Academia.eduAcademia.edu

Pemaknaan terhadap Status Berbahasa Minangkabau dalam Facebook

2018, Jurnal Elektronik WACANA ETNIK

This article describes the meaning contained Facebook status uses Minangkabau language. Data were collected through the searching method. Each sorted word is sought by referents so that can be interpreted and classified according to their form and type. The results show besides four types of diction; diction related to scientific and popular words, diction related to conversation words, diction related to slang, and diction related to a foreign language, also found three types of meanings; conceptual meaning, connotative meaning, associative meaning.

Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Pemaknaan terhadap Status Berbahasa Minangkabau dalam Facebook Meaning of Facebook Status in Minangkabau Language Roza Saidi Naali, Rona Almos, Bahren, Herry Nur Hidayat [email protected] Universitas Andalas ABSTRAK This article describes the meaning contained Facebook status uses Minangkabau language. Data were collected through the searching method. Each sorted word is sought by referents so that can be interpreted and classified according to their form and type. The results show besides four types of diction; diction related to scientific and popular words, diction related to conversation words, diction related to slang, and diction related to a foreign language, also found three types of meanings; conceptual meaning, connotative meaning, associative meaning. Keywords: diksi, gaya bahasa, makna, facebook. Keywords: Diction, Status, Facebook, Meaning, Minangkabau PENGANTAR Perkembangan dan kemajuan zaman tidak terlepas dari perkembangan sarana komunikasi yang semakin canggih. Salah satu sarana komunikasi yang paling populer saat ini yakni media sosial. Begitu banyak media sosial yang dikemukakan, media yang menjadi fokus yaitu situs jejaring sosial. Media ini merupakan salah satu media yang dipergunakan sebagai sarana komunikasi guna memperluas pergaulan dan pertemanan melalui internet. Jejaring sosial terbagi dalam berbagai jenis di antaranya Twitter, Path, Instagram, Facebook, Myspace, Linkedln, dan lain-lain. Dari sekian banyak jejaring sosial yang telah disebutkan, Facebook menjadi salah satu jejaring sosial yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Pengguna jejaring sosial Facebook lebih kurang 65 juta pengguna aktif. Penggunaan Facebook saat ini tidak hanya digunakan oleh kalangan remaja saja. Melalui Facebook kita dapat memperoleh informasi dengan cepat dan lengkap (Novriza, Gushevinelti, & Agus, 2012). Media ini juga merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk memublikasikan diri, pekerjaan, pendapat pribadi, dan kejadian sehari-hari dari diri sendiri (Marlina & Husen, 2015; Prasetya, 2017). Facebook juga dapat memberikan kontribusi dan umpan balik bagi para penggunanya. Bagi kalangan remaja, Facebook sangat berperan penting dalam berkomunikasi, baik dari jarak jauh ataupun dekat (Wulan, 2012). Selain itu, Facebook juga menjadi ajang di mana kita bisa bertemu dengan orang yang sudah lama tidak kita jumpai. Seiring dengan hal tersebut, perkembangan jejaring sosial, pada mayoritas kalangan masyarakat yang menikmati perkembangan media ikut mengalami perubahan. Salah satunya dalam berbahasa. Bahasa merupakan sarana penghubung yang terpenting antara dunia ide atau gagasan dengan dunia realitas, dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan jelas dan dapat dimengerti serta dapat menarik 81 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 perhatian pendengar atau pembaca, diperlukan ketepatan dan kesesuaian penggunaan kata atau ketepatan pilihan kata (diksi). Sarwoko (Sarwoko, 2007) menuturkan bahwa penggunaan bahasa sehari-hari dalam media massa memiliki seni tersendirinya. Media massa dapat menerjemahkan bahasa keseharian itu lewat pilihan kata atau tanda baca. Beberapa perubahan, penambahan atau pengurangan, pada EYD terjadi karena media massa yang memanfaatkan suatu bagian ejaan sebagai style atau gaya, sehingga bahasa yang disajikan tidak terlalu jenuh bagi para pembaca. Menurut Keraf (Keraf, 2002) diksi mengacu pada kata mana yang dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana kita dapat membentuk pengelompokan kata yang tepat atau menggunakan kata-kata yang tepat dan gaya bahasa mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Tulisan yang tertera dalam media sosial Facebook dapat dengan tepat menusuk emosi para pembaca selaku pengguna media sosial yang sama. Apalagi jika tulisan itu diiringi dan dikemukakan dengan bahasa sendiri seperti bahasa sarkasme dan tajam. Secara tidak langsung, saat ini Facebook menjadi sarana penyebaran informasi melalui bahasa yang ditujukan untuk khalayak pengguna jejaring sosial. Terkait dengan itu, pemakaian gaya bahasa dalam Facebook dikemas dalam bentuk yang lebih menarik dan terkesan lebih hidup bagi pembacanya. Hal ini yang menjadi kesan tersendiri bagi pembaca teks yang terdapat di Facebook, maka kebahasaan semacam itu sering kali dimunculkan lagi dalam pergaulan sehari- hari. Dari penggunaan Facebook ini kita dapat melihat dampak positif dan negatifnya. Dilihat dari dampak positifnya yakni sarana untuk menyampaikan perasaan, opini dan kritikan yang tak lagi terbatas. Selain itu kita juga dapat bertukar pesan, tempat mencari teman, tempat promosi, tempat diskusi, tempat menjalin hubungan, tempat belajar dan bermain. Dampak negatif, dapat dilihat dari adanya tulisan-tulisan provokasi, anarki serta berbagai citra negatif seperti tulisan-tulisan vulgar, arogan, perundungan, dan tulisan yang mengandung sindiran. Kata-kata yang terdapat di Facebook dapat memberikan sumbangan dalam memperkaya kosa kata seseorang, karena bahasa yang digunakan di Facebook bervariasi, dan juga kreatif dalam menciptakan atau mempermainkan kata-kata yang sudah ada. Seseorang dapat menggunakan beberapa kata yang lain dari penggunaan bahasa dengan adanya teks yang terdapat di Facebook. Hal ini dilakukan dengan tujuan tertentu, misalnya untuk bergurau sesama teman. Kata- kata yang terdapat di Facebook mempunyai kekhasan tersendirinya yaitu, adanya penggunaan kata-kata yang berupa dialek Minangkabau. KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI Keraf (Keraf, 2002) menyatakan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang meliputi tiga hal yaitu: (1) kata-kata yang dipakai untuk menyatakan suatu gagasan, (2) kemampuan secara cepat dalam membedakan secara tepat nuansa- nuansa makna dari sebuah gagasan yang disampaikan, dan (3) ketepatan dalam pilihan kata yang sesuai oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata bahasa tersebut. Kridalaksana (Kridalaksana, 2008) menyatakan diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang. Pilihan kata yang digunakan masyarakat suatu bangsa merupakan kosa kata yang dimiliki oleh 82 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 masyarakatnya. Mereka akan menggunakan pilihan kata sesuai dengan kebutuhan dalam berkomunikasi. Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa katagori sesuai dengan penggunaannya. Kata-kata yang dikenal atau diketahui dan selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari, baik mereka yang berada pada lapisan atas maupun mereka yang berada di lapisan bawah, dan kata-kata ini diketahui oleh setiap lapisan masyarakat. Maka kata ini disebut dengan kata populer. Kata yang hanya bisa dipakai oleh golongan tertentu yakni golongan terpelajar atau kaum intelektual, terutama dalam hal tulisan maupun dalam acara-acara resmi, kata-kata yang digunakan biasanya adalah kata yang bersifat formal atau disebut juga dengan kata ilmiah. Pada dasarnya bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia, maka makna bahasa sangat bermacam-macam jika dilihat dari sudut pandang dan kriterianya. Menurut Chaer (Chaer, 2003) makna denotatif adalah makna asli atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh leksem. Sebenarnya makna denotatif ini sama dengan makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang ternak yang biasa dimanfaatkan dagingnya’. Kata gemuk bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih besar dari ukuran normal’. Lain halnya dengan makna konotatif yang merupakan makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif, yang berhubungan dengan nilai rasa dari sekelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contohnya saja pada kata babi, bagi orang yang beragama Islam kata babi memiliki konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak bila mendengar kata itu. Makna konseptual merupakan makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks asosiasi. Misalnya kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Sehingga dapat disimpulkan makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, denotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna ini sebenarnya sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu konsep lain yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut. Makna idiom atau idiomatik merupakan suatu ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Sedangkan peribahasa memiliki makna yang dapat ditelusuri dan dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi dari makna asli dengan makna peribahasa (Chaer, 2003). Teknik dasar yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu teknik sadap dengan cara menyadap diksi dan gaya bahasa yang digunakan dalam status di Facebook. Dalam hal ini peneliti menyadap dengan membaca data-data yang peneliti temukan, dan kemudian menandai kata yang dimaksud pada diksi dan gaya bahasa. Teknik lanjut adalah Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Pada teknik ini peneliti tidak terlibat langsung dengan penggunaan bahasa. Peneliti hanya menyimak bentuk satuan lingual yang terdapat dalam status di Facebook yang digunakan. Selanjutnya digunakan teknik catat, yaitu semua data dicatat dan diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan pada tahap analisis data adalah metode padan dan metode agih. Menurut 83 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Sudaryanto (Sudaryanto, 1993) metode padan adalah metode yang alat penuturnya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan adalah metode referensial dan padan translasional. Dalam penerapannya, metode ini memiliki dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjut. Teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu (PUP), data yang ada dibagi-bagi atau dipilah-pilah menjadi beberapa unsur. Daya pilah yang digunakan adalah daya pilah yang bersifat mental yang alat penentunya adalah daya pilah referensial dan translasional. Daya pilah referensial adalah setiap kata yang dipilah (dibagi) dicarikan referennya pada kata tersebut sehingga kata dapat diartikan dan digolongkan berdasarkan bentuk kata dan jenisnya. Diksi dan gaya bahasa yang ditemukan pada status berbahasa Minangkabau di Facebook dicarikan referennya atau kenyataan yang diacu oleh kata tersebut sehingga kata dapat diartikan dan digolongkan berdasarkan jenisnya dalam diksi dan gaya bahasa. Begitu juga halnya dalam penerapan pada metode padan dengan daya pilah translasional, setiap kata dicarikan padanannya sesuai dengan bahasa sasaran, sehingga dapat ditentukan bentuk dan jenisnya. Teknik lanjutnya adalah teknik hubung banding membedakan (HBB) untuk melihat perbedaan antara diksi yang satu dengan yang lain, serta gaya bahasa yang satu dengan gaya bahasa yang lain. Di samping itu juga digunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung (BUL). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan klasifikasi data, diksi dan gaya bahasa yang terdapat pada status berbahasa Minangkabau di facebook mengandung makna diksi kata ilmiah dan populer, kata percakapan, dan unsur bahasa asing. Pembahasan berikut ini berhubungan dengan makna konseptual, makna konotasi, dan makna asosiasi. Bg status urang banyak nan sakitnya tuh di sini ‘Bang, banyak sekali status orang yang sakitnya itu di sini’ Kata status pada kalimat di atas mengandung makna konseptual keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb) dalam hubungan dengan masyarakat di sekeliling mereka. Misalnya, status dalam kewarganegaraan asing atau kewarganegaraan dalam negeri. Namun, status yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang dipikirkan saat yang sama ketika seseorang menuliskannya pada dinding Facebook. Pada saat itu banyak sekali para pengguna di facebook menggunakan kata sakitnya tuh di sini. Frase sakitnya itu di sini mengandung makna konseptual yang berbeda dengan makna sebenarnya. Frase tersebut berasal dari sebuah lagu Cita Citata (Wahyudi, 2015) dan dalam konteks penggunaannya mengandung makna sakit hati dan kecewa (Swandy, 2017) yang di sisi lain juga menunjukkan unsur pornografi (Gunawan, 2015). Ado pitih uda sayang... ‘Ada uang abang sayang’. Pitih ‘uang’ adalah alat tukar (rupiah) atau standar pengukur nilai (kesatuan hitung yang sah) dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara yang berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu yang dapat memuaskan atau memenuhi kebutuhan manusia. Kutipan di atas mengandung maksud kepedulian pengguna terhadap pasangan jika menguntungkan dirinya saja. Hal ini bisa dibandingkan dengan peribahasa Indonesia “ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang” (Brataatmadja, 1985). Awak ka mandi, aia ndak ado ‘Saya ingin mandi, namun tidak ada air’ 84 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Kata mandi pada teks di atas berarti suatu kegiatan dalam membersihkan diri dengan menggunakan air dan sabun. Makna yang terkandung dalam aia ‘air’ dalam hal ini berhubungan langsung dengan konsep mandi yang disebut pada kalimat sebelumnya awak ka mandi. Rajo langik mabuak naiak pesawat, aduh malawak ‘Raja langit mabuk naik pesawat, aduh melucu’. Raja berarti penguasa tertinggi pada suatu kerajaan (biasa diperoleh sebagai warisan) atau orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau negara. Kalimat dalam kutipan tersebut mengandung sindiran terhadap seseorang. Di Minangkabau, rajo adalah salah satu gelar adat. Meskipun terdapat beberapa perbedaan konsep, rajo di Minangkabau tetap dianggap memiliki kekuasaan tertentu (Kurniawati & Mulyani, 2012; Oktasari, 2011). Konsep sindiran pada data di atas terdapat pada kata rajo, langik, mabuak, pesawat. Jika dihubungkan, konsep masing-masing kata tersebut menimbulkan kontradiksi, penguasa langit yang mabuk naik pesawat sehingga menimbulkan makna sindiran. Paambiak muko berbi mahhhh, tambiak muko baruak ko ‘Dasar pencari muka berbi nih, salah ambil muka kera nanti’. Diksi berbi pada data di atas dapat digolongkan pada makna konotatif dan asosiatif. Makna konotatif ditunjukkan dari pemilihan kata yang tidak merujuk pada arti kata sebenarnya yaitu kesan negatif pada kalimat tersebut. Seperti telah diketahui, berbi berasal dari barbie, sebuah mainan boneka fesyen yang diproduksi oleh perusahaan mainan Amerika Mattel (Mattel, 2017). Dalam penggunaannya, berbi memiliki arti sapaan bagi seseorang yang menyenangkan, fashionable, dan cantik (Asropah, Larasati, & Arifin, 2019; Kusumawati, 2014). Pemilihan referen boneka tersebut dimaksudkan untuk membandingkannya dengan lawan bicara. Namun di sisi lain, pemilihan kata tersebut bisa juga memiliki makna asosiatif yaitu sindiran. Selain menyaran pada hal sebaliknya dari konsep barbie, kata berbi dengan maksud sindiran bisa dihubungkan dengan pilihan kata paambiak muko ‘suka cari muka’ dan muko baruak ‘muka beruk/monyet’. Aden diam bukan bararti bodoh kawan, lah pasai den dek modus ang mah kambiang!! ‘Saya diam tidak berarti bodoh, tapi saya sudah muak dengan modus anda’. Kata modus dapat digolongkan pada makna konseptual, konotasi, dan asosiatif. Modus berarti cara. Jika diartikan sebagai cara, kalimat pada data di atas berterima. Ungkapan kemarahan penutur disampaikan melalui kalimat dengan diksi yang tepat sehingga membangun makna konotasi negatif. Di sisi lain, kata modus dapat artikan berbeda oleh karena asosiasi yang berbeda pula. Modus bagi pengguna media sosial saat ini bukan hanya berarti cara melainkan juga sebuah akronim ‘modal dusta’ (Zakiah, 2018) yang bisa diartikan tipuan (Wiriyadi, Handayani, & Amanah, 2018). Manyasok darah dalam dagiang ‘Menghisap darah dalam daging’. Teks pada data di atas mengandung makna konotatif sekaligus asosiatif. Makna konotasi negatif muncul apabila teks tersebut dibaca sebagai satu tuturan. Tuturan tersebut dapat dimaknai sebagai darah yang menghisap daging. Makna yang muncul dapat dibandingkan dengan makna peribahasa “pagar makan tanaman” atau “menggunting dalam lipatan” yaitu menyakiti atau menghancurkan secara diam-diam dari dalam seperti parasit. 85 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Di sisi lain, teks manyasok darah dalam dagiang adalah petikan syair lagu Pasan Mandeh ciptaan Nusykan Syarif. Bait utuh yang mengandung teks tersebut adalah sebagai berikut. yo santiangnyo aka rangik mak manyasok darah dalam dagiang luko nan indak kanampakan alah padiah sajo mangko tahu hebat benar akal nyamuk, mak menghisap darah dalam daging lukanya tidak tampak menjadi tahu setelah merasa perih/gatal Jika dihubungkan dengan baris lain dalam bait tersebut, teks manyasok darah dalam dagiang dapat disebut mengandung makna asosiatif. Secara utuh bait tersebut mendeskripsikan perilaku nyamuk yang diamdiam menghisap darah tanpa diketahui korbannya. Makna yang muncul dalam bait tersebut jika lebih lanjut dihubungkan dengan judul lagu adalah kecerdikan akal dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah (Satria, 2009). Uda manyuruak dilalang sahalai ‘Uda bersembunyi di sehelai ilalang’. Kalimat dilalang sahalai ‘di sehelai ilalang’ dari data di atas memiliki makna asosiatif sebagai pekerjaan yang sia-sia. Kalimat tersebut mengambarkan uda yang hanya menghandalkan satu helai daun ilalang untuk bersembunyi. Data di atas juga kutipan dari lirik sebuah lagu. Kalimat tersebut adalah satu baris dari lagu Manyuruak di Lalang Salai karya Herman Echan. Lagu tersebut bercerita tentang seorang wanita yang dikhianati pasangannya (Lirik Lagu Palala, 2017). Di samping itu, dalam hubungannya dengan makna lagu secara utuh, teks manyuruak di lalang sahalai bisa dibandingkan dengan makna peribahasa “sembunyi tuma ekor kelihatan” yaitu merasa tidak ada yang mengetahui, tetapi sebenarnya sudah banyak yang tahu. Amuah dietong nasi dalam paruik. Kama ka makan ko? ‘Bisa dihitung nasi dalam perut (lapar). Makan di mana?’ Amuah dietong nasi dalam paruik pada data memiliki makna asosiatif dan mengandung majas hiperbola, melebih-lebihkan. Asosiasi yang muncul adalah nasi yang bisa dihitung menunjukkan jumlah yang sedikit. Jika dihubungkan dengan kata perut, maka makna yang muncul adalah rasa lapar. Hal tersebut diperkuat dengan kalimat kama ka makan ko? ‘makan di mana?’. Dulu batagah kini cando basuruah ‘Dulu dilarang, sekarang malah disuruh’ Kalimat di atas mengungkapkan seseorang yang tidak memiliki pendirian kuat. Makna teks tersebut bisa dibandingkan dengan peribahasa “bagai air di daun talas”. Di samping itu, teks tersebut bisa memiliki makna penggambaran terhadap orang yang kurang perhitungan dalam memutuskan sesuatu. Oleh karena perhitungan yang salah maka dia berubah pikiran dalam penentuannya. Hal ini bisa diperoleh dari asosiasi makna kata “dulu” dan “kini”. Bak cando bulan katiko tarang dipandang, katiko malok sanjungan hilang ‘bagai bulan yang dipandang saat terang, saat tertutup awan sanjungan pun hilang’ 86 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Teks di atas mengandung makna asosiatif. Seperti halnya peribahasa, teks tersebut menganalogikan suatu peristiwa dengan alam. Pilihan kata bulan, terang, dipandang, sanjungan, dan hilang secara tidak langsung telah membangun makna teks di atas. Menyanjung bulan saat bersinar terang, tetapi mencelanya ketika bulan tertutup awan. Secara asosiatif, teks tersebut mengandung makna menghargai sesuatu saat menguntungkan dan meninggalkannya saat tak lagi menguntungkan. Meskipun tidak persis sama, makna teks tersebut bisa dibandingkan dengan peribahasa “habis manis sepah dibuang”. Pembahasan beberapa data di atas menunjukkan adanya hubungan antara makna konseptual, makna konotasi, dan makna asosiasi. Makna konseptual turut membangun makna konotasi dan asosiasi dari arti kata secara leksikal. Dalam kesatuan kata sebagai kalimat, masing-masing makna konseptual dalam kalimat membentuk makna konotasi dan juga membentuk makna asosiasi yang dibangun melalui pengetahuan baik penutur maupun lawan tuturnya. PENUTUP Status berbahasa Minangkabau dalam Facebook yang menjadi objek kajian dalam artikel ini menunjukkan keragaman pilihan kata untuk mencapai maksudnya masing-masing. Secara umum, pilihan kata dalam status tersebut baik kata ilmiah, percakapan sehari-hari, kata bahasa asing, jargon, dan yang lainnya bersatu membangun makna konotasi dan asosiasi. Makna konotasi membangun kesan baik positif maupun negatif. Namun demikian, dalam praktiknya makna asosiasi juga dibangun oleh pengetahuan penutur dan lawan tutur. DAFTAR PUSTAKA Asropah, Larasati, & Arifin, Z. (2019). AKTIVITAS DALAM MEDIA SOSIAL INSTRAGRAM DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU BERBAHASA MAHASISWA FPBS UNIVERSITAS PGRI SEMARANG: SEBUAH KAJIAN BAHASA DENGAN PENDEKATAN BUDAYA. Semarang. Retrieved from http://eprints.upgris.ac.id/527/2/LAPORAN PENELITIAN HIBAH APBU 2018-BETUL.pdf Brataatmadja, H. K. (1985). Kamus 5000 Peribahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Chaer, A. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Gunawan, F. (2015). PORNOTEKS DALAM LIRIK LAGU DANGDUT: REFLEKSI PENDIDIKAN KARAKTER MASA KINI. Jurnal Al-Ta’dib, 8(1), 1–18. Keraf, G. (2002). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Kurniawati, R. D., & Mulyani, S. (2012). DAFTAR NAMA MARGA/FAM, GELAR ADAT DAN GELAR KEBANGSAWANAN DI INDONESIA. (A. Masykuri, Ed.). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Retrieved from http://weekly.cnbnews.com/news/article.html?no=124000 Kusumawati, D. (2014). Karakteristik Penggunaan Bahasa pada Transaksi Jual Beli di Toko Online: Tinjauan Sosiolinguistik. UNS (Sebelas Maret University). Retrieved from https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/43269/Karakteristik-Penggunaan-Bahasa-pada-Transaksi-JualBeli-di-Toko-Online-Tinjauan-Sosiolinguistik Lirik Lagu Palala. (2017). Lirik Lagu Manyuruak Di Lalang Salai. Retrieved from https://liriklagupalala.blogspot.com/2017/12/lirik-lagu-manyuruak-di-lalang-salai.html Marlina, N. C., & Husen, R. (2015). KONSTRUKSI CITRA DIRI MELALUI UPDATE STATUS DI MEDIA SOSIAL FACEBOOK. Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran Dan Penelitian, 1(2). Retrieved from http://journal.uniga.ac.id/index.php/JK/article/view/535 Mattel. (2017). The History Of Barbie | Barbie. Retrieved from https://barbie.mattel.com/en-us/about/ourhistory.html Novriza, A., Gushevinelti, & Agus, F. (2012). ANALISIS GROUP FACEBOOK SEBAGAI MEDIA INFORMASI PADA MAHASISWA KOMUNIKASI FISIP UNIVERSITAS BENGKULU. Universitas Bangkulu. Retrieved from http://repository.unib.ac.id/1459/ 87 Jurnal Elektronik WACANA ETNIK – Vol 7 No 2 Oktober 2019, (81 – 88) p ISSN 2089-8746, e ISSN 2302-7142 Oktasari, L. (2011). PERTUNJUKAN BATOMBE: DESKRIPSI SINGKAT. Jurnal Elektronik WACANA ETNIK, 2(2), 177–190. Retrieved from http://wacanaetnik.fib.unand.ac.id/index.php/wacanaetnik/article/view/25 Prasetya, H. (2017). VIRTUAL ETNOGRAPHY (Kajian Etnografi Komunikasi pada Media Sosial Facebook di Indonesia). WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 12(4), 355–371. https://doi.org/10.32509/wacana.v12i4.118 Sarwoko, T. A. (2007). Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Satria, D. (2009). Pasan Mande. Retrieved from https://ksatria2610.wordpress.com/2009/05/06/pasan-mande/ Sudaryanto. (1993). Metode Linguistik dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Swandy, E. (2017). BAHASA GAUL REMAJA DALAM MEDIA SOSIAL FACEBOOK. JURNAL BASTRA, 1(4). Retrieved from http://ojs.uho.ac.id/index.php/BASTRA/article/view/2304 Wahyudi, H. (2015). Analisis Permainan Lagu Dangdut Koplo “Sakitnya Tuh Disini” Kelompok Pengamen New Banesa Di Malioboro Yogyakarta. Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Retrieved from http://digilib.isi.ac.id/624/ Wiriyadi, A. S., Handayani, R. P., & Amanah, N. S. (2018). ISTILAH-ISTILAH BAHASA GAUL ANAK MUDA DI SOSMED. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2). Retrieved from http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA/article/view/2218 Wulan, D. R. (2012). Komunikasi Melalui Facebook: studi tentang makna aktivitas facebook pada mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. UIN Sunan Ampel. Retrieved from http://digilib.uinsby.ac.id/9910/ Zakiah, K. (2018). ABREVIASI BAHASA GAUL REMAJA. Kelasa, 13(1), 1–16. Retrieved from http://ejurnalbalaibahasa.id/index.php/kelasa/article/view/972 88