MEMPERKUAT KESATUAN DAN PERSATUAN ANTAR UMAT BERAGAMA
DALAM MODERASI BERAGAMA
Oleh :
Bagas Dwi Handika
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
email :
[email protected]
Abstract
The diversity of ethnicity, religion, race, and other elements is a reality that needs to be
accepted by all human beings worldwide. Indonesia, as one of the countries rich in ethnic,
religious, racial, and other diversities, is acknowledged by the founding fathers. This research
aims to delve into and understand the extent of harmony among religious communities amid
the diversity of Indonesian society. Based on the provided information, the research is designed
to analyze the level of harmony among religious communities. The qualitative approach is
applied in this research. With an understanding and application of the principles of harmony,
Indonesia can serve as an example to the world in managing diversity and building an inclusive
society. The importance of an inclusive and tolerant religious attitude not only reflects human
values but also serves as the foundation for the nation's continuity and progress.
Keywords: Harmony, Diversity, Coexistence
Abstrak
Keberagaman etnis, agama, ras, dan elemen lainnya adalah suatu kenyataan yang perlu
diterima oleh seluruh umat manusia di seluruh dunia. Indonesia, sebagai salah satu negara yang
kaya akan keragaman etnis, agama, ras, dan lain-lain, diakui oleh para pendiri bangsa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan memahami sejauh mana tingkat harmoni
antarumat beragama di tengah keragaman masyarakat Indonesia. Berdasarkan informasi yang
telah diuraikan, penelitian ini dirancang untuk menganalisis tingkat harmoni antarumat
beragama. Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Dengan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip harmoni, Indonesia dapat
menjadi contoh bagi dunia dalam mengelola keberagaman dan membangun masyarakat yang
inklusif. Pentingnya sikap keberagamaan yang inklusif dan toleran tidak hanya mencerminkan
nilai-nilai kemanusiaan, tetapi juga menjadi fondasi kebangsaan yang menjaga keberlanjutan
dan kemajuan negara.
Kata Kunci : Harmoni, Keberagaman, Kerukunan
A. Pendahuluan
Keberagaman etnis, agama, ras, dan elemen lainnya adalah suatu kenyataan yang perlu
diterima oleh seluruh umat manusia di seluruh dunia. Indonesia, sebagai salah satu negara yang
kaya akan keragaman etnis, agama, ras, dan lain-lain, diakui oleh para pendiri bangsa. Oleh
karena itu, Pancasila dipilih sebagai dasar negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
(Nuryadi, dkk., 2020). Kesadaran ini muncul karena para pendiri bangsa menyadari bahwa
negara yang multikultural memerlukan perhatian khusus dan penentuan dasar negara yang
tidak membedakan latar belakang masyarakat serta memberikan hak yang sama kepada semua
warganya. Tindakan ini diambil oleh para pendiri bangsa dengan tujuan menjaga masa depan
keberagaman di Indonesia, mengingat negara multikultural rentan terhadap konflik, terutama
konflik horizontal (Suryaningsi, 2019).
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman yang sangat kaya. Dengan
kekayaan budaya dan keragaman etnis yang melintasi kepulauan yang terbentang luas, telah
lama menjadi tempat di mana berbagai kepercayaan agama hidup berdampingan. Seiring
dengan keindahan alamnya, negeri ini juga menjadi saksi dari keterlibatan aktif masyarakat
yang menganut berbagai agama dalam membangun dan membentuk identitas bangsa. Namun,
seperti halnya di banyak negara dengan masyarakat multireligius, tantangan terus menerpa
dalam upaya mempertahankan dan memperkuat harmoni antar umat beragama (Suryaningsi,
2019). Di satu sisi, keragaman tersebut memungkinkan terbentuknya interaksi sosial yang
dinamis dan saling memperkaya. Namun di sisi lain, keragaman juga rawan memicu konflik
dan disintegrasi jika tidak dikelola dengan baik (Heriyanti, 2021).
Dalam dekade terakhir, Indonesia telah menyaksikan perkembangan yang signifikan di
berbagai bidang, namun demikian, tantangan terkait kerukunan antarumat beragama juga
muncul sebagai fokus penting. Perbedaan keyakinan agama menjadi sumber kekuatan dan,
kadang-kadang, gesekan di tengah-tengah masyarakat yang hidup bersama. Pada titik ini,
mendukung dan memperkuat harmoni antar umat beragama menjadi tugas mendesak yang
memerlukan perhatian serius (Setyorini & Yani, 2020). Salah satu dimensi keragaman di
Indonesia yang paling menonjol dan rentan bergesekan adalah keragaman agama. Indonesia
dihuni oleh pemeluk hampir semua agama besar di dunia, seperti Islam, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan lain-lain. Interaksi antar pemeluk agama yang intens
di tengah masyarakat yang majemuk ini tidak jarang memicu ketegangan dan konflik
horizontal.
Meskipun memiliki sejarah panjang harmoni antarumat beragama, tidak dapat
diabaikan bahwa tantangan terus muncul. Pergesekan sosial dan politik, kebijakan pemerintah
yang terkadang kontroversial, serta kurangnya pemahaman antarumat beragama menjadi
faktor-faktor yang memperumit hubungan harmonis di antara mereka. Sebagai suatu bangsa,
Indonesia dihadapkan pada tugas penting untuk menjaga keberagaman ini sebagai kekuatan
dan bukan sebagai potensi konflik. Harmoni antarumat beragama tidak hanya berkaitan dengan
perdamaian dan stabilitas sosial, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai
kemanusiaan dan toleransi dijunjung tinggi. Dalam masyarakat yang harmonis, warga negara
beragama berbeda dapat hidup bersama dengan rasa hormat dan penghargaan terhadap
kebebasan berkeyakinan masing-masing. Ini membentuk pondasi bagi pembangunan sosial dan
ekonomi yang berkelanjutan.
Harmoni antarumat beragama juga menciptakan lingkungan yang mendukung dialog
dan pertukaran budaya, menghasilkan suatu kekayaan intelektual dan spiritual yang tak ternilai.
Ketika umat beragama dapat saling berbagi nilai-nilai moral, etika, dan pengetahuan,
masyarakat menjadi lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan global. Oleh
karena itu, memperkuat harmoni antarumat beragama tidak hanya menjadi tanggung jawab
moral, tetapi juga investasi dalam masa depan yang lebih baik (Affandi, 2012).
Meskipun pentingnya harmoni antarumat beragama diakui secara luas, masih ada
sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Pertama-tama, ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di
antara berbagai kelompok agama dapat menciptakan ketegangan dan ketidakpuasan.
Ketidaksetaraan ini dapat menjadi sumber konflik dan merusak kerukunan di antara umat
beragama. Selanjutnya, intoleransi dan ekstremisme agama merupakan ancaman serius
terhadap harmoni. Keberagaman Indonesia seringkali menjadi target kelompok-kelompok
yang ingin memecah belah masyarakat dengan menghasut konflik berbasis agama. Oleh karena
itu, pencegahan radikalisasi dan promosi dialog antarumat beragama menjadi kunci untuk
mengatasi ancaman ini.
Namun harus diakui, berbagai dinamika dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
masih terdapat berbagai tantangan serius dalam upaya memperkuat harmoni antar umat
beragama di Indonesia. Masih terjadi sejumlah kasus intoleransi, radikalisme atas nama agama,
ujaran kebencian, hingga kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap minoritas
keagamaan. Konflik-konflik yang bernuansa agama pun masih terus bermunculan dalam
beragam bentuk dan tingkatan intensitas di berbagai daerah.
Dalam upaya memperkuat harmoni antarumat beragama di tengah keragaman
masyarakat Indonesia, langkah-langkah nyata harus diambil. Melalui pendidikan, dialog, dan
kebijakan yang mendukung, kita dapat menciptakan lingkungan di mana perbedaan beragama
dihargai sebagai kekayaan dan bukan sebagai sumber konflik. Indonesia, dengan keberagaman
dan pluralismenya, memiliki potensi besar untuk menjadi contoh bagi dunia dalam membangun
masyarakat yang adil, harmonis, dan inklusif. Dengan bersama-sama menjaga keberagaman ini
sebagai kekuatan bersama, kita dapat membentuk masa depan yang lebih baik bagi generasi
mendatang.
Dengan demikian, perlu dipahami bahwa sikap keberagamaan yang inklusif dan
bersifat toleran memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sosial di Indonesia, terutama
di tengah keberagaman budaya dan agama yang begitu kompleks (Kurnia Muhajarah, 2022).
Moderasi beragama dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengalaman
sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan
(Solikhati et al., 2022). Kesadaran akan pentingnya saling penghargaan, dialog terbuka, dan
toleransi antar kelompok beragama menjadi kunci untuk mencegah konflik dan membangun
harmoni dalam masyarakat (Sitorus, 2015). Dalam melangkah ke depan, upaya kolaboratif dan
pemahaman mendalam terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dapat membentuk fondasi
yang kokoh untuk pembangunan masyarakat yang lebih harmois.
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan memahami sejauh mana tingkat harmoni
antarumat beragama di tengah keragaman masyarakat Indonesia. Berdasarkan informasi yang
telah diuraikan, penelitian ini dirancang untuk menganalisis tingkat harmoni antarumat
beragama. Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Menurut Rusandi (2021), pendekatan kualitatif merupakan suatu metode yang
berakar pada filsafat positivisme, dirancang untuk mencakup kondisi objek yang bersifat
alamiah. Dalam konteks ini, pendekatan kualitatif dianggap sebagai instrumen utama yang
digunakan untuk merangkul kondisi objek yang bersifat alamiah.
Pendekatan kualitatif, sebagaimana diuraikan oleh Sugiyono
(2010),
diimplementasikan untuk mengeksplorasi objek penelitian secara menyeluruh. Pemilihan
sampel sumber data secara kualitatif dianggap sebagai strategi yang menitikberatkan pada
pencarian makna, pemahaman, konsep, karakteristik, gejala, simbol-simbol, dan deskripsi
mendalam terkait suatu fenomena. Pendekatan ini juga bersifat deskriptif, yang berarti bahwa
peneliti akan melakukan analisis dengan merinci dan menggambarkan fenomena yang diamati
berdasarkan data yang ada.
B. Pembahasan
Konteks Keragaman Indonesia
Keberagaman menjadi dasar pemikiran bersama untuk memahami dan memajukan
diskusi serta sikap yang menganut prinsip pluralisme dan mengedepankan keterbukaan,
sehingga lebih mudah menemukan pendekatan yang akomodatif dalam menghadapi perbedaan
dan menghindari sikap konflik dalam mengelola keragaman. Perspektif ini sama sekali tidak
menolak klaim kebenaran agama yang diyakini, namun klaim kebenaran tersebut kemudian
menjadi pandangan pribadi. Ketika dihadapkan pada realitas masyarakat yang beragam
(heterogen), pandangan ini mampu memperkaya pemahaman dan tidak memaksa klaim
kebenaran pribadi terhadap kebenaran yang diyakini oleh orang lain (Isdayanti et al., 2020).
Indonesia, sebagai negara dengan lebih dari 17.000 pulau dan lebih dari 300 kelompok
etnis, menciptakan sebuah mozaik kultural dan religius yang menakjubkan. Dari Sabang hingga
Merauke, setiap sudut negeri ini menyimpan kisah-kisah sejarah keberagaman yang
membentuk keseimbangan yang unik dan kompleks. Di tengah-tengah semua ini, agamaagama seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan kepercayaan tradisional tumbuh subur di
tanah yang subur ini. Meskipun memiliki sejarah panjang harmoni antarumat beragama, tidak
dapat diabaikan bahwa tantangan terus muncul (Saadah, 2020). Pergesekan sosial dan politik,
kebijakan pemerintah yang terkadang kontroversial, serta kurangnya pemahaman antarumat
beragama menjadi faktor-faktor yang memperumit hubungan harmonis di antara mereka.
Sebagai suatu bangsa, Indonesia dihadapkan pada tugas penting untuk menjaga keberagaman
ini sebagai kekuatan dan bukan sebagai potensi konflik.
Perlu dipahami dengan lebih mendalam bahwa sikap keberagamaan yang inklusif dan
toleran memegang peranan krusial dalam memelihara stabilitas sosial di Indonesia, terutama
di tengah kompleksitas keberagaman budaya dan agama (Kurnia Muhajarah, 2022). Moderasi
beragama dapat diartikan sebagai sikap keberagamaan yang mencapai keseimbangan antara
pengalaman pribadi dan penghargaan terhadap praktik keagamaan individu lain dengan
keyakinan yang berbeda. (Solikhati et al., 2022). Kesadaran akan pentingnya saling
penghargaan, dialog terbuka, dan toleransi antar kelompok beragama menjadi kunci untuk
mencegah konflik dan membangun harmoni dalam masyarakat (Sitorus, 2015). Dalam
melangkah ke depan, upaya kolaboratif dan pemahaman mendalam terhadap perbedaan-
perbedaan yang ada dapat membentuk fondasi yang kokoh untuk pembangunan masyarakat
yang lebih inklusif dan harmois.
Menurut Robert John (1993), dalam ranah teologi, tradisi agama mengajukan
keyakinan dan sikap yang berbeda pada tingkat abstraksi. Ajaran agama seharusnya diarahkan
pada perubahan karakter umatnya, bukan pada fanatisme agama. Keberagaman umat beragama
menciptakan kondisi sosial di mana semua kelompok agama dapat hidup bersama sambil
melaksanakan kewajiban agama masing-masing. Keharmonisan dalam beragama dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu sikap dan perilaku dalam beragama, serta kebijakan negara atau
pemerintah yang bersifat mendukung.
Kerukunan beragama dapat dijelaskan sebagai kondisi relasi antarumat beragama yang
didasarkan pada toleransi, saling pengertian, dan saling menghormati dalam praktik
keagamaan, serta kerjasama dalam kehidupan bersama. Istilah kerukunan mencakup makna
yang positif dan harmonis (Herwani, 2018). Kerukunan adalah suatu kebutuhan bersama yang
tak terhindarkan, terutama di tengah perbedaan. Di dalam konteks Indonesia, kerukunan dalam
hidup beragama umumnya dapat dianggap kondusif. Namun, saat ini, terjadi pergeseran dalam
kerukunan yang dapat dicirikan dengan munculnya sindiran-sindiran yang terpapar di media
sosial, yang pada dasarnya menyentuh dan merendahkan keyakinan agama lain.
Pentingnya Harmoni Antarumat Beragama
Harmoni antarumat beragama memegang peranan sentral dalam kehidupan sosial dan
politik Indonesia. Sebagai negara dengan keberagaman etnis, agama, dan budaya, menjaga
kerukunan antarumat beragama menjadi suatu keniscayaan untuk mencapai masyarakat yang
stabil, majemuk, dan sejahtera. Harmoni antarumat beragama adalah pondasi keseimbangan
sosial dalam masyarakat Indonesia (Nuryadi & Widiatmaka, 2022). Dalam kehidupan seharihari, orang-orang dari berbagai latar belakang agama dan budaya harus dapat hidup bersama
secara damai. Ketika harmoni terjaga, masyarakat dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang
saling mendukung, tanpa adanya ketegangan atau konflik yang dapat mengancam stabilitas.
Indonesia, dengan kekayaan budaya yang begitu beragam, mengandung nilai-nilai dan
tradisi dari berbagai kelompok agama. Harmoni antarumat beragama berperan penting dalam
melestarikan keberagaman budaya ini. Melalui toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan,
masyarakat dapat menjaga keunikannya tanpa adanya ancaman terhadap identitas kelompok
agama tertentu. Pentingnya harmoni antarumat beragama tercermin dalam upaya untuk
menghindari konflik dan ketegangan sosial. Konflik antarumat beragama dapat mengakibatkan
dampak serius bagi kehidupan masyarakat, merugikan baik secara ekonomi maupun sosial
(Kurniawan, 2013). Dengan mempertahankan harmoni, negara dapat mencegah potensi konflik
dan memastikan keberlanjutan pembangunan dan kemajuan.
Harmoni antarumat beragama juga memberikan kontribusi positif terhadap
pembangunan nasional. Dengan masyarakat yang hidup berdampingan secara damai, energi
dan sumber daya dapat dialokasikan untuk pembangunan ekonomi dan sosial, daripada
terbuang untuk mengatasi konflik internal. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
investasi dan perkembangan ekonomi.
Keberagaman agama di Indonesia menciptakan identitas nasional yang kuat. Pancasila,
sebagai dasar negara Indonesia, menekankan prinsip Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda
tetapi satu jua) (Isdayanti et al., 2020). Harmoni antarumat beragama merupakan implementasi
dari nilai-nilai Pancasila, yang memperkukuh dan merajut identitas nasional Indonesia. Dalam
menjaga harmoni antarumat beragama, peran pemerintah dan lembaga keagamaan sangatlah
krusial. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan yang mendukung
kerukunan antarumat beragama dan mengatasi ketidaksetaraan sosial. Di sisi lain, lembaga
keagamaan memiliki peran dalam memberikan pemahaman yang benar mengenai ajaran agama
dan mendorong praktik-praktik yang memperkuat harmoni.
Pentingnya harmoni antarumat beragama di Indonesia tidak hanya mencerminkan nilainilai kemanusiaan dan keadilan, tetapi juga merupakan landasan kebangsaan yang menjaga
keberlanjutan dan kemajuan negara. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip
harmoni, Indonesia dapat terus menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam mengelola
keberagaman dan membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Strategi untuk Memperkuat Harmoni
Keberagaman dapat terlihat melalui berbagai perbedaan, seperti usia, ras, etnis, jenis
kelamin, agama, dan suku. Keadaan ini pada akhirnya menghasilkan masyarakat yang
multikultural, multiras, dan multibahasa. Fenomena ini muncul sebagai hasil dari pertumbuhan
yang cepat dalam mobilitas dan penyebaran informasi, terlebih lagi dengan adanya globalisasi
yang menciptakan dunia tanpa batas geografis. Koneksi antar negara, wilayah, budaya, bahkan
individu menjadi semakin mudah. Nilai-nilai budaya dari luar mengalir mengikuti arus ini,
memberikan dampak positif dan negatif.
Kondisi keberagaman ini sering dianggap sebagai potensi ancaman terhadap kesatuan
dan integritas bangsa serta negara. Dikhawatirkan bahwa munculnya fragmentasi dan
diferensiasi yang tak terhindarkan dapat melemahkan integritas nasional. Ketika budaya
dianggap sebagai entitas yang independen, utuh, dan murni, akhirnya citra yang terbentuk
adalah pluralitas budaya yang terpisah-pisah. Pada akhirnya, pendekatan ini membentuk
pengukuhan terhadap pemisahan budaya satu sama lain (Farida Hanum, 2002). Dalam banyak
kasus, penanganan terhadap keberagaman seringkali menjadi panggung dominasi oleh budaya
mayoritas. Akibatnya, respons terhadap keberagaman ini sering terperangkap dalam bentuk
monokulturalisme. Otoritas nasional kemudian muncul sebagai pihak yang mengatur budaya
yang dominan (Pradipto, 2005).
Mengatasi tantangan-tantangan tersebut memerlukan strategi yang komprehensif dan
berkelanjutan. Pertama-tama, pendidikan yang mempromosikan pemahaman antarumat
beragama dan nilai-nilai toleransi harus diprioritaskan. Melalui kurikulum yang inklusif,
generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang mendalam tentang keberagaman dan
menghargai perbedaan.
Selain itu, perlu adanya promosi dialog antarumat beragama di tingkat lokal dan
nasional. Pertemuan rutin antar pemimpin agama, aktivis masyarakat, dan tokoh-tokoh
pendidikan dapat menjadi wadah untuk berbagi pengalaman, menyelesaikan konflik, dan
membangun kepercayaan. Kolaborasi ini dapat menciptakan jejaring yang kuat di antara
berbagai agama dan memperkuat solidaritas di tengah masyarakat (Affandi, 2012).
Menurut JB. Banawiratma dan Zainal Abidin Baqir (2010), terdapat tujuh tingkatan
dalam dialog antarumat beragama dalam fenomena kehidupan sosial. Tingkatan tersebut
mencakup (1) Dialog kehidupan, (2) Analisis sosial dan refleksi etis kontekstual, (3) Studi
tradisi-tradisi agama, (4) Dialog antar umat beragama: berbagai iman dalam level pengalaman,
(5) Dialog antar umat beragama: berteoIogi lintas agama, (6) Dialog aksi, dan (7) Dialog
intragama.
Proses dialog antar umat beragama yang terjadi di masyarakat pada dasarnya tak
terpisahkan dari sikap pluralitas kewargaan yang tumbuh dan berkembang. Pluralitas
kewargaan, pada dasarnya, merujuk pada konsep bahwa masyarakat yang terdiri dari kelompok
identitas yang berbeda dapat hidup bersama, terutama dalam kerangka konteks suatu negarabangsa yang mempersatukan kelompok yang berbeda (Samho, 2022). Dengan mengadopsi
sikap pluralitas kewargaan, maka muncul rasa kebersamaan dalam masyarakat, tanpa
memandang perbedaan identitas, baik itu dalam hal agama, budaya, atau ras.
Dialog menjadi suatu kejadian sosial yang semakin menonjol, baik dalam kehidupan
masyarakat maupun dalam arena politik, terutama sejak era pasca Perang Dingin. Dunia yang
sebelumnya dilanda oleh kekacauan perang dan pertikaian intens antara pihak-pihak yang
saling bermusuhan, kini mulai mengalami perubahan dengan munculnya dorongan dari hati
nurani yang paling dalam. Dorongan tersebut menekankan pentingnya membangun kembali
apa yang telah hancur selama perang dan menyadari bahwa beban tersebut akan sangat berat
bagi generasi mendatang yang harus menanggung konsekuensi tak terpulihkan dari konflik
tersebut.
Pemimpin negara dan tokoh masyarakat menyadari dengan sangat mendalam bahwa
dialog merupakan pendekatan yang tepat dan bijaksana untuk menangani konflik antara pihak
yang sebelumnya saling berseteru. Dialog dianggap sebagai metode terbaik untuk membangun
dan menjaga hubungan harmonis serta menyelesaikan perselisihan, baik di tingkat lokal,
regional, maupun global. Lebih dari itu, dialog dapat dilakukan secara proaktif untuk
membangun persatuan sehingga tercapai kerukunan dan perdamaian yang langgeng.
Dialog merupakan sarana untuk memulihkan persahabatan atau rekonsiliasi antara dua
pihak yang tengah berselisih, dengan setiap pihak mengakui adanya perbedaan di antara
mereka. Tujuan dari dialog adalah mencapai tingkat kesamaan yang memberikan peluang agar
hubungan kedua belah pihak dapat berkembang ke arah keberadaan bersama (koeksistensi) dan
eksistensi bersama (proeksistensi), sehingga dapat menciptakan persahabatan yang
sesungguhnya (Wibisono et al., 2020). Untuk dapat melakukan dialog, setiap pihak harus
bersedia untuk melihat pihak lain sebagai mitra yang setara dan berusaha untuk memperbaiki
keadaan, meskipun perbedaan dan perselisihan di antara keduanya begitu besar.
Pemerintah juga memiliki peran sentral dalam memperkuat harmoni antarumat
beragama. Kebijakan yang mendukung keadilan sosial dan ekonomi, serta melindungi hak-hak
asasi manusia, akan menciptakan dasar yang kuat untuk kerukunan. Selain itu, penegakan
hukum yang adil terhadap intoleransi dan ekstremisme agama menjadi penting untuk
menegaskan bahwa tindakan semacam itu tidak akan ditoleransi dalam masyarakat yang
berlandaskan keadilan.
C. Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian di atas membahas konsep bahwa keberagaman etnis, agama,
ras, dan elemen lainnya merupakan realitas yang harus diterima di seluruh dunia. Di Indonesia,
negara yang kaya akan keberagaman, para pendiri bangsa mengakui keunikan ini dan memilih
Pancasila sebagai dasar negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Pemilihan ini
menunjukkan kesadaran akan perlunya perhatian khusus terhadap negara multikultural, dengan
dasar yang tidak membedakan latar belakang masyarakat dan memberikan hak yang sama
kepada semua warga.
Dalam dekade terakhir, Indonesia mengalami perkembangan signifikan, namun
tantangan terkait kerukunan antarumat beragama tetap menjadi fokus penting. Pergesekan
sosial, kebijakan kontroversial, dan kurangnya pemahaman antarumat beragama menjadi
faktor yang memperumit hubungan harmonis. Oleh karena itu, menjaga dan memperkuat
harmoni antarumat beragama menjadi tugas mendesak.
Harmoni antarumat beragama tidak hanya berkaitan dengan perdamaian dan stabilitas
sosial, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi
dijunjung tinggi. Masyarakat yang harmonis memungkinkan warga negara beragama berbeda
hidup bersama dengan rasa hormat dan penghargaan terhadap kebebasan berkeyakinan masingmasing, membentuk pondasi bagi pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun keberagaman di Indonesia diakui sebagai kekuatan, masih ada tantangan
yang perlu diatasi, seperti ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, intoleransi, dan ekstremisme
agama. Diperlukan upaya kolaboratif, pendidikan yang inklusif, dan promosi dialog antarumat
beragama untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis. Pemerintah memiliki peran
penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kerukunan dan menegakkan hukum
secara adil.
Dengan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip harmoni, Indonesia dapat menjadi
contoh bagi dunia dalam mengelola keberagaman dan membangun masyarakat yang inklusif.
Pentingnya sikap keberagamaan yang inklusif dan toleran tidak hanya mencerminkan nilainilai kemanusiaan, tetapi juga menjadi fondasi kebangsaan yang menjaga keberlanjutan dan
kemajuan negara.
Daftar Pustaka
Affandi, N. (2012). HARMONI DALAM KERAGAMAN (Sebuah Analisis Tentang
Konstruksi Perdamaian Antar Umat Beragama. Lentera: Jurnal Ilmu Dakwah Dan
Komunikasi, 14(1), 71–84.
Banawiratma; JB. Bahir, Z. A. (2010). Dialog Antar Umat Beragama. Gagasan dan Praktik di
Indonesia,. Mizan.
Heriyanti, K. (2021). Optimalisasi Keharmonisan Masyarakat Plural Melalui Ajaran Teologi
Kerukunan. Sphatika: Jurnal Teologi, 12(2), 168. https://doi.org/10.25078/sp.v12i2.3015
Herwani. (2018). Keharmonisan Hidup Bermasyarakat Melalui Toleransi dalam Perspektif AlQur’an. Cross-Border, 1(2), 104–113. https://journal.iaisambas.ac.id
Isdayanti, E., Lion, E., & Saefulloh, A. (2020). Strategi Merawat Kerukunan Dalam
Keberagaman Masyarakat di Desa Pantai Harapan Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten
Kotawaringin Timur. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (JPIPS), 2020(12), 16–
21.
Kurnia Muhajarah, M. S. I. (2022). Dimensi Islam dan Moderasi Beragama: Mewujudkan
Islam yang Damai, Toleran dan Inklusif. Haura Publishing.
Kurniawan, A. S. (2013). Membangun Semangat Keharmonisan Kerukunan Umat Beragama
di Indonesia. Akademika : Jurnal Pemikiran Islam, 18(2), 303–314.
Nuryadi, M. H., & Widiatmaka, P. (2022). Harmonisasi Antar Etnis dan Implikasinya terhadap
Ketahanan Wilayah di Kalimantan Barat Pada Era Society 5.0. Jurnal Ketahanan
Nasional, 28(1), 101. https://doi.org/10.22146/jkn.73046
Rusandi, & Muhammad Rusli. (2021). Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif dan
Studi Kasus. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 2(1), 48–60.
https://doi.org/10.55623/au.v2i1.18
Saadah, K. A. W. (2020). Praktik Toleransi Desa Pancasila Sebagai Penguatan Keharmonisan
Antar Umat Beragama. Jurnal: Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Volume
5(Nomor
1),
hlm:
131-138.
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/7820/3749
Samho, B. (2022). Urgensi “Moderasi Beragama” Untuk Mencegah Radikalisme Di Indonesia.
Sapientia
Humana:
Jurnal
Sosial
Humaniora,
2(01),
90–111.
https://doi.org/10.26593/jsh.v2i01.5688
Setyorini, W., & Yani, M. T. (2020). Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Menjaga Toleransi
Antar UmatBeragama ( Desa Gumeng Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar).
Kajian
Moral
Dan
Kewarganegaraan,
08(03),
1078–1093.
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikankewarganegaraa/article/view/37238/33072
Sitorus, U. & A. S. (2015). Kontribusi Ormas Islam dalam mewujudkan Umat Islam
berkeunggulan di Abad ke 21.
Solikhati, S., Adeni, A., Rachmawati, F., Maulidza, G., & Sulaiman, S. (2022). Religious
Moderation and the Struggle for Identity Through New Media: Study of the Indonesian
Ahmadiyya Congregation. Religious: Jurnal Studi Agama-Agama Dan Lintas Budaya,
6(2), 195–210.
Suryaningsi, T. (2019). Modal Sosial Masyarakat Multietnik the Social Capital of Multiethnic
Community. Walasuji, 10(1), 14.
Wibisono, M. Y., Truna, D. S., & Haq, M. Z. (2020). Modul Sosialisasi Toleransi Beragama.
Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Farida Hanum, Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum, Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, 2002