Academia.eduAcademia.edu

Makalah Konsep dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan

MAKALAH Konsep dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan Disusun Oleh : Nurmara Aini C1C023093 R-12 Dosen Pengampu : Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2024/2025 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNyasehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen Pengampu Bapak Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. pada mata kuliah Perpajakan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ilmu “Konsep dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan” bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., selaku dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan saya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Jambi, 22 Agustus 2024 Nurmara Aini i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………………i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………1 1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..1 BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..3 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan………………………………………………….......3 2.2 Subjek Pajak dan Objek Pajak……………………………………………………..3 2.2.1 Subjek Pajak…………………………………………………………………3 2.2.2 Wajib Pajak………………………………………………………………......4 2.2.3 Objek pajak………………………………………………………………......5 2.3 Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak dan Objek Pajak………………………...........7 2.3.1 Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak………………………………………….7 2.3.2 Yang Tidak Termasuk Objek Pajak……………………………………..........8 2.4 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak………...…9 2.4.1 Dasar Pengenaan Pajak………………………………………………………9 2.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak……………………………………………………11 2.6 Tarif Pajak…………………………………………………………………….….12 2.7 Cara Menghitung Pajak Penghasilan………………………………………….….12 2.8 Cara Melunasi Pajak………………………………………………………...……13 2.9 Dasar Hukum Pajak Penghasilan…………………………………………………14 BAB III PENUTUP……………………………………………………………..………16 3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..….16 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………17 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan adanya penerimaan pajak, pemerintah mampu memperluas ruang gerak pendanaan untuk berbagai macam program kegiatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan atas penghasilan yang diterimanya dalam masa tahun pajak. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. 1.2. Rumusan masalah 1. Apa pengertian Pajak Penghasilan? 2. Jelaskan mengenai subjek pajak, wajib pajak, dan objek pajak? 3. Jelaskan apa saja yang tidak termasuk subjek pajak dan objek pajak! 4. Jelaskan dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena pajak! 5. Apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)? 6. Jelaskan mengenai Tarif Pajak! 7. Bagaimana cara menghitung Pajak? 8. Bagaimana cara melunasi pajak penghasilan? 9. Apa dasar hukum pajak penghasilan? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan 2. Mengetahui apa aitu subjek pajak, wajib pajak, dan objek pajak 3. Mengetahui apa saja yang tidak termasuk subjek pajak dan objek pajak 4. Mengetahui tentang dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena pajak 5. Mengetahui apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 1 6. Mengetahui tentang Tarif Pajak 7. Mengetahui cara menghitung pajak 8. Mengetahui cara melunasi pajak penghasilan 9. Mengetahui dasar hukum pajak penghasilan 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian pajak penghasilan Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Penghasilan yang dimaksud meliputi usaha, gaji, hadiah, honorarium, dan lain sebagainya. 2.2. Subjek pajak, wajib pajak, dan objek pajak 2.2.1. Subjek Pajak Sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak dimaksudkan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak yang terdiri dari : 1. Orang Pribadi Adalah mereka yang bertempat tinggal (domisili) atau berada di Indonesia (residen) maupun di luar Indonesia tanpa melihat batasan umur, jenjang sosial ekonomi, kebangsaan atau kewarganegaraan (comprehensive, all inclusive) 2. Warisan yang belum terbagi Warisan merupakan subjek pajak yang menggantikan mereka yang berhak (ahli waris) sampai adanya kejelasan dan kepastian hukum siapa ahli warisnya. 3. Badan Terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) BUT (Permanent Establishment) adalah istilah yang digunakan dalam UU PPh untuk menentukan sampai seberapa jauh tingkat partisipasi perusahaan luar negeri dalam kegiatan ekonomi suatu negara sehingga pantas dikenakan pajak. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi : 1. Subjek Pajak Dalam Negeri a). Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau ada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia serta mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 3 b). Badan yang didirikan di Indonesia dan bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : - Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembiayaanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran -Pendapatan Belanja Daerah. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah -Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. c). Warisan belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak Luar Negeri a) Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan b) Badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. c) Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usahanya atau bukan dari melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. 2.2.2. Wajib Pajak Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri, antara lain adalah: Wajib Pajak Dalam Negeri • Dikenakan pajak atas penghasilan. baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto. 4 Wajib Pajak Luar Negeri • Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto. • • Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (Tarif UU PPh Pasal 17). Wajib menyampaikan SPT. • • Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (Tarif UU PPh Pasal 26). Tidak wajib menyampaikan SPT. Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan tabel mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif. MULAI BERAKHIR Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi : Pribadi : • Saat dilahirkan. • Saat meninggal. • Saat berada di Indonesia atau • Saat meninggalkan Indonesia berniat bertempat tinggal di untuk selama-lamanya. Indonesia. Subjek Pajak Dalam Negeri Badan : Subjek Pajak Dalam Negeri Badan : • Saat didirikan atau bertempat • Saat dibubarkan atau tidak lagi kedudukan di Indonesia. bertempat kedudukan di Indonesia Subjek Pajak Luar Negeri Melalui Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT : BUT: • Saat menjalankan usaha atau • Saat tidak lagi menjalankan melakukan kegiatan melalui usaha atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia. melalui BUT di Indonesia. Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Melalui BUT : Melalui BUT : • Saat menerima atau memperoleh • Saat tidak lagi menerima atau penghasilan dari Indonesia. memperoleh penghasilan dari Indonesia. Warisan Belum Terbagi : Warisan Belum Terbagi : • Saat timbulnya warisan yang • Saat warisan telah selesai di belum terbagi. bagikan. 2.2.3. Objek Pajak Dalam perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak adalah apa yangdikenakan pajak. Secara tegas disebutkan dalam undang-undang yang menjadi objek untuk dikenakan PPh adalah penghasilan (Pasal 4 ayat 1 UU PPh). Pengertianpenghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh dari wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib 5 pajak, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam praktiknya, Undang-Undang Pajak Penghasilan membagi penghasilan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak (pasal 4 ayat 1). 2. Penghasilan yang merupakan pajak yang telah dipotong PPh final (pasal 4 ayat 2). 3. Penghasilan Bukan Objek Pajak (pasal 4 ayat 3). Yang termasuk penghasilan yang merupakan objek pajak antara lain : a. Penghasilan atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan (upah, gaji, honorarium, dan lainnya). b. Laba usaha. c. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. d. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta. e. Penerimaan kembali pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan jaminan pengembalian utang. g. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden pemegang polis asuransi dan pembagian SHU koperasi. h. Royalti. i. Sewa atau penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan hutang sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima perkumpulan dari anggota yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum kena pajak q. Pengalihan hak di bidang pertambangan r. Penghasilan usaha berbasis syariah. s. Imbalan bunga. t. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana. 6 u. Surplus Bank Indonesia. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi : 1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya. 2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan. 3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya. 4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok di atas, seperti : - Keuntungan karena pembebasan utang. - Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. - Selisih karena penilaian kembali aktiva. - Hadiah undian. 2.3 Yang tidak termasuk subjek pajak dan objek pajak 2.3.1. Yang tidak termasuk subjek pajak Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 3 terdapat beberapa pihak yang tidak termasuk subjek pajak anatara lain : 1. Kantor Perwakilan Negara Asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, pejabat pejabat lain dari negara asing dan orangorang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat : a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia. b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi internasional, dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat : 7 a. Bukan warga negara Indonesia. b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 2.3.2. Yang tidak termasuk objek pajak Berdasarkan UU terdapat beberapa aliran (inflow) penghasilan yang tidak/bukan merupakan objek pajak penghasilan antara lain : 1. Bantuan/sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah, sertaharta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleg Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian, penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 4.Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natural atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah. 5. Pembayaran dari asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 6. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD dari penyertaan pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat memiliki usaha aktif dan kepemilikan saham di atas 25%. 7. Iuran yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang disahkan Menteri Keuangan. 8. Penghasilan dari modal yang ditanam Dana Pensiun dalam bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. 10. Bunga obligasi yan diterima Reksa Dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau ijin usaha. 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura berupa bagian laba 8 dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia dengan syarat : - Badan tersebut harus merupakan pengusaha kecil, menengah atau yang menjalankan usaha dalam sektor yang ditetapkan Menteri Keuangan. - Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. 2.4. Dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena pajak 2.4.1. Dasar pengenaan pajak Untuk menghitung PPh, terlebih dahulu harus mengetahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan neto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat diumuskan : Penghasilan Kena Pajak (WP badan) = Penghasilan Neto Penghasilan Kena Pajak (WP orang pribadi) = Penghasilan Neto – PTKP Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak Penghitungan besarnya Penghasillan Neto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, dan jumlah harga perolehan serta penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelanggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan bagi Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang menurut perundang-undangan pajak diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha. Pembukuan atau pencatatan harus : 1) Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan sebenarnya 2) Diselenggarakan di Indonesia dengan huruf latin, angka Arab dan satuan mata uang rupiah. 3) Disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang di izinkan oleh Menteri keuangan (Misalnya, Bahasa Inggris) 9 Untuk Wajib Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan neto yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya- biaya yang diperkenankan Undang-Undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan PTKP. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat dirumuskan sebagai berikut : Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi) = Penghasilan Neto = (Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh Biaya yang diperkenankan UU PPh yaitu : 1) Biaya yang secara langsung atau tidak lagsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha seperti biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan (upah, gaji, tunjangan, dan lainnya), bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi dan penjualan, biaya administrasi, pajak kecuali PPh. 2) Penyusutan atau pengeluaran untuk harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk hak dan atas biaya lain yang masa manfaat lebih dari 1 tahun. 3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan. 4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta dan kerugian selisih kurs mata uang. 5) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan, biaya beasiswa, magang dan pelatihan. 6) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih 7) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional dan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia 8) Biaya pembangunan infrastruktur sosial dan kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun) 9) Sumbangan fasilitas pendidikan 10) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Jika menghitung dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, besarnya 10 penghasilan neto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Wajib Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun. 2) Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku. 3) Menyelenggarakan pencatatan. 2.5. Penghasilan tidak kena pajak Besarnya PTKP setahun yang berlaku mulai 1 Januari 2016 adalah : 1. Rp54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi 2. Rp4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak kawin 3. Rp54.000.000,00 tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat : a. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima dari pemberi kerja yang telah dipotong pajak b. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan suami atau keluarga lainnya 4. Rp4.500.000,00 tambahan untuk anggota keluarga sedarah (maksimal 3 orang). Contoh : Joko sudah menikah dengan memnpunyai seorang anak. PTKP joko adalah : PTKP setahun : Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 Tambahan satu anak Rp 4.500.000,00 Jumlah Rp 63.000.000,00 11 2.6. Tarif pajak 1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp50.000.000,00 di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00 di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00 di atas Rp500.000.000,00 Tarif Pajak 5% 15% 25% 30% Tarif tertinggi bagi wajib pajak di dalam negeri dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang berlaku. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4 800.000.000,00. 2.7. Cara menghitung Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun Abitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut: Pajak Penghasilan (Wajib pajak badan) = Penghasilan kena pajak x Tarif pasal 17 12 = Penghasilan neto x Tarif pasal 17 = (Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh) x Tarif pasal 17 Pajak penghasilan (WP Orang pribadi) = Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17 = (Penghasilan neto – PTKP) X Tarif pasal 17 = [(Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP] x Tarif pasal 17 Catatan: Pasal 17 Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh. Contoh : Peredaran bruto PT Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Makmur tidak melebihi Rp4.800.000.000,00. Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00 2.8. Cara melunasi pajak Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dari melunasi Pajak Penghasilan melalui dua cara, yaitu: 1. Pelunasan pajak tahun berjalan, yaitu pelunasan pajak dalam Masa Pajak yang meliputi a. Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak (PPh Pasal 25) untuk setiap masa pajak. b. Pembayaran pajak melalui pemotongan/pemungutan pihak ketiga (orang pribadi atau badan baik swasta maupun pemerintah) berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang selama Tahun Pajak, yaitu: 1) Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh Pasal 21). 2) Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dan pembayaran atas penyerahan barang kepada badan pemerintah (PPh Pasal 22). 3) Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh orang lain, jasa, hadiah, dan penghargaan (PPh Pasal 23). 13 4) Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri (PPh Pasal 24). 5) Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas Wajib Pajak luar negen (PPh Pasal 26). 6) Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungantabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa cfek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya (PPh Pasal 4 Ayat (2)). Untuk PPh Pasal 4 Ayut (2) tidak dapat dikreditkan. 2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun. Pelunasan pajak sesudah Tahun Pajak berakhir dilakukan dengan cara: a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah Pajak Penghasilan terutang untuk suatu Tahun Pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan. b. Membayar pajak yang kurang diset berdasarkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila terdapat bukti bahwa jumlah Pajak Penghasilan terutang tidak benar. 2.9. Dasar hukum Pajak Penghasilan Pada dasarnya, dasar hukum pajak penghasilan orang pribadi serta pajak penghasilan badan dan BUT berada pada undang-undang dan peraturan-peraturan yang sama. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur pajak penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pengenaan pajak yang berhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama Pajak Perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak Pendapatan (Ord. PPd 1944), dan Pajak Penjualan (UU Nomor 19 Drt. Th. 1951). Dengan makin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, perlu dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsinya dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Perubahan undang-undang pajak penghasilan tersebut dilakukan dengan tetap 14 berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi, dan produktivitas penerimaan negara serta tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu, tujuan dan arah penyempurnaan undang-undang pajak penghasilan tersebut sebagai berikut. 1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak. 2. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak. 3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan. 4. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi. 15 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Penghasilan yang dimaksud meliputi usaha, gaji, hadiah, honorarium, dan lain sebagainya. Pajak Penghasilan biasa disebut juga pajak PPh Pasal 25 dan dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU Nomor 7 Tahun 1991, UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 36 Tahun 2008, serta terakhir UU No 7 Tahun 2021. 16 DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo.2019. Perpajakan. Yogyakarta : Penerbit Andi 17