kepribadian adalah sifat kejiwaan, tingkah laku, tata krama, sifat-sifat 12 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 akhlak mulia manusia satu dengan lainnya. Secara linguistik, kepribadian adalah watak atau perilaku. Di sisi lain, menurut para psikolog, kepribadian adalah kepercayaan dan kerutinan yang mengarahkan tindakan seseorang. Oleh karena itu, jika informasi tentang kepribadian seseorang diketahui, kita juga dapat mengetahui bagaimana perilaku orang tersebut dalam situasi tertentu. Konsep pendidikan karakter sebetulnya adalah teori pendidikan yang berakar pada sejarah panjang umat manusia. Malahan sebelum ada lembaga pendidikan formal dengan sebutan sekolah, oarang tua telah berusaha dengan bermacam cara untuk membesarkan anaknya dengan baik sesuai dengan norma yang terdapat pada daerah tersebut. Secara dasar, bahasa “pendidikan karakter” berakar dari dua kata yang terpisah: “pendidikan” serta “karakter”. Guna memahami, kita perlu menerjemahkannya secara terpisah agar tidak terjadi kerancuan dalam penafsiran bahasa tersebut. Kepribadian adalah hasil yang dicapai melalui proses pendidikan, karena pendidikan bisa ditafsirkan sebagai proses pembentukan karakter. Maka dari itu, pendidikan karakter merupakan sistem pendidikan nilai-nilai yang selaras dengan budaya bangsa, dengan unsur wawasan (kognisi), sikap, emosi, dan perilaku, serta Ketuhanan Yang Maha Esa (YME) bagi pribadi, masyarakat, dan bangsa (Muchtar & Suryani, 2019). Pendidikan karakter dan pembentukan karakter diperlukan karena pendidikan tidak hanya membuat siswa intelektual, tetapi juga memiliki kebiasaan dan adat istiadat agar posisinya sebagai anggota masyarakat berarti untuk pribadi dan orang lain. Cara terbiasa guna membentuk figur dengan dari dini dimulai sejak sekolah dasar. Maka dari itu pemerintah mengutamakan pendidikan karakter sejak sekolah dasar. Jenjang lain juga penting, hanya bagiannya saja yang berbeda (Soraya, 2020). II. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kepustakan (library research) dengan tujuan penelitian ini. Penulis menggunakan pendekatan deskriptif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis sumbersumber dan data-data yang ada dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk diinterpretasikan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah pada pembahasan. Data berasal dari buku teks, jurnal-jurnal ilmiah yang ditelusuri melalui google scholar, serta beberapa penelitian terdahulu seperti skripsi, tesis, dan disertasi yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan. Analisis data penelitian melalui reduksi data, penyajain data, kemudian penarikan kesimpulan. III. HASIL 1) Perbandingan Pendidikan Karakter di Indonesia dengan Jepang (Negara Maju) Salah satu parameter acuan dalam kemajuan suatu bangsa dapat dilihat melalui Human Development Index (HDI) di mana data ini menunjukkan peringkat tiap negara berdasarkan tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, rata-rata lama pendidikan, pendapatan nasional, peringkat kapita, dan peringkat HDI. Di mana data ini ditinjau setiap tahunnya. Tabel 1. Ranking Human Development Index Negara Tahun 2020 Tahun 2021 Filipina 113 116 Indonesia 116 114 Jepang 19 19 Brunei 49 Darussalam 51 Malaysia 62 61 Table 2. Human Development Index dan Komponen-komponennya Negara Indonesia dan Jepang 13 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 Indonesia sebesar 116 untuk tahun 2021 dan Grafik berikut merupakan perbandingan tingkat korupsi oleh badan Transparency International antara negara Indonesia dengan Jepang di mana korupsi adalah salah satu penyimpangan dari karakter bangsa yang dapat menghambat kemajuan suatu bangsa. Dan diketahui Jepang merupakan negara maju dengan menjunjung tinggi norma-norma yang ada. Gambar 1. Grafik Corruption Perceptions Index oleh Transparency International 2) Penyimpangan Terhadap Kurangnya Pendidikan Karakter Menurut Manish 2014, selain sumber daya alam, faktor lain seperti pendidikan dan keterampilan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu negara. Dari sudut pandang ekonomi, pendidikan dan kualifikasi mampu mendorong peningkatan stok modal, sehingga produktivitas modal yang ada meningkat. Wolfgang, Manfred E. dan Peter J Boettke: Ekonomi Kelembagaan: Properti, Persaingan, dan Latihan, edisi ke-2. Pilihan Publik, 160(3), 563-565). Salah satu aspek penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pendidikan. Berdasarkan data United Nations Development Programme (UNDP), Indikator Pembangunan Manusia Skor Sektor Pendidikan sebesar 67,6 masih mengkhawatirkan dibandingkan perkembangan pendidikan global. Akibat rendahnya tingkat pendidikan banyak terjadi penyimpangan atau pelanggaran moral yang berat, seperti meningkatnya budaya korupsi. Hasil penilaian koalisi global Transparency International menunjukkan Indonesia akan menempati peringkat 96 dari 180 negara pada 2021, bersama Argentina, Brasil, Lesotho, Serbia, dan Turki. Peringkat ini tinggi dan meningkat sejak tahun 2020. Artinya, negara ini tidak bisa menekan korupsi. 3) Negara Maju Sebagai Pembanding Dalam Pendidikan Karakter Indonesia sebaiknya mempelajari negara lain, misalnya Jepang, bagaimana masyarakat Jepang menanamkan dan mendidik karakter kepada anak-anak dan remaja, khususnya dalam mendidik nilai-nilai yang menjadi ciri khas masyarakat Jepang. Oleh karena itu, mereka terkenal sebagai bangsa yang sangat maju dalam teknologi dan pengetahuannya, dan sangat pesat dalam dalam kemajuan ekonomi dan industri. Jepang dari segi sifat dan karakter sangat menjunjung tinggi budaya atau tradisi sehingga memiliki identitas yang jelas, yang membedakannya dengan bangsa lain. Bahkan orang asing mengenal peradabannya. Ada beberapa karakter khusus orang Jepang antara lain, sopan, tepat waktu, baik hati, pekerja keras, hormat, pemalu, cerdas (pintar), berkelompok atau kolektivisme, formal, bersih, jujur, dan serius. Sifat dan karakter orang Jepang yang berakar pada nilai-nilai tradisional merupakan sumber utama budaya Jepang, nilai-nilai tradisional Jepang berkisar pada kebanggaan, kehormatan, disiplin, kerja keras, pengorbanan diri, kesetiaan, dan kerendahan hati. Loyalitas, kewajiban pengorbanan diri dan mono no aware ("kesadaran akan kefanaan hidup dan benda, dan kesedihan 14 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 lembut saat mereka meninggal") dengan unsur supranatural atau tema utama sastra dan teater Jepang. Karena ada karakter malu yang ditekankan dalam diri masyarakat Jepang, maka masyarakat Jepang akan berusaha membangun citra yang baik di publik. Sehingga tingkat kejahatan amoral seperti korupsi cenderung kecil. Dibuktikan dengan skor Corruption Perceptions Index negara ini 73/100. Dan dalam indeks pembangunan manusia ada pada peringkat 19. IV. PEMBAHASAN 1. Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam menghasilkan mutu manusia yang bagus diperlukan perbaikan pada beberapa bidang penting seperti pendidikan. Pendidikan formal dan non-formal harus diperhatikan dalam strategi untuk pengembangan sumber daya manusianya. Kenyataannya penyumbang dalam menghadapi masalah yang ada tidak cukup dari pendidikan tradisional justru malah mengarah pada kesenjangan. Perkembangan yang ada ke masa depan juga harus menjadi poin penting dalam mengembangkan individu dalam pendidikan sekolah dan luar misalnya dengan mengkolaborasikan antara pembelajaran yang lebih aktif dan pembelajaran secara bersama-sama. Pembaharuan visi, misi, dan strategi dalam pendidikan nonformal ditujukan untuk merubah tujuan yang awalnya dirancang untuk mencetak lulusan sebagai pencari kerja (pegawai-masyarakat) menjadi pencetak lulusan yang kompeten, mandiri, siap kerja, bahkan memungkinkan membuat lapangan pekerjaan (masyarakat pekerja). Sehingga diharapkan manusia dari negara ini selain menjadi cerdas berintelektual, dapat juga menjadi terampil bercitra positif terhadap keragaman budaya dalam menghadapi globalisasi (Yuniarto, 2014). Dalam membedakan antara negara yang sudah maju maupun berkembang, bisa diamati dari pembangunan di bidang ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi (economic growth). Perbandingan ini memiliki efek bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara. Selain dari segi pendapatan perkapita ada beberapa hal lain untuk mengidentifikasi kemajuan negara seperti jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, tingkat kejahatan, korupsi, tingkat kelahiran dan kematian, pengangguran, inflasi, jumlah turis dan lain-lain (Gani, 2018). Tujuan dari Pendidikan karakter untuk memberi karakter bangsa yang kuat, mampu bersaing, berbudi, bermoral, toleran, gotong royong, cinta tanah air, berkembang energik, berwawasan iptek (Susanti, 2013). Presiden pertama Indonesia yakni Ir. Soekarno mencetuskan mencetuskan gagasan Trisakti sebagai salah satu ciri dari pendidikan karakter. Menurut beliau, bangsa Indonesia memerlukan pendidikan karakter untuk menyeimbangkan pembangunan secara materi dan spiritual yakni keseimbangan antara pendidikan karir dan pendidikan karakter. Trisakti yang beliau cetuskan setelah kemerdekaan adalah proses pembentukan karakter dalam mewujudkan bangsa berotonom di sektor ekonomi dan politik, serta berkepribadian di sektor budaya. Trisakti juga menjadi teori untuk beradaptasi dengan kehidupan yang berarti setiap individu dalam negara harus melayani kepentingan rakyat, kebaikan bersama, dan bangsa-negara. Yang menjadi dasar dalam membentuk karakter bangsa adalah asas kekeluargaan sebab keluarga adalah lingkungan yang statis dan dinamis. Semangat dan cita-cita bangsa terwujud dalam keluarga tersebut, dirangkum dalam pembukaan UUD 1945 dengan bunyi: "...hidup sebagai rakyat merdeka,...merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur." Megawangi menyebutkan bahwa solusi keluar dari masalah yang ada dalam suatu negara adalah pendidikan karakter. Pembentukan karakter dapat membina sikap positif dalam diri anak, serta meningkatkan kemampuan kognitifnya. Orang tua, masyarakat, dan pemerintah memegang peran penting dalam membina dan membentuk karakter dari anak. Setelah psikis dan fisiknya telah siap maka seorang laki-laki akan menjadi pribadi yang bijaksana bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakatnya (Ngamanken, 2014). 15 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 2. Perbandingan Antara Pendidikan Karakter di Jepang Dengan Indonesia Sejak 2018, Pendidikan karakter di Jepang diterapkan di bangku sekolah dasar dalam bentuk mata pelajaran dengan sebutan 道徳教 育 (doutoku-kyouiku). Ada empat pandangan wajib yang diajarkan antara lain: a. Pengenalan terhadap diri sendiri. 1) Klasifikasi perbuatan baik dan buruk. 2) Tidak berbohong. 3) Memperhatikan keselamatan diri dan kesehatan. 4) Tidak mementingkan diri sendiri. 5) Belajar. b. Sosialisasi antar individu lain. 1) Berperilaku baik. 2) Memberi terima kasih. 3) Menjaga perkataan tetap baik. 4) Membantu orang yang kesulitan. c. Menghargai hidup, alam, dan ciptaan. 1) Paham dan menghargai kehidupan. 2) Mengenal serta berlaku baik terhadap alam sekitar. d. Berlaku baik dengan hewan dan tumbuhan. e. Sosialisasi golongan dan masyarakat. 1) Menunaikan perjanjian dan hukum. 2) Menghormati manusia lain. 3) Menghargai yang lebih tua. 4) Menghargai pendidik dan pengurus sekolah. 5) Tertarik pada budaya dan adat daerah. 6) Beradaptasi dengan beda budaya. Dari survei Universitas Gakukei Tokyo, metode belajar yang sering digunakan adalah diskusi sebanyak 76,7% dan drama 71%(ISHIDA, 2018). Pada saat yang sama, sekolah dasar Indonesia memiliki pendidikan karakter sesuai kurikulum 2013 dan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) adalah mata pelajaran pembentukan karakter yang mengajarkan nasionalisme, kesopanan, dan tindakan di kelas. Dilakukan secara tematis di sekolah dasar. Ada lima nilai protagonis prioritas seperti agamis, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan kejujuran (Alfarisy dkk., 2021). 3. Menumbuhkan Karakter Warga Yang Baik Dampak pendidikan karakter dari sistem pendidikan yang benar sangat besar. Maka dari itu, pendidikan menjadi salah dari berbagai cara guna mengarah pada pembentukan karakter milenial yang di dalamnya termasuk pendidikan kewarganegaraan, karena Budimansyah mengungkapkan bahwa pendidikan kewarganegaraan berperan dalam pembentukan karakter bangsa sebagai kurikulum bagi lembaga pendidikan formal dan informal harus ada gerakan warga sosial budaya dan pendidikan politik nasional bagi kepala negara, pemimpin dan organisasi sosial dan organisasi politik bagi anggota (STKIP Pasundan & Martini, 2018). Pendidikan Kewarganegaraan adalah bentuk pendidikan dalam untuk membuat warga negara menyadari hak serta kewajibannya dalam berbangsa dan bernegara, serta membangkitkan semangat semua warga menjadi warga yang intelektual di dunia. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan dalam membangun dan mengembangkan kepribadian bangsa. Satu diantara yang ada alternatif yang tepat dalam membangkitkan karakter bangsa adalah dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, karena nilai-nilai pendidikan karakter menurut pancasila tercantum dan terkandung dalam pendidikan kewarganegaraan. Fungsi pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan warga negara atau siswa menjadi seseorang yang konsisten dan selaras dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar isi pendidikan kewarganegaraan meliputi mis. Nilai cinta tanah air. a. Patriotisme. 16 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 b. Kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara. c. Meyakini Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. d. Nilai demokrasi, lingkungan hidup, dan HAM. e. Mau berkorban untuk bangsa serta negara. f. Kemampuan dalam bela negara (Firmansyah & Dewi, 2021). 4. Hambatan Pendidikan Karakter Ada beberapa hambatan dalam menjalankan pendidikan karakter. Pertama, kurangnya pemahaman pendekatan secara teoritis dan praktikal dan metode pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungannya sendiri dari lembaga pendidikan, masih terdapat beda opini antara pengajar dan tenaga kependidikan. Kedua, ketidak cocokan antara visi-misi miliki lembaga Pendidikan dengan pengembangan pendidikan karakter dan nilai kepribadian. Meskipun ada beberapa karakter dari totalnya 18 poin yang ditputuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipilih untuk disesuaikan terhadap visi dan misi, sehingga bisa tepat sasaran. Yang ketiga, pengajar belum bisa mencocokkan nilai kepribadian dan pengaplikasiannya sebanding mata pelajaran yang diajarkan. Kepala badan pendidikan, pengajar, serta pegawai belum bisa menjadi contoh baik dalam menerapkan nilai kepribadian. Sebagian pengajar juga belum fasih dalam merancang pelaksanaan pembelajaraan (RPP) bermuatan nilai kepribadian. Yang terakhir adalah konsistensi penilaian dalam praktik pendidikan karakter yang masih rendah (Nitte & Bulu, 2020). 5. Karakter Warga Negara Indonesia Saat Ini Saat ini Indonesia nampaknya sedang mendapati krisis kesusilaan, guna mengatasi krisis itu dibutuhkan penguatan pendidikan agama dan karakter. Krisis moral ini telah menarik minat akut beberapa orang, misalnya KH Sadel yang mengklaim “Perkembangan teknologi informasi yang pesat mampu mengubah norma kesopanan yang dianut masyarakat saat ini, dan dampak negatif dari krisis moral ini.” Selain kemudahan dalam beraktivitas, perkembangan teknologi memberikan pengaruh negatif yang dapat merugikan terlebih memudarnya moral, etika, serta nilai manusiawi di masyarakat. Oleh sebab itu, Indonesia yang merupakan negara berbudaya dan beradab harus mempunyai tameng untuk membendung hal-hal negatif dari luar agar moral bangsa tidak rusak. Masyarakat Indonesia sudah lama bercermin pada dirinya sendiri. Indonesia merupakan satu dari negara dengan adat ketimuran. Budaya dan kepribadian timur sendiri memiliki karakteristiknya sendiri, dalam masyarakat mereka menjaga moral dan tingkah laku, mereka mempunyai toleransi tinggi, kebaikan serta saling menghormati dan membantu. Selain itu, Indonesia memiliki falsafah Pancasila sebagai pedoman hidup masyarakat. Jelas bahwa karakter bangsa Indonesia harus seperti dengan yang digariskan dalam Pedoman Pancasila ibarat ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, pertimbangan, keadilan sosial. Namun kini nampaknya sifat manusia Indonesia mulai sirna dengan hadirnya globalisasi. Di Indonesia banyak orang muda yang menyerah sebagai bangsa Indonesia, bahkan tidak peduli dengan nilai dan moral. Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar menghadapi krisis akhlak dan krisis kepribadian. Globalisasi bertanggung jawab atas erosi nilai-nilai moral dan karakter. Semakin lama nilai-nilai tradisional atau kepribadian ketimuran masyarakat Indonesia mulai runtuh. Perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan yang mengiringi perkembangan teknologi dan pengetahuan tidak serta merta membunuh moralitas manusia. Perkembangan teknologi dan media menjadi keniscayaan bagi semua yang terlibat. Perkembangan ini berlanjut dengan perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan global untuk memudahkan masyarakat menjangkau pekerjaannya, tidak ayal mampu membawa pengaruh asing yang 17 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 berdampaknegatif. Meskipun perkembangan teknologi dan pengetahuan merupakan prasyarat, namun nilai-nilai luhur (nilai-nilai) budaya kerakyatan harus dilestarikan sebagai harga diri dan kehormatan masyarakat (Budiarto, 2020). V. KESIMPULAN Pendidikan adalah salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan dan pembangunan suatu negara. Dalam dunia pendidikan, diperlukan pendidikan karakter yang disesuaikan dengan perkembangan zaman untuk meningkatkan kualitas manusia dalam suatu negara. Bangsa Indonesia perlu berdaulat di sektor politik dan ekonomi serta berkepribadian di sektor budaya sesuai pembukaan UUD 1945. Setiap bangsa pasti memiliki karakternya masing-masing, namun tidak menutup kemungkinan suatu bangsa dapat saling mempelajari karakternya masing-masing, nilai positif dari karakter negara lain dapat diserap tanpa perlu melunturkan karakter dari negara itu sendiri. Hasil dari keberhasilan penerapan pendidikan karakter adalah menekan angka kejahatan kecil maupun besar. Pendidikan kewarganegaraan dapat menjadi media dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Namun dalam kenyataannya, tenaga pendidik maupun Lembaga pendidikan yang bertugas dalam pelaksanaan ini masih kurang kompeten. Globalisasi memang membawa perkembangan dalam teknologi dan ilmu pengetahuan namun juga menjadi tantangan karena dapat melunturkan karakter bangsa. Febrianta, A. R. (2019). Permasalahan dan Macam-Macam Sistem Pendidikan di Indonesia. Academia, 1(1), 4. VI. DAFTAR PUSTAKA Alfarisy, F., Fitriyani, F. A., Mutsaqqofa, F., & Kusumasari, N. T. (2021). Pendidikan Karakter pada Siswa Sekolah Dasar di Jepang dan Indonesia. Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(2), 1361. https://doi.org/10.36418/syntaxliterate.v6i2.5189 Firmansyah, M. C., & Dewi, D. A. (2021). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa Sesuai Nialai Pancasila Di Era Globalisasi. Pesona Dasar, 9(1), 13. https://doi.org/10.24815/pear.v9i1.20607 Atika, N. T., Wakhuyudin, H., & Fajriyah, K. (2019). Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter Membentuk Karakter Cinta Tanah Air. Mimbar Ilmu, 24(1), 105. https://doi.org/10.23887/mi.v24i1.17467 Haryati, S. (2017). Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013. Library Untidar, 1(1), 21. Budiarto, G. (2020). Indonesia dalam Pusaran Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Krisis Moral dan Karakter. Pamator Journal, 13(1), 50–56. https://doi.org/10.21107/pamator.v13i1. 6912 Citra, Y. (2012). Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 1(1), 13. https://doi.org/10.24036/jupe7950.64 Gani, U. A. (2018). Analisis Diskriminan. Jurnal Geuthee, 01(01), 12. ISHIDA, M. (2018). How Coaching Influences Teachers’ Beliefs and Students’ Self-Regulated Learning in High School English Classes. Mie University. https://mieu.repo.nii.ac.jp/index.php?action=pages _view_main&active_action=repository_ action_common_download&item_id=12 155&item_no=1&attribute_id=17&file_ no=1&page_id=13&block_id=21 Muchtar, D., & Pendidikan Suryani, A. (2019). Karakter Menurut 18 ALIM NURJANAH & SRI HARINITA INDAH PRANESTI / JURNAL HARMONI NUSA BANGSA – VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2023 Kemendikbud. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 3(2), 50–57. https://doi.org/10.33487/edumaspul.v3i2 .142 Mustoip, S., & Japar, M. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter. Jakad Publishing, 312. Wijaya, H. (2018). Hakikat Pendidikan Karakter. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1(1), 10. Yuniarto, P. R. (2014). Masalah Globalisasi di Indonesia: Antara Kepentingan, Kebijakan, dan Tantangan. Jurnal Kajian Wilayah, 5(1), 2 Ngamanken, S. (2014). Pentingnya Pendidikan Karakter. Humaniora, 5(1), 72. https://doi.org/10.21512/humaniora.v5i1 .2983 Nitte, Y. M., & Bulu, V. R. (2020). Pemetaan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar se-Kota Kupang. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran, 6(1), 38. https://doi.org/10.33394/jk.v6i1.2326 Siswinarti, P. R. (2017). Pentingnya Pendidikan Karakter Untuk Membangun Bangsa Beradab. researchgate, 1(1), 11. Soraya, Z. (2020). Penguatan Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa. Southeast Asian Journal of Islamic Education Management, 1(1), 74–81. https://doi.org/10.21154/sajiem.v1i1.10 STKIP Pasundan, & Martini, E. (2018). Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Model Pembelajaran Berbasis Kecakapan Abad 21. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(2), 21–27. https://doi.org/10.24269/jpk.v3.n2.2018. pp21-27 Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, 1(1). https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316 Susanti, R. (2013). Penerapan Pendidikan Karakter Di Kalangan Mahasiswa. Al-Ta lim Journal, 20(3), 480–487. https://doi.org/10.15548/jt.v20i3.46 19 20