Academia.eduAcademia.edu

LAPORAN PRAKTIKUM PERCOBAAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN ISOLASIPIGMEN DARI DAUN BAYAM SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS OLEH: NAMA : M. DWI JEFRY ARDIANSYAH NIM : K1A021065 SHIFT :A HARI/TANGGAL : SELASA/22 MARET 2022 ASISTENSI : VIKRI FADILA KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA LABORATORIUM KIMIA PEMISAHAN PURWOKERTO 2022 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................... ii JUDUL PERCOBAAN .................................................................................. 1 I. II. III. IV. V. TUJUAN ....................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 1 PROSEDUR PERCOBAAN ....................................................... 4 3.1 ALAT....................................................................................... 4 3.2 BAHAN ................................................................................... 4 3.3 SKEMA KERJA BAHAN ..................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 7 4.1 DATA PENGAMATAN ........................................................ 7 4.2 DATA PERHITUNGAN ....................................................... 8 4.3 PEMBAHSAN ........................................................................ 9 KESIMPULAN.. .......................................................................... 14 5.1 KESIMPULAN....................................................................... 14 5.2 SARAN ........ .......................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15 LAMPIRAN ................................................................................................... 16 ii ISOLASI PIGMEN DARI DAUN BAYAM SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I. TUJUAN Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui dan memahami teknik dasar kromatografi. 2. Mengenali cara isolasi bahan alam yang mengandung senyawa bermolekul besar. 3. Trampil dalam melakukan pemisahan dan isolasi senyawa bahan alam dengan cara kromatografi lapis tipis. II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gritter,et al, (1991), kromatografi ditemui oleh Michael J. Sweet, seorang ahli botani di Universitas Warsaw (polandia). Pada tahun 1906, kromatografi terbentuk apabila terdapat satu fasa diam, dan satu fasa gerak (mobility). Fasa diam dalam kromatografi biasanya adalah padatan atau cairan, dan fasa geraknya adalah cairan atau gas. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padatan dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan berbentuk cair (Rohman, 2006). Kromatografi dibandingkan dengan metode lain mempunyai keuntungan dalam pelaksanaan hal yang lebih sederhana terutama penggunaan waktu yang singkat, mempunyai kepekaan yang tinggi, serta mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi. Metode ini dapat digunakan bila metode lain tidak dapat atau sulit dilakukan (Chang, 2005). Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis data skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu yang dibutuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat dari jumlah bercak yang 1 2 terjadi pada plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis (Handayani, 2005). Fase diam dan fase gerak mempunyai arti masing-masing. Fase diam merupakan salah satu fase komponen yang penting. Terjadinya perbedaan kromatografi karena adanya interaksi dengan fase diam yang menyebabkan terjadinya perbedaan waktu retensi (Rf) dan terpisahnya komponen komponen dari suatu senyawa. Fase gerak merupakan pembawa analit dapat bersifat berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak dapat berupa bahan cair dan berupa gas yang umumnya dapat dipakai sebagai gas senyawa yang mudah menguap. Fase diam juga merupakan proses yang dilalui oleh fase gerak untuk mengetahui jarak antara noda dengan jarak pelarutnya (Basri, 2003). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. Kromatografi lapis tipis dapat di gunakan untuk pemisahan senyawa - senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dijelaskan dengan kromatografi kertas (Kurniawan dan Santosa, 2004). Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis data skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu yang dibutuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat dari jumlah bercak yang terjadi pada plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis. Uji kualitatif pada kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar. Pada plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis. Uji kualitatif pada kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar (Handayani,et al., 2005). III. PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Alat Alat yang digunakan pada percobaan pemisahan kation secara kromatografi kertas antara lain mortar, perlengkapan KLT, perlengkapan kromatografi kolom, corong buchner, dan pengisapan corong pisah. 3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan pemisahan kation secara kromatografi kertas yaitu metanol, heksana, silika gel untuk KLT. 3 4 3.3 Skema Kerja 3.3.1 Ekstraksi Pigmen dari Daun Bayam 20 g daun bayam - Dipotong-potong - Dimasukkan ke dalam mortar - Ditambahkan 20 mL metanol - Dihaluskan - Disaring dengan corong buchner dan pengisapan - Digerus ampasnya dengan 20 mLcampuran heksana methanol (60:40) - Disaring dengan corong buchner - Diekstraksi sekali lagi dengan pelarut heksanametanol (60:40) - Disaring - Dijadikan 1 semua ekstrak dalam corong pisah - Dicuci ekstrak 2 kali dengan air - Dipisahkan apisan heksana - Dikeringkan larutan heksana dengan Na2SO4 anhidrat berlebih - Didestilasi untuk mengeluarkan pelarut heksana sampai cairan tinggal 1 mL Hasil larutan 5 3.3.2 Prosedur Percobaan Kertas kromtografi whatman - Diaktifkan dalam oven 100°C selama 30 menit - Diambil ekstrak pigmen dengan pipa kapiler - Ditotolkan pada bagian bawah plat KLT - Dikeringkan - Dimasukkan ke dalam tabung kromatografi yang berisi eluen heksana - Dielusi sampai kira-kira 1 cm tepi atas plat KLT - Dikeringkan - Dilihat bercak dengan memasukkan ke dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan uap iodium - Ditentukan Rf dari setiap noda - Dilakukan dengan cara yang sama menggunakan eluen: toluen, kloroform, dan metanol Nilai Rf IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan 4.1.1 Ekstraksi pigmen dari daun bayam 4.1.2 Prosedur percobaan 6 7 4.2 Data Perhitungan 8 4.3 Pembahasan Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaandistribusi dari komponen campuran tersebut diantaranya dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam kromatografi fase bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair (Gumelar dan Irsyad, 2014). Pada prinsipnya, semua cara pemisahan kromatografi mengalami proses yang sama yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fasa diam dan fasa gerak dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat-sifat fisik komponen yang akan dipisahkan (Mulja, 1995). Kromatografi dibedakan menjadi beberapa jenis didasarkan pada teknik kerja yang digunakan (Khopkar, 2008) : 1. Kormatografi Lapis Tipis Merupakan suatu proses pemisahan yang di mana terdapat fase gerak yang dapat berupa zat cair, sedangkan fase diamnya berupa zat padat. 2. Kromatografi Kolom Merupakan metode terbaik untuk melakukan pemisahan campuran dalam jumlah yang besar di mana fase geraknya dapat berupa zat cair dan fase diamnya berupa zat padat. 3. Kromatografi Kertas Merupakan kromatografi yang teknik suatu pemisahan di mana fase diamnya berupa zat cair. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyongkong fase diam contohnya bubuk selulosa. 4. Kromatografi Gas Merupakan metode kromatografi yang dinamis untuk memisahkan dan sebagai pendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis data skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu yang di butuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat dari jumlah bercak yang terjadi pada plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis (Handayani, 2005). Prinsip dari KLT ini di mana suatu analit bergerak melintasi lapisan fase diam di bawah pengaruh fase gerak, yang bergerak melalui fase diam. Semakin polar suatu senyawa fase gerak, semakin besar partisi ke dalam fase diam gel silika, semakin sedikit waktu yang 9 dibutuhkan fase gerak untuk bergerak menyusuri plat sehingga semakin pendek jarak tempuh senyawa tersebut menaiki plat dalam waktu tertentu (Watson, 2005). Kelebihan KLT yaitu waktunya relatif singkat, menggunakan inestasi yang kecil, paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat, jumlah cuplikan yang dengan sedikit, kebutuhan ruang minimum, penanganannya sederhana, dan untuk zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT. Sedangkan untuk kekurangan dari KLT yaitu hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok dengan kromatografi kolom dan noda yang terbentuk belum tentu senyawa murni (Handayani, 2005). Aplikasi dari KLT yaitu dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti mengidentifikasi hidrokuinon dalam sabun pemutih pembersih wajah (Oktaviantari, 2019), identifikasi sudamala (Artemisia vulgaris L) menggunakan kromatografi lapis tipis (Arundina, 2015), dan analisis sidik jari kromatografi lapis tipis rimpang temu mangga (Curcuma Mangga) (Syafi'i, 2018). Bayam merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia. Bayam termasuk ke dalam family Amaranthacea yang memiliki berbagai macam spesies dan tumbuhan di seluruh dunia. Salah satu jenis bayam di daerah tropis seperti Asia dan Afrika termasuk Indonesia adalah Amernthus Tricolor L., bayam jenis ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu Red Amaranth dan Green Amaranth. Amaranthus Tricolor L. merupakan jenis bayam yang memiliki kandungan betalain tinggi dan cocok untuk diaplikasikan sebagai pewarna makanan. Kandungan besi pada bayam relatif lebih tinggi daripada sayuran daun lain (besi merupakan penyusun sitokrom, protein yang terlibat dalam fotosintesis) sehingga berguna bagi penderita anemia. Di tempat asalnya, bayam dimanfaatkan bijinya (bayam biji) sebagai sumber karbohidrat. Daun bayam mempunyai kandungan klorofil yang tinggi, sehingga laju fotosintesisnya juga tinggi. Selain mengandung serat, bayam juga kaya betakaroten. 1 gelas bayam yang sudah dipetik bisa memenuhi 70% kebutuhan betakaroten per hari. Betakaroten (vitamin A), ditambah vitamin C membuat bayam bersifat antioksidan yang baik. Bayam juga mengandung asam folat, zat besi, dan seng. Dalam 100 gr bayam mengandung energi sebesar 36 kkal, protein 3,5 gram, serat 0,8 gram, karbohidrat 6,5 gram, kalsium 276 mg, fosfor 67 mg, zat besi 3,9 mg, vitamin A 6090 IU, viytamin B1 0,080 mg, dan vitamin C sebesar 80 mg dalam 100 g daun bayam (Campbell, et al., 1995). 10 Percobaan isolasi pigmen dari daun bayam secara kromatografi lapis tipis memiliki 2 tahap yaitu ekstraksi pigmen dari daun bayam dan proses pemisahan kromatografi lapis tipis. Ekstraksi merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent) (Mirwan, 2013). Pada percobaan kali ini pada tahapan yang pertama diawali dengan melakukan ekstraksi pigmen daun bayam. Langkah yang pertama dilakukan adalah dengan menghaluskan sebanyak 20 gram daun bayam dengan mortar. Pemotongan dan penghalusan yang dilakukan berguna untuk memperluas permukaan agar perpindahan massa berlangsung pda bidang antara fasa padat dan fasa cair serta untuk memperluas bidang penyerapan. Kemudian ke dalamnya ditambahkan 20 mL heksana – methanol dengan perbandingan 60 banding 40. Adanya kandungan methanol di sini berfungsi untuk mengeluarkan air yang terdapat dalam jaringan daun bayam. Gambar 4.3.1 Gambar 4.3.2 11 Bayam yang sudah halus dan cair kemudian di saring dengan menggunakan corong buchner dan pengisapan, kemudian ampas bayam yang didapatkan digerus dengan 20 mL campuran heksana dan methanol dengan perbandingan 60 banding 40, yang selanjutnya disaring dengan corong buchner kembali. Penggunaan corong buchner disini adalah agar semua ekstrak dijadikan satu dalam corong pisah lalu dilakukan pencucian ekstrak sebanyak 2 kali dengan air kemudian lapisan heksana dipisahkan. Fungsi pencucian dengan akuades yaitu agar tidak ada pengotor. Penggunaan akuades berfungsi untuk mengikat sisa metanol dan pengotor yang masih tertinggal dalam larutan. Kemudian ditambahkan 10 mL Na2SO4 anhidrat, kemudian didestilasi. Gambar 4.3.3 Tahapan yang berikutnya adalah proses pemisahan kromatografi lapis tipis. Langkah yang peryama kali dilakukan pada tahapan ini adalah dengan mengakytifkan plat KLT dengan menggunakan oven pada suhu 100oC selama 30 menit. Fungsi dari adanya pengovenan plat KLT adalah agar plat KLT yang digunakan dapat aktif terlebih dahulu, sehingga silika gel dapat Kembali dan dapat kembali menjalankan fungsinya dengan baik. Lalu ekstrak daun bayam yang telah didapatkan sebelumnya kemudian diambil dengan pipa kapiler dan ditotolkan pada batas bawah yang terdapat pada plat KLT. Pipa kapiler yang digunakan berfungsi agar mencegah terlalu banyaknya larutan yang diletakkan ke dalam plat KLT tersebut. Kemudian plat KLT tersebut dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Setelah noda sampel ekstrak bayam yang diteteskan kering lalu dimasukkan ke dalam tabung kromatografi yang berisi eluen heksana. Kemudian bercak dilihat dengan memasukkan pelat KLT ke dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan uap iodium. 12 Gambar 4.3.4 Gambar 4.3.5 Dari hasil percobaan kali ini dapat dilihat warna dari hasil noda yang didapatkan setalah dilakukan pencelupan adalah warna kuning. Kemudian nilai jarak yang ditempuh substansi/analit yang digunakan adalah sejauh 2,6 cm, sedangkan jarak yang ditempuh noda adalah sejauh 2,2 cm. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf digunakan sebagai nilai pembanding relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fasa diam sehingga nilai Rf sering disebut juga faktor retensi (Alegantina & Isnawati, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf yaitu struktur kimia senyawa yang dipisahkan, polaritasfase diam, tebal dan kerataan permukaan fase diam, polaritas fase gerak, kejenuhan bejana kromatografi, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu, dan kesetimbangan (Sastroamidjojo, 1985). 13 Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa Pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah (Viqhi, 2014) : a. Pelarut b. Bahan pengembang (jenis dan ketebalan lapisan) c. Kejenuhan ruangan akan pelarut d. Kelembaban udara e. Konsentrasi f. Komposisi larutan diperiksa g. Panjang trayek migrasi h. Senyawa asing i. Ketidak homogenan kertas j. Arah serabut kertas k. Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas l. Derajat kejenuhan bejana pemisah. Dari hasil yang telah didapatkan pada pengukuran jarak tersebut, dapat dihitung Rf yang dihasilkan. Nilai Rf diperoleh dengan membagi antara jarak noda yang didapatkan dengan jarak eluen yang diperoleh. Dari data yang telah didapatkan, dapat diambil hasil nilai Rf yaitu 0,84 V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 1. Kromatografi merupakan teknik analitik untuk pemisahan, pemurnian, dan identifikasi konstituen dari suatu campuran. Teknik dasar kromatografi adalah memisahkan campuran berdasarkan perbedaan sifat-sifat dari senyawa atau campuran yang akan dipisahkan tersebut. 2. Isolasi bahan alam yang mengandung senyawa bermolekul besar seperti pada daun bayam dapat diisolasi dengan cara ekstraksi terlebih dahulu kemudian diidentifikasi menggunakan metode kromatografi lapis tipis. 3. Pemisahan dan isolasi senyawa bahan alam dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis. Peralatan yang digunakan adalah pelat dengan lapisan silika gel ataupun alumina sebagai fasa diam dan eluen sebagai fasagerak. Eluen yang digunakan dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran 2-6 pelarut. Kemudian, megidentifiksi noda atau bercak, noda tidak berwarna dapat dilihat pada pelat melalui penyemprotan senyawa yang sesuai ataupun dengan dimasukkan ke dalam bejana dengan uap iodium. Noda yang terlihat dihitung nilai Rf nya kemudian dicocokan dengan nilai Rf pigmen. 5.2 Saran Ketika mempersiapkan pelat, sidik jari, keringat, dan kotoran yang menempel pada sorben pelat KLT dapat menyebabkan munculnya noda tambahan yang tidak diinginkan yang menganggu noda analit. Selain itu, ketelitian dalam menghitung jarak yang dihasilkan juga diperlukan. 14 DAFTAR PUSTAKA Arundina, Ira., et al. (2015). Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis Sudamala (Artemisia Vulgaris L.). Artikel Penelitian. Volume 1(2): 167-171. Basri, S. (2003). Kamus Kimia. Jakarta: Kineka Cipta. Campbell, et al. (1995). Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Chang, R. (2005). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gritter, R. J., et al. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press. Gumelar, Aji., dan Irsyad. (2014). Tugas Makalah Laboratorium Lingkungan Kromatografi. Diakses melalui https://www.academia.edu/11001215/Kromatografi. Handayani, S. (2005). Kromatografi Lapis Tipis untuk Penentuan Kadar Hesperidin dalam Kulit Buah Jeruk. Jurnal Penelitian Saintek, 10(1). Khopkar. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Mirwan, Agus. (2013). Keberlakuan Model HB-GFT Sistem n-Heksana –Mek – Air pada Ekstraksi Cair-Cair Kolom Isian. Konversi. Volume 2. No. 1. Mulja, M., & Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Oktaviantari, Destiana Eka., et al. (2019). Identifikasi Hidrokuinon Dalam Sabun Pemutih Pembersih Wajah Pada Tiga Klinik Kecantikan Di Bandar Lampung Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Analis Farmasi. Volume 4(2), 91-97. Rohman, Abdul dan Ibnu Gholib G. (2006). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Liberty, Yogyakarta. Syafi’I, Makmum., et al. (2018). Analisis Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Rimpang Temu Manga (Curcuma Mangga). Jurnal Jamu Indonesia. Volume 3(3), 109115. Watson, D. (2005). Analisis Farmasi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 15 LAMPIRAN Data Pengamatan Data Perhitungan 16