Academia.eduAcademia.edu

Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia

Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI)

This research discusses the management of the largest Islamic philanthropy in Indonesia which has a movement in helping to solve various problems experienced by society using the approach of values in Islam and the concept of community empowerment. The research methods used are descriptive qualitative and phenomenological approaches. The data in this study was taken with interview and documentation techniques. This research focuses on studying two major Islamic philanthropies in Indonesia, namely Dompet Dhuafa and Lazis NU. The results of this study say that Dompet Dhuafa and Lazis NU as Islamic philanthropy have management that is not much different from the concept of social institution management in general. There are two important points in this research. First, Dompet Dhuafa and Lazis NU in the process of distributing aid also involve the concept of empowerment and both Islamic philanthropy also follow the process of empowering well. Second, Dompet Dhuafa and Lazis NU also have organizational management based on Community Base Organization. This is indicated by the orientation owned by the two Islamic philanthropies, namely as a non-profit institute oriented to social change.

10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia Yulianti1, Khoniq Nur Afiah2, Nikmatul Choyroh Pamungkas3, Dinda Ayu Prastiwi Berlianti4, Raine Syifa Aulia5 * UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta * Email : 1 [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] p-ISSN: 2808-9529 (Printed) e-ISSN: 2808-8816 (Online) Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI) http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jisi VOL. 3, NO. 1 (2022) Page: 36 – 46 Recommended Citation (APA Style): Yulianti, Y., Nurafiah, K., Pamungkas, N., Berlianti, D., & Aulia, R. (2022). Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), 3(1), 36–46. doi:https://doi.org/10.15408/jisi.v3i1.24995 Available at: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jisi/arti cle/view/24995 Article History: Received 05 Februari 2022 Accepted 03 Mei 2022 Available online 28 Juni 2022 * Corresponding Author Abstract. This research discusses the management of the largest Islamic philanthropy in Indonesia which has a movement in helping to solve various problems experienced by society using the approach of values in Islam and the concept of community empowerment. The research methods used are descriptive qualitative and phenomenological approaches. The data in this study was taken with interview and documentation techniques. This research focuses on studying two major Islamic philanthropies in Indonesia, namely Dompet Dhuafa and Lazis NU. The results of this study say that Dompet Dhuafa and Lazis NU as Islamic philanthropy have management that is not much different from the concept of social institution management in general. There are two important points in this research. First, Dompet Dhuafa and Lazis NU in the process of distributing aid also involve the concept of empowerment and both Islamic philanthropy also follow the process of empowering well. Second, Dompet Dhuafa and Lazis NU also have organizational management based on Community Base Organization. This is indicated by the orientation owned by the two Islamic philanthropies, namely as a non-profit institute oriented to social change. Keywords: Islamic philanthropy, empowerment, organizational management. Abstrak. Penelitian ini membahas manajemen filantropi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki gerakan dalam membantu menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang dialami oleh masyarakat dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai dalam Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan pendekatan fenomenologi. Data-data dalam penelitian ini diambil dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini fokus mengkaji dua filantropi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Dompet Dhuafa dan Lazis NU. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa Dompet Dhuafa dan Lazis NU sebagai filantropi Islam memiliki manajemen pengelolaan yang tidak jauh berbeda dengan konsep manajemen lembaga sosial pada umumnya. Terdapat dua poin penting dalam penelitian ini. Pertama, Dompet Dhuafa maupun Lazis NU dalam proses penyaluran bantuan melibatkan konsep pemberdayaan dan kedua filantropi Islam tersebut juga mengikuti proses penyelenggaraan pemberdayaan dengan baik. Kedua, Dompet Dhuafa dan Lazis NU memiliki manajemen organisasi yang berbasis Community Base Organization. Hal ini ditunjukkan dengan orientasi yang dimiliki oleh kedua filantropi Islam tersebut, yaitu sebagai lembaga non-profit yang berorientasi pada perubahan sosial. Kata Kunci: Filantropi Islam, pemberdayaan, manajemen organisasi. This is an open access article under CC-BY-SA license © Copyright Attribution-Share Alike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) 36 – 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. PENDAHULUAN Setengah dari masyarakat muslim di Indonesia sampai saat ini masih melakukan derma secara tradisional. Derma secara tradisional merupakan derma yang masih diberikan secara langsung kepada penerima atau mustahik dari individu ke individu alias antarpribadi. Kemudian derma yang dilakukan juga bersifat konsumtif tidak bersifat berkelanjutan. Hal tersebut dinilai melemahkan efektifitas berbagai kegiatan kebaikan dalam upaya mencapai keadilan sosial (Bamualim 2006). Para ahli dan praktisi filantropi akhirnya mengembangkan konsep filantropi yang dikaitkan dengan keadilan sosial. Latar belakang perkembangan konsep tersebut karena adanya sikap kritis terhadap paradigma kebaikan yang bersifat tradisional yang selama ini hanya bersifat kariatif, spontan, dan hanya menyediakan layanan langsung untuk memenuhi kebutuhan dasar. Berkembangnya konsep filantropi keadilan sosial mengarahkan kegiatan “memberi” untuk bisa mengatasi akar permasalahn ketidakadilan sosial (Bamualim 2006). Dalam dua dekade terakhir, filantropi di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Hal tersebut sangat membanggakan karena filantropi di Indonesia mengalami kemajuan. Ada beberapa perkembangan yang dialami oleh filantropi di Indonesia di antaranya yaitu pertama, peningkatan rasa antuasiasme masyarakat dalam melaksanakan filantropi. Peningkatan tersebut ditunjukan dengan lahirnya sejumlah organisasi atau tokoh-tokoh baru dalam filantropi islam. Kedua, peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga filantropi dalam pengggalangan, pengelolaan dan pendistribusian. Perkembangan tersebut dimungkinkan berkat kemampuan tokoh-tokohnya mengelola manajemen dengan baik, dan keahlian dalam menerapkan teknologi informasi secara tepat. Ketiga, adanya revitalisasi filantropi yang mencoba mentransformasikan paradigma lama filantropi dengan paradigma filantropi modern yang lebih kreatif dan inovatif (Bamualim 2006). Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Sulkifli (2018), filantropi di Indonesia berawal dari unsur filantropi tradisionalis yang sumbernya berasal dari agama baik Kristen maupun Islam. Gerakan filantropi keagamaan di Indonesia berkaitan erat dengan kegiatan misionaris dan dakwah. Di mana kegiatan tersebut merupakan kegiatan penyebaran agama yang dilakukan dengan menyediakan layanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, hal ini jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi perkembangan JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) filantropi Islam. Sebagai sebuah gerakan yang berkembang di Indonesia, filantropi Islam memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi perkembangan masyarakat Islam sejak zaman penjajahan hingga reformasi. Filantropi Islam juga mempunyai bentuk yang sangat beragam, meliputi bentuk materi atau jasa. Di Indonesia terdapat banyak sekali lembaga filantropi Islam, di mana dalam perkembangannya lembaga filantropi Islam di Indonesia dapat dilihat secara nyata dari adanya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Di dalam lembaga-lembaga ini terdapat lembaga khusus yang menangani persoalan wakaf, zakat, dan infak. Dalam penelitian Jusuf (2007), dipaparkan bahwa perkembangan filantropi Islam di Indonesia berkembang pesat di akhir tahun 1990-an, yaitu masa transisi antara era Orde baru ke era reformasi, di mana pada masa tersebut merupakan awal dari bangkitnya gerakan Islam menengah. Pada masa ini Undang-Undang tentang filantropi Islam mulai dibentuk, kemudian mulai muncul konflik dan persaingan antara lembaga-lembaga filantropi Islam untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Dalam hal ini lembaga filantropi Islam terbagi menjadi dua yaitu filantropi Islam yang berbasis modernisasi dengan praktik filantropi secara profesional dan lembaga filantropi tradisionalis yang tidak menginginkan negara untuk aktif dalam gerakan filantropi Islam. Seiring berkembangnya waktu, konsep filantropi Islam di Indonesia mulai mengalami perkembangan. Dahulu filantropi Islam di Indonesia hanya berkembang di beberapa sektor seperti wakaf, infak, dan sedekah. Namun saat ini filantropi Islam mulai berkembang dan menginjak ranah publik dengan sistem kelembagaan yang terstruktur. Sehingga filantropi Islam di Indonesia bukan hanya fokus terhadap pemberian materi berupa barang dan jasa tetapi sudah berkembang luas dan masuk pada sektor pendidikan seperti pemberian beasiswa, dan pendirian sekolah, yang dananya diambil dari lembaga-lembaga pengelola zakat. Tidak hanya pada sektor pendidikan, dana zakat ini juga dialokasikan pada bidang dakwah, ekonomi, kesehatan, dan juga sosial (Jusuf, 2007). Filantropi Islam di Indonesia berkembang secara bertahap, yakni berawal dari kedatangan Islam di bumi pertiwi, kemudian berkembang pada masa Orde Baru yang pada masa itu mulai lahir lembaga Amil Zakat dan Badan Amil Zakat milik pemerintah serta beberapa lembaga Amil Zakat swasta salah satunya yaitu Dompet Dhuafa yang terbentuk pada 2 Juli 1993 (Nurdin 2018). Dompet Dhuafa merupakan lembaga filantropi Islam non pemerintah yang pertama kali menerapkan manajemen filantropi modern. Dengan sistem filantropi modern, Dompet Dhuafa mempunyai 37 - 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. peluang untuk mengucurkan dana filantropi pada berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan juga dakwah. Dompet Dhuafa mempunyai misi untuk mendayagunakan dana umat yang berhasil dihimpun. Pemberdayaan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa terlihat dari banyaknya program yang dibuat seperti pemberdayaan ekonomi sampai pemberdayaan pendidikan. Pada program pendidikan, dana yang dikucurkan terbagi menjadi dua, yaitu penyaluran secara konsumtif dengan memberikan dana beasiswa kepada siswa tidak mampu dan pemberian dana produktif yang diisi dengan pemberdayaan guru pada salah satu program Dompet Dhuafa yaitu Sekolah Guru Indonesia (Rizka Amalia Sofa, 2017). Seperti yang diungkapkan oleh Rizka Amalia Shofa dan Imam Machali dalam artikelnya Filantropi Islam Untuk Pendidikan: Strategi Pendanaan Dompet Dhuafa dalam Program Sekolah Guru Indonesia (Rizka Amalia Sofa, 2017), program Sekolah Guru Indonesia ini bermaksud untuk mengirimkan guru sebagai tenaga pengajar ke 3T yaitu daerah terlantar, terluar dan terdepan. Program ini menggunakan dana zakat produktif karena dimaksudkan untuk kegiatan sosial demi kemaslahatan umat. Dari program ini, banyak sekali manfaat yang dapat dirasakan oleh guru selaku penerima manfaat langsung dan masyarakat di lokasi penempatan sebagai penerima manfaat tidak langsung. Program ini sangat membantu masyarakat sehingga mereka semakin berdaya dengan kehadiran guru dari Sekolah Guru Indonesia. Seperti telah disebutkan, manajemen pemberdayaan Dompet Dhuafa sangat beragam. Selain program pendidikan, Dompet Dhuafa juga melakukan pemberdayaan yang dikelola program ekonomi, yakni Program Madrasah Ekonomi Mandiri. Program ini ditujukan untuk pembinaan umat dengan memberikan bantuan modal usaha. Penelitian tentang Program Madrasah Ekonomi Mandiri pernah dilakukan oleh Nurul Wulandari Putri. Dalam penelitian itu Nurul menjelaskan bahwa dana untuk Program Madrasah Ekonomi Mandiri diambil dari dana yang terkumpul melalui donator baik perorangan atau perusahaan. Selain itu, Dompet Dhuafa juga mengumpulkan dana zakat melalui donasi ritel yaitu penjualan barang dan jasa yang kemudian mendonasikan hasil penjualan kisaran 200.000 hingga 300.000. Program Madrasah Ekonomi Mandiri ini berdampak besar pada penurunan angka pengangguran, sehingga dapat dikatakan bahwa program Dompet Dhuafa ini berhasil dan membawa manfaat yang besar bagi masyarakat (Putri et al. 2020). Selain Dompet Dhuafa, ada juga Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah (LAZISNU), yaitu salah satu JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) lembaga non pemerintah yang menyalurkan dana zakat dan aktif dalam perbaikan perekonomian di Indonesia. Sebagaimana Dompet Dhuafa, LAZISNU juga menerapkan manajemen filantropi modern, terlihat dari beberapa program yang dicanangkan oleh LAZISNU yang meliputi NU Smart (fokus pada bidang pendidikan), NU Care (fokus pada bidang kesehatan untuk fakir miskin), NU Preuner (fokus pada pemberian modal sosial dan pemberdayaan), serta NU Skill (fokus pada penguatan keterampilan). Program-program pada LAZISNU juga pernah diteliti oleh Azhar (2019), yang berfokus pada strategi dan pemberdayaan LAZISNU PAC Dolopo Kabupaten Madiun. Dalam penelitian tersebut, diketahui bahwa program-program pemberdayaan LAZISNU Kecamatan Dolopo terbagi ke dalam beberapa bidang: 1) bidang dakwah (bertujuan membantu atau menunjang kegiatan dakwah LAZISNU di Kecamatan Dolopo), 2) bidang sosial (bertujuan membantu anak yatim piatu, kaum mustadzafin, bantuan penanggulangan korban bencana, orang jompo, bahkan orang-orang difabel), 3) bidang pendidikan (pemberian beasiswa TK hingga perguruan tinggi, bantuan untuk para guru/ustadz/ustadzah, penguatan berbasis pesantren, 4) bidang kesehatan (untuk membantu layanan kesehatan bagi para Kyai, Ustadz/Ustadzah, mustadzafin, penanggulangan gizi buruk dan busung lapar, khitanan massal, dan pembuatan klinik kesehatan untuk warga nahdliyin di Kecamatan Dolopo), dan 5) bidang ekonomi (untuk memberikan bantuan berupa modal usaha bagi pedagang kaki lima, petani, peternak, pengrajin, dan home industry. Dalam mengembangkan programprogramnya, strategi LAZISNU Kecamatan Dolopo bertumpu pada donatur, Koin NU, dan sedekah pasar. Tetapi dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa strategi tersebut tidak berjalan dengan maksimal karena kurangnya sosialisasi dari LAZISNU Dolopo yang mengakibatkan masyarakat kurang mengenal LAZISNU Dolopo. Penelitian lain dilakukan oleh Syarifa Raehana tentang manajemen pemberdayaan yang ada di LAZISNU Gowa. Menurut penelitian tersebut disebutkan bahwa pendistribusian dana zakat harus menggunakan sistem manajemen yang teratur sehingga penerima dari dana zakat tersebut tidak salah sasaran. Dari penelitian tersebut didapati bahwa LAZISNU Gowa sengaja memberikan zakat produktif dengan program pemberdayaan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup. LAZISNU Gowa berpendapat bahwa mereka tidak ingin masyarakat hanya mendapatkan bantuan dana dan santunan zakat secara terus menerus agar mereka tidak ketergantungan. Selain itu LAZISNU Gowa juga mempunyai harapan adanya peningkatan dari mustahiq menjadi muzaki. Dalam pemberdayaan yang dilakukan terdapat sistem 38 – 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. pendataan, pembinaan, pendampingan, dan pengawasan (Raehana, 2020). Dari beberapa program pemberdayaan oleh Dompet Dhuafa dan LAZISNU di berbagai kota di Indonesia, penulis tertarik untuk meneliti manajemen pemberdayaan Dompet Dhuafa dan LAZIS NU Yogyakarta yang disorot dari konsep filantropi Islam. Untuk itu artikel ini akan berusaha mengupas tentang manajemen organisasi yang ada pada Dompet Dhuafa dan LAZIS NU serta hambatanhambatan yang dialami kedua organisasi tersebut dalam menjalankan konsep filantropi Islam. METODE Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi merupakan ilmu yang berorientasi menjelaskan mengenai realitas yang tampak. Fenomena yang tampak adalah refleksi dari suatu realitas yang tidak berdiri sendiri karena memiliki makna yang harus dijelaskan lebih lanjut. Selanjutnya fenomenologi adalah bagian dari suatu penelitian dari kualitatif, namun mengandung nilai sejarah dalam perkembangan dari masa ke masa (Salim, 2006). Menurut Hegel, fenomenologi mengacu pada pengalaman sebagaimana yang terdapat pada kesadaran. Ia juga menjelaskan bahwa fenomenologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan apa yang seseorang terima, rasakan dan sadar terhadap pengalaman yang telah dialami, rasakan dan ketahui di dalam kesadaran langsung. Kesadaran tersebutlah yang sering disebut dengan fenomena (Moustakas, 1994). Fenomenologi selanjutnya ingin mengungkapkan apa yang menjadi realitas dan pengalaman yang dialami oleh individu, mengungkapkan dan memahami suatu yang tidak tampak dari pengalaman individu yang subjektif. Dalam artikel ini peneliti melakukan penelitian secara langsung ke lapangan, untuk melihat kondisi realitas dan dapat mendeskripsikan dengan melakukan pendekatan terhadap sumber informasi dengan tujuan data yang diperoleh dapat secara maksimal. Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama). Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Peneliti melakukan wawancara dan pengamatan mendalam terhadap subjek penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah manajemen organisasi dalam pemberdayaan di Dompet Dhuafa dan Lazis NU. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 2 (dua) lembaga yaitu Dombet Duafa pada bagian penelitian sedangkan dalam Lembaga LazizNU yaitu dalam bidang fundraising bagian zakat dan admin LazizNu JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Filantropi Jusuf (2007) menjelaskan bahwa filantropi merupakan tindakan sukarela untuk kepentingan masyarakat umum. Freedman menjelaskan dalam penelitiannya (dalam Linge, 2017) bahwa filantropi adalah tindakan sukarela personal yang didorong kecenderungan untuk menegakkan kemaslahatan umum atau perbuatan sukarela untuk kemaslahatan umum (a voluntary enterprise of private persons, moved by an inclination to promote public good). Definisi lain menyatakan bahwa filantropi merupakan sumbangan berbentuk uang, barang jasa dan waktu atau tenaga untuk mendukung tujuan yang bermanfaat secara sosial, memiliki sasaran jelas dan tanpa balasan material atau immaterial bagi pemberinya (Linge 2017). Jadi filantropi dapat diartikan sebagai kegiatan memberi tanpa adanya balasan dari yang menerima bantuan tersebut. Bacon, dalam On the Modern Meaning of Philanthropy (Sulek, 2010), menjelaskan bahwa filantropi merupakan sinonim dengan kebaikan dan mempengaruhi kesejahteraan manusia yang kemudian digambarkan sebagai kecenderungan untuk berbuat baik. Konsepsi Bacon terkait filantopi dan kebaikan sangat berhubungan dengan konsepsi Aristotelian tentang kebajikan sebagai kebiasaan perilaku baik yang ditanamkan secara sadar. Dalam literatur lain yaitu Merriam-Webster’s (Sulek, 2010), filantropi disebut kegiatan baik sebagai upaya aktif untuk menyejahterakan manusia melalui organisasi filantropi dan dana yang digunakan dari dana filantropi. Berdasarkan sifatnya, filantropi dikenal dua bentuk yaitu filantropi tradisional dan modern. Filantropi tradisional berbasis charity, yang pada umumnya berbentuk pemberian kepentingan pelayanan sosial seperti para dermawan yang memberikan bantuan kepada masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok. Filantropi ini masih berorientasi pada bantuan kepada individual. Jusuf (2007) menjelaskan bahwa filantropi tradisional berbeda dengan filantropi modern. Pada filantropi modern, filantropi merupakan bentuk kedermawanan sosial yang dimaksudkan untuk menyembatani jurang antara si kaya dengan si miskin. Jembatan tersebut diwujudkan dalam upaya mobilisasi sumber daya guna mendukung kegiatan yang menggugat ketidakadilan struktur sebagai penyebab kemiskinan dan ketidakadilan. Pada zaman modern ini, filantropi tidak hanya sebagai memberi tapi juga memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat yang memang membutuhkan 39 - 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. bantuan dengan tujuan pembangunan sosial atau kesejahteraan sosial. Teori Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat maupun individu. Pemberdayaan dapat diartikan bahwa masyarakat mendapatkan kesadaran dan keterampilan yang diperlukan untuk bertanggung jawab atas kesempatan hidupnya sendiri. Menurut Haynes (2000), pemberdayaan menyangkut kemampuan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan sendiri dan lebih luas dari pada semua ini, untuk menentukan nasib mereka sendiri. Dengan kata lain, tujuan pemberdayaan adalah untuk meningkatkan kapasitas individu, dan agar bisa mengambil peran dalam mengambil setiap keputusan. Sedangkan menurut Rappaport (1984), pemberdayaan masyarakat merupakan suatu cara di mana masyarakat mampu berkuasa atas kehidupannya. Dari penjelasan tersebut bisa dilihat secara luas bahwa pemberdayaan sering dikaitkan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya untuk mencari penghasilan. Griesgraber dan Bernhard mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berusaha untuk mengembangkannya. Kartasasmita (1996) berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dari kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti upaya untuk menjadikan masyarakat dapat terhindar dari berbagai bebanbeban sosial yang dihadapi dan masyarakat diajak untuk keluar dari masalah tersebut. Pada dasarnya dalam konteks pemberdayaan terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri, 2003: 44). Sehubungan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Winarni mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) (empowering), dan terciptanya kemandirian. Bertolak dari pendapat ini, pemberdayaan berarti tidak hanya terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, tetapi juga pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian. Teori Manajemen Organisasi dan Konsep Community Base Organization Manajemen organisasi adalah sebuah proses menyusun beberapa hal yang berkaitan dengan proses mengatur sebuah organisasi. Elemen-elemen yang harus disusun di antaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, mengendalikan, dan memimpin berbagai usaha dari anggota organisasi. Manajemen organisasi juga berbicara tentang penggunaan semua sumber daya organisasi yang dimiliki guna mencapai tujuan yang diinginkan (Terry, 2006). Artinya, dalam manajemen organisasi kerjasama antara satu bagian dengan bagian lain dipandang penting. Kolaborasi antara kewenangan, koordinasi, dan pengawalan akan mengantarkan suatu organisasi mencapai suatu tujuan yang dinginkan. Alba, Isuf, Inestiss, dan Desnisa (D Alba et al., 2014) mengatakan bahwa community base organization ialah organisasi non-profit yang bergerak menangani kebutuhan sosial dan ekonomi dari individu dan kelompok di wilayah geografis yang ditetapkan, biasanya tidak lebih besar dari sebuah negara. Definisi lain juga mengatakan bahwa community base organization memiliki tujuan guna memperjuangkan kepentingan dan menangani permasalahan anggota dalam suatu komunitas. Community base Organization (CBO) ini memiliki komitmen terhadap perubahan sosial, yakni berorientasi pada perubahan-perubahan masyarakat sebagai objek pemberdayaan atau sasaran organisasi tersebut. Perubahan sosial yang sangat diupayakan oleh Community Base Organization ini memang selaras dengan tujuan utamanya yaitu memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat tertentu melalui berbagai layanan sosial yang dimiliki. Layanan-layanan sosial yang diberikan oleh community base organization ini bersifat inovatif dan eksploratif, yakni layanan yang diberikan berupaya disesuaikan dengan kebutuhan klien. Potret Gerakan Filantropi Islam pada Lembaga Dompet Dhuafa dan Lazis NU Berdasarkan definisi terkait filantropi, dapat dipahami bahwa filantropi adalah bentuk tindakan baik demi kepentingan masyarakat luas dengan tidak mengharapkan apapun. Kemudian, konsep filantropi semakin berkembang berawal dari 40 – 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. memberikan bantuan berfokus pada individu menjadi fokus ke pemberdayaan masyarakat dengan tujuan menyejahterakan masyarakat. Untuk melihat konsep filantopi modern, peneliti melakukan wawancara kepada 2 (dua) lembaga filantropi yaitu Dompet Dhuafa dan Lazis NU. Berdasarkan sejarahnya, Dompet Dhuafa adalah lembaga zakat yang merupakan lembaga nirlaba (nonprofit) milik masyarakat Indonesia, yang fokus kepada mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum duafa dengan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, dan perusahaan/lembaga. Kelahiran lembaga tersebut berawal dari empati kolektif komunitas jurnalis yang banyak berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus sering berjumpa dengan kaum kaya. Oleh karena itu, digagas manajemen galang kebersamaan dengan siapapun yang peduli kepada nasib duafa. Empat orang wartawan, yaitu Parni Hadi, Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip, dan Eri Sudewo berpadu sebagai dewan pendiri lembaga independen Dompet Dhuafa Republika. Untuk cabang Yogyakarta, keberadaan LAZ Dompet Dhuafa Republika dimulai ketika terjadi gempa di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 (Meuthia, 2017). Oleh karena itu, program pemberdayaan masyarakat, tanggap bencana pun dilakukan. Sampai sekarang Dompet Dhuafa Yogyakarta terus aktif melaksanakan pengelolaan dana zakat secara profesional. Konsep filantropi modern juga tercermin pada lembaga yang menjadi objek penelitian ini. Dompet Dhuafa Yogyakarta merupakan lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang zakat, namun dalam perkembangannya zakat yang dikumpulkan oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta direalisasikan ke dalam program kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk meluaskan kebermanfaatan dari dana zakat yang sudah dikumpulkan, Dompet Dhuafa Yogyakarta melaksanakan program pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta sangat beragam disesuaikan dengan kebutuhan serta potensi yang ada di masyarakat. Sebagai lembaga filantropi, Dompet Dhuafa Yogyakarta memiliki prinsip bahwa “Kebermanfaatan yang diberikan tidak hanya berhenti pada penerima manfaat”. Untuk merealisasikan prinsip tersebut, Dompet Dhuafa Yogyakarta mengembangkan beberapa program di antaranya pendidikan, ekonomi, social development, dakwah dan kesehatan. JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) Gerakan Pemberdayaan Dompet Dhuafa dan Lazis NU sebagai Agenda Penyelenggaraan Kesejahteraan Masyarakat Najib (2016) menambahkan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya memberikan input materi atau bantuan dana, namun juga memberikan kesempatan dan kemampuan kepada masyarakat secara luas untuk mengakses sumber daya dan mendayagunakannya demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga aspek pokok. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (enabling). Pada tahap ini, pengenalan bahwa setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Setelah masyarakat sadar dengan potensi yang dimiliki, maka dilakukan pemberdayaan dengan mencoba mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki tersebut. Informasi tersebut didapatkan dari hasil wawancara bersama Amil Zakat dari Dompet Dhuafa sebagai berikut: “Di Dompet Dhuafa sebelum melaksanakan program, setiap penerima manfaat harus diassesment terlebih dahulu agar program yang diberikan tepat sasaran kepada penerima manfaat” (Rosa, 2020) Pada tahap pertama, Dompet Dhuafa Yogyakarta sebagai lembaga filantropi melaksanakan perannya untuk mendorong masyarakat mengembangkan potensinya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta adalah melakukan assessment kepada calon penerima manfaat untuk melihat dan memahami permasalahan, kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh calon penerima manfaat. Sehingga jika sudah mengetahui permasalahan dan potensi yang dimiliki, akan lebih mudah dalam menyusun program yang akan dilaksanakan. Kedua, memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering) melalui pemberian input berupa bantuan dana, pembangunan sarana serta pengembangan kelembagaan pendanaan serta membuka akses kepada peluang yang akan membuat masyarakat makin berdaya. 41 - 46 “Dalam hal untuk menjaga program yang akan dilaksanakan, Dompet Dhuafa tidak hanya memberikan program tapi juga memberikan bantuan dana, pembangunan sarana dan pengembangan program agar program yang dilaksanakan berlanjut.” (Rosa, 2020) Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. Setelah melakukan assessment kepada calon penerima manfaat dan perumusan program, Dompet Dhuafa Yogyakarta melakukan penguatan potensi yang dimiliki dengan melaksanakan program sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh penerima manfaat. Pada tahap ini, Dompet Dhuafa Yogyakarta tidak sekedar memberikan dana tapi juga memberikan input dan pendampingan agar program pemberdayaan yang dilaksanakan tepat sasaran dan berjalan dengan baik. Adapun program yang disusun oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat yaitu terkait pemberdayaan masyarakat pada ekonomi. Di program ekonomi, Dompet Dhuafa memberdayakan masyarakat berdasarkan potensi yang dimiliki pada lingkungan sekitar. Program pemberdayaan ekonomi Dompet Dhuafa Yogyakarta meliputi: (1) Kelompok Kampung Ternak Unggas, yaitu pengembangan peternakan budidaya ayam buras berbasis kawasan dengan membangun kelembagaan berbentuk korporasi. (2) Pertanian Ubi Jalar Ase Putih, yaitu program pertanian untuk meningkatkan pendapatan dengan menanam ubi ase putih produk ekspor dalam memanfaatkan masa tanam fase palawija, meningkatkan keahlian petani dengan penyuluhan ilmu-ilmu pertanian dan membuka pasar pertanian pasar ekspor. (3) Pertanian Padi Organik, yakni pengembangan pertanian organik sinergi dengan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dalam hal ini Dinas Pertanian dan Pangan Kab. Kulonprogo. Membangun usaha pertanian organik dari hulu sampai hilir. Hulu mengenai teknis bertani organik sampai sertifikasi dilakukan pemerintah, Dompet Dhuafa Yogyakarta masuk Hilir pengembangan pasar produksi beras organik melalui mekanisme kelembagaan kelompok berwujud koperasi yang mempunyai usaha riil penyerapan panen gabah para petani organik. (4) Grantmaking 2 Kelompok LSO/NGO/Kelompok Masyarakat, program ini merupakan program pemberdayaan masyarakat yang mendorong kemandirian masyarakat melalui sinergitas lembaga/kelompok yang dimiliki dengan menumbuhkan usaha berbasis socioenterprise, berdasar sumberdaya yang dimiliki masyarakat tersebut. (5) Grantmaking 2 Panti Asuhan/Pondok Pesantren, program ini merupakan program pemberdayaan yang mendorong kemandirian lembaga panti asuhan/pondok pesantren dengan menumbuhkan usaha riil berbasis socioenterprise. Ketiga, memberdayakan mengandung arti melindungi masyarakat melalui pemberian pertolongan kepada masyarakat yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang oleh karena kurang mampu menghadapi yang kuat dan bukan berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi. Kemudian pemberdayaan masyarakat JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) yang dibuat tidak menyebabkan masyarakat bergantung pada program pemberian (charity). Pada tahap ketiga, Dompet Dhuafa Yogyakarta juga melindungi penerima manfaat dari program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan. Dalam tahap ini, Dompet Dhuafa Yogyakarta tidak hanya sekedar melaksanakan program tapi juga mendukung program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh penerima manfaat dengan cara membuka jaringan pemasaran untuk hasil pemberdayaan sehingga penerima manfaat tidak usah khawatir dalam penjualan karena adanya perlindungan dari Dompet Dhuafa Yogyakarta. Namun di sisi lain jika sudah terbuka untuk pemasaran, penerima manfaat harus lebih mandiri untuk mengembangkan hasil pemberdayaan agar tidak bergantung lagi pada Dompet Dhuafa Yogyakarta. Pada tahap pertama yaitu pengembangan (enabling), dalam tahap ini Lazis NU memulai dengan engagement dengan rata-rata lebih banyak penerima manfaat yang datang dengan sukarela untuk meminta bantuan kepada pihak Lazis NU untuk diberdayakan. Setelah melalui proses engagement tersebut kemudian pihak Lazis NU juga melakukan assessment untuk memahami permasalahan, kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh penerima manfaat. Ketika permasalahan telah dirumuskan maka selanjutnya menyusun program yang lebih sesuai. Selanjutnya pada tahap kedua adalah empowering atau memperkuat potensi dan daya masyarakat penerima manfaat melalui pemberian dana, pembangunan usaha mikro dan masih banyak lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh penerima manfaat serta membuka lebih banyak peluang untuk masyarakat menjadi lebih berdaya. Dengan demikian, setelah melalui proses assessment kemudian perumusan dan juga pemecahan masalah, bagian yang tidak kalah penting adalah tahap pendampingan sepanjang program berlangsung agar tepat sasaran dan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan sebelumnya. Setelah program pemberdayaan yang diberikan oleh pihak pemberi manfaat kepada penerima manfaat berlangsung, selanjutnya ada tahap menindaklanjuti program pemberdayaan yang telah berjalan apakah sudah lebih mandiri atau mungkin tidak ada kemajuan sama sekali. Pada sesi wawancara dengan pengurus Lazis NU, peneliti mendapatkan informasi seperti berikut: 42 – 46 “Di Lazis NU sendiri ada beberapa program mba di antaranya yaitu di bidang kemanusiaan, sosial, pendidikan, ramadhan, ekomi dan kesehatan,” (Pengurus Laziz NU, 2021). Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. Selanjutnya dalam manajemen pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa garis besar yang digaungkan oleh Lazis NU di antaranya adalah 1) bidang kemanusiaan (meliputi penggalangan donasi atau infak untuk membantu masyarakat korban bencana alam); 2) bidang sosial (program ini banyak sekali jenisnya di antaranya pengumpulan dana atau infak untuk masyarakat yang terhitung kurang mampu); 3) bidang pendidikan (program pendidikan ini sangat beragam seperti bantuan pada umumnya yaitu beasiswa sekolah siswa/i kemudian bantuan untuk renovasi); 4) bidang ekonomi (terdapat charity untuk dana abadi untuk kemaslahatan umat dan pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti membantu memfasilitasi UMKM masyarakat melalui bantuan gerobak angkringan dan pemanfaatan kotoran hewan ternak menjadi pupuk kendang); dan 5) bidang kesehatan. Analisis Manajemen Organisasi Lembaga Sosial Dompet Dhuafa dan Lazis NU Manajemen organisasi memiliki fungsi yaitu sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, pengarahan, motivasi, komunikasi, kepemimpinan, penanggungan resiko, pengambilan keputusan dan pengawasan. Namun dari fungsifungsi terebut, Andre J Durbin (Dubrin, 1990) menyederhanakan fungsi manajemen menjadi empat fungsi pokok yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti melihat bahwa lembaga sosial sebagai organisasi kedermawanan atau kemanusiaan ini memiliki karakteristik yang khusus dalam organisasinya. Sehingga, peneliti juga menggunakan konsep community base organization guna melihat secara mendalam kinerja atau manajemen yang terdapat di lembaga sosial Dompet Dhuafa dan Lazis NU sebagai objek penelitian ini. Peneliti akan mendeskripsikan manajemen organisasi yang ada dalam dua lembaga sosial yang menjadi objek penelitian ini. Berkaitan dengan proses penanganan pandemi COVID-19 Dompet Dhuafa dan Lazis NU memiliki gerakan yang cukup serius dan bisa terlihat manajemen organisasi yang diterapkan dalam lembaga. Perencanaan (Planning) Program-program yang dirancang guna menangani pandemi COVID 19 ini dilakukan dengan berbagai tahap. Dompet Dhuafa maupun Lazis NU melakukan assessment terhadap kondisi pandemi yang sedang menimpa masyarakat. Perencanaan program yang diawali dengan assessment ini akan membuahkan hasil yang signifikan terhadap sebuah program atau layanan sosial yang akan diberikan JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) kepada masyarakat terdampak COVID 19. Artinya, proses assessment ini merupakan bagian dari perencanaan yang disebutkan dalam teori manajemen organisasi. Berdasarkan hasil penelitian, Lazis NU DIY merupakan salah satu dari sekian banyak lembaga sosial berbasis keagamaan yang manajemen organisasinya sudah terbilang maksimal. Dengan menyusuri masyarakat yang membutuhkan bantuan atau dapat dikatakan penerima manfaat, kemudian mencari data penerima manfaat di lapangan untuk kemudian diberdayakan. Hal tersebut menjadi bagian dari perencanaan dalam membentuk suatu program pemberdayaan Pengorganisasian (Organizing) Dompet Dhuafa dan Lazis NU memiliki banyak sekali program berkaitan dengan penanganan COVID 19. Program-program tersebut meliputi banyak aspek seperti pemberian sembako, pemberian obat-obatan, sumbangan oksigen, dan pemberian modal usaha. Program-program tersebut tidak serta-merta berjalan saja, namun juga diatur oleh beberapa penanggung jawab program. Dompet Dhuafa dan Lazis NU mengontrol dan mengatur program yang telah diselenggarakan agar mencapai tujuan yang dinginkan. Organizing yang disebutkan dalam manajemen organisasi terlihat jelas di Dompet Dhuafa dan Lazis NU dalam masa penanganan pandemi COVID 19. Selanjutnya sesuai dengan tujuan Lazis NU bahwa semua pihak harus terlibat dalam proses pemberian manfaat. Maka dari itu pihak Lazis NU selalu melakukan koordinasi dengan jejaring di bawah naungannya seperti PCNU, MWCNU dan juga ranting agar semua pihak ikut terlibat sehingga menghasilkan sebuah rumusan struktur organisasi dan pendelegasian wewenang dan tanggungjawab. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja sehingga butuh kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Kepemimpinan (Leading) Program-program yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa dan Lazis NU ini memiliki penanggung jawab secara struktural. Susunan kepemimpinan secara struktural dalam Dompet Dhuafa dan Lazis NU juga sistematis. Hal tersebut bisa dibuktikan dari pembagian kerja yang dilakukan oleh Lazis NU dengan berbagai lembaga di bawah NU. Artinya, Lazis NU sebagai pemimpin dan mengatur segala persebaran dan koordinasi tertinggi dari semua persebaran program yang sedang berjalan. 43 - 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. Pengawasan (Controlling) Pengawasan yang dilakukan Dompet Dhuafa dan Lazis NU memiliki kontrol pengawasan yang baik. Pengawasan dari setiap program yang dilakukan oleh Lazis NU bekerja sama dengan beberapa lembaga yang terkait dengan Lazis NU seperti Fatayat, IPNU-IPPNU, Anshor dan RMI. Lembaga tersebut bekerjasama serta membantu dalam proses pendistribusian bantuan COVID 19. Pengawasan secara desentralisasi oleh setiap badan yang disebutkan atas, namun Lazis NU akan mengontrol dan terus berkoordinasi dengan ketua lembaga terkait, guna memastikan keadaan bahwa semua kegiatan berjalan dengan baik. Dompet Dhuafa memiliki model pengawasan lebih sistematis. Monitoring dan evaluasi gencar dilakukan sebagai bukti bahwa pengawasan yang dilakukan Dompet Dhuafa sistematis dan struktural. Bahkan, setelah pemberian bantuan Dompet Dhuafa juga masih secara terus menerus memastikan kepenggunaan bantuan yang diberikan. Artinya, bahwa konsep sustainable sangat diperhatikan oleh Dompet Dhuafa. Organisasi filantropi ini juga memberikan pengawasan dari awal hingga akhir pasca pemberian bantuan tersebut. Community base organization ini juga memiliki klien yang memiliki komitmen secara ideologis dengan klien. Hal tersebut memberikan dukungan penuh terhadap keberhasilan layanan yang diberikan. Community base organization ini juga memiliki daya kritis terhadap kekuasaan, enggan mengakui legitimasi otoritas dan kekuasaan formal. Sehingga, pendekatan yang digunakan oleh community base organization ini adalah demokratis atau melakukan pengambilan keputusan degan cara konsensus dan menghindari pimpinan yang mendominasi. Dompet Dhuafa dan Lazis NU adalah lembaga sosial yang bisa dikategorikan sebagai community base organization. Keduanya memiliki tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat tertentu melalui berbagai layanan sosial yang dimiliki. Hal tersebut terlihat di masa pandemi. Gerakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terlihat sangat gencar dilakukan oleh dua lembaga tersebut. Selain itu, sifat pelayanan yang inovatif dan eksploratif juga terlihat dari dua lembaga. Seperti pemberian bantuan kepada pelaku UMKM yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa dan pelatihan pemulasaran jenazah oleh Lazis NU. Gerakan yang gencar dilakukan oleh gerakan filantropi ini merupakan pengaruh atas ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang lahir pada masa COVID 19 secara mandiri, perlunya bantuan atau gotong royong dari berbagai pihak. Model organisasi yang digunakan juga lebih JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) moderat, karena semua staf memiliki ruang untuk meningkatkan kompetensi dan pimpinan tidak mendominasi. CBO ini menjadi ruang baru untuk perkembangan yang lebih baik pada kemajuan gerakan filantropi. KESIMPULAN Filantropi adalah tindakan sukarela yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, sedangkan Dompet Duafa Republika merupakan lembaga nirlaba (nonprofit) yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, terfokus pada mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum duafa dengan dana zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana lainnya yang halal dan legal baik dari seseorang ataupun kelompok. Sedangkan pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan memperbaiki kualitas kehidupan yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat ataupun individu. Selanjutnya pemberdayaan dapat diartikan bahwa masyarakat mendapatkan kesadaran dan keterampilan yang diperlukan untuk bertanggung jawab atas kesempatan yang diberikan. Dalam konsep pemberdayaan masyarakat harus memiliki 3 aspek pokok yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan perkembangan potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (enabling). Pada tahap ini, Dompet Dhuafa Yogyakarta sebagai lembaga filantropi melaksanakan perannya untuk mendorong masyarakat mengembangkan potensinya. Aspek kedua yaitu memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Selanjutnya dalam penelitian ini ditemukan beberapa program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh dompet Dhuafa Yogyakarta yaitu kelompok kampung ternak unggas, pertanian ubi jalar ase putih, pertanian padi organik, program Grantmaking 2 kelompok LSO/NGO/Kelompok masyarakat dan Grantmaking 2 panti asuhan/pondok pesantren. Ketiga, memberdayakan mengandung arti melindungi masyarakat melalui pemihakanpemihakan kepada masyarakat yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang oleh karena kurang diberdayakan dalam menghadapi yang kuat dan bukan mengisolasi dan tidak membuat masyarakat tidak bergantung pada program pemberian (charity). Dompet Dhuafa Yogyakarta juga melindungi penerima manfaat dari program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan. Sedangkan pemberdayaan yang di Lazis NU pada tahap pertama yaitu pengembangan (enabling). Dalam tahap ini, Lazis NU memulai dengan engagement dengan rata-rata lebih banyak penerima manfaat yang datang dengan sukarela untuk meminta bantuan kepada pihak Lazis NU untuk diberdayakan. Selanjutnya pada tahap kedua 44 – 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia 10.15408/jisi.v3i1.24995 Potret Filantropi Islam Terbesar di Indonesia. adalah empowering atau memperkuat potensi dan daya masyarakat penerima manfaat melalui pemberian dana, pembangunan usaha mikro dan masih banyak lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh penerima manfaat serta membuka lebih banyak peluang untuk masyarakat menjadi lebih berdaya. Manajemen pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa garis besar yang digaungkan oleh Lazis NU di antaranya adalah bidang Kemanusiaan, Sosial, Pendidikan, Ramadhan, Ekonomi dan Kesehatan. Manajemen organisasi adalah sebuah proses menyusun beberapa hal yang berkaitan dengan proses mengatur sebuah organisasi. Elemen-elemen yang harus disusun di antaranya perencanaan, pengorganisasian, mengendalikan, dan memimpin berbagai usaha dari anggota organisasi. Manajemen organisasi memiliki fungsi yaitu sebagai perencana, pengorganisasian, pengoordinasian, pengarahan, motivasi, komunikasi, kepemimpinan, penanggungan resiko, pengambilan keputusan dan pengawasan. Berkaitan dengan proses penanganan pandemi COVID-19, Dompet Dhuafa dan Lazis NU memiliki gerakan yang cukup serius dan bisa terlihat manajemen organisasi yang diterapkan dalam lembaga. Pertama yaitu perencanaan (planning) sesuai dengan keadaan saat ini, kedua pengorganisasian (organizing) program yang akan dijalankan harus diatur sebaik mungkin dan ada penanggung jawab di setiap program. Ketiga yaitu kepemimpinan (leading) program yang dilaksanakan memiliki penanggung jawab secara structural. Keempat pengawasan (controlling) yaitu memiliki pengawas dalam melaksanakan program. DAFTAR PUSTAKA Azhar, Musafa. Khusnul Khotimah. 2019. “Strategi LAZISNU Dalam Pemberdayaan Umat (Studi Kasus LAZISNU PAC Dolopo Kabupaten Madiun).” 1(2): 69–78. Bamualim, Irfan Abubakar. Chaider S. 2006. Filantropi Islam Dan Keadilan Sosial. Tangerang Selatan: CSRC. D Alba, J Isuf, J Inestiss, and M Denisa M. 2014. “The Role of Community Base Organization in Management Access and Succses of Public Administration Dveleopment Empirical Analys In Front Theorical Analys.” Academic Journal of Interdisciplinary Studies 3(3): 457– 66. Dubrin, J Andrew. 1990. Essential Management. Internasional Student Education. Haynes, J. (2000). Demokrasi dan Masyarakat Sipil di Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. Jusuf, Chusnan. 2007. “Filantropi Modern Untuk.” Filantropi Modern Untuk Pembangunan Sosial: 74–84. JISI: Vol. 3, No. 1 (2022) Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES Linge, Abdiansyah. 2017. “Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi.” Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam 1(2): 154–71. Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods. California: SAGE Publications. Najib, A. (2016). Integrasi Pekerjaan Sosial (Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat). Semesta Ilmu. Nurdin, Ali. 2018. “Transformasi Dompet Dhuafa Dari Lembaga Amil Zakat Menjadi Lembaga Sosial-Kemanusiaan.” Buletin Al-Turas 19 (2): 345–68. Diakses dari https://doi.org/10.15408/bat.v19i2.3725. Putri, Nurul Wulandari, Sekolah Tinggi, Ekonomi Syariah, and Putera Bangsa. 2020. “Manajemen Pengelolaan Program Madrasah Ekonomi Mandiri.” Jurnal Manajemen Dan Akuntansi 15 (2): 132–39. Rappaport, J. (1984). Studies in Empowerment :Introduction to the Issue. Prevention in the Human Issue. Salim, Agus. 2006. Teori Dan Penelitian Paradigma. Yogyakarta: Tiara wacana Sulkifli, Sulkifli. 2018. “Filantropi Islam Dalam Konteks Pembangunan Sumber Daya Manusia Di Indonesia.” Palita: Journal of Social-Religion Research 3(1): 1–12. Sulek, Marty. 2010. “On the Modern Meaning of Philanthropy.” Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly 39(2): 193–212. Raehana, S. (2020). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendayagunaan Zakat Usaha Produktif Masyarakat Miskin. AtThariqoh: Jurnal Ekonomi, 60-78. Rizka Amalia Sofa, I. M. (2017). Filantropi Islam Untuk Pendidikan: Strategi Pendanaan Dompet Dhuafa dalam Program Sekolah Guru Indonesia (SGI). Jurnal Kajian Islam , 11-22. Terry, George R. 2006. Guide to Management. Bumi Kasara. 45 - 46 Jurnal Ilmu Sosial Indonesia